KIRA NAKAZATO
Declaimer : Capcom
Pair : DateSana slight ChikaNari
Anime : Sengoku Basara
Genre : Romance & Fantasy
Al-genre : Friendship & Humor
Rated : T
Warning : Boy x Boy, AU, OOC, OC (chara )
Sumarry : Bagaimana ya rasanya punya kekasih seorang hero?
DON'T LIKE DON'T READ!
Sudah tidak terhitung lagi jumlahnya seorang pemuda memasukkan makanan berbentuk bulat bernama dango ke dalam mulutnya.
Dengan mata terpejam menghayati betapa nikmatnya rasa makanan favoritenya dari kecil itu tanpa mempedulikan pemuda lain yang duduk tepat disampingnya sambil memasang wajah super kesal.
" Yuki. Sudah hentikan! Nanti perutmu bisa meledak!"
Pemuda itu menarik lengan kanan sahabatnya yang memegang lima buah tusuk dango.
" Omo! Apa yang kau lakukan, Mori?" Tanya sang pemilik lengan dengan wajah yang dibuat sangar, padahal tidak ada sangar-sangarnya.
Mori menghela nafas. Selalu seperti, jika sahabatnya meminta ke kedai dango dekat sekolahnya, sahabatnya akan kalap dan lupa waktu untuk pulang kerumah. Seolah dunia hanya miliknya, eh. Maksudku dango hanya miliknya.
Memang sahabatnya itu langsung membayar karena keluarganya termasuk keluarga yang cukup. Cukup mampu maksudnya. Tapi bukan itu masalahnya. Bisa-bisa pulang nanti sahabatnya itu diikat di depan pintu oleh ibunya.
Dia kan khawatir. Apa tidak boleh? Lagipula ibu dari sahabatnya itu sudah meminta tolong untuk mengawasi sekaligus menjaga anak semata wayangnya yang kelewat polos itu.
Tanpa mengindahkan kata-kata sahabatnya, pemuda blasteran Jepang-Korea itu melahap tiga bulatan dango berukuran sedikit besar sekaligus.
Matanya mengerling jenaka melihat sahabatnya menutup mulutnya dengan bola mata yang membulat serta memberikan gesture seakan ingin muntah melihat caranya makan.
Dalam hati pemuda bermarga Sanada itu tertawa. Siapa suruh sahabatnya itu membuatnya kesal dengan berangkat terlebih dahulu ke sekolah meninggalkannya.
Padahal malamnya sang sahabat sudah mengiriminya e-mail bahwa pagi hari ini ia tidak bisa berangkat bersama karena ada tugas membereskan perpustakaan sekolah. Maka dari itu ia harus datang pagi-pagi sekali supaya tugasnya selesai sebelum bel pelajaran dimulai.
Tapi karena pemuda berambut cokelat almond itu tidak sempat membuka ponselnya jadi ia tidak tahu ada e-mail dari sahabatnya.
Maka ia dengan sengaja mengulur-ulur waktu supaya sahabatnya menjadi kesal.
Mori menatap jam tangan berwarna hijau miliknya sambil menggerutu.
Jarum pendek di jam tangannya sudah menunjuk tepat di angka empat. Dan tangannya sudah gatal ingin memukul kepala yang memiliki surai cokelat almond didepannya lalu menariknya pulang.
Ia yakin ketika pulang nanti ia akan mendapat ceramahan dari ibu tersayang. Yang bisa membuat telinganya berdenging semalaman.
" Yuki. Aku serius sekarang kita benar-benar harus pulang!" Dengan kesal Mori berkata lalu bangkit berdiri sambil meraih tas punggungnya.
Matanya yang berwarna cokelat gelap menatap sungguh-sungguh pemuda yang menguncir poni lurusnya dengan pita merah di depannya.
Yukimura atau yang biasa dipanggil Yuki itu meringis kecil melihat sahabatnya yang sudah bangkit berdiri. Sepertinya ia sudah harus menyudahi acara 'mari membuat Mori kesal'nya karena sungguh jika Mori sudah benar-benar marah sahabatnya itu bisa berubah menjadi monster. Eh? Apa ia terlalu berlebihan? Tapi memang nyatanya begitu.
Sambil mengerucutkan bibir merah natural-nya Yuki bangkit dari duduknya setelah meminum segelas teh hijau hangat. Kemudian dengan riang ia mengucapkan salam perpisahan untuk paman penjual dango favoritenya sebelum menarik Mori pergi dari sana.
.
.
.
Di tengah perjalanan pulang mereka Mori yang sedang mengayuh sepeda hijau-nya terus menerus mengoceh membuat Yuki yang sama-sama mengayuh sepeda merahnya memajukan bibir bawahnya.
