Warning : Canon(?), yaoi, typo, OOC, dll. Skene diambil setelah Luffy dkk mengalahkan Doflaminggo dan dalam perjalanan menuju Zou.
One Piece © Eiichiro Oda
A Law x Luffy FanFiction
.
The Reason
.
Dengkuran terdengar diiringi beberapa orang yang masih membuka mata dan meneguk sake sampai tubuh limbung. Sebagian tidur, sebagian menari, sebagian makan dan melakukan hal-hal lain ala pesta Bajak Laut.
Semakin larut, pesta memuncak, teriakan dan tawa menggema di seluruh kapal. Menikmati sorak riang atas kemenangan yang didapat. Hingga saat subuh menjelang, barulah pesta ramai berakhir dengan semua orang yang tertidur. Pose tidur beragam, terkesan unik dan lucu khas mereka masing-masing.
Di sudut kapal, masih ada seseorang yang belum ingin menutup mata. Punggung tersandar dengan selimut menyelimuti badan di malam yang dingin. Secangkir kopi panas mengepul disebelahnya ditemani sepiring onigiri yang tak tersentuh.
Pria dengan iris abu kehitaman itu sibuk dalam bayangannya. Bahkan pesta hangat yang awalnya membuat hati senang. Kini pudar berkat benak yang seenaknya berputar dan mengambil beberapa spekulasi tentang aksi ke depan.
Trafalgar—D. Water—Law pun menutup mata sejenak, sebelum membukanya untuk memandang langit malam yang cerah. Jarang sekali cuaca bisa se'jinak' ini di lautan Grand Line, apalagi Shin Sekai yang terkenal akan kemustahilan cuaca dan iklim. Menikmati aliran ombak dan suhu normal di Shin Sekai, bisa dianggap beruntung. Sekaligus merileks-kan tubuhnya yang akhir-akhir ini selalu lelah.
Selama tiga belas tahun, tujuannya hanya untuk menjatuhkan Doflamingo. Kalau bisa dirinya ingin memukul, menghajar atau sekaligus membunuhnya. Dirinya masih kesal; marah dan benci karena orang yang telah menyelamatkan hidupnya—Corazon—mati oleh Shichibukai bermantel bulu pink itu.
Sayangnya seberapa pun ia menggunakan kekuatannya untuk mengalahkan pria pink itu. Semuanya kurang, dirinya tetap kalah. Hanya bisa tergeletak tak berdaya di bawah gelak tawa setan sang Ten Yasha.
Sampai Mugiwara datang dan menyelamatkannya.
Menghajar Doflamingo sampai habis.
Dan mengakhiri tujuan hidupnya untuk membalas dendam.
Kini ia bebas, tujuannya telah tercapai. Alasan terkuatnya untuk menyandang nama 'Heart' dan Bajak Laut telah tergapai. Selanjutnya, ia hanya akan membuat strategi untuk mengalahkan Kaidou bersama Mugiwara.
Saat benaknya teralih pada kapten semi-gila hobi nyengir lebar—atau ngakak—tanpa pikir panjang itu, seulas senyum kecil terukir. Abu-nya reflek mencari pemuda raven yang ternyata tengah tertidur dengan pose unik dan sebuah balon di hidung.
Sosok energik yang pernah ia selamatkan dua tahun yang lalu.
Pertama kali ia melihat Mugiwara—Monkey D. Luffy—di acara pelelangan. Seringai lebar tercetak. Seperti rumor beredar. Sosok pemuda bernilai 300 juta beri kala itu, termasuk golongan gila atau bodoh. Bila orang normal tak akan berani menentang Tenryuubito. Mugiwara dengan beraninya men-deathglare dan menghajar salah satunya hanya karena temannya ditembak semena-mena.
Teman.
Bila kata itu muncul dari mulut sang kapten Mugiwara, menandakan bahwa ia akan mempertaruhkan nyawanya sekalipun untuk melindungi sang teman. Sungguh orang yang loyal dan menarik. Bahkan dia juga menyandang nama D. Kesan pertama Law pada Luffy pun cukup untuk membuatnya tersenyum lembut—sampai krunya menatap Law horor bahkan berteriak akan kiamat—dan berakhir dengan sang kru yang terlempar ke laut.
Maka, saat perang Marine vs Shirohige dimulai dan Law mendapati Luffy yang mengacau di sana. Perasaan ganjil menjalar. Aksi sang kapten Mugiwara yang menakjubkan kembali membuatnya menyeringai kecil. Entah setan apa yang merasukinya saat itu. Namun, sebelum pikirannya memproses apa yang dilakukannya. Kapal selam miliknya telah melaju menuju tempat sang Mugiwara berada.
