Author : RC Park

Title : Junky Lab (Part 1)

Main Cast : Nam Minhyo (MC), Min Yoongi/SUGA

Other Casts : All BTS member, Yoon Shinae (OC), Nam Jihyo (OC)

Disclaimer : Cerita ini author sendiri yang kepikiran dan didukung dengan keinginan pengen cepet kawin lol

Genre : Romance, 17+ , little bit smut di beberapa chapter

Author's Note :

Annyeong, RC Park imnida. Sejujurnya bisa dibilang ini pertama kali aku ngepost ff. Bikin ff udah lama sih dari beberapa tahun yang lalu di blog temen, dan entah kenapa banyak yg baca. apa gara-gara pada doyan yadong ya? wkwk. udah gitu ada konflik ga jelas yang bikin aku untuk berhenti dengan apapun yang berbau kpop. Akhirnya september kemarin dikenalin dengan salah satu boyband yang sumpah bikin speechless banget dan bikin nafsu sebagai fangirl(?) muncul lagi wkwk

ff ini sebenernya udah aku buat sih di wattpad dengan bahasa inggris, sekalian belajar *sosoan sih sebenernya

tanpa basa basi lagi, Selamat membaca! semoga ga ngecringe dengan tata bahasa dan kerandoman di tiap kalimat ff ini.

It's really hurts when i see you cry, so i want to keep that smiles

-Storm

Author's PoV

Jam sudah menunjukkan pukul 5. Hujan masih membasahi kota Seoul semenjak pagi buta, diiringi dengan dentuman petir yang membawa badai besar. Tujuh Namja tengah berbaring di kamarnya masing-masing. Seharusnya mereka berlatih hari ini akan tetapi dengan cuaca yang tidak mendukung, ditambah listrik yang tiba-tiba terputus akibat badai, membuat mereka tidak dapat melakukan apa-apa. Ada untungnya badai hari ini, karena itu akhirnya mereka bisa beristirahat di tengah padatnya jadwal.

"Maaf, aku mungkin tidak bisa datang. Pd-nim menyuruhku untuk menyelesaikan lagunya segera."

"baiklah, terimakasih. Sampaikan permintaan maafku pada orangtuamu."

"Yaa.. aku akan datang untuk makan malam."

"sampai bertemu juga."

Pria dengan kulit seputih susu menutup telepon dari tunangannya. Dengan berat hati dia mengagalkan rencananya untuk menjemput tunanngannya tersebut. Karirnya kini sangat penting dengan deadline comeback yang semakin dekat.

"Hyung, dari Jihyo?" pria lain menepuk bahunya.

Yoongi mengangguk. "Aku sudah bilang aku tidak bisa mengantarnya pulang, sepertinya dia kecewa." Yoongi membalas.

"Tentu saja, Yeoja mana yang tidak kecewa jika namja yang dia sukai membatalkan untuk menjemput, apalagi ditengah hujan badai seperti ini." "Kau sadar kan dia benar-benar menyukaimu hyung?" lanjutnya.

"Cukup Namjoon, aku sudah bilang bagaimana situasiku sekarang. Mau dia menyukaiku, mencintaiku atau membenciku aku tidak akan peduli." Yoongi membalas dingin dan menepis tangan Namjoon yang sedari tadi di bahunya.

"aku mengerti hyung, tapi... tidakkah menurutmu kau terlalu kasar padanya?" Namjoon membalas dengan suara pelan takut membuat hyungnya kesal, dia melihat sorot kemarahan pada mata coklat Yoongi.

"Jangan dibahas lagi, bawa kertas-kertas ke Genius Lab. Kita masih punya banyak pekerjaan." Yoongi membalas Namjoon dan menuju studionya.

Minhyo's PoV

"Hmmm.. sepertinya ada yang kurang.. Apa tambah garam saja?" ujarku pada diri sendiri sembari sibuk memasak sup.

Hari ini bisa dibilang hari yang spesial, Eonniku Jihyo akhirnya diterima sebagai reporter tetap di sebuah perusahaan berita terkenal. Tentu saja semua orang ingin merayakan kabar baik tersebut. Karena kedua orang tuaku menjemput Jihyo jadinya akulah yang bertugas untuk memasak dan menyiapkan rumah.

Setelah beberapa saat aku terus melirik jam yang terpampang di dinding. sudah pukul 6 lebih dan masakan sebentar lagi siap. aku sudah menyiapkan 5 porsi untuk keluargaku dan tunangan eonni.