Memang seperti ini jika Mori sudah sangat kesal. Ia akan memberikan petuah panjang kali lebar yang sebenarnya menurun dari ibunya. Tapi yang mengherankan jika ia dibilang cerewet melebihi ibunya oleh Yuki, Mori tidak akan terima. Ia sama sekali tidak mau mengakuinya.
" Mori-ie. Aku sudah berulang kali mendengar kalimat itu. Apa tidak ada kalimat yang lain?" Tanya Yukimura memotong Mori yang sedang berbicara tentang betapa pentingnya sarapan pagi sebelum berangkat sekolah yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan alasan mengapa Mori menjadi kesal tadi.
Mori mendelik kesal sambil menoleh ke arah belakang tepat dimana Yuki memasang wajah innocentnya. Ia sungguh ingin menonjok wajah manis sekaligus cantik sahabatnya. Seharusnya Yuki berterima-kasih karena sudah ia ingatkan tentang kebiasaan buruknya yang tidak patut di pelihara itu. Ia heran kenapa anak polos di disampingnya ini bisa menjadi sahabatnya.
" Mori-ie awas!" Seru Yuki sambil menunjuk ke arah depan Mori.
Tepat di depan Mori ada seorang pemuda berambut silver yang sedang membulatkan matanya melihat sepeda melaju ke arahnya. Tanpa sempat menghindar dan karena panik sepeda berikut pemiliknya serta pemuda berambut silver itu bertabrakan lalu jatuh dengan menimbulkan bunyi bising sesaat yang membuat kaget. Yuki hanya meringis kecil melihat kejadian itu tanpa berniat membantu.
Mori memekik sakit begitu berhasil mendudukkan dirinya di atas perut pemuda berambut silver itu. Duduk di atas perut? Eh?!
Iya, mereka terjatuh dengan posisi sepeda dan pemuda itu yang berdampingan dan untung saja tidak tertindih sepeda yang lumayan berat. Dan sebagai gantinya Mori lah yang menindih perut pemuda itu.
Pemuda berambut silver yang diketahui bernama Chosokabe Motochika itu memegang kepalanya yang pusing karena membentur aspal lumayan keras.
Mori membulatkan matanya, sungguh ia tidak sengaja menabrak orang di bawahnya ini. Dengan panik ia segera bangkit lalu menolong Motochika untuk duduk.
"Maaf. Kau baik-baik saja?"Tanya Mori.
Nafasnya berderu cepat karena saking paniknya. Ia takut kalau orang yang ditabraknya tadi kenapa-napa, misalnya cacat kaki mungkin? Sepertinya ia sama polosnya dengan Yuki sampai-sampai pemikiran seperti itu hinggap di kepalanya.
Lagipula mana mungkin seseorang yang tertabrak sepeda bisa langsung cacat? Paling hanya sebatas luka memar dan paling gawatnya pingsan karena shock.
Motochika tersadar dari rasa sakitnya lalu memandang pelaku penabrakan tadi yang memasang wajah khawatir.
Motochika mengeryitkan alisnya. Sepertinya ia pernah melihat anak ini sebelumnya. Tapi dimana? Alisnya menukik tajam sambil mengingat-ingat membuat Mori menatap bingung padanya karena tidak menjawab pertanyaannya.
Ah! Ia ingat! Orang ini salah satu adik kelasnya di sekolah. Tapi kenapa mereka masih memakai seragam sekolah? Bukankah sekarang sudah lewat jam empat? Dan seingatnya tadi sekolah bubar jam satu lebih tiga puluh menit karena ada rapat para Sensei. Dengan bingung ia bertanya dalam hati sambil melihat Mori dan Yuki secara bergantian.
Motochika kembali meringis saat merasa sikut lengan kanannya terasa sakit dan perih.
"Sebaiknya kita kerumahku saja. Aku akan mengobati lukamu! Sungguh aku minta maaf!" Mori berkata lagi kemudian tanpa persetujuan menarik Motochika ke arah rumahnya yang memang berjarak lima block dari tempat ia jatuh tadi serta meninggalkan sepedanya begitu saja di jalan.
Dan itu membuat Yuki yang sedang duduk di sepedanya dan melihat kejadian itu memiringkan kepalanya bingung. Uh, ia ditinggal sendirian. Ya sudah sekarang ia pulang saja.
"Hari ini eomma masak apa ya?" Tanyanya dengan riang lalu kembali mengayuh sepedanya pelan menuju rumah tepat di samping rumah sahabatnya.
"Tadaima~" Yuki mengucapkan salam begitu pintu utama rumahnya dibuka oleh butler milik ayahnya.
