Naruto © Masashi Kishimoto-sensei

AMИESIA : Ric-chan

Pairing : Sasuke. U & Hinata Hyuuga

Warnings : OOC, AU/AT, Miss Typo(s), Abal-isme.

Genre : Romance, Drama, Action, Hurt/Comfort

Semua warning berkumpul disini.

Jika ada kesamaan Judul, Ide, Latar, Setting, dll dengan Author lainnya ini hanya fiktif belaka. Cerita ini merupakan sebuah fanfic yang muncul dari otak saya paling dalam yang memang terbentur tadi.. I Hope You Like.

DON'T LIKE? DON'T READ !

.

.

~ Yonde Kudasai ~


Ric-Chan Present.

.:.* AMИESIA *.:.

.: Capther 1 :.


Terdengar suara langkah kecil sepasang kaki, perlahan namun kemudian menjadi langkah yang cepat. Di sepanjang lorong pilar-pilar tinggi menjulang menutupi cahaya matahari yang masuk membentuk sebuah bayangan yang mengikuti bentuk pilar-pilar besar itu.

Seorang anak laki-laki tengah berlari ke arah taman yang berumput hijau tepat berada di samping lorong yang tadi dilaluinya sambil tersenyum puas.

"Tuan muda di mana anda?" terdengar suara seruan seorang Pelayan tengah mencari tuan mudanya itu.

"Pergilah tuan Kabuto. Aku tidak ingin menghadiri acara perayaan itu. Nanti jika aku ingin akan ke sana."

"Tapi tuan muda, Itachi-sama sedang menunggu anda." Bujuk Pelayanannya itu, dia berbicara sambil menaikkan kacamata, itu berarti dia sedang serius.

Anak laki-laki berambut raven itu berhenti dan berbalik kepada Pelayannya, memperlihatkan ekspresi dingin. "Dia yang akan menjadi raja, kenapa aku harus repot." Katanya tajam.

"Karena hari ini juga acara ulang tahun anda, Sasuke-sama."

Anak laki-laki yang dipanggil Sasuke itu memalingkan wajahnya kesamping menyembunyikan muka masamnya. "Anda adalah seorang Pange..."

"Tidak tertarik." Teriaknya memotong perkataan sang Pelayan, kemudian dia berlari dengan kesal. Tetapi Pelayannya itu hanya diam, tidak mengejar dan malah tampak tersenyum kecil melihat tuan mudanya bertingkah seperti itu.

"Menyebalkan pesta apanya. Perayaan apa." Anak laki-laki iti menedang-nendang batu kecil dengan sepatu boots nya sambil menggerutu. "Tidak ada hubungannya denganku."

Dari jauh Sasuke melihat banyak sekali anak seumuran nya memasuki area Istana. Mereka tampak memakai pakaian yang meskipun sederhana dan tidak mahal, namun para anak-anak itu berusaha untuk tetap terlihat rapi. Mereka semua adalah anak-anak yang datang dari luar istana. Perayaan ini mengundang seluruh anak-anak kecil seumurannya dengan dirinya maupun dari luar atau rakyat dari kalangan manapun.

Sasuke terus mengawasi satu persatu anak-anak yang semakin banyak berdatangan. Wajah mereka semua tampak begitu gembira sebab ini pertama kali bagi mereka bisa memasuki istana. Bagi Sasuke mereka tampak sama dengan pakaian yang bisa dibilang sangat sederhana, dengan masing-masing sebuah kado di tangannya.

"Membawa kado seperti itu, seperti anak kecil saja." Ungkapnya kesal.

Dia berbalik dan berjalan menjauh dengan kesal. Sesekali ia mendang-nendang batu kecil, mungkin itu sudah menjadi kebiasaan bagi sang Pangeran ketika merasa sedang kesal namun beriringan dengan kekesalannya, ia semakin menendang ke arah jauh batu itu hingga secara tidak sengaja Sasuke mendengar rintihan kecil.

"Aduh..."

Sasuke langsung berlari menghampiri suara itu. Dia melihat seorang anak perempuan tengah tertunduk dengan kedua lutut dan telapak tangan di tanah. Sebuah kado berbentuk kotak kecil tergeletak di depan anak perempuan itu.