Semuanya sudah siap, aku memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan melakukan hobi terbaik sepanjang masa. Yap! menonton tv, tidak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan menonton tv bukan?

Beberapa jam kemudian, keluargaku tak kunjung pulang. Badai tadi pagi masih saja belum berhenti, mungkin itu alasannya. Hari cerahpun masih banyak macet apalagi dengan cuaca seperti ini. Aku mulai mengetuk layar hp, memasukkan nomor Jihyo dan memastikan keberadaan mereka. Sayangnya tidak ada balasan selama beberapa kali. Makan malam sudah dingin dan aku memutuskan untuk menghangatkannya meskipun rasanya tidak akan seenak awal.

aku mendecakkan lidahku, "Aissh eonni ini, selalu saja tidak membalas telepon ku. Apa dia yang menyupir?" Dengan kesabaran yang sudah diujung aku menelepon kedua orang tuaku, tapi nihil hasilnya sama seperti saat aku menelepon eonni.

Ding- Dong—

Kepalaku reflek menengok kearah pintu dan mematikan panggilan. "Yoongi-ssi?" ujarku, Yoongi menunduk dan mengucapkan salam begitu aku membuka pintu.

"Maaf aku terlambat, aku keasikan membuat lagu. Apa makan malamnya sudah selesai?" tangannya terlihat menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal dengan wajah yang bersalah.

Aku membiarkannya masuk terlebih dahulu. "Masuk saja dulu, aku sedang menghangatkan makanan. Kau tidak terlambat, mereka belum datang." Namja didepanku mengerutkan alisnya menunjukkan kebingungan di wajahnya.

"kau sudah menelponnya? aku menelpon Jihyo daritadi, aku kira dia marah. Dia tidak membalas satupun pesan dan teleponku." ujarnya. Yoonggi menaruh jasnya di gantungan."Aku sudah menelponnya berkali-kali, apa mungkin sesuatu terjadi?"aku mengadahkan kepalaku menatap Yoongi, raut wajahku berubah menjadi khawatir.

Yoongi menatapku dengan wajah datarnya. Aku bersumpah dibandingkan saat dia berada di panggung sebagai Suga wajahnya yang sekarang sangat bertolak belakang. "Mereka mungkin menonaktifkan hpnya." aku membalasnnya dengan anggukan. Kata-kata Yoongi membuat pikiran negatifku teralihkan.

Aku mencoba usaha terakhirku untuk menghubungi keluargaku. Apa mereka baik-baik saja? ada sebuah kejanggalan rasanya. Well, sangat normal untuk eonni tidak membalas pesan dan teleponku, tapi eomma dan appa? mereka selalu mengaktifkan hpnya, berjaga-jaga jika ada sesuatu yang penting.

"Yoongi-ssi, kau sudah makan? apa mau ku siapkan untukmu sekarang? tapi sudah jam 8 sih." aku menawarkan Yoongi, setahuku idol melakukan diet ketat dan salah satunya dengan tidak makan 4 jam sebelum tidur.

"Tidak apa-apa, aku akan makan sekarang. Memberku bilang aku harus menambah berat badan." Yoongi menjawab dan berjalan menuju meja makan. Yapp membernya benar, Yoongi terlihat kurus sekarang apalagi dengan wajah putih porselen membuatnya seperti tulang berjalan dengan rambut blonde pucat yang menempel dikepalanya. Dengan segera aku menyiapkan semangkuk nasi dan menyerahkan padanya.

"kau tidak ikut makan?"

"Nope, aku akan menunggu mereka." sejujurnya semenjak tadi perutku sudah rusuh mengadakan konser. Tapi jika aku makan sekarang berarti aku akan makan lagi saat Jihyo pulang dan dietku bisa berantakan...lagi.

Yoongi mengabaikanku dan berjalan menuju dapur, setelah beberapa saat, semangkuk nasi sudah ada ditangannya. "Perutmu berisik, cepat makan." ujarnya dan memberikan nasi kepadaku.

Mukaku sedikit merah karena malu, "maaf, aku belum makan dari tadi siang."

Kediaman mengelilingi kita, hanya dentuman sendok dan garpu yang menemani makan malam kami. Sudah lama semenjak aku hanya makan berdua dengannya, meski dia selalu datang tiap weekend untuk makan malam dengan Jihyo dan orangtuaku, tapi kali ini kami benar-benar berdua. Tiga bulan sudah berlalu semenjak pertunangan Yoongi dengan eonni, well lebih tepat dibilang perjodohan sih. Tentunya Yoongi menutupi hal ini dari publik karena dia seorang idol.