Benar saja, saat Law sampai di sana. Kondisi Luffy kritis. Sang kakak yang mati di depan matanya membuat mentalnya terguncang. Apalagi kondisi fisiknya yang penuh luka terutama di bagian dalam. Atensinya pun tertuju pada sosok Luffy yang tak sadarkan diri dan segera memulai operasi.
Law tidak akan membiarkan seorang D. yang menarik layaknya Luffy mati begitu saja.
.
Bunyi mesin menguasai ruangan. Sosok penuh perban terbujur lemas dengan alat bantu pernapasan. Law berdiri, menggenggam pedangnya erat dengan pandangan yang tak bisa dedifinisikan. Ia tancabkan pedangnya di samping Luffy. Lengannya kemudian terulur, meraih jemari Luffy yang dingin dan tak bergerak.
Sosok energik itu diam. Penuh luka, raut bahagianya luntur. Digantikan dengan alis tertaut dan napas berat. Dada naik turun, disertai air mata yang perlahan jatuh.
Law tidak tahu sejak kapan, tapi ia lebih memilih Luffy dengan wajah bodoh dan polos daripada ekspresi penuh luka, sedih dan kehilangan.
Karena Law tahu, perasaan kehilangan seseorang itu sangat menyesakkan dan tak mudah untuk dilupakan.
Dengan itu ia meraih jemari Luffy dan mengecupnya pelan. Ia tidak sadar bila saat itu Luffy membuka matanya dan kembali tertutup dengan raut yang lebih baik.
Sadar dengan apa yang dilakukannya, Law mengerjap lalu berjalan meninggalkan ruangan untuk menemui kru-nya.
Hal yang ia tak prediksi adalah saat Luffy sadar dan dirinya yang tengah mengganti perban sebelum kedatangan Rayleigh. Kala itu Mugiwara memandang Law heran dan intens berbeda dengan ekspresi yang selalu Luffy gunakan. Tentunya, sang dokter mengabaikannya. Membuat mereka tak bicara sepatah kata pun bahkan melepas ucapan sampai jumpa.
.
Bibir Law kembali menyeringai kecil, mengingat masa lalu terkadang membuatnya sesak—apabila bayangan naas kampung halaman atau Corazon tergambar—namun, bila benak terpaku pada sosok kapten Topi Jerami. Selalu sukses memberi secercah rasa positif yang jarang ia terima.
Mungkin alasan Law menyelamatkan Luffy dulu untuk mengajaknya beraliansi dan menjalankan ambisinya setelah bertahun-tahun. Kedatangan Rayleigh memang tak terduga. Membuat ia terpaksa mundur dengan hati mencelos. Tapi semuanya akan baik-baik saja, otak cerdasnya telah memperkirakan spekulasi selanjutnya.
Seperti yang ia percaya, Mugiwara no Luffy kembali bertemu dengannya setelah dua tahun berlatih. Takdir atau bukan, semuanya berjalan seperti yang diinginkan. Aliansi pun terbentuk.
Ia kalah, Luffy menang dan Doflamingo dikirim ke Impel Down.
Dan Law pun kembali pada benak yang tak jelas akan masa depan. Ia merasa tidak semangat, tujuannya telah tercapai. Apalagi yang harus ia lakukan?
"Shishishi, kau belum tidur Torao? Padahal sedang pesta, kau malah menyendiri! Tidak asyik!"
Sebuah suara membuyarkan lamunannya, sontak abu bertemu hitam kecokelatan. Senyum lebar terukir, wajah polos tergambar. Law pun memandang Luffy. Ia memilih untuk diam dan menikmati semilir angin malam membelai wajahnya.
Karena tak mendapat jawaban, Luffy menarik selimut yang Law pakai dan seenaknya duduk di pangkuan sang mantan Shichibukai.
"Oi!" Protes Law pendek. Tangannya mendorong Luffy untuk pindah dari posisi ambigu mereka.
Luffy yang keras kepala tentunya tak mau pindah, ia mengeratkan selimut di tubuhnya—dan Law—sambil menyenderkan punggung ke dada sang Dokter.
"Di luar dingin, dan begini lebih hangat hehe..." jawabnya polos. Bagi sang Kapten Topi Jerami posisi di mana ia tengah duduk di pangkuan Law hanya sebatas penghilang rasa dingin. Semenjak ia berdekatan dengan Law. Luffy menyukai harumnya dan hangatnya suhu tubuh pria bertato tersebut. Bahkan jantungnya juga kadang kala berdesir. Meski Luffy tak tahu apa yang ia rasakan, dirinya hanya mengandalkan insting untuk tetap berdekatan dengan Torao.
"Mugiwara-ya..." Law masih bersi keras mendorong Luffy. Namun tubuhnya yang lelah dan kantuk menyerang ia tak cukup tenaga. Usahanya pun terhenti dan membiarkan Luffy menyamankan diri di pangkuannya. Karena Law tahu, apa yang dilakukan oleh sang raven akan sulit ditebak.
