I KNOW IT IS YOU, SO DON'T GO

Real Author : kkamhun

Interpreter : kimykai

Main Cast : Sehun x Jongin

Length : Twoshoot

Summary :

Sehun selalu menjadi orang ketika diantara Luhan dan Jongin, melihat kakaknya menyentuh dan berbicara dengan Jongin secara bebas, dan Sehun yang seorang pemalu. Sehun yang jatuh cinta dengan pacar kakaknya yang buta dan ketika Luhan mengalami kecelakaan mobil, Sehun yang menggantikan posisi Luhan untuk membuat Jongin senang meskipun Jongin terus memanggilnya "Luhan" yang bukan nama aslinya

N/A : This not my fanfiction. I just translated it onto Indonesian.

(Ini bukan fanfiction milik saya. Saya hanya menerjemahkannya kedalam bahasa Indonesia)

I AM NOT A PLAGIARISM!

This is the real :

/story/view/914024/1/i-know-it-is-you-so-don-t-go-sekai-kailu-sekailu/

WARNING! THIS IS YAOI FANFICTION!

.

.

.

Happy Reading ^^

K

I

M

Y

K

A

I

Chapter 1 : The First Meeting and The First Goodbye

Sehun adalah orang yang pemalu dan Luhan adalah orang yang aktif. Tersenyum dan berbicara pada orang lain dengan bebas, kata-kata yang diucapkan tanpa harus berpikir terlebih dahulu dan tidak mengambil waktu yang lama untuk berbicara, itu adalah Luhan dan Sehun mempunyai cerita yang berbeda. Sehun jarang berbicara, satu-satunya hal yang membuat Sehun tertarik adalah piano dan buku-buku yang berada di raknya. Sementara Luhan memilih menghabiskan waktu diluar, menikmati keindahan alam, sedangkan Sehun lebih memilih mengunci diri di dalam rumah, Sehun tidak menghabiskan waktu dengan orang tuanya karena mereka selalu sibuk mengurus pertanian mereka yang terkenal, hampir tidak punya waktu untuk Sehun dan Luhan. Tapi, ada hal lain yang membuat Sehun tertarik selain piano dan buku-bukunya, yaitu Kim Jongin.

Sehun selalu melihat dari jauh Luhan membawa temannya –Jongin- ke rumah mereka, bermain bersama dihalaman meskipun Jongin adalah seorang tunanetra. Ya, Jongin buta, tapi kebutaannya tidak membuat Sehun berhenti untuk melihatnya. Senyumnya, tawanya, Sehun selalu ingin menjadi Luhan untuk satu alasan, itu karena Kim Jongin. Tapi, Sehun terlalu malu untuk pergi keluar dan bergabung dengan mereka, jadi saat Luhan membawa Jongin, Sehun akan duduk disamping jendela dan bermain piano sebagai cara Sehun untuk berkomunikasi dengan Jongin. Jadi, ketika Luhan membawanya keluar untuk bertemu Jongin, Sehun tidak bisa untuk tidak bersemangat.

"Ayo! Aku harus mengenalkanmu pada Jongin!" Luhan berkata dengan penuh keceriaan, sambil menarik pelan lengan Sehun, menarik anak pemalu itu untuk keluar bersamanya.

"Sehun ayolah!" Luhan menarik kasar lengan Sehun sebelum keduanya mendarat dilantai dengan bunyi yang keras, mengagetkan Jongin yang sedang berjongkok diam sambil membelai kucing mereka –Pinku-

"Apa itu?" Jongin bertanya dengan telapak tangannya yang menyentuh tanah, mencari sumber suara.

"Ini aku dan Sehun." jawab Luhan sembari membantu Sehun untuk berdiri dari tanah sebelum Luhan menariknya lagi menuju Jongin. "Aku membawa Sehun hari ini!"

Sisi bibir Jongin sedikit terangkat ke atas sebagai senyum kecil setelah mendengar nama Sehun. Jongin berdiri dari tanah secara tiba-tiba, membuat dirinya tidak seimbang, "Tolong!"