Sasuke terkejut dan terlihat terdiam sebentar memperhatikan gadis kecil di depannya. Bisa terlihat dari wajah itu ia menahan sakit di lututnya. Tidak jauh dari tempatnya berdiri, Sasuke melihat sebuah batu berukuran ibu jari yang ia tendang tadi tergeletak tepat di depan kakinya, karena tidak ingin ketahuan ia lalu menendang batu itu ke samping.

Dia sadar bahawa ada seorang gadis kecil tengah terluka akibat dirinya, kemudian Sasuke mengulurkan tangannya untuk membantu anak perempuan itu berdiri. Sasuke dapat melihat gaun putih selutut gadis yang memiliki rambut indigo sebahu itu tampak kotor di bagian bawahnya.

"Te-terimakasih." Ucap anak perempuan itu lirih.

"Apa kau tidak apa-apa?" tanya sang Pangeran ragu.

"Iya." Jawabnya tertunduk malu.

"Apanya yang iya. Lututmu itu berdarah." Kata Sasuke tegas, dan gadis itu hanya mengangguk. "Itu pasti sakit." Sasuke berkata dengan sedikit nada bersalah, namun gadis itu tetap merespon nya dengan sekali lagi mengangguk. "Siapa namamu?"

"Hi-hinata." Dengan malu dia melirikkan bola mata lavender nya itu keatas sebentar, lalu menundukan wajahnya kembali ke bawah.

"Jadi Hinata, apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dengan nada menginterogasi. Setelah terdiam sebentar akhirnya gadis kecil yang bernama Hinata itu menjawab, "Aku ke istana untuk menghadiri pesta perayaan pengeran. Ta-tapi aku tersesat."

Sang Pangeran itu terlihat menahan tawanya sebentar. "Tersesat, huh."

"A-aku tersesat dan tiba-tiba sebuah batu mengenaiku." Ujarnya membuat si Pangeran terdiam.

"Kalau soal itu, aku.. minta maaf." Ucapnya tulus.

"Eh?"

"Karena aku tidak sengaja melemparnya dan mengenaimu." Sasuke sedikit malu mengatakannya. itu membuat si gadis kecil itu mengangkat wajahnya kemudian menatap anak laki-laki di depannya.

Sang Pengeran akhirnya dapat melihat mata gadis itu, tampak indah, dua pasang bola mata lavender itu membuatnya tertegun. Apalagi ketika gadis itu tersenyum dan berkata, "Tidak apa-apa." Seperti terasa ada hembusan angin sejuk yang menerbangkan helaian kelopak bunga Camelia putih melewati taman itu.

"Itu apa?" Tanya Sasuke mengalihkan suasana, dia menunjuk sebuah benda yang masih tergeletak di tanah.

"I-itu sebuah kado." Jawabnya.

"Kado?"

"U-untuk Pangeran."

"Untukku?" Kata Sasuke kelepasan, sebab dia tidak berniat untuk mengatakan siapa dirinya.

"Bukan, tapi untuk pangeran."

"Kado. Seperti anak kecil saja." Ujarnya ketus.

"Tapi itu kan wajar untuk perayaan ulang tahun." Balas gadis itu membela.

"Uh, membosankan." Sasuke berjalan ke samping Hinata untuk mengambil kado tersebut dan mengembalikannya pada gadis kecil bergaun putih selutut itu. Hinata menunduk dan berkata lirih, "Terimakasih, ano..."

"Sasuke. Itu namaku."

Anak perempuan bermata levender itu tersenyum. "Terimakasih, Sa..Sasuke." Ulangnya kembali. Hal itu membuat sang Pangeran tersipu sehingga memalingkan wajahnya, "Ti-tidak masalah."

"Ano, apa kau juga tersesat?" tanya Hinata polos.

"Apa?" Sasuke terkejut dengan pertanyaan gadis itu, "Apa kau tidak tahu siapa aku?" Hinata menatapnya bingung.

