Sebingkai gelisah.
Tertulis dengan cara yang manis semanis madu; bercampur dengan gurihnya roti berbalur bawang serta bintik hijau yang menyandang. Tak lupa bagaimana para embun menetes di dinding luar gelas, berlomba dengan keluh lidah dari wanita yang merapatkan bibir dengan pengakuannya.
Mungkin Baekhyun butuh waktu berabad-abad. Persiapan yang sungguh apa adanya setelah beberapa malam dia merelakan waktu tidur untuk berpikir dalam kegelisahan.
Tahun ini Baekhyun menginjak usia 17 tahun; yang mana terlalu muda untuk ukuran anak SMA dengan takdir dua garis merah di sebuah alat tipis memanjang. Tingkahnya bahkan masih seperti balita 5 tahun yang merengek minta permen. Jika kehendaknya tak terpenuhi, dia akan mengerucutkan bibir dan memberi kesan dingin pada siapa saja yang menolak.
Tapi ini?
Ayolah. Dua garis merah itu muncul berkali-kali di setiap alat yang Baekhyun coba. Tak ubahnya seorang penghambur uang, Baekhyun bahkan membeli yang berkualitas bagus demi hasil yang lebih akurat.
"Ini sudah hampir 30 menit, Byun. Bicaralah atau aku akan menarikmu ke kamar mandi dan berakhir membeli baju baru setelah ku robek."
Pembual ini bermarga Park. Usianya masih 21 tahun.
Nama lengkapnya Park Chanyeol, seorang jenius di bidang musik serta bidang seksual yang merambah keeksotisan modern.
Ada laci tersembunyi di kamarnya yang berisi tumpukan majalah dewasa. Keping kaset juga jangan di tanya, tapi tak lebih banyak dari rentetan folder dalam notebook pribadinya yang bertuliskan nama-nama unggas.
"Bersabarlah wahai kaum pisang!" Decak Baekhyun membatalkan ketakutannya.
Chanyeol itu tak ubahnya mesin penghayal kemesuman. Dia memiliki jutaan kata serta pemikiran yang erotis dan tak segan di utarakan, terlebih di hadapan Baekhyun. Efek terburuk dari semua itu berujung pada suatu malam yang mereka lewati di ruang UKS sekolah Baekhyun.
Yakinlah mereka hanya dua anak bodoh yang tak tahu bagaimana menusuk dengan tinta tertembus di rahim bisa berakibat fatal jika Baekhyun dalam masa subur. Nyatanya kala itu yang mereka pentingkan adalah gairah; Chanyeol dengan fantasinya dan Baekhyun yang menikmati kulitnya disentuh.
"Dua garis? Maksudnya?"
Kebodohan pertama. Chanyeol tak tahu perihal garis dalam tes kehamilan ini karena yang dia ingat adalah garis-garis pakaian dalam seorang bintang porno favoritnya.
"Aku hamil." Begitu datar, sedikit dingin, dan cukup menampar kewarasan Chanyeol untuk paham keadaan Baekhyun yang terlambat datang bulan.
"Hamil?" Gestur tangannya membulat di perut, "Maksudmu ada calon bayi?"
"Ya. Aku hamil. Dan jangan berkilah karena kau yang membuahinya di UKS waktu itu."
Chanyeol terdiam; dua alisnya bertaut dan matanya menajam pada Baekhyun.
Reaksi ini menunjukkan banyak hal. Bisa saja penolakan, bisa juga rasa-rasa yang lain dengan ujung tak mengakui aksi tusuk-tusuk di UKS kala itu.
"Anakmu ini, Park!" Baekhyun kembali berbicara, "Berilah tanggapan!"
"Kau meminta tanggapanku?"
"Tentu saja."
"Tanggapanku," Chanyeol berdiri, melipat tangan di depan dada dan tersenyum picik.
Baekhyun menantinya dengan was-was, salah-salah lelaki ini akan tiba-tiba pergi dan mengatakan jika Baekhyun berbohong padanya.
"Tanggapanku," lalu dia duduk kembali, menyangga dagu dengan dua tangan dengan senyum merekah, "YES! AKU BERHASIL MENGHAMILIMU! SPERMAKU AMPUH!"
"Hah?"
"Jadi kapan anak ini akan lahir? Besok atau lusa?"
Haruskah lelaki ini menjadi ayah dari anakku? Tepukan itu Baekhyun berikan pada dahinya; menyesal dengan takdir di UKS kala itu tentang ketidaksadarannya menyerahkan keperawanan pada Chanyeol.