Sehun mendorong Luhan sambil melingkarkan lengannya dipinggang Jongin sebelum Jongin terjatuh, Sehun mengeratkan pegangannya dipinggang Jongin seakan tidak ingin Jongin keluar dari genggamannya. "Kau.. Kau tidak apa-apa?" Sehun menatap Jongin yang sedang tersenyum dan bukan menampakkan ekspresi panik.

Tangan Jongin menyentuh lengan Sehun saat Jongin tiba-tiba menggerakkan tangannya perlahan. Jongin dengan perlahan mengaitkan jari mereka bersama-sama dan sebuah senyuman terlihat lagi.

"Sehun.." Jongin tersenyum lebar sambil mengangkat pelan tangannya sebelum akhirnya berkeliaran di dada Sehun, Jongin perlahan-lahan meluncurkan tangannya di wajah Sehun, dan tangan Jongin berhenti untuk berkeliaran disana sambil membelai pipi Sehun. "Kau mempunyai kulit yang lembut." Jongin bergumam sebelum memindahkan tangannya pada hidung Sehun dan menyentuhnya, "Dan hidung yang sempurna."

Sehun berdeham canggung sebelum meraih tangan Jongin dari hidungnya dan menariknya ke bawah. Sehun menarik dirinya yang terlalu dekat dengan Jongin dengan lengannya masih membungkus pinggang Jongin. "Terimakasih." gumam Sehun sambil menggosok tengkuknya.

"Oh seseorang sedang malu." Luhan mencibir sebelum mengalungkan tangannya dibahu Jongin sambil menarik Jongin padanya, lengan Sehun terlepas dari pinggang Jongin karena Luhan menarik Jongin dengan kekuatan. "Jonginnie kau tidak seharusnya menyentuh Sehun seperti tu, dia tidak menyukainya."

"Oh-"

"Aku menyukainya!" Sehun dengan tidak sengaja berseru sebelum pipinya memerah karena malu. "Maksudku, aku tidak membencinya."

Jongin tersenyum lagi saat ia mengangkat kembali tangannya, menggerak-gerakkan tangannya diudara, dan Jongin mengerang kesal karena tidak berhasil menyentuh apa yang ia inginkan.

"Aku ingin menyentuhmu lagi."

Luhan menatap Jongin dengan tatapan aneh yang tidak bisa Jongin lihat. "Kedengarannya itu tidak benar."

"Aku tidak bermaksud seperti itu!"

Sehun tertawa sebelum menarik tangan Jongin ke pipi Luhan dan memukulnya pelan menggunakan tangan Jongin. "Kau hanya perlu menampar wajah Luhan itu."

"Wow.. Aku selalu ingin melakukannya." seru Jongin.

K

I

M

Y

K

A

I

Setelah pertemuan pertama, ketiganya selalu bersama seperti permen karet yang kenyal, tapi Sehun merasa menjadi orang ketiga diantara Luhan dan Jongin, ia tahu bahwa mereka menyadari kehadirannya disana, tapi Sehun tidak bisa bergumam kata-kata atau lelucon yang membuat Jongin tersenyum atau tertawa yang seperti Luhan lakukan, Luhan yang lebih banyak bicara dan menggoda Jongin, Sehun yang selalu bersikap lembut pada Sehun, Sehun melakukan kontak dengan Jongin melalu sentuhan, itu adalah caranya, tapi jujur dia ingin menjadi seperti Luhan.

"Luhan aku mohon kembalikan, kau tahu jika aku tidak bisa melihatmu." cemberut kecil terlihat diwajah Jongin ketika ia menggerakkan tangannya disekitar untuk mencari Luhan. "Aku membutuhkannya lagi."

"Tidak." Luhan menyeringai sambil menggerakkan The Braille Book di udara. "Katakan dulu padaku siapa yang memberimu buku ini lalu aku akan mengembalikannya padamu."

"Luhan." Sehun memanggil Luhan dengan keras ketika ia berdiri dari tanah yang berumput itu. "Kembalikan padanya."

"Nooooo~" Luhan bernyanyi saat ia melangkah menjauhi Jongin, dan melambaikan bukunya di udara. "Katakan dulu siapa yang memberinya."

"Kenapa kau ingin tahu?" Jongin berteriak sambil berlari ke arah Luhan, mengikuti sumber suara yang ia dengar. Luhan bergerak ke samping sebelum Jongin datang menyentuhnya yang membuat Jongin jatuh ke bawah tanah.