"Hangatnya..." Gumam sang pemilik topi jerami sambil menutup matanya, degupan jantung pria di belakangnya terdengar halus. Membuatnya nyaman untuk terus berdiam di dalam rengkuhan. Luffy selalu tidak tahu dan tidak peduli terhadap masa lalu orang lain beserta masalah sepele lainnya. Akan tetapi ia selalu tahu bisa masa lalu bukanlah segalanya. Dirinya pikir bila masa depan lebih menantang daripada menatap ke belakang. Dan Luffy juga tahu bahwa saat ini Law tengah kehilangan tujuan saat sesuatu yang diinginkannya dari dulu tercapai.
Dengan senang hati, Luffy akan mengajak pria di belakangnya untuk menatap dunia baru penuh petualangan daripada tersekap dalam belenggu masa lalu. Menghilangkan keruh negatif di manik abu dan menumbuhkan senyum lega pada sang mantan Shichibukai. Membayangkannya saja, sudah membuat Luffy terkikik dan merasa dirinya jenius.
Kikikan Luffy tentunya mendapat perhatian Law yang baru saja akan menutup mata. Ia yang cukup nyaman dengan posisi mereka—meski ia tidak akan pernah memberitahu siapapun—lantas memandang sang raven yang masih tekikik senang. Bukan Luffy namanya bila kikikan khas tersebut pudar di wajahnya yang manis—uh. Lupakan.
"Shishishi, Torao tidak usah khawatir. Kita pasti mengalahkan Kaido!"
Law terdiam sejenak, ia merasakan lengan Luffy yang menggenggam jarinya dan mengarahkannya ke arah bibir untuk dikecup kilas.
"Wha—" Oke, Law tidak bisa berkata apapun tentang hal aneh yang dilakukan Luffy. Dimulai dari sang raven yang bersikeras untuk duduk dipangkuannya dan tiba-tiba mengecup jemarinya.
Luffy memandang ekspresi aneh Law lalu tertawa keras. "Hahaha, Torao lucu. Bukankah dulu kau pernah melakukannya? Aku hanya ingin balasan tahu." Ujarnya dengan mulut yang dikerucutkan—percis anak kecil yang keinginannya tak tercapai, tipe cemberut yang manis dan membuat tiap orang ingin mencubitnya karena gemas.
Seketika rona tipis menjalar di pipi sang Dokter, ia yakin kalau waktu itu Luffy sedang koma. Tindakannya saat itu murni karena penasaran akan kondisi hati yang tak menentu. Dirinya sama sekali tidak menyangka kalau Luffy melihat tindakannya.
Menghela napas sejenak—dan mengatur degupan jantung—Law pun menarik pinggang Luffy untuk dipeluk erat. Kepala Luffy yang masih miring dan memandangnya, membuat Law menyeringai kecil. Oke, kalau Luffy membalas apa yang ia lakukan dulu. Mengapa tidak untuk mencoba yang lain? Lagipula Law sendiri sudah terlanjur terpikat oleh Luffy. Karisma; senyuman; kepercayaan dan hal lain yang tak sanggup ia lakukan tercermin dibalik kegilaan tingkah sang Mugiwara.
Sang raven mengerjapkan matanya lucu, lengan Law yang melingkar dipinggangnya terasa pas, nyaman dan aman. Perasaan aneh yang tak ia mengerti mulai kembali berdatangan. Selama rasa 'aneh' itu tak mengandung hal negatif, Luffy akan menikmatinya. Lagipula Law kan dokter, bila rasa 'aneh' ini adalah penyakit pasti Law bisa menyembuhkannya. Kalaupun tidak, Luffy bisa menanyakannya pada Chopper nanti.
Memandang Law heran, Luffy pun merasakan deru napas hangat sang dokter di wajahnya. Ia bahkan tidak menolak saat sebuah benda kenyal dan manis menempel di bibirnya dalam jangka beberapa detik. Perutnya seketika terasa aneh disertai desiran hangat yang mengalir di seluruh tubuhnya. Perasaan asing namun menyenangkan yang Luffy rasakan.
Manik hitam Luffy berkedip saat sentuhan itu selesai, atensi tak lepas dari sosok Law yang menyeringai kecil dan tampak senang dengan kilatan bangga? Entahlah, yang jelas jika Law berbuat sesuatu yang baru dengan bibirnya. Tentunya Luffy akan membalasnya. Karena rasanya menyenangkan.
Luffy pun mengulangi aksi Law barusan dalam jangka waktu lebih lama namun masih terasa manis.
"Mugiwara-ya, kau tahu apa yang barusan kita lakukan?" Law bertanya sambil terus memandang Luffy.
Sang manusia karet terkekeh, lalu menjawab. "Uhm, menempelkan bibir? Aku rasanya pernah mendengarnya, uhm—di mana ya? Aku lupa hehehe..."
