Bagaimana jika Youngjae dihadapkan pada dua pilihan; keselamatan seluruh umat manusia atau hidup bersama Daehyun, orang yang paling dicintainya?—Pertanyaan tersebut muncul karena dia yang lengah dengan keadaan sekitar.


.

.

Y O U

Daehyun and Youngjae are belongs to each other

BL – AU – OOC – TYPO(s)

.

.


"Siapa namamu?"

"N-nama saya Choi Junhong, sunbae."

Daehyun mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oh... kau satu tingkatan di bawahku, kan?"

"Nde."

Youngjae mengernyit bingung. "Kenapa tiba-tiba kau menanyakan namanya?"

Kedua pria itu menoleh ke arah Youngjae. Kemudian Daehyun menyeringai lebar. "Kau cemburu?" godanya.

"Tidak sama sekali," Youngjae mengelak dengan cepat. "Aku hanya bertanya saja. Padahal... namanya sudah tertera di name tag yang disematkan di jas sekolahnya," celetuk Youngjae seraya menunjuk seragam sekolah Junhong.

Daehyun segera mengikuti arah pandang jari Youngjae lalu meringis pelan. "Ah, mianhae. Aku tidak melihatnya," lirihnya.

"Ya, sudah dapat ditebak dari si idiot Daehyun."

"YA!"

"A-anu," Junhong segera menyela pertengkaran dua insan di hadapannya itu. "Daehyun sunbae, bisakah kita pergi sekarang?"

"Ohh~ Tentu saja! Ayo kita pergi sebelum ada yang mengamuk sebentar lagi," Daehyun bergerak merangkul Junhong—walaupun sedikit susah mengingat tinggi mereka yang, ugh—dan menyeret adik kelasnya menjauh dari Youngjae. "Sampai jumpa, Youngjae pabbo~" Ia melambaikan tangan dari kejauhan dengan lidah yang menjulur keluar.

Youngjae meremas ujung seragamnya kuat-kuat, menahan gejolak amarah yang membuncah di dalam hatinya. Bibirnya terasa kelu untuk membalas perkataan Daehyun. Dan dia hanya bisa menatap nanar kepergian Daehyun beserta adik kelas mereka... Choi Junhong.

"Agh, apa yang kau pikirkan, Yoo Youngjae?!" Youngjae menampar dirinya sendiri. "Junhong hanya ada keperluan sebentar dengan Daehyun. Ya, hanya menjalankan misi bersama semalaman," kata Youngjae berusaha menenangkan dirinya.

Walaupun nyatanya firasat buruk itu semakin menjadi-jadi saja.

.


.

Tanpa Daehyun, Youngjae merasa hampa.

Dan sayangnya, Youngjae tidak dapat mengucapkan hal tersebut secara terang-terangan.

Ia menopang dagu, menatap malas Kim sonsaengnim yang sedang menerangkan sesuatu tentang sihir penyembuhan. Lalu kedua matanya bergulir ke samping, menatap kosong kursi di sebelahnya yang tidak berpenghuni saat ini.

'Daehyun...'

Daehyun memang telah menyelesaikan misinya dengan Junhong tadi dini hari. Namun pria berbibir tebal itu merengek sakit dan meminta izin tidak masuk hari ini.

Tanpa sadar Youngjae menghela napas lelah.

'Aku merindukanmu...'

TEET!

TEET!

"Jam pergantian pembelajaran! Semuanya, cepat ganti seragam kalian dan pergi menuju lapangan!" titah Kim ssaem sebelum wanita itu keluar dari kelas.

Youngjae—lagi-lagi—menghela napas panjang. Inilah saat-saat yang dibencinya. Jam pelajaran olahraga.

Oh, jangan mengira jika dia payah dalam bidang tersebut, tidak. Bahkan Youngjae adalah anak emas dalam bidang olahraga, terutama dalam seni perang. Hanya saja...

Tanpa Youngjae sadari, sedari tadi kedua kakinya terus bergerak menuju ruang ganti dan kini ia telah sampai di depan pintu lokernya. Youngjae menelan ludahnya susah payah.

Tangannya mulai bergerak untuk membuka kancing kemejanya. Kedua mata Youngjae terpejam erat di saat suara bisikan mulai terdengar di sekitarnya.

'Tahan, Youngjae. Tahan...'

Dan di saat kemeja putih yang dikenakannya terjatuh di lantai, seruan beserta pekikan terdengar semakin keras saja.

Tapi... ada yang aneh.

Youngjae perlahan membuka matanya, terkejut mendapati sepasang tangan kekar yang melingkar di pinggangnya secara posesif. Saat Youngjae hendak mengangkat kepalanya, ia merasakan sapuan napas hangat pada telinga kanannya yang membuat napasnya tercekat seketika.

