This was a remake fiction I ever write years ago. a lil bit dark, so please don't read this if you easy to stimulate.

Hope you like this fiction :)


Pertama kali Jongin bertemu Sehun di depan perpustakaan kota, Jongin menetapkan kalau Sehun adalah manusia paling manis yang pernah dilihatnya.

Saat itu Sehun bahkan jauh lebih pendek daripada Jongin. Memakai baju kebesaran tidak menutup sedikitpun pesona Sehun dimata Jongin. Entah saat itu Sehun habis bermain dimana sehingga membuat baju dan sepatunya berlumuran lumpur. Mungkin buat sebagian orang Sehun terlihat sangat kotor saat itu, tapi itu malah membuat Jongin lebih menginginkan Sehun.

Hal pertama yang diinginkan Jongin saat melihat Sehun adalah merangkul pundak Sehun dan mengumumkan pada semua orang kalau Sehun itu miliknya. Tapi itu tidak bisa terjadi kalau Sehun tak mengenal Jongin kan? Jadi Jongin menghampiri Sehun dan mengajaknya berkenalan. Begitu Sehun menerima jabatan tangannya Jongin langsung berbicara mengenai sekolah menengah mana yang akan dimasukinya nanti dan pengetahuan lainnya yang dianggap dapat membuat Sehun terksesan. Dari situ Jongin tahu kalau Sehun akan masuk sekolah menengah yang sama dengannya.

Dan sepanjang musim panas itu Jongin hanya memimpikan Sehun.

Tidak sabar untuk memulai sekolah dengan Sehun, sekelas dengannya, duduk bersebalahan di kelas, dan Jongin tidak sabar untuk berbuat sedikit kenakalan bersama Sehun. Sekolah menengah tidak akan seru tanpa sedikit kenakalan kan? Bahkan Jongin menceritakan tentang Sehun kepada Ayah dan Ibunya. Mungkin mereka lelah mendengar cerita Jongin tentang "anak laki-laki manis di depan perpustakaan kota".

Rasa suka Jongin pada Sehun semakin bertambah ketika dia mengetahui identitas Sehun sebenarnya. Sehun setara dengannya. Ayah Sehun juga salah satu orang pemerintahan seperti Ayahnya. Tapi di dunia politik tidak ada yang tau siapa kawan dan siapa lawan. Peringatan dari Ayahnya malah membuat Jongin semakin menginginkan Sehun.

Tapi kadang manusia hanya bisa merencanakan.

Hari pertama sekolah Jongin malah menghina salah satu teman Sehun. Jongin tahu dari Ayahnya kalau keluarga Park mempunyai anak yang seumuran dengannya, Park Chanyeol. Ayahnya bilang kalau keluarga Park itu pengkhianat. Hell, bahkan saat itu Jongin tidak mengerti apa artinya. Jadi Jongin hanya mengatakan apa yang dikatakan Ayahnya. Tapi yang terjadi selanjutnya adalah Sehun berbalik bersama Chanyeol dan meninggalkan Jongin sendirian.

Itu adalah kali pertama Sehun mematahkan hati Jongin.

Setelah itu Jongin terus merasakan sakitnya penolakan dari Sehun. Satu-satunya cara agar Sehun mau memberikan perhatian kepadanya adalah dengan mengejek salah satu temannya atau menganggu Sehun, yang Jongin sebut berbuat sedikit kenakalan pada Sehun. Pada akhir tahun pertamanya di sekolah menengah Jongin sadar kalau Sehun sudah menjadi satu-satunya orang yang paling ingin dimilikinya sampai Jongin hampir gila dan disaat bersamaan menjadi satu-satunya orang yang tidak akan pernah bisa dia dapatkan.

Dari tahun ke tahun Jongin bertambah sakit ketika mengetahui kalau Sehun lebih menginginkan kehadiran Chanyeol dibandikngkan dirinya. Jongin menutupi rasa sakitnya dengan terus berpura membenci Sehun. Menggunakan semua kesempatan yang dimilikinya untuk mendapatkan perhatian Sehun, walaupun bukan perhatian dengan arti yang positif. Sementara Sehun terus bertambah tinggi, kuat, bahkan lebih cantik, rasa sakit yang dirasakan Jongin tidak pernah berkurang.

Sekarang sudah enam tahun setelah mereka lulus sekolah menengah, Jongin menyesali satu hal. Jongin tahu kalau dia mau merendahkan sedikit saja harga dirinya untuk meminta maaf karena mengejek Chanyeol, dia dan Sehun bisa menjadi teman yang tidak terpisahkan. Sehun tidak akan mengenalnya sebagai anak yang hanya bisa memamerkan kekuasaan ayahnya saja. Tapi semua yang diajarkan Ayahnya sudah mendarah daging. Jongin tidak mau merendahkan harga dirinya hanya untuk minta maaf. Setiap dia melihat Sehun berjalan bersebelahan dengan Chanyeol dia selalu berpikir, harusnya aku yang berjalan bersama Sehun. Park itu mana tahu seberapa beruntungnya dia.

