Disclaimer: Hetalia (c) Hidekaz Himaruya, dan nama-nama serta lagu yang saya sebutkan, saya minta maaf. That's truly just for parody! Maaf, sekali lagi maaf yaa . Pokoknya saya sudah minta maaf, lho! *maksa*
Rating: T karena kita kelas 9 (?). Tapi anak Playgroup aja biasa liat Rate M+ ==''
Warning: segala kegajean dan keabalan di dunia ini ditambah typos tralala, serta OOCisme bertebaran di seluruh angkasa sebelum adanya peristiwa Big Bang sang boyband Korea, tak lupa juga human names used termasuk nama-nama gaje pikiran author.
Jangan lupa ya, human names ciptaan author~ *bakalan dilupain*
Ice: Emil Fergusson
Norge: Nick (or Nicholas) Thoresen
Male dan Fem! Nenes: Absurdrahman (Abdurahman woii!) Putra alias Rama, dan Santika entah siapa cari aja di profil author (author gak niat, bunuh saja.)
Sekarang adalah jadwal anak anak kelas 9 untuk melakukan Try Out 1, suatu cara pembunuhan paling sadis dan paling aneh. Mencurigakan pula. Oke, mari kita baca fic gaje ini,.
½ jam sebelum try out….
Beberapa peserta TO belum datang. Dari kejauhan, author meluihat sesosok makhluk yang mendesah, yang sedang menatap pinu ruang 10. Meski cerita ini berfokus di ruangan 09, tapi pembuka cerita merupakan anak ruang 10, tapi tetap anak kelas 9.5 (Author, kau memusingkan pembaca baru! Pembaca lama aja bingung ==).
Yak, makhluk yang masuk ruang 10 itu adalah Matthew Williams. Dia mendesah, berharap agar ada seorang makhluk yang mau mencontek padadirinya. Harapan yang aneh, biasanya orang berdo'a supaya gak ada yang nyontek. Kenapa? Itu udah jelas, Matthew kan menyedihkan. Dia ingin ada yang mencontek, karena itu berarti dia dibutuhkan dan dianggap ada di kelas itu, meski caranya salah banget tuh!
"Matthew!" Panggil Alfred. "Kamu ruang 10 ya? Aku ruang 09..."
"Yep."
"Yah, gak bisa nyontek deh. Padahal kamu kan pinter..."
"Kamu sendiri 'kan pinter! Sekarang pelajarannya apa sih?"
"Bahasa Indonesia (?) sama Matematika."
"Sialan, dua mata pelajaran yang butuh ketelitian ekstra tuh!"
"Emang, berani taruhan gopek kalo kita gak sekolah di sini kita gak bakal ngadain UN!"
"Ini TO, mas... Pelajaran pertama Bahasa Indonesia ini, tenang weh..."
"Kenapa bukan Matematika duluan aja sih?"
"Masih mending Bahasa duluan! MTK duluan keder saya!"
"Dudul! Bagusan MTK duluan!"
"Belakangan!"
"Duluan!"
"Bodo ah!"
"Sama! Gue mau belajar aja! Goodbye, dan semoga tesnya gampang!" Kata Alfred sambil dadah-dadahan layaknya dia Mas Universe 1000 BC, padahal gelar Mas Universe itu hanya untuk Antonio sang ketua kelas (apa sih?)
"Bye! Semoga kamu juga bisa!"
Alfred memasuki kelas 9.9 yang jadi ruang 9. Memang pembagian ruang di sini aneh, ruang 9.1 bukannya 7.1 malah 9.1. Begitu juga seharusnya. Halah, Nurdin Halid aja gak pernah nyari ruangan-ruangan gaje di SMP kok anak-anak pada ribet nyari ruangan. Mendingan download lagu Enrique Iglesias-Bailamos yang dilipsync sama Sinta Ethiopia dan Jojo Levesque aja deh.
Di belakang, terlihat Roderich dan Vash Zwingli yang sedang asyik belajar bersama (atau malah mojok?) padahal jelas-jelas itu bangku punya Eduard yang malang dan ruangan Vash ada di ruang 10, bukan ruang 09 tercinta.
"Kalo Buku Harian, kata ganti 'dia' jadi 'aku'..." Kata Roderich menerangkan. Vash yang gak paham Bahasa Indonesia ujug-ujug ulangan (TO UN pula) manggut-manggut aja.
