Seorang wanita yang berumur lebih dari setengah abad tengah berjalan dengan langkah bak penyusup. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling gedung tua yang besar dan megah.
"Rupanya dia di sini…" ucapnya lirih dengan nada yang agak resah.
"Percuma! Takkan bisa membentengi dari mimpi buruk." ujarnya kemudian berlalu. Jubah hitam yang menutupi hampir seluruh tubuhnya, kecuali muka dan kakinya seakan melambai seiring bertiupnya angin.
.
.
.
Teror Alam Mimpi © Qamara-chan Hyuuga
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Pairing: Uchiha Sasuke & Haruno Sakura
Rated: T
Genre: Mystery & Romance
WARNING: Typo(s), AU, OOC, Alur berantakan, EYD amburadul.
Don't like dont read!
.
.
.
Chapter 1: Teror Alam Mimpi
Kamis yang cerah, ini adalah hari pertama Haruno Sakura masuk sekolah. Setelah 3 hari Masa Orientasi Siswa tentunya. Dan selama 3 hari itu, gadis musim semi ini diam-diam memperhatikan pangeran sekolahnya. Ya, Uchiha Sasuke. Pria bermarga Uchiha yang saat ini duduk di depannya. Dia bahkan mulai bisa melupakan kejadian seminggu yang lalu, bahkan sebulan yang lalu. Sakura memang mengakui bahwa pemuda yang sekelas dengannya ini memang err– tampan. Tapi itu bukan jaminan bahwa seorang Haruno jatuh hati padanya. Apa sekedar memperhatikan itu tidak boleh atau dilarang? Itu tidak masuk akal.
Sama sekali bukan hal yang langka lagi jika pria berambut raven ini kerap menjadi pusat perbincangan kalangan siswi-siswi, tentu saja mereka memperbincangkan ketampanan Uchiha bungsu itu, tak sedikit yang kadang dengan segala keberaniannya nekat memanggil Sasuke dan hanya akan dihadiahi sebuah decihan sebal oleh pria onyx ini. Teriakan memekakan telinga itu bisa merusak gendang telinga Sasuke kapan saja, dan menurut Sasuke itu adalah hal yang menyebalkan. Seperti yang terjadi kali ini.
"Kyaa, Sasuke-kun~" Hanya karena Sasuke maju ke depan untuk mengerjakan soal di papan tulis saja banyak siswi yang berteriak histeris.
'Apanya yang spesial dari lelaki ini?' batin Sakura dalam hati. Sampai saat ini Sakura masih heran dengan pemikiran sempit siswi Konoha Kotogakko sampai bisa tenggelam dalam pesona seorang Uchiha Sasuke.
"Bagus Uchiha, kembali ke tempat dudukmu." ucap Anko setelah melihat hasil pekerjaan Sasuke yang memang harus diakui sangat memuaskan, benar-benar pemikiran orang jenius. Tanpa menanggapi pendapat guru matematikanya itu, dia segera kembali ke tempat duduknya.
Pandangan Sakura terus mengikuti arah pandang pergerakan Sasuke sampai lelaki itu berhasil duduk di bangkunya. Yang bisa Sakura lihat saat ini hanya rambut biru kehitaman milik Sasuke dari belakang. Dia terus memperhatikan rambut itu sembari memainkan penanya, tanpa diminta memori kecil berputar mengelilingi otaknya.
"Haruno, coba kerjakan soal nomor 9." perintah Anko tiba-tiba pada murid perempuannya yang diketahui bernama Haruno Sakura tanpa menoleh sedikitpun.
Sementara itu, Sakura masih sibuk dengan lamunannya. Kali ini, sebelah tangannya digunakan untuk menopang dagunya, sedangkan tangan kanannya masih setia memutar-mutar pena. Walaupun begitu, pandangannya tertuju pada buku tulis matematika yang tergeletak di atas meja seolah-olah dia sedang benar-benar konsenterasi dengan pelajaran yang diikutinya.