Aku mengenalnya dari kecil, kedua orangtua kami sangat dekat. Sedekat aku dan Yoongi dulu. Dia adalah teman masa kecilku, teman yang selalu ada untuk bermain dan mendengarkan setiap celotehan gadis yang lebih bocah 5 tahun darinya. Aku cukup kesal ketika dia memutuskan untuk pindah ke Seoul demi impiannya dan aku merengek habis-habisan pada eomma dan appa untuk pindah yang akhirnya dituruti saat aku beranjak Sma. Dia teman pertamaku dan aku punya perasaan yang spesial untuknya, tapi takdir berkata lain dan entah bagaimana hubungan kami menjadi seperti ini.

Sekitar tiga bulan lalu, keluargaku dan keluarganya mengadakan makan malam diluar. mereka tiba-tiba membawa berita yang tidak terduga, membuat seisi ruangan membulatkan mata mereka. Well, kecuali aku. Sudah menjadi kebiasaan orangtuaku menyombongkan putri sulung mereka kepada keluarga Min, dan kurasa keluarga Min akan merasa sangat bersyukur mendapatkan menantu seperti eonni. Awalnya eonni akan dijodohkan dengan kakaknya Yoongi, tapi disaat itu kebetulan dia sudah punya pacar. Yaa, aku tidak apa-apa dengan hal ini. lagipula aku tau tempatku dan perasaanku pada Yoongi hanyalah cinta monyet.

"Sudah lama yaa.." Yoongi tiba-tiba berhenti untuk menatapku, aku dapat melihat manik matanya dengan jelas. Mata hazel yang membuat siapapun dapat terjatuh padanya.

"Hmm?" aku menatap balik padanya.

"Sudah lama kita tidak makan berdua seperti ini, ahh aku merindukan masalalu." sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman.

"Yap, sudah cukup lama." aku membalas senyumannya dengan anggukan.

"Ngomong-ngomong, eonni bilang kau sedang sibuk membuat album baru? bagaimana?" Aku berbohong padanya, semenjak aku tau perasaan eonni pada Yoongi, sekeras mungkin aku berusaha menghindari percakapannya mengenai Yoongi. Aku hanya bisa menstalknya lewat situs fancafe BTS, terima kasih banyak Army.

"Well, masih perlu banyak perbaikan apalagi bagian chorus, tapi sejauh ini tidak ada masalah." "AH! kau mau mendengarkan cuplikannya?" Yoongi menyimpan sendok yang dia pakai dan mulai merogoh saku celananya.

Tanganku dengan gesit mencegahnya mengeluarkan benda persegi panjang itu. "Tunggu! Lebih baik aku mendengarnya saat lagu itu beres." Yoongi terdiam menatap tanganku yang menggenggamnya, seketika aku menarik tanganku kembali. "Aku tidak tahu kapan lagu ini selesai tapi baiklah." jawabnya dan kembali fokus pada mangkuknya.

Entah darimana keberanian keluar dari mulutku. "Umm Yoongi-ssi, aku ingin menjadi orang pertama yang mendengarnya." 'Sial, berani-beraninya kau menghianatiku, mulut.' kutukku dalam hati. Yoongi yang mendengarnya mengerutkan kedua alisnya menunjukkan wajah setengah terkejut dan setengah bingung.

"Baiklah, tapi berikan imbalannya." ujarnya

Mataku membelak tidak percaya dia akan mengizinkannya. "Baiklah aku akan memberikan apapun." Well tidak apapun dalam artian sebenarnya sih.

"Ngomong-ngomong bagaimana kuliahmu?" Yoongi menghentikan kembali aktivitas makannya. Aku mendesah berat dengan pertanyaan yang diajukannya.

Sejujurnya topik itu cukup membuatku sensitif. Salah satu alasan mengapa aku tidak layak dengan seorang Min Yoongi adalah karena kami berbeda...sangat berbeda. Dia lulus di universitas terkenal dengan penghargaan sebagai wisudawan terbaik sama seperti Eonni. Sedangkan aku hanya kuliah di universitas biasa mengambil jurusan biasa tapi untungnya aku mampu menstabilkan nilaiku.

"Bersyukur lah kau masih bisa kuliah, lagipula universitas mu tidak buruk dan banyak perusahaan membutuhkan orang di bidangmu."

"mungkin." Tambahnya. "Lihatkan! kau sendiri tidak yakin." ejekkan Yoongi membuatku frustasi, aku mencoba membalaskan dendam dengan mengambil selembar daging dari piringnya.