Satu pikiran yang selalu berulang-ulang menghantuinya.

Kali kedua Sehun mematahkan hatinya adalah ketika Sehun memilih berteman dengan Irene. Hell, bahkan anak perempuan itu tidak setara dengan Sehun. Hanya masuk sekolah itu karena dia mendapatkan beasiswa dari Ayah Jongin sendiri. Sialnya anak itu pintar jadi Jongin tidak bisa menyingkirkannya dari sekolah itu. Bahkan Ayah Jongin selalu membandingkannya dengan Irene hanya karena dia selalu berada di posisi kedua sedangkan Irene di posisi pertama di angkatan mereka. Bukan kepintarannya yang membuat Jongin membenci Irene, tapi Irene sudah mengambil apa yang diinginkan Jongin dan tidak ada satu pun hinaan di dunia ini yang cukup buruk untuk menggambarkan Irene di mata Jongin.

Setelah itu masih banyak lagi yang mematahkan hati Jongin. Seperti saat Jongin tidak bisa mendampingi Sehun ketika kakinya patah setelah bermain basket. Saat Sehun kesulitan mencerna pelajarannya, Jongin ingin menjadi orang yang mengajarinya. Jongin ingin jadi orang yang dicari Sehun ketika orang tua Sehun meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat. Jongin ingin berada di samping Sehun, memeluk Sehun, dan membisikkan pada Sehun kalau semua akan baik-baik saja. Jongin bahkan hampir membongkar rahasia terbesarnya ketika dia melihat Sehun pingsan saat ujian akhir. Dia tahu kematian kedua orang tua Sehun dan ujian akhir sudah mengambil semua kekuatan Sehun. Dia ingin menangis saat itu juga karena yang menggendong Sehun saat itu Chanyeol, bukan dia.

Malam itu Jongin menangis di tempat tidurnya. Baekhyun dan Jongdae berusaha menghiburnya walaupun tidak berhasil. Setiap bujukan yang mereka katakan hanya dibalas Jongin dengan, "Harusnya aku yang berada di posisi si Park itu!" Mereka berdua menghela nafas, tahu kalau percuma membujuk Jongin sebenarnya.

Sampai Jongdae berkata, "Jongin," panggil Jongdae pelan, "kau yakin tempatnya Chanyeol yang kau inginkan bukan sesuatu yang lain?" Tangisan Jongin berhenti. Butuh beberapa menit untuk Jongin sadar apa yang dimaksud Jongdae dan dia tahu Jongdae benar. Dia tidak ingin menjadi sahabatnya Sehun. Dia menginginkan lebih dari itu. Saat Sehun sedang bersedih Jongin sangat ingin menghiburnya. Saat Chanyeol marah dan tidak berbicara pada Sehun selama dua bulan Jongin ingin menghampiri Sehun dan mengatakan pada Sehun kalau dia tidak akan pernah melakukan apa yang Chanyeol lakukan kalau Sehun memberikannya kesempatan. Tidak, jelas Jongin tidak hanya ingin menjadi teman Sehun.

Dia ingin mencintai Sehun seperti hari pertama di depan perpustakaan kota dia sudah mengetahuinya. Bahwa Sehun itu untuk dicintai sepenuhnya, seposesif mungkin tanpa mempedulikan apa pun yang terjadi dan tanpa sedikit pun keraguan. Dan setiap dia sadar kalau bukan dia yang memberikan afeksi itu pada Sehun, hatinya semakin hancur.

Tahun terakhir mereka di sekolah menengah sesuatunya semakin memburuk untuk Jongin. Ayahnya tertangkap karena korupsi dan dijatuhi hukuman mati. Ibunya yang tidak kuat menanggung malu pun bunuh diri menyusul Ayahnya. Jongin?


Jongin menghabiskan cokelat panasnya duduk di sofa kesayangannya ditemani salju yang turun di sore ini. Perapian yang dinyalakannya memancarkan kehangatan ke tubuhnya yang tertutup oleh sweater hijau besar kesayangannya. Sehun selalu bagus dengan warna hijau, maka dari itu dia suka warna hijau. Jongin menghela nafas. Kenapa yang dipikirannya cuma Sehun?

Sejak lulus tidak banyak yang terjadi pada Jongin. Rumahnya disita sehingga dia harus pindah ke villa peninggalan neneknya di dalam hutan yang jauh dari desa apalagi kota tempat tinggalnya dulu. Disini dia tidak akan dihakimi karena sudah menjadi anak koruptor. Setidaknya disini dia punya cukup banyak waktu untuk bercocok tanam, belajar tentang seni mengobati. Terima kasih kepada Ayahnya yang membuatnya tidak dapat berkuliah. Beberapa bulan pertama Jongin bahkan menjual barang peninggalan kakek, nenek, dan ibunya di desa hanya untuk makan. Jongin banyak belajar disini, diantara perutnya yang lapar, dinginnya malam yang dilewati, dia harus bisa bertahan hidup. Demi Sehun.