"Tidak mungkin aku tersesat sepertimu, karena aku adalah seorang Pange..." Ucapannya terhenti tiba-tiba, hampir saja dia kelepasan karena kita tahu bahwa sang Pangeran tidak ingin gadis ini mengetahui siapa dirinya.

"Siapa?" tanya Hinata langsung.

"Aku adalah teman Pangeran." Ungkapnya bohong.

"Kau... Teman Pangeran."

Sasuke meliriknya ragu. "Tentu saja."

"Kalau begitu, ma-maukah kau me-memberikan ini untuknya." Gadis kecil berambut indigo ini memberikan kado yang berada di tangannya. Tanpa berkata apa-apa Sasuke menerima kado tersebut. "Terimakasih." Gadis itu tersenyum lagi.

"Akankah ki-kita bertemu lagi?" Tanya Hinata malu.

"Janji apa itu? Kita kan masih anak kecil sepuluh tahun."

"Kenapa? Apa aku akan di-dilupakan?"

Sasuke terdiam sebentar menatap gadis kecil itu. "Tidak." Dia mengatakannya tanpa memperlihatkan ekspresi apapun. "Sepuluh tahun lagi."

"Eh?"

"Kita akan bertemu." Kemudian gadis kecil itu terlihat tersenyum manis dengan semburat merah di kedua pipinya.


.

.:. * AMИESIA *.:.

.


Hujan deras mengguyur seluruh permukaan bumi, suara guntur dan angin beradu membuat seolah suasana malam itu terasa seperti sebuah badai yang tidak akan pernah berhenti. Kilat yang menyambar seakan seperti menjadikan satu-satunya cahaya berkedip di langit malam yang begitu gelapnya.

Sasuke terbangun di tengah malam dalam kamarnya yang gelap minim cahaya, menggenggam erat Liontin yang tergantung di lehernya. Ia mengusap keringat di dahinya. Nafas nya terasa berat dan tidak teratur. Dia melirik keluar jendela kamarnya. Di luar hujan masih turun. Angin berusaha untuk memasuki celah-celah jendela kamarnya dari luar.

Sasuke bergumam, "Mimpi itu lagi. Tsk." Dia bangkit dan duduk di kasur nya. "Kenapa kenangan sepuluh tahun lalu membuatku terus mengingatnya."

Pria berambut raven itu berdiri, meraih jubah putih lengan panjang yang tergeletak di atas meja dekat pintu lalu memakainya. Dia berjalan keluar dengan gelisah. Langkahnya terlihat tergesa-gesa tanpa tujuan. Di luar sana petir tengah bergemuruh. Kilatan cahayanya menerobos jendela-jendela kaca besar di sepanjang koridor Istana, membentuk siluet bayangan wajah putihnya yang pucat. Jantungnya masih berdegup kencang setelah terbangun di tengah malam seperti ini.

Sasuke berhenti sejenak memandangi langit gelap malam itu. Hujan deras masih saja mengguyur tanpa henti. Dia melihat ke seberang. Tampak seseorang tengah duduk di paviliun kecil seorang pria dengan warna rambut yang sama, sedikit lebih panjang dari Sasuke tengah memandangi langit hujan dengan sorot mata yang sedih. Sasuke memperhatikan sebentar pria itu, tak lama ia berjalan perlahan menuju ke paviliun tempatnya.

"Sasuke ada apa?" Tanya pria itu, tampaknya ia menyadari kedatangan Sasuke. "Tidak." Jawabnya singkat. Pria itu tersenyum melihat ekspresi adiknya yang dingin. "Terbangun di tengah malam lagi?"

Sasuke hanya diam, tampaknya tebakan Kakaknya itu benar. Ia duduk di sebelah pria itu. "Apa yang kau lakukan disini, Itachi-nii?"

"Aku? Hanya tidak bisa tidur." Sasuke memandangi wajah Kakaknya dengan heran. "Hatiku merasa gelisah dengan hujan ini. Aku takut akan terjadi badai setelah ini."

"Bukankah hujan seperti ini sudah bisa disebut badai." Ungkap Sasuke.

"Bukan. Badai yang ku maksud adalah yang akan terjadi di Istana ini."