"Yaa! Kembalikan! itu punya ku!" Melihat Yoongi dengan panik membuatku terbahak-bahak dengan tingkahnya. Hal yang dia sukai di dunia ini selain musik dan Holly adalah daging, dan sekarang dia terlihat seperti bocah ketika seseorang mengambil permennya.

Melihat tertawa lepasku, Yoongi berdeham menyadari tingkah lakunya.

"Habiskan makananmu dan berhenti tertawa." Suruhnya dan melanjutkan makannya yang sempat terhenti.

"Well karena kau terlihat cukup tertarik aku akan memberitahumu." "Kau tahu kan semester tigaku sebentar lagi berakhir, jadi aku mempersiapkan sebuah drama untuk tugas akhir semester." "Sayangnya aku hanya scriptwriter..." aku mendesah membuang kekecewaanku. Jujur, aku ingin sekali menjadi tokoh utama.

"Baguslah.." komentarnya, aku menyipitkan mataku bingung. "Apa? kau tahu pentingnya menjadi tokoh utama, kau bisa saa-"

Ring - Ring -

Suara telpon memotong pembicaraanku dengan Yoongi. Aku berdiri dan menjawabnya segera. Orangtuaku mungkin menghubungi untuk memberitahu kalau mereka tidak bisa pulang.

"Yeoboseyo?" sapaku.

Suara seorang ahjussi membalas sapaanku diiringi dengan deringan sirine. "Permisi, apa benar ini kediaman keluarga Nam?" tanyanya. "Nde, aku putrinya Nam Minhyo. ada apa?" jawabku. Beberapa detik kemudian mataku membelak mendengarkan penjelasan ahjussi tersebut. bagaimana tidak, ahjussi tersebut bilang jika orangtuaku mengalami kecelakaan. "Ahjussi, tolong jangan bercanda. Orangtuaku baik-baik saja kan?" Suara ku terdengar meninggi dan aku baru menyadari Yoongi tidak lagi berada di meja makan, kepalanya berada disebelah telingaku. Menguping semua pembicaraan ku dengan ahjussi tersebut.

Jantungku berdetak sangat cepat memompa aliran darah keseluruh tubuh membuat dadaku kembang kempis, aku berusaha susah payah untuk menenangkan diri. 'Jangan panik Nam Minhyo. Jangan panik.' bagaimanapun juga aku harus memastikan kebenaran terlebih dahulu.

"Mereka ada di rumah sakit mana?" Yoongi merebut teleponku tiba-tiba.

Sesaat kemudian dia mengangguk. "Kami akan kesana sekarang." Wajahnya terlihat sangat serius, terlihat kekhawatiran di sorot matanya. Yoongi kemudian mengambil jasnya yang ia gantung dan mengambil kunci mobilnya.

"Pakai jaketmu, di luar dingin. Dia bilang orang tuamu di rumah sakit xxx sekarang."

Aku menuruti suruhannya, dan segera mengambil jaket dikamar.

Author's PoV

Sepanjang perjalanan Minhyo terus menggulung ujung kaosnya, bulir keringat dingin mulai bermunculan di pelipisnya. Wajahnya semakin pucat membayangkan hal terburuk yang bisa saja terjadi. Jantungnya sudah tidak karuan di lain sisi Yoongi mengendarai mobil secepat yang dia bisa karena bagaimanapun orang tua Minhyo sudah dia anggap sebagai orangtuanya sendiri.

Saat mereka sampai, mobil polisi terlihat mengerumuni rumah sakit menambah keresahan yang Minhyo rasakan. Yoongi keluar dari mobil dengan payung ditangannya, dia membuka pintu mobil Minhyo. Salah satu petugas polisi menyambut kedatangan mereka dan mengantarkan mereka kedalam rumah sakit. Polisi itu membawa mereka ke ruang otopsi dimana disana sudah tergeletak dua mayat yang menggembung karena air. Minhyo merasakan lututnya lemas saat itu juga, dadanya sesak serasa nyawanya sudah dicabut. Dia sangat kenal dengan dua jasad di depan matanya yang tak lain adalah kedua orang tuanya sendiri.

"Ahju..Ahjussi.. apa..Apa yang terjadi?" Lidahnya kelu menahan tangis, "Eom..a Appa.. apa yang terjadi?" suaranya bergetar, dia berusaha untuk tidak menangis dengan menggigit bibitnya. Sekarangpun oksigen terasa sulit untuk dihirup.