Pikiran tentang Sehun menguatkannya. Dia bertekad untuk kembali muncul di hadapan Sehun nanti dan memulai semuanya dengan baik. Meminta maaf atas perlakuannya dulu pada Chanyeol dapat menjadi langkah awal. Tapi dia tidak bisa muncul di depan Sehun jika dia tidak bisa bertahan hidup kan? Jadi Jongin mulai menjual apa yang ditanamnya ke desa, mulai mengolah beberapa ramuan tradisional yang dipelajarinya dari rak buku tua neneknya untuk mengobati penduduk desa. Tidak banyak yang terjadi, adalah mantra yang selalu diulangi dalam pikirannya.

Kadang Jongin bersyukur Ibunya memilih untuk bunuh diri saja, karena dengan begitu beliau tidak perlu merasakan kesusahan yang Jongin rasakan. Dulu mereka selalu dikelilingi orang yang menghargai nama besar mereka, orang yang memuja kekuasaan yang mereka miliki. Tapi saat Ayahnya jatuh, semuanya tiba-tiba hilang. Jongin sendirian, sendiri yang berarti tidak ada orang yang mengerti Jongin sama sekali, Jongin tidak bisa berbicara bebas dengan orang lain atau sederhananya Jongin bahkan tidak bisa pergi ke suatu tempat tanpa orang lain meludahinya. Jongdae menjadi orang pertama yang pergi dan sampai sekarang Jongin tidak pernah mendengar kabar darinya lagi. Baekhyun juga pergi, yang Jongin tahu Baekhyun berkuliah di luar negeri.

Meninggalkan Jongin sendirian.

Yang tidak Jongin sangka adalah kedatangan Sehun di hari pembacaan vonis Ayahnya. Sehun berkata, "Aku tidak ingin kehilangan musuhku dengan cara begini. You have to be able to at least support yourself. Aku tidak mengizinkanmu untuk menyerah." Dan kata-kata Sehun cukup untuk menjadi alasan Jongin bertahan hidup sampai saat ini. Demi Sehun. It has always been anything for you, Sehun. Bisikkan Jongin yang tidak dapat didengar oleh Sehun.

Sampai sekarang akhirnya Jongin bisa menjual ramuannya ke desa atau membantu mengobati orang sakit di desa. Tidak banyak uang yang bisa dikumpulkan, tapi setidaknya cukup untuk makan. Jongin berhasil mengumpulkan beberapa pelanggan yang banyaknya orang tua karena ramuan yang dibuat Jongin dapat meringankan sakit pinggang setelah mereka bekerja di ladang seharian.

Villa ini luas. Jongin ingat saat Ayah dan Ibunya selalu mengajaknya untu menghabiskan natal disini bersama nenek dan kakeknya. Jongin bahkan mempunyai paviliunnya sendiri disini. Jongin sengaja membiarkan paviliun yang dulu di tinggali kedua orang tuanya kosong. Dia hanya akan mengunjungi bagian villa itu untuk mencari sesuatu yang bisa dijual atau kalau dia ingin menangis. Jongin juga manusia, dia butuh tempat untuk kabur, bahkan dari dirinya sendiri.

Jongin menyesap lagi cokelat panasnya. Apa yang pernah terjadi selalu berhasil membuatnya terkejut, dia selalu berpikir setiap bangun di pagi hari, apa hidupnya bisa bertambah baik? "Jongin!" Jongin rasanya sudah lama sekali tidak mendengar suara itu, jadi dia pikir dia hanya berhalusinasi, lagi pula diluar hujan salju, "Jongin! Jongin kau dimana?" Jongin tidak berkhayal ternyata.

Jongin bangkit dari duduknya dan dengan berat berjalan ke pintu pavilliunnya. Dalam benaknya terpikir beberapa skenario yang membuat orang ini harus kembali ke kehidupannya. Dan semuanya bukan sesuatu yang baik.

Baekhyun terlihat sama seperti terakhir kali saat Jongin melihatnya, hanya saja dia terlihat lebih elegan dengan coat yang menempel dengan sangat apik di badannya yang tidak terlalu tinggi. Suara sepatunya menggema saat dia mengikuti Jongin masuk ke paviliunnya. Saat Baekhyun duduk barulah Jongin menatap balik ke arahnya. Mereka pernah menjadi teman dulu, tapi sekarang mereka seperti tidak mengenal satu sama lain, entah apa yang dipikirkan Baekhyun tentangnya.

"Hai Baekhyun." Jongin menyapa pelan. Cepat atau lambat harus ada yang memulai percakapan kan? Jongin mulai menebak apa yang ada di pikiran Baekhyun melihatnya hanya memakai celana training dan sweater kebesaran. Bahkan kaus kaki yang dipakainya pun berbeda antara yang kiri dan yang kanan.