"Haruno, maju ke depan. Kerjakan soal nomor 9." perintah Anko sekali lagi kepada satu-satunya murid yang bersurai merah jambu di kelas ini. Tatapannya masih terfokus dengan modul matematika di depannya. Tangannya membolak-balik halaman buku dengan lincah.
Sakura tetap tak bergeming. Pikirannya masih melayang, entah apa yang sebenarnya ia pikirkan sejak tadi.
Sasuke jengah. 'Perempuan di belakangku ini tuli atau apa sih?' batin Sasuke dalam hati. Segera saja dia membalikkan badannya menghadap ke belakang. Didapatinya gadis pink yang tengah menundukkan wajahnya, Sasuke bisa memastikan bahwa gadis ini pasti melamun.
"Hei," Sasuke menggebrak meja Sakura pelan. "kau disuruh maju ke depan, bodoh!" lanjutnya lagi dengan nada yang semakin lirih.
"Apa kau tak bisa mengerjakan soal itu? Ck, itu mudah sekali." gumam Sasuke meremehkan.
Hah?
Sakura tersadar dari lamunannya. Dia yang mendengar perkataan lelaki berambut model emo yang duduk di hadapannya hanya bisa mengumpat dalam hati. Dan pada akhirnya–
"Apa kau bilang? Jang… mphh~"
–hanya kalimat tak jelas yang bisa keluar dari mulut Sakura.
"Jangan berisik! Cepat maju." ucap Sasuke lirih, masih dengan tangan yang membekap mulut Sakura. Perlahan tangannya ia lepaskan dari mulut Sakura.
"Kau gila! Apa yang mpphh~"
"Kalau kau tidak bisa diam, tak akan ku lepaskan."
Sakura hanya terus mengumpat dalam hati. Dia mengangguk lemah, kemudian Sasuke menurunkan tangannya kembali dan segera menghadap ke depan lagi. Sementara Sakura segera berdiri dan membenarkan rok bawahannya setelah sekali lagi mendengarkan guru matematikanya kembali menyuruhnya mengerjakan soal di depan. Saat melewati Sasuke, Sakura menyempatkan melirik laki-laki beriris onyx itu dengan tatapan membunuh dan yang dilirik tetap memasang wajah datarnya seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
Tett Tett Tett…
Baik siswa maupun siswi segera berhamburan ke luar setelah bel yang sejak tadi dinanti-nanti itu akhirnya datang juga. Hanya tinggal tiga murid yang ada di kelas itu.
"Sakura-chan, ayo pulang!" ajak gadis berambut pirang blonde yang dikucir kuda dengan nada riang kepada sahabatnya yang berkepala pink.
"Tidak Ino, kau duluan saja. Aku ada urusan." balas Sakura sambil membereskan isi tasnya.
"Ayolah Sakura, jangan sok sibuk." sahut Ino pada teman sekelasnya sejak di Shogakko.
"Aku serius, Ino." geram Sakura degan tatapan tak suka yang segera membuat Ino bergidik ngeri.
Ino yang sepertinya mengerti bahwa emosi Sakura sebentar lagi akan meledak tanpa babibu langsung melengos ke luar kelas dengan sedikit berlari. Dia juga tidak memperdulikan urusan Sakura, itu bisa ditanyakan esok hari.
Sebelum benar-benar pergi, Ino menyempatkan untuk melambaikan tangannya. "Jaa ne." Sakura hanya bisa mendengus tanpa menghiraukan ucapan selamat tinggal dari sahabatnya.
Kini hanya dia dan Sasuke yang berada di dalam kelas ini. Dengan cepat Sakura melangkahkan kakinya dan dia menghentikan langkahnya tepat di samping Sasuke yang sedang duduk dengan santainya. Rupanya lelaki beriris onyx ini sedang asik mendengarkan alunan musik melalui earphone miliknya.