"Jongin!" Sehun berseru sambil bergegas menghampiri Jongin yang sedang mencoba untuk berdiri, mengusap sikunya yang sedikit tergores dan sedikit darah yang keluar. "Jongin, kau baik-baik saja?" tanya Sehun sembari berjongkok disamping Jongin, meraih siku Jongin untuk memeriksanya. "Sialan, kau berdarah."

"Aku tidak apa-apa." Jongin bergumam lemah saat ia mencoba untuk menarik tangannya, tapi Sehun menariknya lagi.

"Kau tidak baik-baik saja." Sehun mendesah lalu mengalihkan pandangannya pada Luhan memberikan tatapan maut pada saudara laki-lakinya itu. "Luhan, jangan pernah melakukannya lagi."

Luhan berjongkok disamping Jongin lalu mencengkram lengan Sehun. "Aku minta maaf.. Aku hanya ingin tahu.." Luhan berkata seraya menggigit bibirnya yang terluka. "Aku sangat menyesal."

Sehun tidak bisa untuk tidak mengepalkan tangannya melihat kejadian yang berada di depan matanya. Sehun menundukkan kepalanya sambil menarik rumput, dan sedikit mendesah.

"Aku mengerti, tidak apa-apa." Jongin bergumam, membasuh sikunya dengan sedikit ludah. "Ini dari ibuku.. Kemarin ia datang untuk mengunjungiku dan memberikan ini sebagai hadiah ulang tahunku."

"Ulang tahun?" Luhan bertanya, sebuah seringaian tercetak dibibirnya, tapi ia bersikap seperti orang yang terkejiut.

"Kau melupakannya kan? Kau juga Sehun." Jongin bergumam sedih dan cemberut.

"Aku tid-"

"Mana mungkin aku lupa, Jonginnie?" Luhan berseru lalu mengambil sesuatu dari sakunya, dia mengeluarkan sebuah kotak kecil lalu meletakkannya di telapak tangan Jongin. "Sehun mungkin lupa, tapi aku tidak akan pernah lupa."

"Apa ini?" Jongin bertanya seraya menyentuh kotak yang diberikan oleh Luhan.

"Aku akan membukakannya untukmu." Luhan mengambil kotak itu, membuka tutupnya dan mengambil sebuah kalung perak. Luhan berjongkok dibelakang Jongin lalu memasangkan kalungnya pada leher Jongin. "Aku tahu ini memang terlihat feminin, tapi itu cocok untukmu." Luhan mengusap hidungnya dengan rona merah yang muncul dipipinya.

"Aku menyukainya, terimakasih Luhan." Jongin berkata sembari menyentuh kalung yang berada lehernya.

Luhan menarik rantai persegi yang digantung disepanjang kalung tersebut, lalu ia tempatkan di telapak tangan Jongin. "Aku membuat ukiran kata ini agar bisa dibaca seperti braille, jadi cobalah untuk membacanya."

Jongin menyentuh rantai tersebut seperti yang Luhan minta. "L" Jongin mengucapkan kata pertama, lalu ia bergerak pada kata berikutnya. "U" Jongin berhenti dan mengerutkan keningnya. "Apa kau menginginkan nafsu?"

Sehun tidak bisa membantu tapi ia tertawa saat memeriksa rantai itu. Senyuman diwajahnya memudar dan digantikan dengan wajah muram. "Dia tidak menginginkannya."

"Lalu ap-"

"Cukup lanjutkan membacanya."

Jongin meneruskannya lagi dan dia berpindah pada huruf selanjutnya. "H" Jongin berhenti lagi. "Tunggu.. Apakah itu Luhan?"

"Kau benar! Tapi masih ada lanjutannya, jadi bacalah semuanya." Luhan berceloteh dengan penuh rasa semangat.

Sehun beranjak dari posisinya karena ia tidak tahan lagi. "Aku akan segera kembali." gumamnya.

"Tunggu!" Jongin berteriak sambil melambaikan tangannya untuk mencari Sehun, lalu memegang tangan Sehun. "Mana hadiah untukku?"