"Hai.. Jongin." Baekhyun agak ragu membalas sapaannya. "Aku harusnya memberi tahu dulu sebelum datang kesini." Terdengar penyesalan yang jujur dalam suaranya.

"Tidak perlu. Aku hampir selalu ada disini." Kata Jongin seolah dia tidak berat mengatakannya, "Aku akan membuatkanmu cokelat panas sebentar, akan lebih baik kalau kau ikut juga ke dapur bersamaku." Kata Jongin sambil berdiri. "Aku belum menyalakan pemanas disini." Yang membuat Baekhyun berdiri dan mengikutinya.

"Cokelat panas kedengarannya enak." Kata Baekhyun sambil berjalan mengikuti Jongin. Baekhyun menahan nafas melihat pemandangan yang dilihatnya, "Jangan bilang kau yang melakukan semua ini?" Baekhyun menatap salah satu ruangan bekas Ayah Jongin yang isinya sudah berhamburan kemana-mana, Baekhyun tidak berani memikirkan apa yang ada didalamnya. "Maafkan aku Jong, harusnya aku tidak meninggalkanmu sendirian begini, harusnya aku.."

"Please Baek, semua yang kau katakan tidak bisa mengubah keadaan." Suara Jongin lebih tajam dari pada orang yang memohon pada umumnya.

"Aku tidak ingin meninggalkanmu, tapi kekasihku.. aku tidak ada pilihan lain Jong." Katanya pelan.

"Semua orang punya pilihan, Baekhyun." Jongin meneruskan jalannya dan menyiapkan cokelat panas untuk Baekhyun. Sementara Baekhyun masuk ke dalam dapur dengan mata yang memerah, jelas sekali menahan tangis.

"Maafkan aku," kata Baekhyun pelan. "tapi dari awal kau dan Chanyeol tidak pernah beruhubungan baik. Dia tidak pernah mau aku menemuimu dan.." suara Baekhyun menghilang.

"Dan kenapa kau disini?" Jongin bertanya tajam. Jongin benar-benar tidak suka pembicaraan ini. Separuhnya menginginkan alasan, separuhnya lagi tidak ingin tersakiti karena alasan itu.

"Tadi kau menawarkanku cokelat panas kan?" Jongin mendengus. Jongin tahu Baekhyun sedang mengulur waktu untuk menyiapkan dirinya. Tapi itu berhasil, Jongin mengangguk dan kembali ke kegiatannya membuat cokelat panas untuk Baekhyun. Jongin tahu dia terlalu berlebihan untuk sakit hati karena Baekhyun lebih memilih Chanyeol dibandingkan Jongin. Tapi Baekhyun paling tahu kenapa Chanyeol dan Jongin tidak pernah bisa berinteraksi normal sedari dulu.

Jongin menambahkan sedikit caramel di atas cokelat Baekhyun dan menyerahkannya pada Baekhyun. "Kau mengingatnya!" Kata Baekhyun senang sebelum menyesap cokelatnya. Baekhyun punya kebiasaan yang sama dengan Ibunya, Ibunya juga selalu meminum cokelat panas dengan tambahan caramel diatasnya. Jongin menghela nafas ketika dia memperhatikan Baekhyun menaruh gelasnya.

"Kau berubah Jongin." Baekhyun berbisik. Memangnya Baekhyun berharap apa? Kalau Jongin masih menjadi anak laki-laki arogan yang membanggakan posisi dan harta ayahnya? Anak laki-laki yang hanya tahu senang dan senang? Anak laki-laki yang menyembunyikan rasa sakitnya dengan kemarahan? Sekarang kemarahan sudah tidak berguna, karena dia tidak mempunyai siapa-siapa lagi.

"Dan kenapa kau dapat mengambil kesimpulan itu?" Jongin bertanya dengan senyum sinisnya.

"Saat aku melihatmu tadi aku bersumpah kalau aku mengira kau adalah Ayahmu." Jongin mendengus, pegangannya pada cangkirnya mengerat, kalau Baekhyun menyadarinya dia tidak menunjukkannya sama sekali, "Kau biasanya, well, kita tahu kau seperti apa dulu. Tapi sekarang.." Baekhyun menatap Jongin. "You're colder now. Seperti Ayahmu tapi tidak persis sama. Dulu aku selalu tahu apa yang kau pikirkan tapi sekarang aku tidak bisa melihat apa yang terjadi didalam kepalamu lagi." Jongin terkejut karena Baekhyun mengatakan sebanyak itu, tapi Baekhyun juga berubah kan?

"Mungkin itu sebuah kemajuan." Jongin tersenyum kecil, kesedihan di matanya kembali lagi.

"Mungkin." Baekhyun menirukan nada Jongin, jelas dia tidak mempercayainya. Baekhyun memperhatikan Jongin sambil kembali menyesap cokelatnya. Bekhyun kembali menghela nafasnya, "Jongin.."

"Kenapa kau kemari Baekhyun?" Potong Jongin. Dia membuat suaranya selembut mungkin untuk menyembunyikan ketidaknyamanan yang dirasakannya. Jongin menunggu saat Baehyun mengaduk kembali cokelatnya dan menyesapnya pelan.

