Tentang Mingyu yang arogan.
Dan Wonwoo yang harus menerima setiap sentuhan menjijikan dari tangan'nya'.
.
.
.
.
ChocolateNut
.
Mingyu, Wonwoo, Meanie
.
.
GS, Mature
.
.
©Kim Jong Soo 1214
.
.
.
.
Enjoy!
.
.
.
.
Napasnya memburu. Timbulkan uap-uap hangat dari kedua lubang hidungnya. Semakin lama semakin keras saja, menghentak-hentak, hingga sesak mulai menjalar. Telapak-telapak tangannya terasa dingin, seolah menarik kesadaran dari dalam jiwa yang nelangsa.
Gadis itu duduk pada satu-satunya ranjang disebuah ruangan besar. Kakinya yang kurus ia tekuk didepan dada, sebabkan gaun lusuhnya tersingkap sebatas paha. Meremat jari jemarinya kuat-kuat, sekedar usir takut yang mendera.
Kepalanya menunduk dalam begitu suara tapakan kaki terdengar. Menggaung pelan, penuhi hening yang merambat setiap sisi dinding.
Hanya detik-detik jarum jam yang iringi aromanya. Menguar kuat hingga tembus indera penciuman sang gadis manis.
"Kau menyukai kamarmu?"
Suaranya berat. Sedikit serak sebab hawa dingin hinggapi dirinya.
Wonwoo mengangkat kepala. Mencari-cari dimana sumber suara yang baru saja menyapanya.
Lalu gadis itu meringsut lagi begitu suara tapakan kaki terdengar mendekat kearahnya.
Keringat dingin dari dahinya jatuh begitu saja. Sebabkan irama jantung lebih kencang dari yang biasanya. Wonwoo bergetar ketika ia rasa sisi ranjangnya bergoyang.
"Aku menatanya persis seperti kamarmu yang lama."
Mingyu tersenyum tipis. Menatap wajah pucat yang berkeringat. Menatap kain kasa yang menutupi mata tajam gadisnya. Lalu beralih menatap bibir ranum yang kering tak terawat.
Tangannya yang besar bergerak menyentuh pipi halus itu. Hantarkan getaran ketakutan dari sang pemilik nama.
"Wonwoo…"
Gadis itu terdiam. Hangat napas dari laki-laki itu menyentuh lembut wajahnya. Mengusir dingin yang sebenarnya mengganggu jiwa. Namun aura tajam yang keluar dari deru napas itu mengusut sesak yang mendalam. Membuat sang gadis semakin takut, bukan rasa nyaman.
"Kau milikku sekarang."
Wonwoo berjingkat begitu pahanya rasa hangat. Tangan besar itu sudah beralih kesana. Wonwoo memang tiada tahu bagaimana sikap laki-laki itu, tapi secepat angin ia menepisnya.
Mingyu kembali tersenyum. Lalu menatap wajah manis itu lamat-lamat.
"Kau menolakku?" satu alisnya terangkat. Tangannya yang besar meraba pipi itu lagi. Wonwoo bergerak takut.
Mingyu bergumam pelan sebab Wonwoo tiada balas ucapannya. Dengan sekali gerakan, lelaki itu menarik tubuh Wonwoo hingga telentang diatas ranjang. Wonwoo berontak ketika Mingyu perlahan menindihnya. Menahan sekuat tenaga supaya teriakan tidak lolos dari kerongangan. Wonwoo tahu, bahkan sangat tahu siapa yang sedang berada diatasnya. Dan Wonwoo tidak mau menyerah begitu saja.
"Jangan menyentuhku!"
Suara serak itu menguar juga. Sebabkan kekehan pelan dari sang laki-laki tampan.
Wonwoo kembali berontak, tapi Mingyu jauh lebih kuat darinya.
"Kenapa? Kau milikku sayang."
Mingyu bergerak mengendus leher mulus itu. Menjilatnya pelan, membuat kaki gadisnya bergerak gelisah dibawah sana.
"Aku bukan pelacur!"
Wonwoo sedikit mengeram. Menahan kuat hasrat Mingyu agar tiada lekas menyerangnya.
"Tapi kau sudah dijual padaku."
Wonwoo terdiam, hatinya sakit. Itu adalah kenyataan yang menyesakkan. Seketika ingatannya meraba-raba. Mengingat bagaimana kehidupannya sebelum ini. Mengingat bagaimana Ayah tirinya memukul kepalanya. Mengingat bagaimana dokter menyerah pada saraf penglihatannya. Mengingat bagaimana Ayah tiri itu menjualnya pada sang Pengusaha kaya. Dan pada akhirnya Mingyu membelinya dengan suka rela. Membawanya pergi jauh, pada sebuah rumah yang entah berada dimana.
"Ingat?"