"Apa maksudmu?"

"Dengar Sasuke, aku seperti dinding yang harus kau lampaui. Akan terus ada bersamamu. Di mana saat kau butuh aku selalu ada." Ucapan Kakaknya itu membuat Sasuke tidak dapat bicara apapun sejenak.

"Bergantung pada orang lain itu bukan diriku." Utar Sasuke, "Bergantung pada orang lain itu seperti membuat dirimu terlihat lemah."

Itachi tersenyum tipis mendengar perkataan Sasuke. "Kau butuh belajar untuk hidup membutuhkan orang lain. Jika nanti kau memiliki tahta ini, kau pasti akan membutuhkan orang lain di samping mu."

Gemuruh awan membuat suasana seolah menjadi kaku, menambah udara di sekitar pavilliun terasa dingin. "Aku memberikan tahta istana ini untukmu. Sasuke."

"Itu bukan perkataan yang pantas diucapkan oleh seorang Raja."

"Aku menginginkan mu mengambil tahta ini."

Sasuke berdiri dari tempatnya. "Aku tidak tertarik." Lalu kemudian beranjak dari pavilliun meninggalkan sang Kakak sendiri, jubah tidurnya berayun oleh angin ketika ia berbalik dan langsung pergi. Itachi menghela napas melihat tingkah adiknya yang dingin.

"Suatu saat kau pasti mengerti, Sasuke."

¤..*.

"Apa?" Tanya Sasuke terkejut. Dia meletakan buku, menghentikan aktivitas membacanya. "Apa maksudmu?" tuntutnya. Pelayannya hanya menunduk sedih.

"Tolong maafkan saya, Pangeran."

"Apa maksudmu Itachi…" Raut mukanya menjadi marah tampak jelas tergambar jelas di wajahnya yang putih. Dengan kesal tangannya memukul meja, "Sial!" Sasuke langsung berdiri dan beranjak dari ruang membacanya. Berjalan tergesa-gesa menuju suatu tempat, tapi langkahnya terhenti kemudian.

Sasuke terkejut melihat banyak sekali pengawal Perdana Menteri yang berjaga di tempat Itachi. Dia tidak peduli siapapun yang menghalanginya. Bagaimanapun caranya ia harus melihat keadaan kakaknya.

"Tch. Apa-apaan ini?" gumamnya. Dengan yakin Sasuke melangkah, pria itu sudah siap dengan kemungkinan yang akan terjadi selanjutnya dengan sebanyak itu pengawalan Itachi dia akan melawan jika mereka menentangnya. "Kakak." Batin Sasuke.

Seraya berjalan, matanya yang tajam dan dingin siap menghabisi siapa saja yang menghalangi jalannya, sayang sekali niatnya harus terhenti karena tiba-tiba seseorang menarik pergelangan tangannya dengan cepat kebalik tembok. Sasuke segera menepis tangannya. Melihatnya marah pada orang yang sekarang berdiri di depannya.

"Apa yang kau lakukan, tuan Kabuto?" tanya Sasuke marah.

"Maafkan kelancangan saya, tuan muda. Tapi dalam situasi ini sangat bahaya jika anda kesana." Peringat Pelayannya itu dengan sopan. "Katakan dengan jelas." Peringat Sasuke dingin.

"Itachi-sama sedang diawasi oleh Perdana Mentri. Semua prajurit itu adalah pengawalnya. Saya tahu beliau sedang merencanakan sesuatu pada Itachi-sama. Saya memiliki firasat yang buruk tentang ini."

Tiba-tiba pintu yang berada di ruangan itu terbuka, Sasuke berbalik memperhatikan dari tempatnya orang yang keluar dari ruang Kakaknya itu. Nampak nya ia tidak terkejut dengan orang itu, bola matanya menatap marah seorang pria yang dikenali nya. "Madara." Katanya pelan namun penuh emosi.

Dari jauh tempatnya berdiri dapat terdengar samar-samar pembicaraan orang itu dengan seseorang lainnya. Dia begitu terkejut dan marah mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Kurasa ini adalah kudeta. Itachi-sama telah diracun, Raja dalam keadaan tidak sadarkan sekarang."