"Okaerinasai Yuki-sama ." Seorang Butler bernama Ikuto membungkukkan badannya kemudian tersenyum ramah menyambut anak dari majikannya.
"Ah, Ikuto!" Seru Yuki riang ia segera bergelayut manja di lengan Butler berwajah tampan itu.
Ikuto hanya tertawa kecil. Sudah biasa menghadapi sifat manja Tuan Mudanya.
"Kaasan ga Tousan mo, doko?" Tanya Yuki antusias.
Lengan putihnya sudah melingkar erat di pinggang Ikuto.
Membuat Ikuto mendongakkan kepalanya lalu menaruh jari telunjuk yang terbungkus sarung tangan berwarna putih di dagunya. Tanda ia sedang berpikir atau sedang mengingat-ingat dimana ia melihat sang majikan dan istri majikannya berada.
Mendadak Butler yang memakai tuxedo berwarna putih itu menepuk-nepuk pucuk kepala Yuki dengan pelan. Kalau tidak salah istri dari majikannya yang bernama Sunmi Sanada itu tadi pergi ke tempat mertuanya di Kyoto. Katanya ia akan pulang hari senin depan karena ada yang ingin didiskusikan dengan mertuanya yang sifatnya 11-12 dengan Sunmi. Yah, bisa dibilang mereka sangat klop.
Kalau majikannya tadi ada di ruang pribadi-nya sedang membaca beberapa dokumen dari perusahaan.
Yuki mengerucutkan bibirnya. Ia mendongakkan kepalanya penasaran karena memang tingginya tidak sebanding dengan Butler mantan pemain basket itu.
Ikuto kembali tertawa kecil lalu menjawab pertanyaan Tuan Mudanya.
"Tadi Sunmi-sama pergi ke Kyoto untuk menemui Baasan anda . Dan Kenji-sama sekarang ada di ruangannya."Jawabnya pelan sambil memandang lembut wajah Yuki.
Ia sudah menganggap tuan mudanya ini seperti anaknya sendiri. Karena dari umur tiga tahun ia sudah ikut ambil bagian mengasuh putera majikannya. Dan jangan tanya betapa lengketnya seorang Sanada Yukimura terhadap Butler ayahnya. Yuki sangat suka bermanja-manja dengan orang yang ia sayangi termasuk Butler ayahnya ini.
Yuki membulatkan mulutnya sambil berseru 'Ooh'pelan.
Setelahnya ia memeluk leher Ikuto dengan melompat meminta di gendong. Ikuto meringis pelan ketika dagunya beradu dengan kepala Yuki yang tadi tiba-tiba melompat. Sambil menunduk ia menggendong tuan mudanya seperti menggendong anak berjalan pelan menuju ruangan pribadi majikannya sambil sesekali tersenyum kecil mendengar senandung riang Yuki.
Tok! Tok!
Terdengar suara pintu diketuk dua kali membuat sang pemilik ruangan mendongakkan kepalanya dari kertas berisi dokumen di mejanya.
"Kenji-sama. Yuki-sama ingin bertemu anda." Kata sebuah suara di balik pintu.
Ah, ternyata puteranya sudah pulang ternyata.
"Masuklah." Suara baritone bernada lembut itu berkata lalu tersenyum.
Sedetik kemudian pintu terbuka dan menampakkan Butlernya sedang menggendong putera semata wayangnya yang tengah tersenyum lebar padanya.
Pria bernama lengkap Sanada Kenji itu tersentak kecil lalu bangkit berdiri dari kursinya.
"Astaga, Yuki. Jangan meminta gendong begitu, kau lumayan berat baby Dango." Kenji berkata panik lalu segera menghampiri puteranya yang sedang digendong.
Yuki mengerucutkan bibirnya. Ia tidak terima dikatai berat. Berat itu kan identik dengan kata gemuk atau gendut dan ia tidak suka itu!
"Ikuto, maaf kau jadi menggendong Yuki begini." Kata Kenji lagi ia lalu mengambil alih menggendong Yuki dengan gaya bridal.
Ikuto tertawa kecil sebelum menjawab.
"Tidak apa Tuan. Lagipula Yuki-sama tidak berat." Jawabnya jujur.
Kini giliran Kenji yang mengerucutkan bibirnya. Pria berambut cokelat almond itu menatap Butlernya heran. Astaga apa ia lupa umur? Bisa-bisanya ia bertingkah kekanakan begitu. Tapi walaupun begitu wajahnya masih cocok-cocok saja. Bersyukur ia memiliki wajah baby face dan awet muda.