"Mobil yang mereka kendarai jatuh dari jembatan, dan safety belt yang mereka pakai entah mengapa rusak dan menjebak mereka di dalam mobil." Polisi tersebut menjelaskan setenang mungkin. Iba. itulah yang dia rasakan. Bulir demi bulir berjatuhan membasahi pipi Minhyo matanya tertutup rapat, mencegah air matanya untuk keluar lebih banyak lagi. Yoongi mengusap lembut punggung Minhyo, berharap untuk bisa menenangkan teman masa kecilnya itu.

"Eonni... dimana eonniku sekarang? Aku tidak melihatnya disini, dia baik-baik saja kan?"

Polisi tersebut mendesah berat menjawab pertanyaan Minhyo dengan hati-hati. "Maafkan kami agassi. Kami tidak menemukannya dimanapun." dengan berat hati dia menjawab. Minhyo menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Hari ini sama sekali bukan hari yang spesial lagi. Dia memberanikan diri untuk melihat kedua orang tuangnya lebih dekat walaupun dia tahu itu akan membuat dadanya semakin berkecamuk.

"Eomma..." Tangisan Minhyo pecah, dia mengeleuarkan semua kesedihan sambil memeluk ibunya. Tak peduli jika baju yang ia kenakan sudah basah oleh air, yang dia pedulikan sekarang hanya eommanya. Minhyo meraung memanggil eommanya berharap mata yang sudah dihiasi keriput kecil itu untuk bangun dan membalas pelukannya.

Yoongi menarik Minhyo kepelukannya memenangkan gadis yang tiba-tiba menjadi yatim piatu. "Minhyo..aku.." Pelukkannya semakin erat mengingat jika dialah yang menyebabkan semua ini terjadi. "Jika saja aku yang menjemput Jihyo..Jika saja aku.. Kumohon maafkan aku."

Minhyo tidak memperdulikan Yoongi, karena ia tahu betul ini semua sudah ditakdirkan. Dia tahu betul tuhan sedang menghukumnnya sekarang, seharusnya dia memperlakukan keluarganya dengan baik.

Hujan sudah berhenti ketika mereka sampai rumah. Wajah Minhyo sudah sangat membengkak semenjak di rumah sakit. Tak ada yang lebih menyedihkan daripada ditinggal mati orangtuamu, apalagi disaat dirimu masih berkepala dua. Yoongi melihat Minhyo yang tertidur pulas, raut wajahnya menunjukkan bagaimana hancurnya dia dalam satu malam. Jejak air mata tampak jelas mengalir di pipinya. Yoongi membuka pintu mobilnya dan menggendong Minhyo menuju kamarnya. Dengan hati-hati dia membaringkang badan kecil yang rapuh dikasurnya menatapi tiap sudut wajahnya. Yoongi mengelus pipinya yang basah, menghapus sisa-sisa air mata yang tertinggal. Tangannya menjalin dengan tangan Minhyo, dan mengelus punggung tangannya.

Minhyo's PoV

Mataku perih merasakan sinar matahari yang menusuk masuk melewati jendela kamarku, seketika aku bangun dan menyadari hal yang membuat badanku terasa kosong. Aku masih merasa jika semua ini hanya mimpi, masih merasa jika eomma sedang di bawah menyiapkan sarapan seperti biasa, appa yang tengah asik membaca koran dan eonni yang selalu sibuk menonton drama korea. Tapi kenyataan menamparku, menyeretku kembali ke dunia dimana sekarang hanya ada aku dan aku.

Aku memaksa badanku untuk melangkah keluar kamar. Bau kimchi menyegak memasuki indra penciumanku. Perutku bergemuruh membalas sensorik dari otakku. Bodoh, disaat seperti ini pun aku masih sempat memikirkan makanan. Aku duduk di meja makan, sup kimchi dan semangkuk nasi sudah ada dihadapanku, dilengkapi dengan sosis dan telur.

"Isi perutmu, oke?" Yoongi menaruh gelas berisi teh didepanku dan duduk di hadapanku.

Aku menggeleng lemah. "aku sedang tidak mood makan, tapi terimakasih." ujarku

"Mau kau sedang mood atau tidak, aku tidak peduli. Aku sudah susah payah menyiapkanmu sarapan, sekarang makan." Paksanya, aku mengeluh dengan pelan dan mulai mengambil suapan pertama.