Dengan posisi tubuh Sasuke yang disandarkan ke kursi seperti ini otomatis membuat wajahnya mengadah ke atas. Selain itu Sasuke juga memejamkan matanya, membuat wajahnya terlihat damai. Baru sebentar saja Sakura mengagumi wajah tampan nan menawan Sasuke, tiba-tiba saja suara maskulin menusuk pendengarannya dan membuatnya sedikit tersentak.
"Ada perlu?" tanya Sasuke datar seraya melepaskan earphone miliknya lalu menggantungkannya di leher.
"Eh? Tentu saja." balas Sakura singkat, dia sedikit kaget saat Sasuke menanyainya.
"Tidak perlu berterima kasih." ujar Sasuke tanpa menoleh pada orang yang mengajaknya bicara.
Sakura mendecih. "Hah, berterima kasih, untuk? Aku ingin tahu kenapa kau membekapku seperti tadi." tanya Sakura sarkastik seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.
"Aku sudah menolongmu, baka!" sahut Sasuke seraya menolehkan pandangannya pada gadis musim semi yang berdiri sambil berkacak pinggang di sampingnya.
"Menolong kau bilang? Kau hampir membuatku tak bisa bernapas." ujar Sakura sedikit menggebrak meja Sasuke.
"Kau bisa saja dikeluarkan dari kelas karena ketahuan tidak memperhatikan pelajarannya." ucap Sasuke acuh tak acuh sembari memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Aku tak peduli. Jawab pertanyaanku!" pinta Sakura dengan volume suara yang naik lima oktaf.
"Pertanyaan apa?!" sahut Sasuke dengan tampang tak berdosa.
Sakura mendengus. "Kau ini bodoh atau apa sih!" geram Sakura dengan nada setengah membentak.
"Aku memang bodoh, buktinya aku ada di peringkat pertama tes masuk sekolah ini." ucap Sasuke enteng sambil memasukkan beberapa buku ke tas ranselnya."
"Ya ya ya, nikmati kejeniusanmu dan kenapa kau membekapku tadi?" tanya Sakura kembali pada topik utama yang membuatnya sampai sekarang belum juga pulang.
"Sudah ku bilang aku menyelamatkanmu." celetuk Sasuke disertai seringai licik.
"Seperti tadi? Seharusnya kau menyadarkanku dengan baik, bukannya membekapku sampai aku kesulitan bernapas." protes Sakura tak terima dengan menggebu-gebu.
Sasuke memutar bola matanya bosan. "Menyadarkanmu dengan kata-kata halus? Kau bisa saja mendadak menjadi fans girl-ku seperti gadis di sini kebanyakan dan aku tak mau itu terjadi. Merepotkan."
"Fans girl-mu? Tidak akan." tolak Sakura sembari tertawa renyah.
"Jangan munafik, aku bahkan yakin kau pasti tadi melamunkan aku 'kan?" selidik Sasuke sambil menggendong tas ranselnya, bersiap untuk berdiri.
Sakura tetap pada posisinya walaupun dia tahu bahwa Sasuke ingin dia minggir atau paling tidak memberinya jalan. "Percaya diri sekali kau."
"Mengaku saja." sahut Sasuke dan dengan gerakan cepat dia segera mengecup pipi Sakura singkat.
Sakura yang diperlakukan seperti itu segera saja merona hebat dan refleks tangan kirinya memegang pipinya yang baru saja mendapat ciuman dari lelaki yang menurutnya menyebalkan. Dia menelan ludahnya dengan susah payah. "Aku membencimu." ucap Sakura cepat seraya menatap onyx sekelam jelaga milik Sasuke dengan tajam.
Sementara itu Sasuke tetap memasang wajah datarnya dan membalas tatapan Sakura. Onyx dan emerald bertemu dalam satu kesempatan. "Aku tidak membencimu."
"Hah?" Sakura membulatkan matanya tak percaya. Dia mencoba mencerna kata-kata Sasuke dengan baik.
Sasuke yang merasakan adanya perubahan ekspresi di wajah Sakura tentu saja sudah bisa menangkap kebingungan Sakura. "Apa?"