"Terus, kalo di cerita ada tiga sudut pandang, satu pengarang sebagai tokoh utama, yang kedua makhluk gaje sebagai tokoh utama, dan yang terakhir orang ketiga sok tahu."
"Perasaan bukan kayak gitu deh."
"Pokoknya gitu! Kalo mau belajar tentang unsur intrinsik, jadilah author di !" Kata Roderich ngiklan.
"Ah, gue masih tetep gak ngerti, dodol! Gue dapet nilai jelek elo gue dor!" Kata Vash yang (sengaja) menggenggam tangan Roderich, tapi Roderich sendiri tak peduli akan hal itu.
"Terus... Kalo kesimpulan sama kalimat utama..." Kata Vash.
"E-ehem!" Kata Eduard. Vash dan Roderich berpaling sejenak dari buku sang kekasih hati yang bila dia (buku) di sisi mereka, hati rasa syahdu... Satu hari tak bertemu, hati rasa rindu.. Jah, malah ndangdutan. Emangnya author Estonia apa...
"Oh, Eduard. Maaf,
kami meminjam tempatmu untuk belajar sejenak." Kata Roderich. "Ntar kamu boleh nyontek deh!"
"Maaf, gue gak mau nyontek. Gue sebenernya gak mau ganggu kemesraan kalian sebagai seme-uke, karena gue sendiri lebih peduli sama lagu dangdut dibanding gituan. Tapi itu bangku gue, so... Bisa cepet pergi? Kalo gak, situs official negara kalian masing-masing bakal gue hack jadi situs Ridho Roma sama Rita Sugiarto!"
Mereka berdua langsung bergidik ngeri membayangkan Official Site negara terklasik dan terbersih itu jadi negara yang suka ndangdutan gaje kaya' Indonesia, India, Estonia, maupun Ethiopia.
"Siapa yang mesra heh?" Kata Vash dengan muka ala Parto KDI (?) yang dibuat tsundere. Roderich sang makhluk paling anteng seluruh alam yang makanya dikasih gelar Sultan Paku Alam anteng seanteng kerajaan gaje superindo nggak bergeming sama sekali. Denger usiran Eduard tak bergeming, denger kata-kata Vash yang di paling depan paragraf ini nggak bergeming, dan bahkan denger suara emas Sule AFI Junior dia pun tak bergeming.
"Woi! Keluar~ Kalian bukan di ruangan ini 'kan?"
"Aku di ruangan ini." Kata Roderich singkat, terus berpaling lagi ke buku detik-detik Ujian Nasional (promosi ==).
"Tapi ini tempat gue!" Kata Eduard sebal. "Kalo kalian gak keluar, bakal kuperdengerin lagu Koit Toome yang judulnya Mere Lapsed, lo!"
Roderich air mukanya berubah. "Ya udah deh. Yuk Vash, kita belajar di sana saja."
"Udah deh, gue gak mood belajar lagi! Bahasa Indonesia mah asal tebak!" Kata Vash bersungut-sungut, dan langsung keluar kelas. Roderich menghela nafas pendek, panjang, dan sedang-sedang saja yang penting dia setia, dan segera berangkat ke mejanya.
20 menit sebelum TO dimulai...
Berwald sang anak kelas 9.4 masuk ke ruang 9. Kebetulan, dia dapat nomor absen terakhir, jadi terpaksa dia ruangannya sama kelas 9.5. Kenapa? Karena duduknya satu-satu kalo Try Out atau UN. Masih untung kalo pengawasnya baik hati dan tidak sombong, dan memberi contekan serta kebebasan untuk mencontek. Oke, balik ke plot awal.
"S'alan. K'nap' ak' 'nd'ri y'ng b'da r'angan"a?" Gumam Berwald sambil menaruh tas di bangku paling depan dan dekat pintu, karena dia memang tempatnya ditetapkan di situ.
"Berwald seruangan sama kita? Asyiik, bisa nyontek!" Kata Alfred. Emil yang datang bersama Berwald langsung menatap Alfred dingin. Dari dulu, Emil memang paling benci dengan kecurangan.
"Tapi nggak enaknya, kamu paling depan." Kata Emil ke Berwald. "Nggak keliatan deh, di depan..."
"Aaah! Berwaald! Kok kamu masuk ke ruangan 9 sih? Aku mau minta ngajarin kamu nih!" Kata Tino dari ruang 07.
"B'ikl'h."