"Aku membutuhkan bantuanmu." Akhirnya Baekhyun berkata tanpa melihat ke arah Jongin. Tentu saja. Mana mungkin Baekhyun kesini jika dia tidak membutuhkan sesuatu kan?

Untuk sementara Jongin merasakan sedikit ketidak sukaan atas apa yang dikatakan Baekhyun. Tapi perasaan itu menghilang secepat datangnya karena dia mengingat janjinya. Jongin berjanji untuk berhenti merasa tidak suka pada orang lain setelah apa yang terjadi padanya. "Bantuan apa?" Tanya Jongin pelan. Jongin menyiapkan lagi cokelat panasnya karena yang pertama sudah habis.

Baekhyun tidak langsung menjawab pertanyaannya, dia mengeluarkan koran dari dalam tasnya dan menyerahkannya pada Jongin. "Tolong baca dulu sampai selesai sebelum kau bereaksi lalu beri tahu aku apa yang kau pikirkan. Yang perlu kau tahu, ini tak seperti kelihatannya." Koran dengan tanggal seminggu yang lalu, terdapat gambar seorang yang sangat dikenalinya, ada beberapa lebam di wajahnya. Walaupun koran tersebut menambahkan garis tebal hitam dimatanya, Jongin tidak mungkin salah mengenalinya. Headlinenya tertulis Pewaris Tunggal Keluarga Oh Dianiaya? Dengan tanda tanya yang tidak diperlukan kalau dilihat lebam di wajahnya. Hati Jongin sakit melihatnya, tidak ada senyum manis yang biasa menghiasi wajah itu.

"Apa maksudnya ini?" Jongin tidak bisa menyembunyikan perasaannya lagi. Tidak kalau tentang Sehun. Baekhyun hanya menunjuk artikel di bawah gambar tersebut. Jongin tahu membaca artikel ini tidak akan baik untuk obesesinya pada Sehun.

Seperti yang kita ketahui setelah kedua orang tuanya meninggal, pewaris tunggal keluarga Oh, Oh Sehun, memilih untuk menjadi pengacara. Dia dikenal sebagai pengacara yang hebat karena semua kasus yang ditanganinya selalu berakhir dengan kemenangan. Di samping itu Oh Sehun juga tidak pernah sungkan untuk mengambil kasus sengketa antara orang kecil dan petinggi negara tanpa dibayar seperserpun. Harapan masyarakat padanya adalah Oh Sehun cepat menikahi putri keluarga Kim dan menjadi contoh bagi anak muda lainnya. Batalnya pertunangan mereka sempat membuat masyarakat terkejut karena Oh Sehun bukan hanya mengumumkan berita tersebut tetapi juga memberi tahu publik bahwa dia lebih tertarik mempunyai suami daripada istri.

Jongin mendengus dan meletakan korannya di meja. Jongin menatap koran tersebut tidak percaya. Kenapa isinya seperti sampah? Sehun gay? Pikiran tersebut terngiang di pikirannya. Membuat Jongin memutuskan untuk kembali membacanya.

Hal ini lah yang membuat Oh Sehun tidak diakui lagi oleh keluarga angkatnya. Keluarga Park, yang bisa dimengerti karena Oh Sehun mengkhianati kepercayaan mereka.

Jongin berhenti lagi. Tangannya bergetar menahan amarah. Park sialan itu membuang Sehun? Bahkan mereka tidak pantas untuk menjilat kakinya Sehun! Ini menyakiti Jongin, Jongin membayangkan wajah sedih Sehun seperti ketika kedua orang tuanya meninggal. Itu sudah tujuh tahun yang lalu, tapi Jongin masih mengingatnya.

Sementara Baekhyun memperhatikan setiap ekspresi yang dikeluarkan Jongin. Dia mengenal Jongin yang ini. Jongin yang tidak suka kalau Sehunnya disakiti.

Jongin memejamkan matanya dan menaruh koran tersebut, dia tahu apa kelanjutan dari cerita tersebut. Hanya pendapat dari orang-orang yang terlibat sedikit dengan Sehun dan berpura mengenal Sehun. Pura-pura sangat mengenal Sehun, pura-pura peduli pada Sehun dan menusuknya dari belakang. Sialan! Jongin benci karena Sehun dikelilingi orang seperti itu. Jongin membuka mata dan membalik halaman koran tersebut. Disana ada foto Sehun lagi, kali ini tidak melihat ke kamera. Dia bahkan terlihat lebih kuat dan lebih cantik sekarang.

"Tolong Baekhyun, apa maksudnya ini?" Jongin bahkan tidak bisa mengenali suaranya tadi. Jongin memohon, yang benar saja. Cuma karena Sehun dia memohon.