Mingyu terkekeh sebentar lalu kembali menyentuh pipi itu. Bergerak pelan-pelan, menuju bibir ranum yang merah menggoda.
"Terlalu sayang jika barang sepertimu harus dibuang."
Wonwoo membuang muka begitu bibirnya disentuh. Ia tidak menyukai hal semacam ini. Ia tidak suka dipaksa. Dan ia tidak suka disebut barang oleh laki-laki brengsek macam Mingyu.
"Jangan berani-berani menyentuhku, Tuan Kim! Aku memperingatkanmu!"
Mingyu tergelak mendengar perkataan itu. Telinganya gatal ketika suara serak Wonwoo menekan penuh nadanya.
"Lihat siapa yang berani berkata seperti ini padaku, hm?"
Mingyu berucap sesaat setelah tawanya mereda. Tangan besarnya beralih menangkap dua pergelangan tangan Wonwoo. Mengunci erat-erat, membatasi gerakan dari sang gadis rapuh. Manik hitam menatap tajam wajah yang merah menahan marah. Mingyu tahu, meski pun tidak ada balas tatap sebab kain kasa yang menempel pada mata gadisnya.
Wonwoo menghentak kasar tangan Mingyu. Berusaha menolak. Ia kerahkan seluruh tenaga tenaga supaya dapat lepas dari kungkungannya. Wonwoo sama sekali tidak ingin diperlakukan seperti ini. Dia bukan barang. Dan dia bukan budak nafsu Kim Mingyu.
"Berontak sebisamu, nona Jeon. Tidak akan ada yang menolongmu disini."
Mingyu berkata lirih-lirih. Nadanya menguar tajam. Menghantarkan gelombang ketakuatan yang semakin menjadi pada jiwa sang gadis manis. Bibir tipis menempel pada daun telinga Wonwoo, hingga gelombang panas itu perlahan menjalar. Wonwoo menahan tangis ketika lidah Mingyu menjilat cuping telinganya. Lidah basah bergerak, menyesap pelan. Kakinya menendang udara, berusaha lepas meski ia tahu itu sia-sia. Mingyu terlalu kuat. Nafsunya terlalu membara. Bahkan gaun yang menempel pada tubuhnya sudah dirobek paksa.
Mingyu tersenyum begitu lihat dua gundukan manis terbungkus bra hitam. Begitu padat, penuh, kenyal, dan menggoda. Ah tidak. Payudara Wonwoo tidak hanya menggoda seperti bagaimana biasanya. Payudara itu begitu anggun. Membangkitkan rasa panas dalam dada sang dominan.
"Tidak ada yang bisa menolakku, nona Jeon. Termasuk kau."
"Cuih!"
Mingyu menoleh kesamping. Tertawa kecut ketika ia rasa ludah Wonwoo mengenai pipinya. Ia mengeram, perlahan melepas dasi yang menggantung dilehernya lalu membersihkan ludah itu tanpa kata. Mata tajam beralih pada Wonwoo yang masih tiada berdaya dibawah sana. Ia cengkeram kuat rahang sang gadis hingga pekikan nyaring mengudara dari belah bibir ranum itu.
"Berani sekali kau, hm? Kau pikir dengan begitu aku akan melepaskanmu?!"
Mingyu mendesis, tiada peduli rintihan kesakitan dari gadisnya. Semakin kuat cengkeraman pada tangan Wonwoo, seirama dengan menguatnya cengekraman pada rahang gadis itu. Mingyu rasa kemarahnya sudah berada dipuncak. Tidak ada yang bisa merendahkan harga dirinya seperti ini. Apalagi gadis jalang macam Wonwoo.
"Kau hanya perlu mengangkang lebar-lebar, gadis jalang! Bersikap manislah, maka aku akan membiarkanmu tinggal disini."
Mingyu kembali mendekatkan bibirnya. Kali ini tepat menyentuh bibir ranum itu. Menjilatnya pelan, mengecap rasa manis pada permukaannya.
Wonwoo sudah menangis. Air asin yang keluar dari matanya terserap kain kasa hingga membentuk pola. Akalnya sudah menghilang dibawa perlakuan kasar. Dan dirinya harus pasrah ketika Mingyu mengoyak bra yang menutupi payudaranya. Dirinya harus pasrah ketika Mingyu bermain-main diputingnya. Pasrah ketika dasi itu mengikat kedua tangannya. Merasa dirinya sudah menjadi jalang sungguhan begitu Mingyu membuka selangkangannya. Wonwoo ingin teriak, tapi lumatan itu kian menahan suaranya. Membiarkan begitu saja napasnya tersengal, ketika satu tusukan menyakitkan masuk paksa pada kemaluannya.
.
.
.
.
END?
.
.
.
.
.
.
.
Chaptered?
.
.
.
Or Drabble?