"Seharusnya kau menjawab 'aku juga membencimu' atau 'aku lebih membencimu'." jelas Sakura setelah ditatap intens oleh Sasuke.
"Apa itu yang kau mau?" telisik Sasuke. Dengan cepat Sakura segera menunduk demi menyembunyikan wajahnya, perlahan keringat dingin turun dari pelipisnya.
"Aku sama sekali tidak membencimu." simpul Sasuke dengan ekspresi yang sulit diartikan. Sakura hanya bisa terkaget-kaget mendengar pernyataan Sasuke, kadar kebingungannya seketika meningkat.
.
Sakura segera merebahkan tubuhnya di ranjang setelah selesai membersihkan diri. Malam ini Kamis malam, itu berarti malam Jumat, inilah alasan sebenarnya kenapa Sakura melamun di kelas. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam tapi dia tak kunjung memejamkan mata. Rasa kantuk sudah menerpanya sedari tadi, tapi dia berusaha sebisa mungkin agar bisa terjaga semalaman ini. Dia tak ingin bedebah itu kembali merasuki mimpinya. Dia tak sanggup kalau harus kehilangan lagi.
Perlahan dia menempatkan tubuhnya dengan nyaman lalu menutupi tubuhnya dengan selimut sampai sebatas dada. 'Kami-sama, keluargaku berantakan, sahabatku bunuh diri, ini takdir yang kejam. Tapi aku tetap menjadi gadis baik-baik. Karenanya untuk terakhir kali, aku mohon jangan biarkan iblis itu masuk ke mimpiku malam ini dan merenggut sahabat terakhirku, Ino.'
'Kalau itu sampai terjadi, aku bersumpah… aku akan protes kepadamu. Aku akan hidup sebagai gadis yang tidak baik.' doanya dalam batin. Perlahan dia memejamkan matanya, memulai tidur malamnya.
Sakura POV
Gelap. Itu kesan pertamaku. Hanya hitam dan hitam yang dapat ku lihat sejauh mata memandang. Aku bahkan tak yakin di mana kakiku menapak. Seketika aku merasakan déjà vu.
"Sakura my baby."
Suara itu lagi, aku mengenalnya, itu suara–
"Permainan akan segera dimulai."
–setan jerami yang pernah masuk ke dalam mimpiku.
"Kamu…" ucapku dengan nada lemah setelah meyakini siapa sosok yang terbang di hadapanku. Sosok jerami dengan topi nenek sihir kehitaman, wajahnya berupa topeng putih layaknya robot tapi tak mampu menyembunyikan kesan menyeramkan.
KREKK
Kakiku. Ada apa dengan kakiku? Rasanya sangat berat. Seperti ada yang menahan pergerakannya. Aku mulai takut, keringat dingin turun dari pelipisku.
Seakan mengerti apa yang tengah aku pikirkan, setan jerami itu tiba-tiba menebak. "Kenapa? Tidak bisa bergerak?" tebaknya sesuai dengan keadaanku saat ini, aku bergidik. Dia sangat menyeramkan.
"DIAM!" jeritku dengan suara sekeras mungkin.
"Kau yang diam, Sakura!" perintahnya kepadaku. "Hm… 15 tahun kesepian mencari teman hidup, jadi ku bawa kau ke acara single out." tambahnya lagi sambil mengeluarkan selembar kertas yang entah ia dapat darimana.
"Pertanyaan kuis, jus strawberry dan saos tomat dijadikan krim muka, mengasyikkan atau menjijikkan?" tanyanya kepadaku, aku semakin gemetar.
"Hentikan permainan bodoh ini!" tolakku dengan volume suara yang keras, aku tahu betul apa yang terjadi jika aku salah menjawab.
"Tik tok tik tok, waktumu hampir habis." ujar setan sialan itu sambil melirik arlojinya. Aku menundukkan wajahku dalam-dalam, aku harus menjawabnya.
"Menjijikkan." jawabku cepat.