Tipikal Luffy. Law pun mendengus.
"Apa yang kau rasakan?" Law bertanya lagi. Dirinya ingin memastikan sesuatu pada Luffy.
"Huh? Apakah aku sakit?" Luffy memiringkan kepalanya polos—dan Law berusaha untuk tidak terkekeh dengan ekspresi manis itu.
Law menggeleng. "Yeah, kau sakit tapi tak berbahaya." Seringainya licik.
Mendengarnya Luffy terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar. "Selama aku bisa berlayar kupikir tidak apa-apa, mungkin aku akan menanyakannya pada Chopper nanti."
"Oh? Kau tidak mengingnkan pengobatan dariku?" bisiknya tepat di telinga Luffy.
Merasakan napas sang dokter, Luffy kembali tertawa. "Hahaha, Torao aneh." Yang terpanggil menautkan alis heran. "Aku merasakan hal aneh hanya saat dengan Torao, jadi tak ada artinya bila aku minta diobati olehmu." Ia menjawab sekenanya.
"Bagaimana rasa aneh itu?" Law bertanya, maniknya tak lepas dari Luffy yang terlihat berpikir.
Merasakan otaknya tak bisa berpikir lebih, Luffy pun akhirnya tersenyum lebar—menunjukkan deretan gigi putihnya. "Perutku memang kadang terasa aneh, apalagi di bagian dada rasanya seperti dipukul-pukul dengan cepat. Tapi aku tidak membencinya, hanya aneh dan misteri, shishishi."
Lengan yang mernegkuh tubuh mungil Luffy mengerat diikuti seulas sneyum tulus di wajah sang dokter. Sungguh momen yang luar biasa mustahil, mengingat Law adalah sosok yang terkenal grumpy, creepy, cold dan datar. Bahkan Luffy yang melihatnya merasakan perasaan aneh lagi di dadanya.
"Ternyata begitu..." gumam Law pendek seraya mengecup dahi Luffy lembut. Ia kemudian membenamkan wajahnya di leher sang manusia karet. Kelopak tertutup dengan napas lembut dan santai.
"Begitu apa? Kau mengetahui penyakit apa? Hei! Torao~" Luffy mengguncang Law pelan. Karena tak kunjung mendapat jawaban, Luffy pun cemberut.
Ketika ia merasakan napas hangat Law di tengkuknya, Luffy menghela napas pendek. Kehangatan tubuh Law di belakangnya, membuat matanya kembali berat dan memutuskan untuk kembali tidur.
Iris abu terbuka pelan, masih dengan senyum tulus Law memperhatikan Luffy yang telah terlelap. Pandangannya kemudian teralih pada langit malam berbintang.
Sebelum kedatangan Luffy, ia sempat kehilangan tujuan hidup.
Namun, setelah mendengarkan apa yang sang Mugiwara katakan, hatinya lega. Karena ia telah menemukan alasan baru untuk tetap hidup. Alasan untuk menjaga penyelamat hidupnya sampai aliansi selesai. Dan untuk pertama kalinya, Law benar-benar senang karena ia bertemu dengan Luffy dan menyelamatkannya dulu.
Law tahu, bila ia tidak bertemu dengan pemuda energik itu pasti ia akan terus berada dalam belenggu masa lalu dan memilih mengakhiri hidupnya bila kalah.
Tapi tidak untuk sekarang. Takdir berkata lain, Luffy menjadi alasan hidupnya.
Apalagi saat ia tahu perasaan hatinya, perasaan yang ia buang setelah Corazon mati. Rasa sayang yang akhirnya tumbuh kembali dan tertuju pada si pemuda karet. Seringai kecil tercetak, mungkin ia tidak akan kesulitan untuk membuat pemuda di pangkuannya merasakan hal yang sama. Toh, sang kapten Mugiwara telah mengkonfirmasi bahwa yang dirasakannya sama dengan dirinya.
Hal selanjutnya yang perlu ia lakukan adalah menarik Luffy ke dalam pangkuannya dan menghindari kru Mugiwara.
Karena Law tahu kalau mereka sangat protektif terhadap kaptennya.
Ah, selama Luffy memilihnya Law dengan senang hati memperjuangkannya.
"Terima kasih, Luffy-ya..."
Keduanya pun tertidur diringi alunan ombak, semilir angin dan kehangatan tubuh. Ekspresi mereka damai seolah menyatakan kalau keberadaan Law dan Luffy itu melengkapi satu sama lain dalam harmoni kepercayaan yang akan membawa mereka ke jenjang lebih tinggi melawan arus dunia.
.
END
.
Doumo, ini adalah ff pertama Kyuu di fandom One Piece pair LawLu salam kenal semuanya~
Gaje ya? Kyuu buatnya juga dengan kepala gaje jadinya gini #sigh
Thanks for reading~ #winks
