SPECULATE

By. Railash61

.

Main Cast: Park Chanyeol x Byun Baekhyun.

Genre: Family, Crime

Rate: T+

Warn: Boys Love.

Typo everywhere, tidak sesuai EYD.

Summary:

Addiction is a family disease. One person may use, but the whole family suffers

.

.

.

PROLOUGE

.

.

.

Sebuah lantai kayu, dinding beton, dan juga jam dinding dengan semburat warna jingga bergradasi tampaknya masih setia menemani seorang lelaki di ujung kantuk. Dalam flat berukuran kecil dengan perabot seadanya, seseorang bermata sipit yang setengah terpejam itu bertahan melawan kantuk. Terang saja, ini bahkan sudah terlalu larut, tetapi ia bersikeras untuk tetap diam dan menunggu.

Detik berubah menjadi menit, dan menit terus saja berjalan hingga kantuk berhasil merajai. Seseorang itu tertidur diatas sofa usang yang sudah berisi tambalan di sana-sini. Dirinya tanpa sadar meringkuk, berusaha menghangatkan diri sendiri. Wajar saja mengingat suhu saat ini hanya beberapa derajat.

Perlahan, waktu pun terus saja bergulir. Detak jam di sisi dinding menunjukan pukul tiga pagi. Ini sudah hampir fajar, namun lelaki yang di tunggu kepulangannya tak kunjung datang.

Dalam sunyinya ruang, sebuah derit pintu yang di harapkan sedari tadi akhirnya terdengar. Lelaki tinggi di balik pintu itu berjalan masuk dengan mengendap-endap. Ia tahu, suaminya pasti sudah memasuki alam mimpi, maka dari itu ketika menemukan sesosok tubuh mungil yang meringkuk di atas sofa bukan lagi hal yang membuatnya terkejut. Ini rutinitasnya, pekerjaan 'serabutan' yang ia lakoni kerap kali membuat pasangan hidupnya bertarung dengan rasa khawatir dan kantuk yang membaur menjadi satu.

Tak ingin membiarkan sosok mungil itu tersiksa dengan posisi tidurnya, pria dengan setelan serba hitam itu pun mengangkat tubuh yang meringkuk di atas sofa. Ia mendekapnya dan berjalan menuju kamar mereka.

"Chan.. w-wasseo?" suaranya serak terputus karna setengah sadar.

"Hm, wasseoyo Baekki. Jha..lanjutkan tidurmu, aku sudah disini."

Si kecil menurut dan tersenyum, tak lupa ia bergelung nyaman pada dada bidang si pegendong yang tak lain adalah suaminya sendiri.

.

.

.

Baekhyun melenguh di sela-sela tidurnya, merasa begitu terganggu dengan paparan sinar mentari yang mengintip malu melalui gorden yang terbuka secelah. Ia bergerak gusar, tak mengindahkan seseorang yang masih tertidur pulas di sebelahnya. Terang saja lelaki itu tidak merasa terganggu sedikitpun, pasalnya ia baru melalui waktu tidur hanya dalam hitungan jari.

Baekhyun membuka kedua matanya perlahan. Mentari pagi tampaknya telah berhasil membangunkan si mungil dengan surai kecoklatan yang mengusut. Di sela-sela penyatuan raganya, Baekhyun menyibukkan diri dengan memperhatikan pasangan hidupnya yang sedang mendengkur halus. Rambut hitam, kelopak mata besar nan tajam, hidung mancung, rahang dan tulang pipi yang tegas membuatnya merasa sangat beruntung mempunyai sosok Chanyeol dalam hidupnya.

Sebelah tangan Baekhyun menapak pada pipi Chanyeol yang masih terlelap, mengelusnya perlahan tanda bahwa ia sangat menyayangi lelaki ini. Merasa sebuah sentuhan pada wajahnya, perlahan Chanyeol membuka kedua matanya. Meski berat, namun ia tetap memaksakan hal itu. Ya, demi seutas senyum meneduhkan di pagi hari, senyum yang hanya tertuju untuknya.