"Ting tong, jawabanmu salah. Mau tahu korban kesalahanmu? Ku buka topengku."
Oh tidak! Aku tahu apa yang akan terjadi. Aku pernah mengalaminya, seingatku saat aku salah menjawab, dia membuka topengnya dan menampakkan wajah Sai. Dan paginya aku mendapat kabar dari Ibunya bahwa Sai bunuh diri, menjatuhkan diri dari lantai tiga saat tengah malam.
Aku semakin takut, jantungku berdetak dua kali lebih cepat.
"Taraa." Setan jerami itu membuka topengnya, mulutku menganga lebar melihat sosok itu. Sebisa mungkin aku menutup kedua telingaku dengan tanganku, mencoba menghindari kejadian ini.
"Tidakk! Jangan pilih Ino." jeritku menjadi-jadi.
Perlahan setan jerami itu menempelkan pisau di lehernya. Dengan gerakan pelan dia memotong lehernya.
CRASH
"Aaargh…" teriakku sekencang mungkin, air mataku mulai mengalir.
Rest In Peace
Yamanaka Ino
Birth: 23 September 1993
Death: 18 Juli 2008
Aku hanya bisa menatap batu nisan Ino dengan tatapan miris. Kemarin aku membentaknya, aku tak menyangka bahwa itu untuk yang terakhir kalinya. Dia sahabat terakhirku, dan dia telah tiada.
Ku taburkan bunga mawar ini dengan lembut, ku tatap tempat peristirahatan Ino yang terakhir. Aku tak bisa menahan air mataku lagi, perlahan tapi pasti liquid turun menuruni pipiku.
End of Sakura POV
"Maafkan aku, Ino. Beristirahatlah dengan tenang." ucap Sakura pilu, masih dengan air mata yang mengalir.
Tiba-tiba Sakura merasakan ada seseorang yang menepuk bahunya. Tap dia tetap tak bergeming, dia masih sibuk dengan tangisnya.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya pria berambut biru dongker yang mencuat di bangian belakangnya pada gadis yang kini menangis hebat.
Sakura menoleh dengan malas. "Ya, aku baik-baik saja."
Sasuke yang tahu betul saat ini gadis rapuh itu sedang menangis, segera saja dia mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya. "Pakai ini." ucap Sasuke sambil menyodorkan sapu tangan berwarna biru laut pada Sakura.
"Terima kasih." Sakura meraih sapu tangan dari Sasuke lalu mengusap pipinya menggunakan sapu tangan itu. Sasuke yang menyadari hati gadis itu yang sudah jauh lebih membaik mulai berjongkok mengikuti Sakura.
"Jangan menangis terus, dia takkan tenang." nasihatnya pada Sakura yang masih menangis.
"Ya, aku tahu." sahut Sakura cepat.
"Kita belum berkenalan 'kan? Siapa namamu?" tanya Sasuke sambil mengulurkan tangannya pada Sakura.
Sakura menyambut uluran tagan Sasuke dengan senyum tipis. "Sakura. Haruno Sakura. Dan kau sendiri?"
"Uchiha Sasuke. Untuk yang kemarin, lupakan saja."
"Um… baiklah." balas Sakura singkat, tiba-tiba dia teringat statusnya. "Kau, tidak takut denganku?"
"Apa maksudmu?"
"Kau tahu kan siapa ayahku, siapa ibuku, dan bagaimana keluargaku ini berantakan."
"Hn. Haruno Kizashi, jagal legendaris yang masuk RSJ dan membantai banyak keluarga. Haruno Mebuki yang lari dari rumah setelah pertengkaran hebat. Haruno Sakura, gadis yang cantik."
Sakura tersipu mendengar penjabaran Sasuke tentang dirinya.
"Apa yang perlu ku takutkan, kau hanya gadis biasa."
.
Sakura terpaksa berjalan dari pemakaman sampai di asrama putri karena sudah tak ada lagi bus yang sejurus. Dia memang ditawari untuk pulang bersama oleh Sasuke, tapi itu tidak mungkin. Siswa putra tidak diperbolehkan berkunjung ke asrama putri kalaupun itu pagi, siang, atau sore hari. Apalagi malam.