"Lalu apa yang akan anda lakukan, Tuan Madara?"

"Tentu saja memburu pelaku itu." Ucap pria itu menyeringai jahat.

"Anda mengetahui siapa orang itu?"

"Aku yakin ini kudeta. Kau pasti bisa menebak nya, Obito."

"Pangeran Uchiha Sasuke."

Sasuke benar-benar marah dirinya dituduh melakukan kudeta. Dia ingin sekali menghajar Perdana Mentri itu. Namun niatnya untuk ke sana lagi-lagi terhenti karena pelayannya itu mencegah Tuan mudanya ini melakukan hal-hal yang akan menambah buruk situasi.

"Dengar, kita akan bersiap-siap untuk menangkap pemberontak itu. Jika bukti sudah cukup." Perintah Madara pada pelayannya itu.

"Ku mohon tolong dengarkan saya, Tuan muda. Sekarang kembalilah ke tempat anda, saya akan menangani ini."

"Aku tidak bisa membiarkan begitu saja ini terjadi."

"Tuan muda, jika anda ke sana pasti apa yang di tuduhkan itu akan membuat anda terpojok."

"Aku tidak melakukan itu!" Ucapnya menekan setiap kata.

"Saya sangat tahu. Jadi tolong biarkan saya melindungi anda. Saya akan mengabarkan keadaan Itachi-sama, Pangeran."

"Sial! Membuat ku dalam keadaan seperti ini. Itachi bodoh." Sasuke berbalik dengan berat hati ia berjalan menuruti permintaan Pelayannya untuk kembali. Ekspresi nya menjadi dingin Dia tidak ingin berbalik atau pun berhenti seperti apa yang diharapkan hatinya.

¤..*.

Sasuke terus saja memandangi langit pagi yang diselimuti awan mendung, wajah putih sempurna nya kini berkerut karena menyembunyikan rasa marah, kesal, dan kecewa nya. Pagi itu terasa dingin seperti hatin nya sekarang. Matahari enggan menampakkan sinar nya yang tertutupi oleh mendung, seolah menyerah dengan takdir yang menghalanginya. Begitu juga cahaya pun seperti bersembunyi dibalik awan.

Namun suasana di dalam Istana saat ini terasa panas, aura buruk yang kental menguar menyelimuti tempat ini. Sasuke segera bangkit dari duduknya bergitu mendengar seseorang membuka pintu kamarnya.

Seorang pelayan yang dikenalnya membungkuk kan badannya dengan hormat sebelum menutup pintu di belakangnya. "Tuan Kabuto, bagaimana?" tanya Sasuke tidak sabaran.

"Maafkan saya pengeran, Itachi-sama masih belum mendapatkan kesadarannya."

"Sial! Mereka itu pantas mati." Suaranya meninggi karena marah, bola mata onyx itu mengecil, tatapan nya penuh dengan kebencian. "Aku harus bertemu dengannya."

"Tuan muda, saat ini anda jangan kemana-mana dulu, karena dewan Istana sedang mengadakan rapat."

Keinginannya ingin bertemu dengan Itachi selalu saja dihalangi oleh Pelayannya itu, dia tahu niatnya itu baik ingin melindunginya tetapi mau sampai kapan harus begini. Dirinya seperti terperangkap, menjadi tawanan di Istananya sendiri.

"Bukankah itu bagus, mereka sedang sibuk."

"Maaf Tuan muda, Perdana Menteri menjaga ketat di sekitar sana. Saat ini jika anda kesana pasti akan langsung ditangkap." Pelayannya itu membungkuk kan badan. "Sekali lagi tolong maafkan ketidakmampuan saya melindingi anda berdua. Bersabarlah sedikit tuan muda, saya akan mengusahakan kesempatan untuk anda."

Sasuke memperhatikan Pelayannya itu masih menundukkan badannya, pria itu tidak merespon hanya diam kemudian berbalik, berjalan kembali ke tempatnya tadi.

"Saya permisi." Tanpa diperintah Pelayannya itu pamit dan keluar meninggalkan ruangan itu.