Ikuto tersenyum kecil melihat pemandangan itu. Majikannya memang terlalu baik hati.
Kenji kembali duduk di sofa miliknya sambil mengangkat Yuki yang memang bertubuh agak mungil ke pangkuannya.
"Baby Dango. Jangan ulangi lagi ya?" Kenji menatap wajah putih puteranya.
Yang kemudian diangguki dengan patuh oleh puteranya. Membuat ia gemas sendiri lalu mulai menggosok pipinya pada pipi puteranya. Ia selalu suka sikap penurut puteranya walau kadang-kadang jadi jahil jika sudah dihadapkan dengan 'dango' kesukaan puteranya. Dan ia yakin tadi puteranya pasti sedang berurusan dengan 'dango' hingga Yuki sampai pulang terlambat. Sepertinya ia juga harus berterima kasih kepada Mori yang mau menemani puteranya yang kelewat manja ini.
"Kenji-sama. Ada hal yang harus saya selesaikan." Ikuto membungkukkan badannya meminta ijin keluar ruangan untuk menyelesaikan tugasnya.
Kenji mengalihkan pandangannya ke arah Butlernya kemudian tersenyum lebar.
"Ah, baiklah."
"Saya permisi." Kembali membungkukkan badannya Ikuto kemudian berlalu setelah mendapat lambaian tangan sekali dari majikannya dan menutup pintu.
"Jadi. Tadi apa yang dilakukan Yuki sampai pulang terlambat, hm?" Tanya Kenji. Tangannya mengelus surai lembut puteranya yang sudah menampakkan wajah mengantuk karena terbuai rasa hangat di bahu ayahnya.
"Umm." Gumamnya setengah sadar. Matanya sudah tidak kuat lagi menahan kantuk.
Kenji tersenyum kecil. Benar-benar puteranya ini. Baru saja ingin diajak mengobrol tapi lihat sekarang. Nafasnya sudah menghela teratur serta kelopak mata yang tertutup erat dan wajah nyaman.
"Oyasumi."
Kenji mencium sayang kening puteranya yang kini berusia 16 tahun itu. Ia baru ingat kalau tadi istrinya baru pergi ke rumah ibunya. Kalau saja istrinya melihat wajah tidur Yuki sekarang mungkin Sunmi tidak akan berhenti mencubiti pipi serta hidung Yuki hingga membuatnya terbangun dan menangis.
Sore sudah beranjak menjadi malam. Sang Tuan rumah sedang melihat tayangan televise yang sedang menayangkan acara seputar bisnis.
Tiba-tiba pintu utama rumah itu berbunyi membuatnya menoleh ke belakang. Tepatnya ke arah dimana sang pintu berada.
Seorang maid kemudian berlari tergopoh-gopoh dari arah dapur untuk membukakan pintu.
CEKLEK
Pintu itu terbuka yang menampilkan pemuda berwajah tampan dengan rambut raven dan mata berwarna gelap sedikit kebiruan.
"Selamat datang, Tuan." Sapaan dari sang maid membuat pemuda itu membungkuk kecil lalu melangkahkan kakinya masuk setelah terlebih dahulu dipersilahkan.
"Ah, Masamune!" Jelas sekali nada itu senang menyambut kehadiran tamunya.
Sang tuan rumah segera bangun dari duduk santainya lalu menghampiri pemuda yang terlihat lebih tua satu tahun umurnya dari puteranya.
Pemuda itu membungkuk sekali lalu tersenyum.
"Apa aku menganggu, Dad?" Tanyanya.
Pria berusia 40 tahunan itu menggeleng kecil.
"Tentu saja tidak, Son." Ia menepuk-nepuk pundak tunangan dari puteranya pelan.
Tunangan? Hei, dengan seorang pemuda? Maksudnya Yuki? Memangnya siapa lagi anak dari seorang Sanada Kenji? Ia hanya memiliki putera tunggal, ingat?
Tidak salah. Yukimura si mungil berwajah manis sekaligus cantik itu memang sudah memiliki tunangan dan tunangannya memang seorang laki-laki.
Yang kelak akan menjadi suaminya. Karena suatu alasan yang sebenarnya sangat istimewa.
"Yuki masih tidur dikamar." Kata Kenji mengerti arti tatapan mengeryit calon menantunya yang memandang seluruh ruangan disana.
Masamune kembali tersenyum meminta ijin kepada 'Dad'nya untuk menemui Yuki. Setelah mendapat anggukan ia segera melangkah menuju lantai atas lebih tepatnya ke kamar tunangannya.
.
.
.
.