"Aku sudah menghubungi kampusmu. Kau dapat dispensasi seminggu. Oh iya! Pihak insuransi akan datang siang ini, apa aku yang urus saja?" Yoongi menawarkan diri, hahh.. dia memang teman yang kau butuhkan disaat dirimu terpuruk seperti ini. Saat di rumah sakitpun Yoongi lah yang mengurus semua berkas-berkas yang harus ditandatangani. Umurku belum cukup untuk menjadi wali dari diri sendiri dan sekarang rasanya aku akan terlalu mengandalkannya.

"Tidak usah, kau sudah banyak membantu." jawabku. Yoonggi menatapku, memastikan jika aku baik-baik saja. "Kau yakin? Aku sudah minta izin pada Namjoon, dan dia bilang tidak apa-apa."

"Aku baik-baik saja Yoongi-ssi." Aku memaksakan senyum terbaikku. Tidak, aku tidak boleh menangis di depannya. Yoongi terdiam sejenak sebelum mengangguk dan mengusap kepalaku mengukir senyuman di wajah porselennya. "Baiklah, kabari aku jika terjadi apa-apa."

Begitu mobil Yoongi melewati gerbang rumah, aku segera menutup pintu. bersandar pada benda keras tersebut dan memeluk lututku. Menenggelamkan wajahku yang sudah basah dengan air mata. 'Sendirian' kalimat tersebut terus terngiang dikepalaku. Membayangkan apa jadinya seorang gadis yang belum juga menyandang gelar sarjana tinggal di rumah seorang diri. tangisku menggema di rumah kosong ini. 'Tuhan..kumohon.. kembalikan keluargaku..'

In a sea of people, my eyes will always search for you

-Relatives

Siang tiba dan aku tengah berbaring di sofa ditemani dengan sahabatku Shinae. Pihak asuransi baru saja pergi dan memberikan uang yang sudah eomma dan appa kumpulkan selama ini. Aku meratapi jumlah yang tertoreh pada buku tabungan yang mengatas namakan Nam Minhyo. Keluargaku bisa dibilang cukup kaya hanya saja, eomma dan appa memutuskan untuk menjalani hidup sederhana semenjak aku hampir diculik dulu. Jika bukan karena Yoongi entah bagaimana nasibku sekarang. Well soal itu akan aku ceritakan di lain waktu,

"Minhyo-ah ngomong-ngomong kau akan tinggal di rumah ini sendiri?" tanya Shinae.

Aku membalikan leherku untuk menengoknya. "Bukannya sudah jelas? dengan siapa lagi aku harus tinggal?" aku membalasnya singkat. "Ani, maksudku kau taukan kita masih di bawah umur, berarti kau membutuhkan wali." "Terlebih lagi, seorang yeoja tinggal sendiri di daerah sepi seperti ini, apapun bisa saja terjadi." Lanjutnya. Perkataannya memang benar, di Korea kau membutuhkan wali jika umurmu dibawah 21 tahun, sial. 'Bagaimana jika namja itu yang jadi waliku, Ani itu tidak mungkin terjadi, orang yang kupanggil samcheon itu tidak memenuhi satupun syarat untuk menjadi seorang wali.

Pemakaman eomma dan appa sudah dimulai sejak sejam yang lalu. Hanya halmoni yang menemaniku. Eomma adalah putri satu-satunya, sedangkan haraboji sudah meninggal setahun lalu. Satu-satunya keluargaku hanyalah halmoni. Ya, hanya beliau saja. Keluarga dari pihak appa tidak pernah peduli dengan keadaan kami. Mereka hanya datang untuk meminta uang appa, lebih tepatnya memalak dengan sejuta alasan. Aku salut dengan appa yang selalu mengutamakan keluarga dibandingkan apapun dan masih mau menerima mereka.

"Minhyo sayang, maafkan kami terlambat. Kau tahukan betapa jauhnya rumah kami." Aku mendongak menatap seorang yeoja berumur 30an itu. Yeoja cantik dengan mulut busuknya. 'Tahan emosimu Minhyo.' Kalimat itu ku ucapkan berulang-ulang dalam otakku ketika keluarga appa mulai berdatangan.

Aku menghembuskan nafasku dengan berat. "Tak apa, setidaknya kalian datang." Entah sudah berapa kali aku menunjukkan senyum palsuku hanya pada mereka.

Namja dibelakangnya menghampiriku, Namja yang benar-benar aku benci dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Namja yang selama 19 tahun ini aku panggil samchon.

"Kami turut berduka cita atas kecelakaan yang menimpa kakaku, semoga saja mereka tenang di alam sana. Pastinya keadaan akan sulit, apalagi kau tinggal sendirian." Samchon ku Jisoo mengulurkan tangannya untuk mengelus kepalaku. 'Hell no, singkirkan tangan kotormu itu.' umpatku dalam hati. "Ya, terimakasih karena sudah khawatir tapi aku yakin aku akan baik-baik saja, samchon." jawabku dan menepis tangannya.