"Aku tidak ingat ulang tahunmu." Sehun berbohong lalu melepaskan tangan Jongin dan, "Setidaknya habiskan waktumu denganku."

"Aku harus les piano." Sehun memberi alasan lagi.

"Tapi-"

"Biarkan dia pergi. Kau kan tahu jika les piano Sehun itu penting baginya."

Sehun mengepalkan tangannya seraya mendesah. Sehun berjalan pergi dari mereka, mengabaikan teriakkan Jongin yang memanggil namanya.

K

I

M

Y

K

A

I

"Kau terlihat stress." Yixing, guru les piano Sehun berkata sambil menarik tangan Sehun dari papan piano. "Aku bisa merasakannya dari caramu bermain."

"Aku baik-baik saja." Sehun bergumam dengan membiarkan tangannya tetap berada pada genggaman Yixing. Sehun mengatur jari-jarinya kembali di papan piano saat ia mulai memainkan lagu yang ia praktekan bersama Yixing, Abandoned. Lagu ini seharusnya tentang sebuah perpisahan yang biasa ia tujukan untuk orang tuanya, karena mereka tidak pernah fokus pada Sehun, tapi setelah ia mengenal Jongin, lagu ini selalu terbayang diri Jongin. Sehun tahu Jongin seorang tunanetra, tapi mungkin Jongin juga tidak bisa melihat cintanya dan Sehun tahu alasannya.

"Luhan." Sehun mengkatupkan rahangnya dengan menekan tuts piano dengan kencang, mengerang marah.

"Lihat, kau memang sedang stress." Yixing mencibir lalu beranjak dari kursi dan mengambil tas yang berada disampingnya. "Teruslah berlatih, kompetisi itu berlangsung minggu depan, dan aku tidak ingin kalah." Yixing menyeringai sebelum melambaikan tangannya saat ia berjalan keluar dari ruang praktek.

Sehun menghempaskan kepalanya di keyboards, mengabaikan suara goresan ditelinganya dan mendesah berat. Sehun tidak seperti ini sebelumnya, biasanya ia akan memikirkan mengenai dirinya sendiri, tapi setelah Jongin masuk ke dalam hidupnya, semuanya menjadi berubah. Sehun perlahan-lahan mengangkat kepalanya dari keyboards dan menegakkan dirinya di kursi, mengambil kotak kecil dari saku celananya. Ia membuka tutupnya dan menatap gelang hitam yang berada di dalamnya, itu memang terlihat sederhana, namun itu adalah harta yang paling berharga bagi Sehun dan ia ingin memberikannya pada Jongin. Sehun membanting kotak tersebut ke arah piano dan mendesah kembali.

"Berhentilah bermimpi." gumamnya sebelum meletakkan kepalanya dipapan piano, menatap dinding biru ruang prakteknya. Dinding itu dicat warna biru agar ia bisa merasa tenang, tapi Sehun tidak merasakannya sekarang.

Sehun menghentakkan kepalanya saat ia mendengar suara derit pintu, Sehun mengerutkan alisnya ketika ia melihat bahwa Jongin lah yang memasuki ruangannya. Tangan Jongin menyentuh dinding untuk membantunya berjalan, Jongin tidak bergumam apapun karena tangannya masih sibuk berkeliaran di dinding. "Aku tidak memasuki ruangan yang salah." Jongin tersenyum sembari melepaskan tangannya dari dinding sebelum ia mulai berjalan kembali, dan keberuntungan tidak berpihak padanya saat ia tersandung buku Sehun yang berada di lantai.

Sehun mengerutkan wajahnya mendengar suara gedebuk keras sebelum ia mengambil kotak yang ia buang sebelumnya dan memasukkannya ke dalam saku. Sehun melangkah menuju Jongin yang mengerang kesakitan, "Ini sakit sekali." Jongin mengerang saat tangannya menyentuh pinggangnya.

"Kau seharusnya membawa Luhan bersamamu." Sehun berteriak seraya melingkarkan pinggangnya pada pinggang Jongin, "Kau sangat bodoh Jongin." Sehun menggelengkan kepalanya sambil menjatuhkan dengan pelan Jongin di sofa.