Masamune membuka pintu bercat putih itu perlahan lalu memasuki kamar tunangannya. Setelah ia melangkah mendekati ranjang berukuran queen size di tengah ruangan. Ia kemudian duduk menghadap wajah tunangannya yang tertidur lelap. Ia bisa melihat poni yang diikat dengan pita merah di atas dahi tunangnnya membuat ia tertawa kecil. Manis sekali.
Ia kemudian menggoyang pelan bahu sempit Yuki. Membuat sang empu mengeryit merasa terganggu tapi tidak membuka matanya.
"Baby, please wake up." Pemuda blasteran Jepang-Kanada itu berbisik di telinga Yuki lalu kembali menegakkan tubuhnya yang tadi membungkuk.
Kelopak putih itu mulai terbuka dengan gerakan pelan. Ia tipe orang yang mudah terbangun dengan suara yang dekat dengan telinganya. Tapi minus untuk suara teriakan dan tindakan seperti ditendang atau di guyur air. Justru ia akan semakin terlelap. Aneh bukan?
"Ngh~" Gumaman itu keluar ketika mata itu sudah terbuka tetapi hanya pandangan kabur yang belum jelas terlihat.
Masamune menyelipkan anak rambut ke telinga Yuki yang tadi ada di pipi.
Yuki mendongak menatap orang yang sudah membangunkannya.
"Ryu?" Yuki menatap dengan pandangan sayu khas orang baru bangun tidur juga dengan suara seraknya.
"Yes, baby?" Masamune menatap lekat wajah putih Yuki.
Yuki terbatuk kecil lalu mengalungkan lengannya ke leher Masamune dan menariknya mendekat.
"Kapan kau datang?" Tanyanya sambil tersenyum. Manik cokelat terangnya berkilat senang.
"Baru saja."
Masamune mendekatkan wajahnya lalu mengecup bibir merah tunangannya seraya menghisapnya lembut. Tanpa membalas Yuki memejamkan matanya sambil mengeratkan pelukannya di leher pemuda berambut raven itu. Merasa pasokan oksigen di paru-parunya mulai menipis Yuki mendorong pelan dada Masamune.
Masamune menatap lekat wajah tunangannya yang memerah. Sungguh menggemaskan! Rasanya ia ingin menggigit pipi putih itu. Tapi urung dilakukannya karena setelahnya ia duduk sambil menyilangkan kakinya.
" Ryu~" Yuki memanggil dengan nada manja. Kedua telapak tangannya menangkup pipinya sendiri sambil mengerucutkan bibir merahnya yang sedikit membengkak.
Masamune mengusap rambut halus Yuki lalu mengecup puncak kepalanya.
" Ah. I have something for you. Wa-"
" Hah? Kau bicara apa?" Potong Yuki. Alisnya mengeryit bingung.
Masamune terbahak sambil memegang perutnya yang sakit. Astaga, ia lupa tunangannya ini sangat buruk dalam bahasa inggris. Tapi akibat lingkungan rumah dan keadaan sekolahnya yang bertaraf international memaksanya mau tidak mau harus memakai bahasa asing tersebut. Dan yang namanya kebiasaan itu sangat susah dihilangkan, benar begitu?
Akibatnya ia mendapat timpukan bantal dari tunangannya.
" Gomen." Masamune menghentikan tawanya lalu meraih kotak yang tadi ia bawa.
" Untukmu." Sambungnya.
" Oh? Nani kore?" Tanya Yuki antusias, mengambil kotak berpita merah itu.
" Buka saja."
Yuki kemudian membuka kotak berwarna biru gelap itu perlahan. Beberapa detik kemudian ia melompat girang setelah melihat isinya.
Terlihat sebuah sepatu berwarna merah di dalamnya.
" Gomawo!"
Membungkukkan badannya berulang-kali ia semakin tertawa girang menghiraukan Masamune yang menyuruhnya berhenti membungkuk.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Are you like?
Lanjut atau tidak?
#slap
Hai-hai~ cerita baru dari Kaze..
Yang bingung aksen koreanya disini ya.
# -ie : itu semacam suffix di Korea, artinya mirip suffix – chan di Jepang.
# Omo: astaga.
# Gomawo: terima kasih.
# Eomma : ibu.
.
Yah sekedar pemberitahuan. Disini karakter Mori Motonari, Kaze balik namanya. Jadi disini marganya Motonari yang harusnya Mori.. so, jadi itu alasan kenapa Kaze panggilnya Mori.
.
Terakhir, adakah yang mau memberi masukan? Sangat Kaze tunggu ne..
Kaze coba membangkitkan pair ini because this is my favorite pair tapi nggk banyak yang bikin ff dengan pair ini..
Ah, sekian dulu ne~
.
RnR