"Selamat pagi..apa aku membangunkanmu?" tanya Baekhyun dengan tangan yang masih setia mengelus wajah suaminya.

Chanyeol menggeleng, ia menciumi telapak tangan berjari lentik itu dengan lembut, "Selamat pagi," jawabnya.

"Kau pulang jam berapa semalam? Aku bahkan terkalahkan oleh kantuk lagi.." Katanya memberenggut, "..kau baik-baik saja kan? Tidak ada yang terluka, kan?"

"Aku baik-baik saja Baek, tidak perlu khawatir."

Gesture Chanyeol mengatakan bahwa ia baik-baik saja, dan kenyataannya memang seperti itu. Maka saat melihat Baekhyun menampakkan raut kekhawatirannya lagi, Chanyeol dengan sigap memberi pengertian bahwa ia memang dalam keadaan yang baik-baik saja. Sebenarnya Chanyeol tak ingin Baekhyun merasakan kekhawatiran yang begitu besar setiap kali dirinya di tinggal bekerja oleh lelaki tinggi itu. Tetapi apa mau dikata, pekerjaan Chanyeol adalah pekerjaan yang tidak biasa.

"Eiii..jangan tampilkan wajah itu." tunjuk Chanyeol gemas melihat pasangan hidupnya melengkungkan bibirnya kebawah, "Aku akan baik-baik saja selama kau tetap disini, kau ingat janji ku bukan?"

Baekhyun mengangguk dan menarik senyum pada bibirnya, "Aku hanya mengkhawatirkan suamiku, apa itu salah? Lagipula bertarung dengan kantuk itu tidak enak tahu." omelnya.

"Aku mengerti, maka bertahanlah sedikit lagi Baekki. Kau tahu kan aku melakukan ini untuk kita, karna kau adalah tanggung jawabku sekarang."

Baekhyun mengangguk kembali, "Maka dari itu kau harus berhati-hati dan berjanji padaku untuk tidak terluka."

"Ay ay captain!" ucap Chanyeol dengan sebelah tangan terangkat menuju pelipisnya, menunjukkan gesture hormat layaknya bocah taman kanak-kanak.

Baekhyun tidak bisa untuk tidak tersenyum, lelaki yang sudah resmi menyandang status suami dari Park Chanyeol itu hanya bisa terkekeh kemudian mengecup kilat dahi yang lebih tinggi. Setelahnya Baekhyun terdiam sebentar, lalu bergelung manja lagi pada dada bidang di depannya. Mereka sedang menikmati hari senggang mereka setelah Chanyeol bekerja semalaman. Keduanya kembali bergelung di dalam sebuah selimut tipis yang mereka bagi bersama, sebuah kesederhanaan yang membuatnya merasa hangat satu sama lain.

.

.

.

Chanyeol dan Baekhyun tampak sedang asik menonton sebuah acara pada televisi tua pemberian tetangga sebelah. Memang tak bisa di katakan bagus, karna terkadang Chanyeol harus menggebrak bagian atas televisi tabung itu saat gambarnya berubah menjadi tidak jelas karna bersemut atau saat suaranya menghilang. Bagi keduanya yang menjalani hidup dengan segala keserderhanaan, itu bukanlah sebuah masalah besar.

Chanyeol mengeratkan pelukannya pada tubuh Baekhyun, memberi si mungil itu kehangatan karna flat sepetak mereka memang tak mempunyai penghangat ruangan ataupun pendingin ruangan. Maka saat menapaki musim gugur seperti ini, Chanyeol sungguh berat meninggalkan Baekhyun yang tak kuat dingin sendirian. Tapi apa mau di kata, ia harus menjalaninya.