"Aku ingin berdua denganmu, tanpa Luhan." ucap Jongin yang menatap lurus ke dinding. "Kau tahu jika kau itu jarang sekali berbicara, jadi aku ingin berbicara denganmu." Jongin menyentuh permukaan sofa sembari menepuknya pelan. "Mungkin aku memang tidak bisa melihat, tapi aku bisa mendengar."

"Tidak ada yang perlu dibicarakan." Sehun bergumam lirih.

"Ada!" Jongin berteriak saat ia mendengar kecil suara langkah kaki, yang berarti Sehun hanya berputar. "Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu!"

"Apa itu?" Sehun berputar lagi, menghampiri Jongin. Sebuah senyuman kecil tercetak diwajahnya saat Jongin tersenyum.

"Luhan mengajakku berkencan." Jongin berseri-seri seraya memegang kalung yang berada dilehernya."Dia mengajakku kencan, Hun."

Tubuh Sehun membeku seketika, ia hanya menatap Jongin, bibirnya bergetar, ia tidak bisa mengatakan apapun, Sehun tediam. Sehun perlahan-lahan mundur, melangkah lebih jauh dari Jongin. Sehun memaksakan senyuman diwajahnya. "Itu bagus." gumam Sehun sebelum ia memutar badannya, berlari keluar dari ruang praktek meninggalkan Jongin yang bingung.

Sehun berlari, ia tidak berhenti sampai ia berhenti di danau, tempat dimana Sehun selalu menyendiri. Sehun menjatuhkan tubuhnya di rumput dan berteriak kencang. Itu memang kesalahannya juga, seharusnya ia mengaku pada Jongin, tapi tidak, ia selalu diam melihat Luhan dan Jongin. Sehun mengambil kotak dari sakunya, membuka kasar tutupnya dan menatap benda yang berada didalamnya.

"Ini tidak ada gunanya lagi." gumamnya sebelum mengambil gelang itu dari kotak. Sehun melemparkan kotaknya lalu berjongkok di rumput. "Selamat tinggal." tambahnya seraya meletakkan gelang itu diantara rerumputan.

K

I

M

Y

K

A

I

"Apa kau yakin kali ini?" Yixing bertanya sambil mendudukkan tubuhnya di sofa, menatap Sehun tidak percaya. "Maksudku, awalnya kau tidak ingin pergi karena anak buta itu, lalu kenapa sekarang?"

"Aku ingin melanjutkan karirku, aku tidak akan mendapat apa-apa jika aku tetap disini." Sehun bergumam sambil tetap mengatur buku pianonya. "Ngomong-ngomong, anak buta itu bernama Jongin."

Yixing mengejek sebelum meletakkan tangannya di dada. "Dia menolak mu, kan?" Yixing mencibir, "Ayolah Sehun, itu hanyalah cinta."

"Ini bukan karena dia!" Sehun berteriak, menjatuhkan semua buku dengan kekuatannya, ia marah. "Dia tidak berarti apa-apa untukku!" tambahnya dengan masih berteriak. Sehun menghela nafasa sambil menjengut rambutnya. "Aku minta maaf."

"Dia benar-benar sesuatu sekali ya?" Yixing perlahan berdiri dari sofa, menatap lembut pada Sehun. "Tapi sungguh, kau harus berhenti mengharapkannya." tambahnya dengan tertawa kecil. "Besok jam 3 sore harus sudah berada di bandara." Ucap Yixing sebelum melangkahkan kakinya keluar dari ruang praktek.

K

I

M

Y

K

A

I

Sehun menggendong tasnya dibahu sambil menatap dirinya di cermin. Ini adalah harinya, ia akhirnya akan meninggalkan segalanya. Hatinya terasa berat, kakinya sungguh berat untuk melangkahkan kakinya pergi. Ia bosan dengan piano dan tidak pernah ingin untuk melanjutkan karirnya. Sehun menyisir rambutnya sebelum ia berjalan menuju pintu. Saat tangannya memegang knop pintu, pintu itu sudah ditarik terbuka.

"Sehun." Jongin memanggil pelan, ekspresinya terlihat khawatir. "Sehun kau ada disini?" seru Jongin lagi, ia menggerak-gerakkan tangannya di udara.