"Maaf Jongin, tapi baca dulu semuanya dan aku akan menjelaskannya." Dan Baekhyun paling tahu cara menyakitinya. Jongin menatap Baekhyun dan akhirnya memutuskan untuk membaca kembali artikel tersebut.

Wawancara dengan mantan kekasih Oh Sehun menyebutkan kalau hubungan mereka menyenangkan awalnya. Dengan Sehun yang sangat perhatian, Sehun adalah paket lengkap dari bayangan kekasih yang diinginkan semua orang. Tapi hubungan mereka memburuk saat sang mantan kekasih mengetahui kebiasaan Sehun. "Awalnya hanya dengan tali. Saya tidak khawatir, tapi seiring berjalannya waktu, semuanya semakin berlebihan." Kita semua tahu dari kalimat tersebut apa kebiasaan dari pewaris keluarga Oh tersebut. "Dia mulai dengan kekerasan, dia akan menghukum saya, secara fisik, mental bahkan untuk sesuatu yang saya tidak ingat pernah saya lakukan. Dia terlihat menakutkan. Sangat posesif sampai ke tahap mengunci saya di dalam flatnya, kadang tidak memberi saya makan, bahkan cemburu pada baju kesayangan saya. Saya merasa kehilangan hidup saya. Dia memiliki saya seperti slave." Pengakuan tersebut….

Jongin membuang koran tersebut. "Omong kosong!" Jongin berteriak tanpa sadar dia sudah menangis. Jongin mengepalkan tangannya, tega sekali orang berkata seperti itu. Harusnya mereka bersyukur karena Jongin bahkan tidak bisa mengobrol normal dengan Sehun tanpa bertengkar. Betapa besarnya keinginan Jongin untuk membunuh orang yang berani menulis artikel tersebut. Jongin mengatur nafasnya setelah sadar kalau dia menangis, "Kenapa?" Jongin menuntut jawaban Baekhyun. "Kenapa kau membuatku membaca artikel sialan itu?" Katanya geram.

"Kau tidak mempercayainya kan?" Tanya Baekhyun.

Jongin menatapnya jengah, "Tentu tidak! Orang buta pun tahu kalau itu hanya sampah." Baekhyun tersenyum mendengar tanggapannya.

"Aku tahu ini tidak mudah, tapi tolong dengarkan penjelasanku sampai aku selesai bicara ya?" Jongin mengangguk. Bahkan cokelatnya terlupakan. "Pertama, bukan hanya Sehun yang dibuang oleh keluarga Park, tapi Chanyeol juga, makanya aku memutuskan untuk tinggal bersamanya di Jepang. Tidak mudah tentu saja, tapi kau tahu Sehun. Sehun membuat kami menang atas segala tuntutan keluarga Park dan dapat hidup dengan baik di Jepang. Sehun menolak untuk ikut pindah bersama kami mengingat sebenarnya negara ini pun tidak lagi ramah untuk ditinggali."

Jongin mendengus, "Setidaknya kalian berteman." Jongin berusaha menutupi kecemburuannya.

"I know, right? Shocking. Apalagi setelah apa yang kita lakukan disekolah dulu. Tapi kau tahu dia orang yang sangat baik. Dia sebenarnya lucu dan pendengar yang baik. Aku bisa selama dua jam penuh mengeluh tentang Chanyeol dan dia akan mendengarkan."

Jongin meneguk cokelatnya yang sudah dingin. Membayangkan saat dia hanya sendiri di paviliunnya dengan buku-buku pengobatan sementara Baekhyun duduk nyaman dengan Sehun membuat cokelatnya menjadi pahit.

"Awalnya ku pikir dia akan menjadi pribadi yang pemurung, itu setelah dia tidak diakui oleh keluarga Park dan mengaku bahwa dia gay. Kejadian tersebut seperti mengisolasi dia dari teman dan keluarganya, hanya beberapa yang bertahan. Seperti Irene. Tapi aku kurang suka padanya." Baekhyun meneruskan.

"Narasumber koran tadi adalah Yifan. Yifan yang mendekati Sehun duluan. Dia kakak kelas kita kalau kau ingat. Aku tidak pernah menyukainya. Awalnya Sehun tidak menanggapi Yifan tapi entah bagaimana Sehun luluh. Dan dia terlihat.." Baekhyun mengambil jeda. "bahagia. Akhirnya. Setelah drama dan drama ada orang yang mau memberinya kesempatan. Bukan karena reputasinya tapi karena itu dia." Baekhyun meminum lagi cokelatnya. "Bagaimana kau bisa hidup di rumah tanpa penghangat?" Jongin mendengus dan menyalakan penghangat ruangan. Listrik kan mahal. Lagipula Jongin lebih suka perapian. Jongin kembali duduk, tidak sabar mendegarkan cerita lengkapnya.