"Inikah yang kau sebut badai itu." Batin Sasuke.

¤..*.

Ketika malam hari hujan turun begitu deras seperti malam sebelumnya seolah seperti air tumpah begitu saja dari langit.

Sasuke meraih jubah hitam dan menutupi dirinya dengan jubah itu dan berjalan keluar. Beberapa kali ia terlihat menghindari pengawal Istana. Melangkah dengan hati-hati, sesekali menoleh ke sekeliling dan belakang dengan matanya yang tajam itu ia membaca situasi di sekitarnya.

Dia bukan penjahat yang berjalan mengendap-endap, terlebih seperti orang yang berhati-hati. Langkahnya tidak tersendat namun teregesa-gesa, dia ingin cepat menuju tempat yang di tujunya, ruangan Itachi.

Di sana seperti apa yang dikatakan oleh Pelayannya, penjagaan begitu ketat. Para Pengawal tampak berjaga hingga ke sudut ruangan. "Merepotkan." Gerutu nya. Pria itu menurunkan tudungnya menutupi hampir setengah wajahnya. Dengan yakin ia melangkah berjanji menghabisi siapa saja yang berani menghalangi tujuannya.

"Siapa kau?!" Tanya salah satu pengawal itu. Ia tidak menjawab hanya diam dan terus berjalan melewatinya meskipun orang itu langsung menghalangi jalan Sasuke dengan sebuah tongkat.

"Siapa kau. Cepat berhenti!" Perintah Pengawal lainnya.

Sasuke masih tidak merespon mereka, berjalan begitu saja karena mereka hanya mengancam dan tidak benar-benar melawannya seolah-olah mereka telah takhluk oleh dirinya. Namun tanpa diduga beberapa dari mereka mengarahkan pedang ke arah nya berniat untuk menghentikannya. Dengan cepat ia menangkis. Menendang dada dan memukulnya dengan tangan kosong.

Tidak ada yang bisa menghentikannya, melawannya berarti mati. Perintahnya adalah mutlak. "Minggir. Aku tidak ada urusan dengan kalian!" Suaranya meninggi.

Semua serangan yang di arah kan padanya tidak berefek apapun padanya, Sasuke menghindari perlawanan dengan menangkis semua serangan. Dia tidak punya waktu untuk hal seperti ini, tidak ingin membuang waktu ia mengambil salah satu pedang yang tergeletak dilantai melawan siapapun yang menghalanginya.

"Berhenti!" Sebuah perintah dengan tegas berhasil membuat semuanya bungkam. Sasuke mengenal siapa si pemilik suara itu. Ia meremas kuat pedang di tangannya lalu melemparkannya ke lantai.

"Tuan muda Pangeran, apa yang anda lakukan di sini?" suara itu seolah seperti mengejeknya. Semua prajurut yang tadi berhadapan dengannya terkejut tidak menyangga siapa tadi yang mereka lawan.

"Bukan urusanmu." Jawabnya dingin. Sasuke menaikkan tudungnya karena semua telah mengetahui identitasnya sekarang.

"Tentu saja itu urusan saya jika itu menyangkut keselamatan Itachi-sama."

"Apa yang kau maksudkan aku membahayakan nya?!"

"Itu mungkin saja. Melihat apa yang Pengeran lakukan."

"Aku tidak meracuni nya." Bantah Sasuke.

"Oh, ternyata anda mengetahui rahasia itu. Padahal saya mengatakan pada semua orang bahwa Raja hanya pingsan. Dan anda malah lebih tahu."

Sasuke mengerutkan dahinya. Orang itu tampak menyeringai tipis, "Jika Pengeran mengetahuinya, tidak salah lagi andalah yang melakukan ini, kerena hanya dewan Istana saja yang mengetahui."

"Apa maksudmu?"

"Anda. Pangeran Sasuke dituduh melakukan pemberontakan atas kudeta yang anda lakukan dan ditetapkan sebagai pelakunya." Nada suaranya meninggi dan keras, bermaksud agar semuanya dapat mendengar pernyataannya.