Sekelibat fikirannya terlempar pada kejadian semalam saat Baekhyun menunggui Chanyeol hingga tertidur meringkuk di atas sofa lusuh itu. Tubuhnya dingin, seolah suhu rendah yang berada di tubuh Baekhyun terbagi dengannya saat bersentuhan. Maafkan saja jika Chanyeol belum mampu untuk membeli seperangkat elektronik yang dapat membuat tubuh mereka hangat, karna Chanyeol bukanlah seseorang yang berada.

Sedang asik-asiknya menonton sebuah acara penghargaan, tiba-tiba dering ponsel memecah atensi keduanya. Itu ponsel Chanyeol, yang ia peroleh dari menyisihkan uang hasil pekerjaannya. Mau tidak mau, salah satu dari mereka harus beranjak demi meraih benda yang masih saja berdering, dan orang itu adalah Chanyeol. Mata bulat itu sepertinya sudah tahu siapa si penelpon. Sebelum mengangkat panggilan tersebut, Chanyeol menyempatkan diri untuk menoleh pada Baekhyun yang masih asik menonton tayangan mereka, lalu tatapannya beralih pada jam dinding, pukul tujuh malam.

"Halo.."

"…."

"Apa harus sekarang?" tanyanya sembari melirik sekilas siluet Baekhyun yang masih menonton.

"…."

"Lalu berapa bayaranku? Karna kau tahu, yang kemarin itu tidak sepadan." ujarnya bersedekap.

"…."

Chanyeol terdiam sebentar dengan kedua alis yang bertaut, tampak sedang memikirkan sesuatu. Namun baru saja ingin berucap, sebuah suara di sebrang sana dengan lugas membujuk Chanyeol yang hendak menyuarakan sesuatu. Dan sedetik berikutnya ia menyeringai.

"Oke deal! Kirimkan saja alamatnya."

Setelah mendengar sampai habis maksud dari si penelpon, Chanyeol pun mematikan sambungan teleponnya. Ia bergegas kembali menuju Baekhyun yang tampaknya akan bangkit dari sofa usang itu, bermaksud untuk menyusul Chanyeol.

"Siapa yang menelepon?" tanya Baekhyun yang baru melajukan satu langkahnya namun terhenti melihat Chanyeol telah kembali bergabung.

"Hyung." jawabnya enteng.

Baekhyun bukannya tidak tahu siapa orang di balik kata 'hyung' yang Chanyeol lontarkan barusan, buktinya air wajah lelaki mungil itu berubah menjadi tidak terbaca.

"Apa kau akan pergi lagi?" tanyanya sendu.

Chanyeol mengangguk dengan mata besar menatap dalam kearah Baekhyun, "Aku harus," ujarnya dengan tangan yang mengusuk surai kecoklatan itu, "Kau akan menungguku, kan?"

Baekhyun menghela nafasnya, lalu mengangguk. "Aku mengkhawatirkanmu." lirih Baekhyun yang tersirat kecemasan di dalamnya.

"Aku sudah pernah berjanji padamu untuk tidak terluka, maka aku akan menepati janji itu. Kau tidak perlu khawatir."

Chanyeol membawa Baekhyun kedalam pelukannya, lalu ia menggoyang-goyangkan tubuhnya ke kanan kiri sembari mengelus punggung si kecil, meyakinkannya. "Tunggulah aku pulang dan tidurlah yang nyenyak. Lalu setelah itu kau akan menemukanku mendengkur di samping tubuhmu."

Baekhyun diam saja, lebih memilih anggukan sebagai sebuah jawaban. Pria yang mengenakan kaus berwarna biru langit itu menyamankan dirinya pada pelukan Chanyeol yang mungkin sebentar lagi akan pergi meninggalkannya untuk sementara waktu.

Mungkin Baekhyun hanya bisa berharap bahwa Chanyeol setidaknya tetap berada di sisinya sampai ia jatuh terlelap, namun ia memupuk kembali harapannya saat ponsel Chanyeol yang telah berpindah ke dalam saku itu berdering. Sebuah panggilan untuk yang kedua kalinya pada malam ini.