Gimana Tino bisa ngerti kalo hurufnya Berwald disensor gaje gitu? Apakah setiap kata-kata Berwald mengandung hal-hal R-18?
Tak lama kemudian, seorang gadis masuk ke ruangan. "Ini ruang 09 bukan?"
"Iya San, emang kamu ruang berapa?" Tanya Elizaveta.
"Ruang 09, tapi kembaran gue masuk ruang 10."
"By the way, gelangmu bagus banget! Baru beli ya?"
"Oh iya dong, ini semacam jimat supaya lulus tanpa perlu belajar. Semalem aku juga bakar buku paket dan abunya kuminum biar sehat. Selain itu, aku juga nggak begadang dan malah lari pagi."
"Pinter. Jadi ini cara belajar ala kamu?" Komentar Alfred.
"Oh iya dong, jimat ini semacam charmbracelet-nya Mariah Carey. Aku begadang semalaman di Gunung Bunder yang diremix jadi Gunung Segitiga sikut-sikut."
LICIK, pikir yang lain dengan muka ala Miku dkk di lagu Hitoshibara Alice. Ya iyalah! Pasalnya, mereka latihan dan belajar sampe gak tidur seminggu buat belajar. Ini mah tinggal bakar buku paket dan bertapa di gunung Bunder.
"Enak banget ya, kalo kayak gitu. Keterlaluan kalo kamu masih nyontek." Kata Emil setengah menyindir. Santika memang terkenal suka mencontek, apalagi kalo di sebelahnya orang pinter kayak si Emil.
"Emang enak, yang ada juga kamu kali yang nyontek. Bahasa Indonesia kan spesialisku." kata Santika singkat, padat, dan tak jelas.
"Bodo deh," kata Natalia yang juga tak peduli dengan ujian. "Bahasa Indonesia teh, dilogika aja bisa. Gak perlu serius-serius amat."
"Bener tuh, TO paling gampang!" Kata Santika.
Gampang gundulmu? Pikir yang lain, yang tak terbiasa dengan Bahasa Indonesia namun dipaksa untuk ikut TO Bahasa Indonesia. Untung di ruang sini ada Santika dan di ruang sana ada Rama, jadi bisa nyontek deh.
"From Agincourt, to waterloo... Poitiers, and then Anjou~" Bel spesial Try Out (emangnya sinetron?) berbunyi. Artinya, masuk kelas... Anak-anak tapinya masih ribut. Untung disuruh baris.
"Ah, udah waktunya! Aku pergi ya, Su-san!"
"y', p'rg'lah."
"Woi! Baris atau kamu meninggal dunia!" Kata Antonio setengah nyumpahin. Antonio sendiri sama-sama ruang 09.
"Buang bukunya gih, baris!" Kata Natalia ikut-ikutan padahal nggak jabat apa-apa. "Kalo nggak gue bakal jadiin kata-kata sumpah Antonio kenyataan. Gue bawa piso.."
Mendengar ancaman Natalia, semua anak membuang (diksi mbaak...) buku mereka masing-masing ke tas, dan segera berbaris. Sedangkan, ruang 08 alias kelas 9.4 malah heboh dengan kepergian Berwald ke alam sebelah.
"Berwaald~ Dadaaah~ Kami akan merindukanmu!" Kata Denmark dengan gajenya dadah-dadahan bak cowok paling ganteng sejagat yang dinobatkan jadi Man Of The Year di negara Zimbabwe. Kalo Nick nggak nggeplak Denmark, mungkin saja dia masih tetep dadah-dadahan gaje. Tapinya, anak-anak malah ngikutin dadah-dadahan ke Berwald. Berwald jadi sebel diledekin (ato malah dikangenin?) gitu.
"Berdo'a dulu yuk!" Kata Antonio begitu memasuki ruangan.
"Ya udah, siapin gih!" Kata Ludwig.
"Siaap~ Berdo'a menurut keyakinan masing-masing!" Kata Antonio.
"Ya tuhan, semoga aku bisa lulus bersama mereka, mereka adalah orang-orang yang paling berarti bagiku, terutama dia." Kata Ludwig dalam hati. Dia, siapa itu dia?
Di ruang 10, musuh besar Ludwig~Arthur~memanjatkan do'a yang sama.
"Berdo'a selesai!" Kata Antonio. Tak lama kemudian, dua ekor pengawas datang. Satu mirip gorilla, satu lagi mirip godzilla. Beri tepuk tangan meriah untuk Pak Gujarat dan Pak Rome~! Sayang sih, Feli sang cucu ada di ruang 10...