Samchon tertawa meledek, "Oh ya? Tapi bukannya kau masih di bawah umur? 18? Ani ani, 19 tahun bukan?" "Bukankah itu berarti kau harus punya wali?" Lanjutnya, dia berdehem dan meninggikan suaranya. Hah... sudah kuduga kemana arahnya pembicaraan ini.

"Well, suka tak suka peraturan tetap lah peraturan, Minhyo-ah." Senyuman picik terlihat disudut bibirnya, ingin rasanya aku sobek mulutnya jika saja aku tidak berhubungan darah dengannya.

Aku memutuskan untuk ke kamar mandi, sumpah rasanya tidak kuat satu ruangan dengan para maniak uang itu. "Shit, kenapa mereka kemari. setelah eomma dan appa meninggal baru mereka datang, sialan." Dinginnya air yang kubasuh dimukaku tidak memadamkan api yang sedang menyala di dadaku, aku berusaha bernafas dengan tenang mengingat ini adalah peristirahatan terakhir kedua orang tuaku.

Saat aku kembali menuju ruang pemakaman, Samchon dan halmoni tengah beragumen. Orang-orang lebih fokus pada mereka ketimbang dengan acara utamanya. Mau tak mau aku harus meleraikan keduanya.

Kami memutuskan untuk pindah ke ruangan pribadi. aku berada di tengah-tengah antara Jisoo samchon dan halmoni. Mata samchon terlihat sangat besar karena dia melotot menunjukkan sisi superiornya berusaha menggoyahkan keberanianku. Tapi usahanya untuk meruntuhkan Nam Minhyo tidak akan pernah berhasil. Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat menahan tanganku untuk tidak mendarat di wajahnya. Apa dia tidak malu? Jasad kakaknya hanya berjarak beberapa meter saja darinya dan hal yang masih dia pikirkan hanyalah uang.

"Dengar, aku sudah bukan remaja lagi. aku sudah punya kartu kewarganegaraanku, surat izin mengemudi dan segala hal yang orang dewasa punya. Sudah sangat jelas aku tidak membutuhkan wali. Lagipula, jika aku harus punya wali aku lebih memilih halmoni daripada mu." Aku berusaha berbicara setenang-tenangnya, seperti yang orang bilang menahan amarah sama rasanya dengan menggengam sebongkah batu dengan bara api.

"Hahahaha, kau pikir wanita tua itu akan bertahan? lihat tangannya yang tremor itu, paling lama juga dia hanya akan bertahan sebulan." Samchon tertawa meledek. Disaat itu juga kesabaran yang aku tahan sudah meluap. Nope, amarah tidak akan berpengaruh apapun padanya, tamparan adalah hal yang sesuai untuk saat ini. Tanganku sudah ku lemaskan, aku bersiap melayangkan bertubi-tubi tamparan dan pukulan di mukanya ketika seseorang menggengam tanganku menahannya untuk bergerak.

"Tak usah khawatir, Minhyo dan aku akan segera bertunangan. Dengan begitu aku akan menjadi wali yang sah untuknya." Suara itu, suara yang sangat familiar. Suara yang dulu selalu aku nantikan sampai sekarang.

"Mwo? Yaa! kau siapa?" Cih, apa saja yang dia lakukan dengan uang yang diberikan appa. Aku yakin 100% uang yang appa berikan bisa melebihi ratusan juta untuk membeli tv, apa dia tidak pernah lihat tv? Yoongi menatap samchon tajam, hanya sekali aku melihat tatapan itu dan orang terakhir yang mendapat tatapan itu berujung dengan koma di rumah sakit akibatnya.

"Perkenalkan, aku Min Yoongi orang mengenalku dengan nama Suga, member dari BTS. Baiklah karena masalah perwalian sudah selesai, bisakah kita melanjutkan acara pemakamannya tuan? Dan tanpa mengurangi rasa hormatku, aku rasa membicarakan warisan dianggap tidak sopan di depan orang yang meninggal. Bukan kah begitu?" Badan samchon kaku mendengar sindiran yang keluar dari lidah Yoongi, lidahnya kelu dan tidak dapat membalas perkataan apapun.

Setengah bebanku terasa terangkat dari tubuhku, namun hal itu tergantikan dengan pertanyaan -pertanyaan yang tidak terjawab. 'Pertunangan? Yoongi hanya berakting kan?'