"Awalnya aku tidak tahu apa yang terjadi. Sehun hanya memberitahuku sesuatu terjadi, tapi dia tidak pernah menceritakan lengkap. Sampai akhirnya dia mulai menjauh. Tidak pernah menelpon, bahkan membaca chat ku pun tidak." Jongin mendengus, ponsel saja dia tidak punya. "Ini berawal sejak tiga bulan dia mulai menjadi kekasih Yifan, tepatnya saat mereka memulai tinggal dalam satu flat yang sama. Dia menolak semua undangan makan malam kami saat kami disini dengan alasan Yifan membutuhkannya untuk satu dan lain hal. Kadang dia mempunyai luka yang aneh saat kami menemuinya, memar. Kalau aku pikir lagi, aku merasa bodoh karena tidak menyadari apa yang disembunyikan Sehun." Jongin dapat mendengar kemarahan disana.

"Sehun mulai menolak beberapa kasus besar, yang ku yakin bisa dimenangkan. Mulai menutup diri di flatnya. Saat kami kesana, Yifan akan keluar dan bilang kalau Sehun sedang pergi bertemu koleganya. Tentu saja kami bergantian, kau juga tahu aku jarang kesini." Baekhyun meneruskan lagi.

"Kami?" Jongin tahu mereka tidak cuma berdua. Hanya butuh detailnya saja.

"Aku, Chanyeol, Irene, Kyungsoo, dan seseorang bernama Suho, salah satu teman yang pernah bekerja dengan Sehun di beberapa kasus. Setelah kejadian dengan keluarga Park, hanya kami lah yang selalu ada untuk Sehun." Jongin mengangguk dan kembali membuat cokelat panas agar tangannya tidak menganggur. "Sehun yang menyatukan kami. Lalu tiba-tiba dia bersikap seolah dia sibuk dan tidak bisa berkumpul dengan kami lagi. Bahkan Irene tidak menyadarinya." Baekhyun mendengus. Jongin tidak bisa menyalahkan Baekhyun atas ketidak sukaannya pada Irene kan?

"Aku baru sadar karena ini terjadi terlalu sering. Bukan Sehun sekali bertingkah seperti ini. Sekarang aku baru sadar ini semua karena Yifan," Baekhyun mengeluarkan semua kebenciannya saat menyebutkan nama itu. "memaksa Sehun meninggalkan teman-temannya agar tidak ada yang mengetahui kalau sesuatu terjadi pada Sehun. Aku tidak mengerti kenapa Sehun tahan dengan orang itu. Tapi sepertinya dia takut." Baekhyun menggeram marah.

Jongin tidak mau menenangkan Baekhyun, satu-satunya orang yang ingin dia tenangkan tidak ada disini. Jauh dari sini. Mungkin sedang sendiri seperti yang biasanya dia lakukan.

"Aku berpikir untuk datang padamu sebelum semuanya menjadi lebih buruk. Aku terus berpikir bahkan jika Sehun tidak mau melihatmu, kau bisa membuat Yifan menjauh, membuat dia berhenti menyakiti Sehun. Tapi saat itu, well, aku pikir ini bukan ide yang baik."

"Tapi menjadi ide yang baik sekarang?" Suaranya lebih intense daripada yang diinginkan, membuat Baekhyun menunduk.

"Sehun menghilang Jong." Bisik Baekhyun, "sudah sebulan dan tidak ada yang bisa menemukannya. Hanya aku, Chanyeol, dan Suho yang masih peduli. Irene, dengan segala alasannya, sudah tidak bisa menghadapi Sehun dan mengabaikannya seperti keluarga Park. Irene bilang kalau Sehun benar-benar tidak mau, Sehun harusnya cukup kuat untuk bilang tidak pada Yifan. Yang tidak Irene sadari, tidak kami sadari, Yifan sudah menghancurkannya. Dia.. saat aku menemukannya, dia.. tangannya dirantai Jong, dia hanya menggunakan colar dan celana lusuh yang sobek, kau tidak akan percaya kalau ada orang yang memakai celana seperti itu. Dia dipukuli.." Baekhyun tidak bisa menahan tangisnya lagi. Dia menangis tersedu sambil menutup wajah dengan tangannya. Butuh beberapa saat untuk Baekhyun menenangkan dirinya.

Sementara Jongin, air mata yang tadi sempat keluar sekarang kembali membasahi pipinya. Tangannya mengepal, dia menahan amarah dengan menggigit bagian dalam pipinya. Jongin melupakan semua janjinya, dia membenci Yifan dengan semua sel yang ada dalam tubuhnya, dia membenci Yifan disetiap helaan nafasnya mulai detik itu. Beraninya Yifan menyakiti satu-satunya alasan Jongin bertahan hidup!

"Itu hampir sebulan setelah dia menghilang dan aku panik. Suho sudah mencoba menelpon semua orang yang terlintas dipikirannya, masuk ke dunia bawah untuk mendapatkan sedikit saja bisikkan tentang keadaan Sehun, dia bahkan melibatkan kepala kepolisisan. Tapi kita berdua tahu dimana dia. Tempat dimana dia berada selama ini." Baekhyun mengambil jeda lagi.