Satu per satu lembar jawaban dibagikan. Tapi Antonio masih ribet nyari pengserut. Roderich yang gak tahan lihat sang makhluk kesusahan langsung ngelempar, dan sukses kena di kepala Antonio.
"Sopan, napa?"
"Sori..." Kata Roderich singkat, terus mulai lagi ngebulet-buletin. Tak lama kemudian, soal pun dibagikan. Guru bermuka gorilla itu membuka paket soal, dan guru bermuka godzilla membagikannya (gak sopan).
1/2 jam... Anteng banget... Belum ada bisikan setan kayak 'sst.. Berwald..' atau 'Nee! Nee! Roderich!" atau semacamnya. Namun itu hanya untuk 1/2 jam pertama.
"Sst.. Santika!" Kata Antonio memulai. "Nomor 13 soalnya gak jelas!"
Santika yang baru nomor 10 memeriksa nomor 13. Ternyata nomor itu memang gak jelas. Selain itu, ada beberapa nomor yang gak jelas. Nomor 12, ada bagan yang gak kebaca bawahnya. No. 13, ada grafik kagak jelas. Dan terakhir nomor 15, ada peta yang overzoom. Tiga-tiganya piksel, pantesan kagak jelas.
"Pak, pak! Nomor 12, 13, dan 15 gambarnya gak jelas!" Kata Emil mendahului. Pak muka godzilla memeriksa. Bener, super gaje. Dia segera ke ruang pengawas, dan pak Goril menemani. Jelas, kesempatan emas, perak, atau platina dalam memperoleh contekan. Tapi tak seorangpun berani ke Berwald, karena dia dari kelas sebelah. Kalo ngadu kan berabe.
"Psst! San~!" Panggil Natalia. "Nomor 30!"
"B!"
"San!" Panggil Alfred. "Nomor 14~?"
"D!"
"Dasar curang." Gumam Emil pelan.
Anak-anak sedang sibuk mencontek, entah ke teman maupun ke buku catatan. Antonio yang bangkunya paling depan dan barisan kedua, melihat jelas dua sosok yang akan kembali.
"Woi! Si Goril dan Godzil dah dateng! Siap-siap!"
Beberapa anak yang sibuk lempar-lemparan kertas langsung anteng. Yang sibuk nolah-noleh langsung serius. Yang bisik-bisik langsung ngunci mulut. Mereka bermetamorfosa jadi anak-anak yang serius mengerjakan soal. Pak Goril dan Godzil tersenyum karena anak-anak memang jujur dan baik hati.
"Tak ada ralat dari guru yang bersangkutan, jadi tang ting tung saja." Kata Pak Goril dengan muka serius. Jiaah, dah jauh-jauh mikir ke Ethiopia, malah disuruhnya tang ting tung. Pretty dudul.
"Marukaite chikyuu, marukaite chikyuu, marukaite chikyuu, yang mana yang bener..." Gumam Alfred sambil menyanyi, mengikuti cara author. Pensil 2B-nya menunjukkan ke huruf 'C'. Tanpa pandang bulu maupun rambut, Alfred segera membulatkan C.
Nomor-nomor selanjutnya, jelas semakin susah. "Jiaah! Buku Harian keluar! Gue belon belajar!" Kata Antonio nyolot, dan dibalas dengan dobel tatapan seram dari pak goril dan godzil.
20 menit kemudian, rata-rata anak udah beres. Santika of course yang keluar duluan. Tapi beberapa menit setelahnya, anak-anak 9.5 yang otaknya encer (atau malah sook pinter atau gak tahan di kelas?) pada keluar semua, baik di ruang 9 ataupun 10. Setelah itu, barulah kelas lain keluar.
TBC
Pretty dudul, bikin fic tentang TO mentang-mentang baru beres TO. Fic abal ini dibuat berdasarkan ruang 09 kelas saya, namun saya ubah sekenanya (seenaknya). Nah, gimana ya nasib mereka ngadepin Matematika? Sebenernya cara persiapannya udah gue siapin~ tapi karena kepanjangan males ngetiknya (3 halaman buku tulis boxy). Segini juga gue kena demam ujian (demam yang selalu terjadi di tengan ujian atau TO, tapi pas TO/Ujian beres demam dan flu malah beres). Jadi, Review, da?
