Now and Forever

Chapter 1 – Dua Pangeran


Perkenalkan dunia baru ini. Perang dunia ketiga telah terjadi sekitar dua setengah abad yang lalu. Setelah perang dunia ketiga, beberapa wilayah kekuasan makin berantakan. Tidak ada persatuan sosial dunia atau persatuan apa pun. Semua musnah. Semua di mulai baru kembali. Perlu waktu sekitar 50 tahun untuk membentuk kekuasaan. Mereka yang pintar bisa membangun kekuasaan dengan cara mendirikan kerajaan. Mungkin karena perang dunia ketiga inilah manusia mulai belajar menghargai sehingga belum ada aroma pembantaian lagi sampai sejauh ini, 60 tahun setelahnya.

Di sebuah wilayah terdapat dua kerajaan besar. Dan berceritalah kisah tentang dua kerajaan besar tersebut. Dua kerajaan yang dibangun oleh Choi dan Yoon sehingga akan di teruskan oleh Choi dan Yoon pula. Dua kerajaan ini berdampingan dan hidup dalam tenang. Kriminal kecil hanya terjadi 5 tahun sekali setelah kerajaan ini berdiri. Kini, dua kerajaan telah memasuki generasi keempat dan beruntung, calon generasi kelima-pun telah tiba di dunia dengan selamat. Raja Choi memberi anaknya nama Choi Minho yang berarti Min (tangguh) dan Ho (penyembuh). Sedangkan raja Yoon memberi anaknya nama Yoon Jeonghan yang berarti Jeong (negara) dan Han (bersih) dan mengharapkan generasi ini dapat membangun negara atau kepemimpinan lebih bersih.

Namun sayang, keduanya memiliki goresan kecil di kehidupan mereka. Minho terlahir bukan dari sang ratu, melainkan dari selir raja karena ratu tak kunjung hamil. Sang ratu tak mempungkiri rasa kecewa bahwa bukan rahimnya yang menghasilkan generasi berikutnya, namun sang ratu sangat menyayangi Minho layaknya darah daging sendiri. Sedangkan Jeonghan terlahir berbeda dengan warna rambut keputihan dan dua bola mata berbeda warna. Jika di dalam gelap, mata Jeonghan akan berwarna senada namun ketika mendalami maka akan terlihat pupil berwarna hitam dan coklat pekat. Beberapa mengatakan itu kutukan namun beberapa mengatakan itu anugerah.

Pangeran Minho tumbuh sesuai namanya. Minho tangguh dengan tubuh yang sudah bagus terbentuk di usia dini. Pangeran Jeonghan ikut tumbuh layaknya manusia biasa untuk mengenyampingkan 'cacat' ditubuhnya. Otak Jeonghan berkembang pintar hingga bersosialisasi bukan hal berat untuknya.

Keduanya sering bertemu dan kini bertemu disebuah pesta yang diselenggarakan dua kerajaan untuk memperingati usia dewasa kedua pangeran. Seluruh rakyat ikut berpesta dan disini mereka, Minho dan Jeonghan, terjebak di perpustakaan kerajaan Yoon karena lagi-lagi pelayannya lupa memperbaiki engsel pintu perpustakaan. Posisi perpustakaan dekat dengan halaman tempat penyelenggaraan pesta hingga suara teriakan teredam dan kebanyakan para pelayan ikut berpesta malam ini juga.

"Maaf," tutur Jeonghan setelah mencoba menarik-narik pintu perpustakaan.

"Tidak apa. Ini bukan pertama kalinya kita terjebak disini, bukan?" Minho berkata santai sembari mengambil sembarang buku. Bagi pangeran Minho, ketika bersama Jeonghan adalah waktunya untuk bebas berbuat apa pun. Mendengkur, mengumpat, memalaskan diri, segalanya.

"Dan kau tak akan mencoba untuk membuka pintu ini untuk kita?" Jeonghan bertanya sopan. Pangeran Jeonghan tidak terbiasa untuk bersikap diluar tata krama yang tercantum. Kepalanya telah mengambil kontrol seluruh tubuh dan membuat dirinya menjadi sosok seperti cerita-cerita dogeng yang baik.