"Aku menghabiskan 12 jam untuk mengeluarkannya dari sana. Entah orang gila mana yang memasang pengamanan seperti itu di flatnya. Bahkan bank terbaik di eropa pun kalah." Jongin mendengus. "Untungnya saat itu Yifan tidak ada disana. Jadi Sehun bisa dengan mudah kami ambil." Baekhyun tersenyum lemah.

Dari ceritanya Jongin tahu semarah apa pun dia pada Yifan, ada yang membuat Baekhyun takut pada Yifan disaat bersamaan. Dan Jongin tidak menyukai fakta tersebut.

"Kau harus melihat bagaimana muka Yifan saat tahu Sehun kami ambil. God aku bersyukur kau tidak melihatnya, karena aku yakin kau akan memukulinya sampai mati dan kau akan dipenjara karena itu."

Prison, be damned! Dia berjanji akan menghabisi orang itu dengan tangannya sendiri. "Please Jong, hentikan apa yang kau pikirkan karena kau tahu Sehun tidak akan menyukainya." Jongin memukulkan tinjunya pada tembok dapur karena sudah tidak dapat menahan amarahnya lagi.

"Because, I'm sure this bastard did all of what Sehun wanted him to! Sialan! Kau benar, jika aku bertemu dengannya, aku akan membuatnya menyesal pernah dilahirkan!" Jongin memukul tembok tersebut beberapa kali lagi untuk menyalurkan amarahnya.

"Aku sudah mengira kau akan bereaksi seperti itu." Terdengar kepedulian disana. Jongin mengingat kenapa Baekhyun dulu menjadi teman baiknya. "Saat aku menemukan Sehun, dia bahkan susah fokus pada saat kami mengajaknya bicara, he was so out of it. Dia bahkan tidak mengingatku awalnya. Dia hanya meminta maaf berulang kali." Baekhyun kembali menahan tangisnya. "Seperti yang ku katakana dia dipukuli. Lebam di sana-sini, darah di lukanya sebagian sudah mengering. Yifan akan… menghukum Sehun dengan membuatnya kelaparan, meninggalkannya di ruangan itu hanya dengan sebuah ember sebagai kamar mandinya. Membuat Sehun seolah anak anjing yang tidak bisa melakukannya dengan benar." Baekhyun tenggelam dalam pikirannya, dalam kemarahannya. Sementara Jongin mengingat semua buku yang sudah dibacanya, dia berpikir racun apa yang paling mematikan dan membunuh dengan sangat pelan untuk dibuatnya nanti.

"Apa yang kau ingin aku lakukan?" Akhirnya Jongin menemukan suaranya. Matanya kembali jatuh pada foto Sehun di koran yang dilemparnya tadi.

"He's broken, Jong." Baekhyun berbisik. "Aku berusaha mengeluarkan dia dari sana dan aku menyembunyikannya agar Yifan tidak bisa menyakitinya lagi, tapi Sehun tetap ketakutan. Dia bahkan tidak bisa berfungsi dengan baik jika ada orang lain. Tidak ada yang bisa menyentuhnya, dia tidak mau makan, dia hanya bisa diam di kamar dan tidak ada yang bisa aku lakukan!" Baekhyun kembali menangis.

Jongin mengatur nafasnya, sementara Baekhyun berusaha menghapus air matanya. "Kenapa?" Jongin berbisik. "Kau pikir apa yang bisa kulakukan?" apa yang membuat Baekhyun berpikir Sehun akan membiarkan Jongin mendekat? Tapi Jongin takut mengetahui jawabannya.

"Dunia tidak mempedulikannya begitu mereka tahu Sehun gay. Sehun hanya menjadi salah satu sumber hiburan. One moment they loved him, and the next, he was being ostracized, criticized for the choices he made, for just being himself. Beri tahu aku siapa lagi, yang cukup peduli untuk membantunya kalau bukan kau?" Baekhyun mengatur nafasnya, "Aku tidak pernah mengenal orang lain yang mencintai Sehun seperti kau mencintainya, seperti yang selalu kau lakukan." Jongin memejamkan matanya mendengar apa yang dikatakan Baekhyun. Meresapi maknanya.

Dia ingat musim panas saat umurnya baru tujuh tahun. Wangi mawar yang ibunya tanam mengelilinginya saat dia menemani ibunya minum teh. "Jongin." Panggil ibunya, "Kekuatan paling indah dan besar yang dimiliki manusia adalah cinta, bagaimana pun bentuknya. Menyerah, walaupun cintamu tidak pernah terbalas atau menghancurkanmu sampai kau tidak dapat berpikir lagi adalah dosa terbesar yang dapat dilakukan manusia. Ingatlah anakku, bukalah selalu hatimu untuk cinta, karena itu akan kembali padamu suatu hari nanti."

Dia masih mengingatnya seperti itu terjadi tadi pagi. Dan Jongin tidak suka mengecewakan ibunya, jadi dia berkata, "Pertemukan aku dengannya."


We still have a lot to go guys.

So, tell me? Is it bad?