Chanyeol bukannya tidak melihat raut sendu di wajah Baekhyun, tetapi ia tetap harus melakukan ini. Maka ia sempatkan mengecup sekilas pelipis Baekhyun lalu mengangkat panggilan tersebut.

"Halo.."

"…."

"Ya hyung, aku akan sampai dalam waktu tiga puluh menit." jawabnya menanggapi pertanyaan dari sebrang.

"…."

"Ya, aku mengerti akan pekerjaanku."

"…."

Setelah diyakini si penelpon tidak berbicara lagi, Chanyeol pun menjauhkan ponselnya, tertanda bahwa percakapannya telah berakhir.

"Aku harus segera berangkat, Baekki." ucapnya dengan sebelah tangan membelai pipi Baekhyun.

"Kau akan benar-bernar pergi?" tanya Baekhyun meski ia tahu bahwa jawaban Chanyeol tidak akan berubah.

Chanyeol mengangguk, lalu kembali lagi memeluk Baekhyun. "Jangan menungguku hingga terlalu larut, dan tidurlah jika kau mulai mengantuk. Aku akan baik-baik saja."

Baekhyun sangat berat untuk melepas pelukan yang berada pada tubuhnya, membiarkan lelaki tinggi itu pergi dan melakoni pekerjaannya. Saat ini, entah kenapa Baekhyun merasa seperti ada pergolakan batin yang ia rasa. Ingin sekali Baekhyun berteriak pada Chanyeol atau merengek agar prianya tidak pergi meninggalkan. Namun di sisi lain, ia teringat bahwa Chanyeol melakukan ini atas dasar dirinya pula, demi membiayai kebutuhan keduanya.

Dengan lesu Baekhyun melepas pelukannya. Ia menatap sepasang mata besar milik Chanyeol dengan sedikit mendongak, lalu tersenyum. "Kenakan pakaian yang hangat, dan segeralah pulang setelah kau selesai dengan tugasmu, meskipun saat itu mungkin aku telah jatuh tertidur." candanya di akhir kalimat.

Chanyeol tersenyum lebar merasa Baekhyun telah setuju untuk membiarkannya pergi. Namun sebelum benar-benar melepas pelukan, Chanyeol menyempatkan untuk mempertemukan bibir keduanya. Mencium Baekhyun dengan begitu lembut.

"Aku pergi." Chanyeol berkata setelah tautan keduanya terlepas. Lalu ia melangkahkan kakinya menuju pintu dan pergi meninggalkan Baekhyun yang tercenung sendirian.

.

.

.

Chanyeol melangkahkan kakinya memasuki sebuah ruangan yang berpintukan kayu coklat kehitaman. Mencari-cari sosok si penelpon yang sempat mengusik kegiatannya menonton acara televisi bersama Baekhyun tadi. Mata besarnya mengedar, lalu berhenti di satu titik ketika ia berhasil menemukan wujud si penelpon.

"Oh kau terlambat sepuluh menit tuan Park!" sindir orang itu ketika tahu yang memasuki ruangannya adalah Park Chanyeol.

"Kau tahu, aku berjalan kaki untuk dapat kemari. Wajar saja jika itu memerlukan waktu yang cukup lama." jawab Chanyeol sembari berjalan menghampiri.

"Lalu gunakan kakimu itu untuk berlari, bodoh!" gertak lelaki itu.

Chanyeol hanya mendengus, memilih untuk tidak terlibat percekcokan mulut dengan pria di hadapannya ini. Namun seperti yang Chanyeol telah duga sebelumnya, lelaki itu pun menyodorkan selembar kertas pada Chanyeol yang di lengkapi dengan sebuah pas foto berukuran sedang.