Sakura berjalan dengan langkah yang semakin dipercepat, dia sebenarnya juga takut mengingat hari sudah petang. Dia memang orang terakhir yang pulang dari pemakaman itu.
BRUKK
Sakura melonjak kaget saat tiba-tiba sesuatu menabraknya. Dia terjatuh dengan posisi terduduk di pinggir jalan. Setelah melihat sekeliling, Sakura baru bisa menyimpulkan bahwa yang menabraknya beberapa detik yang lalu adalah gadis indigo yang cantik.
Sakura baru saja ingin bertanya pada gadis itu, tapi tiba-tiba saja gadis itu berlari kemudian bersembunyi di belakang Sakura.
"Tolong aku, tolong. Ada preman kurang ajar di sana." ucapnya ketakutan.
"Tenanglah, jangan takut." ujar Sakura menenangkan.
Tak lama kemudian, preman yang dimaksud oleh gadis indigo tadi datang. Tanpa ragu Sakura menghadang preman itu. Dua orang preman itu malah menyeringai licik.
"Pergi kalian!" perintah Sakura setengah berteriak pada dua orang preman yang berdiri sejajar tak jauh di hadapannya.
"Kalian berdua sama-sama lemah, tidak bisa berbuat apa-apa." ejek preman yang berbadan besar.
"Aku sudah menghubungi polisi, mereka sedang menuju kemari. Kalian berdua akan mendapat masalah." ucap Sakura tegas.
Gadis yang sejak tadi bersembunyi ketakutan di balik tubuh Sakura mau tak mau heran dengan perkataan Sakura. Dia tak melihat Sakura menelepon sejak dia bercerita tentang preman itu. Apa Sakura hanya menggertak?
Terlihat kedua preman itu berunding sejenak dan sejurus kemudian mereka langsung berlari meninggalkan dua orang gadis yang satu darinya baru saja berhasil menipu mereka.
"Sudah aman." kata Sakura lega.
"Arigatou." ucap Hinata –nama gadis itu sambil membungkukkan badan.
"Douita." Sakura mengulurkan tangannya. "Haruno Sakura."
Hinata membalas uluran tangan dari Sakura, mereka saling bersalaman. "Hyuuga Hinata."
'Putri kesayangan Haruno Kizashi?' Hinata sedikit tak percaya bahwa gadis yang saat ini berdiri di hadapannya ini adalah darah Haruno Kizashi.
"Kau tinggal di mana?" tanya Sakura membuyarkan lamunan Hinata.
"Aku murid di Konoha Kotogakko, rupanya kau juga." balas Hinata setelah meyakini bahwa dia pernah melihat Sakura di area sekolah.
"Ya, aku kelas 10A."
"Kita sekelas, kau yang kemarin maju ke depan mengerjakan soal bukan?"
Sakura tertawa kecil mengingat insiden saat Sasuke membekap mulutnya. "Senang kau mengenalku dengan baik."
Hinata tertawa renyah. "Haha. Ku rasa kita bisa jadi teman, biar ku kenalkan kelompokku besok."
"Baiklah. Ayo kita ke asrama bersama, hari sudah mulai gelap."
.
Hening.
Pagi ini kelas penuh dengan keheningan. Sebagian mungkin masih bergidik ngeri menanggapi kematian Ino tempo hari. Dia bunuh diri, menggores lehernya dengan pisau.
Tett Tett Tett
Bel berbunyi. Semua murid duduk di bangkunya masing-masing. Beberapa menit kemudian Tsunade selaku kepala sekolah memasuki kelas.
"Ohayou." sapa Tsunade ramah. "Ada sedikit pengumuman. Sekolah kita kedatangan beberapa murid dari kota tetangga. Mulai besok beberapa kamar akan dihuni oleh dua murid."