Sehun tetap berada di tempatnya, hanya beberapa sentimeter dari Jongin, jika Jongin maju selangkah dan mengulurkan tangannya, maka ia akan menyentuh Sehun. Sehun tidak menggumakan apapun, ia hanya diam melihat Jongin yang sedang menggerakkan tangannya.

"Sehun aku mohon katakan padaku jika kau ada disini." Jongin memohon dengan suara memelas, suaranya terdengar serak. "Kau belum pergi, kan?"

Sehun menundukkan kepalanya, ia merasa buruk. Sehun tidak menjawab ucapan Jongin, ia hanya ingin perpisahan mereka dengan cara seperti ini, tidak ada kata-kata yang keluar. Dia tahu bahwa sepelan langkah kaki akan terdengar oleh Jongin, jadi ia tetap diam. Tangannya gatal ingin merengkuh Jongin dalam pelukannya, tapi ia harus menahannya. Harus dengan cara seperti ini.

Jongin menjatuhkan tangannya. Air mata mulai mengalir dipipinya, "Kau benar-benar sudah pergi." gumamnya dengan tertawa kecil. "Kau bahkan tidak mengucapkan selamat tinggal." Air mata terus mengalir membasahi wajahnya. Ia menggerakkan tangannya kembali untuk menyentuh sakunya dan mengambil sesuatu.

Sehun mengerutkan alisnya saat melihat Jongin mengeluarkan manik-manik merah dari sakunya, seperti tidak asing lagi bagi Sehun. Sehun melihat Jongin menjatuhkan manik-manik tersebut ke lantai, bingung mengapa Jongin melakukannya, menjatuhkan manik-manik tersebut yang Sehun yakin Jongin tidak akan bisa mengambilnya lagi.

"Aku biasa menyebutnya manik-manik keberuntunganku, itu darimu. Itu adalah manik-manik yang menghiburku, aku tidak tahu bagaimana bisa seperti itu, tapi aku pikir jika itu darimu pasti itu adalah benda yang berharga, kan?" Jongin tertawa sebelum ia melanjutkan ucapannya, "Dulu aku berpikir jika itu hanya manik-manik biasa, sekarang aku tahu bahwa kau adalah alasanku berhenti menangis saat itu. Tapi sekarang kau sudah pergi, manik-manik itu bukan milikku lagi." Jongin menundukkan kepalanya dengan air mata yang tumpah pada lantai kayu kamar tersebut. "Dan, tidak ada alasan bagiku untuk berhenti menangis lagi."

Sehun mengepalkan tangannya, bersiap untuk menarik Jongin ke dalam pelukannya. Tapi, Sehun hanya melihat Jongin yang menangis dan terlihat hancur di depannya. Sehun melihat Jongin menyentuh dinding untuk membantunya berjalan, meskipun kadang tersandung lantai, Sehun tidak membantunya, ia hanya terus memperhatikan. Saat langkah Jongin sudah tak terdengar lagi, Sehun membungkukkan badannya untuk mengambil manik-manik merah itu dilantai, lalu memasukkannya ke dalam saku.

"Sekarang ini adalah manik-manik keberuntunganku." Sehun bergumam dengan senyum kecil yang tercetak di wajahnya.

.

.

.

.

TBC or END?

Haloooo kimykai datang lagi bawa FF Terjemahan ketiga ^^

Yang diatas itu baru chapter 1 loh..

Ada yang mau dilanjut tidak nih?

Alasan saya menerjemahan FF diatas karena FF tersebut bagus sekali dan mendapat respon yang bagus dari para pembaca.

Minimal 10 review bakal saya lanjut, tapi jika tidak sampai 10 tidak akan saya lanjut. Itu berarti FF nya memang tidak menarik untuk kalian, atau karena terjemahannya jelek.

Yang sudah baca tolong review untuk hargai saya ya. Review kalian sangat membantu J

Kritikkan saya terima kok.

Saya sudah berusaha keras untuk mempermudah bahasa agar kalian bisa paham. Saya juga masih terus belajar. Jadi, tolong harap dimaklum jika ada beberapa kalimat yang menurut kalian aneh.

Terimakasih ^^

Thanks to :

Kim Kai Jong; k1mut; asmayae;
byuyun92; ariska; rofi mvpshawol

w/ Love kimykai and EXO