"Kau tahu apa tugasmu." ujarnya sembari menghembuskan asa prokok. "Kau bersama dengan Minho, maka jangan buat kekacauan lagi." nadanya memerintah.

Chanyeol mengambil secarik kertas itu, membacanya dengan seksama sembari menunggu Minho yang ia dengar telah sampai lebih dulu, namun ia tidak menemukan keberadaan rekan sebayanya itu. Jadi dimana dia?

"Jika kau mencari Minho, maka ia sedang mempunyai sedikit urusan dengan Taecyeon. Ku harap kau mengerti maksud ku." ocehnya dengan senyum menyeringai.

Chanyeol lagi-lagi tidak ingin ambil pusing. Ia memilih untuk mendudukkan bokongnya pada sebuah kursi yang berada di ruangan itu. Mata besarnya berkeliling, meneliti satu persatu benda yang berada di sana. Penerangan yang remang, pintu kayu yang tertutup, lalu bau cerutu dari si bedebah membuat suasana pada ruangan itu menjadi semakin pengap. Ia bertanya-tanya, mengapa Minho harus berurusan dengan Taecyeon sampai sebegini lamanya? Chanyeol mendengus kembali, untuk yang kedua kalinya.

"Kenapa Minho lama sekali?"

Lelaki itu memilih untuk tidak langsung menjawab pertanyaan yang di ajukan oleh Chanyeol, ia malah membiarkan Chanyeol untuk menerka-nerka jawabannya sendiri. Tapi belum sampai lelaki itu berucap, sebuah derit pintu terbuka, menampilkan sosok Minho dengan wajah lebam keunguan di wajahnya.

"Minho? Kau…"

"Well, aku tidak perlu memberikan jawaban atas pertanyaanmu bukan, Park Chanyeol?" belum sampai Chanyeol menuntaskan kalimatnya, lelaki dengan seringaian menjijikan itu memotong perkataan Chanyeol dengan seenaknya.

Seharusnya Chanyeol tak lagi terkejut dengan apa yang sedang ia tapaki kali ini. Mengingat sudah beberapa bulan terakhir ia berkecimpung. Bahkan dirinya pernah sekali berurusan dengan Taecyeon, sama seperti yang di alami Minho kali ini. Anggaplah ini sebagai sebuah pemanis di tengah permainan. Ya, pemanis yang menyakitkan.

"Kalau begitu, kurasa tidak ada yang perlu di bicarakan lagi, kerjakan pekerjaan kalian dan enyahlah." usir lelaki itu sembari mengibas-ngibas tangan ke udara. Seolah Chanyeol dan Minho hanyalah sebuah hama penganggu.

Setelah keluar dari tempat mereka bertemu tadi, Chanyeol dan Minho segera menuju sebuah mobil mini bus berwarna hitam. Tak perlu merasa janggal, karna mobi itu memang di sediakan demi memperlancar pekerjaan mereka. Keduanya memasuki mini bus itu dan Chanyeol menempatkan dirinya di kursi pengemudi.

"Kali ini apa yang kau perbuat hingga berurusan dengan Taecyeon?" Chanyeol bertanya sembari menarik persneling.

"Tugas kemarin, saat kita tak berada pada satu tim," jeda Minho sebentar karna saat ini dirinya sedang sibuk mengurusi wajah tampannya yang terkena lebam, "si Woobin brengsek itu menjebakku, dan yah..kau tahu sendiri bagaimana akhirnya." lanjutnya antara ingin tidak ingin, rasanya malas sekali membicarakan hal itu.

"Sudahlah, jangan sampai aku lagi malam ini karna membicarakan masalah itu, aku muak." oceh lelaki yang duduk di kursi penumpang itu.

Chanyeol hanya mendengus, lalu ia melajukan mini bus itu menuju sebuah kawasan di pinggiran kota Seoul. Jalanan pada malam itu masih sama seperti malam-malam sebelumnya, lautan kendaraan rasanya tidak pernah berkurang. Chanyeol melirik Minho yang nampak sedang memeriksa barang bawaannya yang berada pada sebuah tas hitam di bawah kaki, "Apa kau melupakan sesuatu?" tanya Chanyeol akhirnya.