Para siswi mulai berbisik tak karuan mendengar kebijakan kepala sekolah yang mendadak. Seketika kelas menjadi gaduh.
"Tenang! Bersama siapa kalian nanti pihak sekolah yang menentukan. Mohon pengertiannya." tukas Tsunade lalu berlalu meninggalkan kelas. "Selamat belajar."
Sepuluh menit setelah Tsunade keluar dari kelas, masuklah Shizune untuk membacakan penghuni kamar asrama yang baru. Murid mulai memasang ekspresi berbeda-beda. Ada wajah-wajah bahagia, namun tak jarang ditemui wajah yang ditekuk.
"Sakura-chan, aku tak menyangka kita akan jadi teman sekamar." celetuk Hinata dengan riang.
"Ng, aku sangat senang Hinata-chan. Ayo ke asrama, kita bereskan barang-barang agar bisa segera tidur bersama." ajak Sakura bersemangat, Hinata mengangguk sebagai jawaban.
.
"Gomen Sakura-chan, aku tak jadi mengenalkanmu dengan kelompokku. Mereka pasti sedang sibuk dengan pindahan ini." tukas Hinata pada gadis yang baru saja menjadi teman sekamarnya.
Sakura melempar senyum pada gadis beriris amethyst yang duduk di pinggir ranjang. "Tak apa Hinata, lagipula aku bisa berkenalan dengan mereka besok."
"Boleh ini ku pasang di sini?" tanya Sakura seraya meletakkan pigura kecil di atas meja yang letaknya di samping tempat tidur mereka berdua.
Hinata melirik sekilas foto yang dipajang Sakura. "Tentu. Teman? Saudara?" tebak Hinata setelah melihat pigura yang memuat foto 3 orang dan diyakini salah satunya adalah Sakura.
"Sahabatku, Sai dan Ino." balas Sakura dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Mereka, meninggal." tambahnya lagi sambil tersenyum miris.
"Aku ikut sedih Sakura-chan, bagaimanapun juga aku mengenal Ino walau hanya sebentar." sahut Hinata seraya memeluk guling.
"Tidak apa-apa." jawab Sakura mulai mendudukkan diri di lantai.
"Kok aku tidak melihat foto keluargamu?" tanya Hinata bermaksud mencairkan suasana.
Sakura tertawa renyah. "Hinata-chan mau di kamar ini ada foto Haruno Kizashi?"
Kali ini Hinata yang tertawa. "Bukan begitu, foto yang lain dong. Ibumu misalnya."
"Iya ya, pasti banyak orang tertarik seperti apa istri Haruno Kizashi itu." Sakura menyimpulkan.
"Bukan aku yang memancing lho," Sakura menggeleng. "tapi seperti apa Ibumu, Sakura-chan?"
Gadis cherry blossom itu memeluk kedua lututnya. "Aku tak terlalu ingat, aku masih kecil sekali. Dia bekerja seharian, dan dia datang saat aku sudah tidur." Sakura menghela nafasnya. "Dia datang ke kamarku hanya untuk memastikan aku sudah tidur, kadang kalau aku kebetulan belum tidur, dia bertanya banyak padaku."
Hinata menopang dagunya menanti kelanjutan cerita Sakura. "Dan biasanya aku memanfaatkannya untuk minta dibelikan hadiah atau mainan, selalu saat aku bangun tidur, hadiah itu sudah di sampingku."
"Hanya itu… lalu banyak pertengkaran dan akhirnya ibuku lari dari rumah. Ayahku histeris dan masuk Rumah Sakit Jiwa. Lalu kau tahu sendiri jadi apa Haruno Kizashi sekarang." jelas Sakura panjang lebar, Hinata manggut-manggut.
"Ah, betul-betul keluarga yang kacau balau." simpul Sakura menepuk jidatnya.
.
"Boleh aku ikut bergabung?" tanya Sakura sedikit sungkan pada tiga siswi yang duduk semeja di kantin. Salah satu siswinya adalah Hinata, Sakura memang diminta Hinata untuk datang ke kantin pada istirahat pertama.