Minho menggelengkan kepalanya pelan dan tenggelam pada buku yang di ambilnya. Minho duduk di sofa yang tersedia. Jeonghan menyerah. Sedikit merapikan rambutnya yang panjang, Jeonghan mendekati jendela perpustakaan dan duduk di pinggiran jendela.

"Kita peran utama di acara ini, dan kau membiarkan kita terjebak." Jeonghan berkata.

"Uh-uhm, yah~ Hei, bagaimana besok kita berkuda? Aku rasa cuaca akan cerah."

"Apa kau mendengarkanku?" Jeonghan memasang wajah tak percaya.

"Aku hanya mengajakmu berkuda.." jawab Minho merasa benar.

Jeonghan menggelengkan kepalanya pelan. "Aku akan bertanya pada Ibuku terlebih dahulu.." jawab Jeonghan pelan. Kepalanya berpaling menonton para rakyat yang sedang menikmati pesta lewat jendela dan disana kedua orang tua mereka bercampur bahagia dengan yang lain. Beberapa orang yang melihat Jeonghan, langsung melambai tangan ke arahnya. Yah, tidak susah mencari Jeonghan dengan rambut mencolok seperti ini.

Minho menutup bukunya setelah mendengar jawaban terakhir Jeonghan. Minho tau seperti apa hidup Jeonghan baik luar maupun di dalam. Sang ratu sangatnya perhatian pada setiap gerakan yang Jeonghan lakukan di karenakan 'kecacatan' tersebut. Hal tersebut kadang membuat Jeonghan seperti berada dalam penjara karena terlalu banyak hal yang Jeonghan tidak boleh lakukan.

Berdiri dari duduk nyamannya, Minho menghampiri Jeonghan yang sesekali membalas lambaian rakyat di bawah sana. Minho mendudukkan diri di seberang Jeonghan dan ikut memperhatikan jendela, mencari kedua orang tua mereka. Setelah menemukan kedua orang tua mereka, Minho kali ini memperhatikan Jeonghan yang duduk memeluk kedua lututnya. Matanya masih berkeliaran keseluruh penjuru halaman kerajaan yang dijadikan tempat pesta. Sesekali bibirnya tersenyum, membuat Minho ikut menarik bibir, tersenyum.

Malam tahun ini adalah malam dimana mereka berdua harus tahu bagaimana kedudukan mereka berikutnya. Malam tahun ini mereka terlalu banyak menanamkan kata harapan. Minho bahkan melihat bulan malam ini sangatlah indah. Apalagi ketika sinarannya jatuh di rambut Jeonghan. Pantulannya terlihat seperti cermin perak yang membuat tangan Minho tak bisa diam dan berakhir mengambil ujung rambut Jeonghan secara perlahan. Tanpa pergerakan berarti, Jeonghan hanya menggerakkan sedikit wajahnya dalam posisi duduk yang masih sama untuk mematri matanya pada Minho yang tersenyum.

"Masih selembut yang dulu.." bibir Minho memuji begitu mudah dalam gumaman kecil yang mampu di dengar Jeonghan. Kali ini tangannya lebih menjelajah hingga permukaan rambut Jeonghan dielus-elus pelan oleh Minho dan berakhir mengacak lembut rambut Jeonghan. Lalu Minho memperbaiki kembali rambut Jeonghan sebelum pemilik rambut berubah murka dan melempar Minho keluar jendela.

"Kau ingat ketika rambutmu lebih panjang dari ini dan aku mengepang dua rambutmu.." Minho tiba-tiba membuka kenangan mereka.

"Aku ingat." Jawab Jeonghan tersenyum murah. "Tapi aku tidak ingin mengingat.."

"Oh.." Minho kikuk. "Maaf.." ujarnya pelan karena dia juga ingat bahwa kata mengepang tidaklah cocok dengan apa yang terjadi sebenarnya. Pada saat itu yang Minho lakukan adalah merusak rambut Jeonghan hingga Jeonghan menangis dan rambut yang rusak tersebut tak bisa dirapikan dan dipotong. Jeonghan tidak mau berbicara dengan Minho selama 2 bulan kunjungan.