"Tidak.." jawabnya singkat, "hanya memeriksa saja, karna aku tidak ingin berurusan lagi dengan Taecyeon."

Chanyeol terbahak melihat bagaimana wajah mengenaskan Minho saat ini, "Maka lakukan pekerjaanmu dengan benar, bocah.." ledeknya.

"Ya..ya.. katakan itu pada seseorang yang bahkan lebih muda dariku." sindir Minho, "omong-omong, apa kau sudah mengetahui tempat untuk tugas kita kali ini?" tanyanya dan Chanyeol mengangguk.

"Tentu, hyung sudah memberi sebuah salinan dimana lokasinya."

"Kita hanya tinggal membawanya saja kan? Tidak perlu ada drama seperti tempo hari, kan?" kata Minho mewanti-wanti.

Chanyeol tergelak, ia jadi mengingat kejadian yang di alami bersama Minho saat hendak melakukan tugas yang di berikan hyungnya kepada mereka. "Akan ku jamin tidak akan ada, lagi pula itu akan menyita banyak waktu jika memang benar terjadi."

"Majayeo.."Minho mengiyakan beserta dengan anggukan kepala, "Aish… wajahku yang tampan.." sungutnya saat kembali melihat bekas biru keunguan pada pelipis dan tulang pipi.

"Itu sangat bagus di wajahmu, hanya ingin kau tau saja hahaha.."

Tawa Chanyeol menggelegar bersamaan dengan melajunya mini bus itu melalui jalanan di kota Seoul pada malam hari. Tanpa terasa, perjalanan selama empat puluh lima menit itu telah mereka lalui. Dan kini, keduanya sampai pada sebuah rumah yang akan menjadi tugas mereka selanjutnya.

Minho keluar lebih dulu, mengamati deretan perumahan yang sangat lengang.

"Bagaimana?" itu Chanyeol yang baru saja keluar.

"Yah..kondusif, ini akan mudah." ujarnya besar kepala dengan jentikan jari, "Hanya tinggal menunggu, kan?"

Chanyeol mengangguk mengiyakan. "Ingat, jangan membuat kekacauan lagi. Karna hari ini aku ingin pulang cepat."

"Tenang bung, ini perkara mudah." Minho menyombong dengan sebelah tangan menepuk bahu Chanyeol, lalu meninggalkan lelaki yang lebih tinggi darinya itu untuk masuk kedalam mobil.

.

.

.

PROLOUGE END

.

.

.

.

Hai, Ai kembali dengan fanfic baru yeay^^

First of all, terima kasih kak Dee Stacia untuk ide cerita yang luar biasa, dan terima kasih pula untuk mengizinkan aku menuangkan plot cerita tersebut kedalam sebuah fanfic dengan gayaku sendiri. Thalange kak Dee xoxo.

Anyway, SPECULATE ini sendiri bercerita tentang hiruk pikuk pekerjaan Chanyeol, sebab-akibat yang di timbulkan, dan masih banyak hal lainnya. Mengenai pekerjaan Chanyeol, akan di ceritakan di chap 1 nanti xixi semoga semua readers suka dengan fanfic ini ya^^

Aku malam ini update ga sendirian lho, bareng-bareng sama author Chanbaek yang lain seperti: Lolipopsehun, Ohlan94 (Wattpad), Ceceshii, ChiakiBee, Hyurien92, Parkayoung, Byun Jaehyunee, Blood Type-B. Jangan lupa baca story line mereka ya^^

Karena ini fanfic baru, jadi aku ingin tahu pendapat kalian mengenai cerita ini, jadi jangan lupa review ya? Hihi sampai ketemu di chap depan~

-R6