"Cerita omong kosong yang kau karang. Tutup mulutmu yang kotor itu." Ujar Sasuke dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya, membuat para Pengawal yang menahannya bergidik takut.

"Maafkan saya pengeran, seperti yang anda tahu saya tidak memiliki banyak waktu sekarang." Seringai di wajahnya dengan jelas dapat Sasuke lihat. "Tangkap penghianat itu!" dengan ekspresi dingin memerintahkan para pengawal nya untuk menangkap sang Pangeran.

Wajahnya menyiratkan kemarahan pada orang di depannya. Semua yang menghalanginya akan mati, batin Sasuke. Dengan cepat ia menghindari semua serangan yang diarahkan kepadanya. Seketika semua pengawal-pengawal itu terkapar lemah di lantai. "Berengsek! Kau lah penghianat itu." Amarahnya meledak, Suaranya terdengar begitu menggema di seluruh tempat itu.

"Pangeran, menyerah lah dengan begitu anda tidak perlu repot-repot melukai mereka."

"Tidak akan!" mata onyx nya melebar kala merasakan kedua lengannya tengah ditahan oleh dua orang Prajurit dari belakangnya. "Sial!"

Kini tubuhnya seperti terkunci tidak bisa bergerak dengan langkah terseret Sasuke dibawa menuju ke hadapan orang itu. Dia berusaha berontak namun gagal, tubuhnya benar-benar terkunci.

"Menyerah lah, pengeran." Pupil onyx kelam itu berubah menjadi tajam, itu membuktikan sang Pangeran di hadapannya tersebut sangat tidak suka akan perintahnya.

Tiba-tiba ia merasakan cengkeraman di kedua lengannya menjadi longgar dan secara tidak terduga kedua Prajurit yang tadi menahannya ambruk jatuh ke lantai. Sebuah panah tertancap di punggung mereka. Sasuke terbelalak dan menoleh dari balik pundaknya.

Ia terkejut mendapati seseorang yang dikenalnya tengah berdiri jauh di belakangnya dengan sebuah busur panah di tangannya. Pria itu memakai jubah hitam dengan penutup kepala yang menutupi hampir seluruh wajahnya, namun tidak sulit bagi Sasuke untuk mengenali Pelayannya itu.

Tetapi dengan cepat para Pengawal dan Prajurit bantuan datang dari arah samping untuk mengepung Sang Pangeran. "Tangkap dia dan orang satunya lagi." Perintah Madara pada mereka semua. Sasuke yang berniat untuk melawan para Prajurit itu ia urungkan, dengan terpaksa dia berbalik ke arah yang berlawanan, berlari ke arah orang yang menolongnya tadi.

Sasuke tersudut dan terpojok, mungkin harus diakui dia tidak sanggup melawan begitu banyaknya Pengawal dan Prajurit mengepung dirinya, meskipun Pelayannya ini ikut membantu itu malah akan percuma, membuang buang waktu saja.

"Pengeran, anda harus menyelamatkan diri." Kata si Pelayan begitu mereka dapat bersembunyi dari pengejaran.

"Saya mohon kali ini dengarkan saya. Anda harus pergi dari Istana, menyelamatkan anda itu lebih penting dari nyawa saya sendiri, bersembunyilah. Saat ini keadaan sedang tidak mendukung kita. Saya memohon kepada anda untuk tetap hidup." Pinta sang Pelayannya dengan merendahkan diri berlutut di depan Tuan mudanya.

"Tapi tuan Kabuto, aku harus menghabisi Madara."

"Itu tidak penting. Saat ini keselamatan Tuan muda adalah yang terpenting untuk saya. Saya tidak ingin kehilangan anda berdua, Pangeran."

"Bagaimana dengan Itachi?"

"Biarkan saya menemani Itachi-sama."

Sasuke mengerutkan dahinya, ia memijat pelipis nya. "Aku tidak percaya ini. Kenapa aku harus lari dari Isatana ku sendiri."

"Ini memang Istana anda, tetapi orang yang hidup di dalamnya adalah iblis. Tolong biarkan saya, Pelayanmu ini membantu anda. Itu yang di inginkan Itachi-sama terhadap anda. Tetaplah hidup Tuan muda."