"Tentu." jawab mereka bertiga serentak.
"Aku Temari." ucap Temari memperkenalkan diri. Dia adalah gadis berambut pirang yang dikucir empat.
"Kenalkan, aku Tenten." Kini gadis bercepol dua yang memperkenalkan dirinya.
"Terima kasih dan sepertinya kalian tahu siapa aku." ujar Sakura seraya duduk di kursi yang tersisa.
Hinata tertawa miris. "Bagaimana harimu?"
Sakura menopang dagunya menggunakan sebelah tangannya dengan cuek. "Seperti biasa, tak ada yang mau mendekatiku setelah tahu aku anak Haruno Kizashi."
Temari menyedot vanilla latte-nya dengan santai. "Tak apa Sakura-chan, kami bisa jadi temanmu."
"Iya! Bergabung saja dengan kelompok kami." seru Tenten sambil tersenyum manis. Sakura mengangguk mantap.
Setelah perkenalan singkat, mereka membicarakan topik yang lebih ringan. Belum sempat mereka memulai cerita, kerumunan siswa menarik perhatian mereka berempat.
"Tunggu! Lihat itu." ujar Tenten sambil menunjuk kerumunan siswa yang mengelilingi cermin besar yang memang terpasang di salah satu sisi dinding kantin ini.
"Ramai sekali." komentar Temari setelah mengikuti arah pandang Tenten.
"Tulisan lipstick di cermin." simpul Hinata cepat.
DEG
Sakura segera melengos menerobos kerumunan itu. Dia hanya bisa menundukkan wajahnya setelah membaca apa yang tertulis di cermin itu.
"Jahat sekali." ucap Hinata menatap miris ke arah Sakura.
"Pelakunya hanya berani menulis, takkan berani menunjukkan diri." ujar Tenten penuh sesal. Jika saja dia tak meributkan kerumunan itu mungkin Sakura takkan terlihat murung seperti saat ini.
"Biarkan saja, di sekolahku dulu tulisannya lebih buruk." ucap Sakura berusaha tegar, tak ingin membuat teman barunya sedih ataupun khawatir. Sakura kembali menundukkan wajahnya dalam-dalam. Baginya, di manapun dia berada semuanya akan sama saja. Dia adalah putri Haruno Kizashi, dan inilah yang ia dapat. Dia tak akan menyesalinya.
.
.
.
Don't give up, the beginning is always the hardest.
.
.
.
-To Be Continue-
A/N: Hai readers! *tebarbunga* Lama tak jumpa. Saya kembali dengan fic ini. Dari semua karya tulis yang saya buat, 'Teror Alam Mimpi' adalah yang paling saya benci. Adalah mimpi buruk saat harus mengulang mengetik 3k words lebih. Saya bahkan sempat berpikiran ga akan publish fic ini. Tapi...pada akhirnya saya tetap publish walaupun melenceng dari rencana awal yang seharusnya publish tanggal 19 oktober 2013.
Bangaimana pendapatnya buat fic ini? Kalau ada yang belum jelas bisa ditanyakan di kolom review ya. Yang Sakura mulai bisa melupakan kejadian seminggu yang lalu itu maksudnya waktu Sai meninggal ya, dan sebulan yang lalu itu waktu Gaara mutusin Sakura. Itu akan dikupas di chap mendatang. Oh ya, alur di fic ini 30% sama dengan komik salah satu karya Hisako Ikeda. Maaf kalau mengecewakan. Untuk penempatan genre maaf kalau enggak nyambung, saya juga sempat linglung dan terciptalah Mystery & Romance. Update diusahakan 1 minggu ya, kecuali kalau banyak review akan dipertimbangkan. Kalau sempat mampir di ficku yg judulnya 'A Sweet Lie' ya *promosi* jan lupa review juga XD
Sekian bacotan dan curcol saya yang tidak penting.
Mind to Review?
Regards,
Qamara-chan Hyuuga