Jeonghan menghela dan tersenyum kecil melihat ekspresi Minho. "Tak apa. Lupakan saja," ujarnya kembali memperhatikan halaman kerajaan. "Waktu tentu berlangsung sangat cepat,"

Minho mengangguk. "Ya, sangat cepat."

"Rasanya baru kemarin kita merayakan hasil buruan pertamamu," goda Jeonghan.

Minho tersenyum bangga. Ketika itu Jeonghan berkata ingin rusa sehingga tanpa pikir panjang Minho berburu rusa yang dipilih Jeonghan dan berakhir menyeret tubuh mati rusa sebagai hadiah untuk Jeonghan. Sayang, sang pangeran tidak memasang wajah bahagia ketika menerima hadiah seperti itu dan membuat Minho merasa bersalah.

Saat itu Minho bertanya; "Kenapa kau tidak senang?"

Dahi Jeonghan mengerut. "Apa kau bodoh? Kau baru saja membunuhnya.."

"Tapi ketika makan, kau juga harus membunuh binatang yang ingin kau makan.." bela Minho.

"Tidak. Mereka sudah mati sebelum aku makan!" Jeonghan mendadak keras kepala dan Minho tak mau kalah hingga adu mulut mereka dilerai oleh pengawal yang kebetulan lewat sembari menyingkirkan mayat rusa tersebut.

Dua minggu tiada kata diantara mereka hingga akhirnya Minho menyerah dan pergi ke hutan dan berburu kelinci. Namun kali ini Minho berburu menggunakan jebakan hingga kelinci yang di dapatnya baik-baik saja. Minho membawa kelinci tersebut untuk Jeonghan sebagai tanda permintaan maaf. Dan lagi-lagi, sang pangeran tidak senang dengan hadiah yang di dapatnya.

"Kenapa lagi?" tanya Minho frustrasi.

"Kau baru saja memisahkan kelinci kecil ini dengan keluarganya! Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu, kenapa kau begitu jahat?!"

"Aku hanya memberi apa yang kau mau!"

"Aku tidak mau ini!"

"Lalu apa maumu?!"

Jeonghan diam. Melihat Minho makin berapi-api bukan pilihan bagus. Tingkah emosional Minho sangatlah stabil hingga meredamnya adalah hal yang susah. Namun bukan itu yang dipikiran Jeonghan saat itu. Kepala Jeonghan saat itu penuh dengan satu permintaan kecil untuk Minho. Ya, hanya permintaan kecil.

"A-aku ingin kau juga mengajakku ketika berjalan-jalan.." ujar Jeonghan ragu.

Sejak hari itu, Minho tidak pernah absen untuk bertanya apakah Jeonghan mau ikut dengannya kemana pun dirinya pergi. Hal itu terus berlanjut hingga kini, di tahun usia dewasa mereka.

Terdengar suara tawa rendah Minho memecah pikiran mereka yang tenggelam di kenangan lalu. Terlalu banyak kenangan yang membuat mereka berakhir seperti saat ini. Ya, terlalu banyak.

"Aku senang kita banyak membuat kenangan ketika masih kecil dulu," ujar Minho mengawang. Kepalanya mengadah. Tanpa ada udara dari luar yang masuk, Minho seperti menarik napas segar. "Aku bahagia dengan kebersamaan kita.."

Jeonghan menarik wajahnya keluar dari posisi awal. "A-apa?" tanya Jeonghan terkejut.

"Hm? Apa?" Minho menoreh bingung.

Jeonghan membuang wajahnya ke arah lain. Menghindari tatapan Minho dan sedikit merunduk. "Lupakan," ujarnya rendah yang membuat Minho makin bingung.

Di bawah siraman bulan, seluruh sisi tubuh Jeonghan memanas. Sisi wajahnya memerah dan Jeonghan berusaha meredam dengan gelintir jantung yang berdegup menyiksa. Minho hanya tidak sadar seberapa berpengaruh perkataannya barusan untuk seseorang seperti Jeonghan.

Ya, kebersamaan mereka memang membahagiakan.

Seperti mimpi Jeonghan untuk terus bersama Minho..