Apa yang diucapkan Pelayannya itu membuat Sasuke dengan berat hati terpaksa menuruti perkataan sang Pelayan. "Aku mengerti." Akhirnya Sasuke menyerah jika harus berdebat argumen dengan Pelayannya. Dia berbalik, memalingkan wajahnya tidak ingin Pelayannya melihat ekspresi sedihnya.

"Saya akan membantu anda…"

"Tidak. Aku bisa sendiri. Kau cukup alihkan perhatian saja."

"Tapi Tuan muda… Baiklah saya mengerti."

¤..*.

Kemanapun Pemuda itu berlari tempat itu sama saja hanya ada pohon-pohon dan rumput. Tanah basah yang ia pijaki menjadi licin akibat hujan ini. Beberapa kali ia hampir tergelincir namun dengan cepat ia langsung berdiri, sebab di belakangnya kini beberapa prajurit tengah mengejarnya dari belakang. Sasuke merasa dirinya terhina seperti seorang penghianat yang menjadi pelarian dari Istananya sendiri.

Bahkan atas kesalahan yang dituduhkan kepada dirinya, Ia tidak pernah melakukan atau berniat saja tidak pernah terbesit di pikirannya. Ini sungguh tidak adil.

Sasuke terus berlari, berlari dan berlari tanpa arah yang jelas. Dia tidak memiliki tempat yang tujuan yang jelas dan hanya bisa melarikan diri berlari sejauh mungkin. Di pikirannya saat ini hanya ada bagaimana agar dia dapat keluar dari hutan ini. Tidak berniat untuk berhenti sedikit pun, namun tubuh manusia pasti ada batas kesanggupannya. Sasuke berhenti sejenak, menyandarkan tubuhnya di balik pohon besar. Menarik napas panjang. Napasnya terengah-engah.

Tiba-tiba ia merasakan seperti mendapat tekanan yang sakit di perut kirinya, tanpa ia sadari sebuah anak panah telah mengenai perut kirinya, dengan cepat Sasuke berlari ke arah samping. Melihat panah-panah itu tertancap di pohon ia segera beranjak dari tempat itu.

Dengan menahan rasa sakit di perutnya Sasuke terus berlari meski langkahnya terlihat terseret-seret, tidak secepat tadi. Tapi hanya itu saja yang bisa ia lakukan sekarang, melarikan diri.

Sasuke menarik perlahan panah yang masih tertancap di perutnya untuk menahan rasa sakitnya dia menekan darah yang senantiasa mengalir dari lukanya yang terbuka, sembari kakinya masih berlari mengikuti jalan menurun yang ia lalui.

Entah apa yang di rasakan nya sekarang. Sasuke terlihat sangat menderita.

Menahan dosa yang tidak pernah ia lakukan.

Hujan yang turun seolah mengerti apa yang ia dirasakan, menghapus semua jejak darahnya. Membuatnya pilu untuk melihat keadaannya sekarang. Entah ekspresi apa yang kini di wajahnya, terlihat seperti sesuatu mengalir jatuh ke pipinya. Sasuke tampak seperti menangis, jika itu iya maka dia tidak perlu menutupinya karena air hujan akan menutupi kesedihan nya apapun itu, air matanya membaur sempurna dengan hujan yang membasahi wajahnya.

.

.

つづく

- To Be Continue -

.

.

I'm Back with a new Story :))

Fiuh, selesai juga Chapter satu! sebenarnya aku sudah buat kerangka chap dua, ya tapi tergantung mood mengetiknya. hehe :)

Setelah sekian lama hampir setahun, dua tahun, berbulan-bulan Hiatus kena WB. Astagahh apa aja yg kulakukan *Arghh :D

Kembali dengan cerita baru lagi yang Hurt/Comfort

Yosh. RnR Please!

Kuharap kalian dapat me Review Kekurangan cerita ini :))karena kurasa masih banyak kesalahan dalam cerita ini. hahahahaa

Terpenting, kalian dapat terhibur dengan cerita ini. okeeh

...

See you next Capther.

Ric-chan.