Selesai pemakaman, Yoongi mengantarku pulang dengan halmoni. Saudara-saudaraku segera meninggalkan tempat pemakaman begitu acara selesai, mungkin mereka merasa tidak ada gunanya berlama-lama di sana jika tak ada sepeserpun uang yang dapat mereka dapatkan. Hari ini tidak jauh melelahkan dari hari sebelumnya, perkara pertunangan dan kehadiran Yoongi membuat Shinae melemparkan sejuta pertanyaan, bukannya dia tidak tahu aku berteman dengan idol yang naik daun. Tapi dia saja yang tidak pernah percaya.

Tiba dirumah, Halmoni memasuki kamar tamu, dirinya sama lelahnya dengan ku. Aku melepaskan sepatuku dan menggantinya dengan sendal rumah, Yoongi melakukan hal yang sama dan duduk di sofa. "Aku akan buatkan minum.." Ujarku, aku terlalu gugup untuk menanyakan soal pertunangan tadi. "Tak usah, duduklah aku tahu kau penasaran dengan apa yang terjadi di pemakaman." Yoongi menepuk sisi disebelahnya,menyuruhku untuk duduk. Akupun menurutinya dan menunggu penjelasannya. "Orangtuaku memutuskan untuk menjodohkanku dengan mu." Kalimat singkat keluar dari mulutnya membut kedua alisku berkerut.

"Tapi, kau sudah bertunangan dengan Jihyo, Yoongi-ssi." Yoongi menarik nafas dalam-dalam dan menatapku. Manik matanya tak pernah gagal untuk membuatku goyah dan mengagalkan usaha ku untuk move on darinya. Shit.

"Sebenarnya, aku dan Jihyo belum bertunangan sama sekali. Kami memang dijodohkan, tapi tidak ada pesta maupun cincin yang meresmikan pertunangan kami. Dan pada saat makan malam tiga bulan lalu, Orangtuaku dan orangtuamu hanya bilang aku dan Jihyo 'akan' bertunangan. Terlebih lagi orang yang tahu hal itu dapat dihitung dengan jari. Member bts pun hanya Namjoon yang tahu." Kata demi kata kuolah di dalam otakku, membentuk suatu fakta yang masuk akal bagiku. Tapi siapa yang tidak bingung jika hal ini tiba-tiba terjadi.

Yoongi melihat lurus ke arah depan, "Kau bisa menolaknya. Biar aku yang menjelaskan pada orangtuaku. Tapi dari apa yang terjadi saat pemakaman, Samchon mu itu.. Dia mengejar warisan bukan? Pikirkanlah apa yang terjadi jika hak asuhmu berada di tangannya." Yoongi benar, hal itu adalah yang terpenting sekarang bukan perasaanku, melindungi warisan yang susah payah orangtuaku kumpulkan jauh lebih penting. "Kau tahu Yoongi-ssi, sejujurnya aku tidak begitu yakin akan hal ini, tapi kau benar. Meski aku merasa bersalah karena menghianati eonni tapi aku yakin, dia akan mengerti." Maafkan aku eonni.. sungguh aku tahu betul posisiku, tapi maaf hanya.. hanya ini pilihanku.

"Aku akan menerima perjodohan ini." Dengan tarikan nafas dan anggukan mantap aku menerima Yoongi untuk menjadi tunanganku. Yoongi tersenyum lega, "Jawaban yang bagus."

Hp ku terus berbunyi, balasan dari Shinae menghantuiku. Meski aku emang tidak berniat untuk tidur tapi malam yang sunyi dan tenang sangat aku butuhkan sekarang. Sangat.

Minhyo : "Tidak Shinae, dia tidak pernah melamarku, ini hanya perjodohan."

Shinae : "Mwo? Bagaimana bisa? Bukankah dia tunangan Jihyo eonni?"

Minhyo : "Ceritanya panjang Shinae-ah, aku lelah. Bisa kita lanjutkan besok atau kapanpun saja?"

Shinae : "Arra,arra tapi kau harus berjanji ya, aku akan datang besok di pagi buta. Good Night, calon istri Min Yoongi genius jjang jjang man boong boong :* "

Aishh bocah ini, aku tidak percaya pertemanan kami bisa bertahan hampir 5 tahun.

To be Continued

Huee maafkan kesampahan ini, sumpah berasa amatir. doakan aku bisa menjadi lebih baik terus. btw makasih udah baca jangan lupa leave a comment below OK OK?

Tunggu part selanjutnya yaa hehehehe..