"Angkat kepalamu, Jae-ah."

'Suara ini...'

"Jangan pernah merasa rendah karena hal remeh seperti ini," Terdengar tarikan napas panjang sebelum seseorang tersebut melanjutkan perkataannya. "Kalau begini saja kau tidak kuat, bagaimana jika aku meninggalkanmu nanti?"

'Tidak... jangan tinggalkan aku sendiri—'

"—Jung Daehyun," Youngjae berbalik, menatap kosong manik kelam Daehyun yang kini tengah mengusap pipi tembamnya. "Jangan pergi," bisik Youngjae nanar.

"Kkkkk~ Aku bercanda. Sudahlah, jangan menangis," Daehyun mengusap lelehan air mata yang keluar dari mata kiri Youngjae. "Sekarang, cepat ganti seragammu! Aku akan menjagamu." Ia mengulas senyuman hangat setelahnya.

Youngjae mengangguk seraya tersenyum kecil. Ya, dia akan menjadi kuat dan percaya diri seperti yang Daehyun harapkan selama ini. Pasti!

"Oi, Daehyun hyung."

Daehyun beserta Youngjae menoleh ke arah sumber suara, yaitu Youngmin, ketua kelas mereka. Kedua mata doe-nya memicing sinis pada Youngjae. "Kenapa kau melihatku? Jauhkan pandangan menjijikkan itu dariku, dasar budak!"

"YA!" Daehyun membentak tidak terima. "Jika kau memanggilku hanya untuk mencari keributan, maaf saja. Aku sedang tidak mood sekarang," desis Daehyun penuh penekanan. Genggamannya pada tangan Youngjae semakin erat di saat ia merasakan tubuh pria berparas manis tersebut bergetar pelan.

Youngjae menunduk dalam, mengalihkan kedua obsidiannya menuju perut sebelah kanannya. Terdapat sebuah tanda di sana yang melambangkan jika dia adalah;

Budak dari keluarga penyihir gelap ternama, Shin Family.

Mengingat masa lalu kelamnya membuat kepala Youngjae berdenyut pelan. Bibirnya bergerak kecil, menggumamkan kata, 'sakit' secara terus-menerus.

Daehyun menggeram kesal setelah mendengar rintihan Youngjae. "KELUAR KALIAN SEMUA!" teriak Daehyun.

"AHAHAHA~! Atas dasar apa kau memerintah kami—"

BLASH!

"—GYAAAA!" Yijung berteriak histeris ketika ia merasakan api yang menerpa wajahnya.

Semua yang melihatnya memekik terkejut sekaligus menatap ngeri Yijung yang tengah jatuh tersungkur—kepanasan dan kesakitan itu. Tidak ada yang berniat menolongnya karena ketakutan di bawah tatapan dingin seorang Jung Daehyun.

Ya, dialah pelakunya.

"Cepat keluar jika kalian tidak ingin bernasib sama sepertinya," Daehyun menggertakkan gigi penuh amarah. "Se. Ka. Rang!"

"C-cepat keluar sebelum dia mengamuk di sini!"

"Hei, cepat!"

"YA! Jangan berdesakan!"

Daehyun tertawa jahat melihat seluruh murid kelasnya yang berusaha keluar dari ruang ganti dengan susah payah—karena pintunya hanya satu. Setelah dirasa ruang ganti hanya diisi olehnya dan Youngjae saja, Daehyun berbalik dan menatap terkejut Youngjae yang tengah menggigit bibir bawahnya hingga berdarah. Tatapannya terlihat kosong menuju lantai dan mata kirinya meloloskan aliran air mata.

"H-hei, Yoo Youngjae!" Dengan segera Daehyun merengkuh tubuh Youngjae dan melesakkan wajahnya pada perpotongan leher Youngjae.

Gejala ini lagi...

"Mati... mati..."

... ternyata Youngjae masih dikendalikan oleh Shin Family.

Daehyun mengecup leher Youngjae sembari mengusap punggung telanjang Youngjae perlahan. "Tenang, Youngjae-ah. Aku ada di sini... aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku janji."

Di ambang kesadarannya, Youngjae membalas pelukan Daehyun. Matanya masih setengah terpejam dan di saat itu pula, ia mendengar suara bisikan samar pada telinga kanannya. Tak sengaja, Youngjae melihat seseorang di pojok ruang ganti yang sedang menyeringai lebar ke arahnya.

'... jauhi Jung Daehyun si putra mahkota sebelum Shin Family akan menghancurkan penduduk Bumi.'

Dan sosok itu adalah... Choi Junhong? Kenapa dia mengirimkan telepati seperti itu kepadanya?

"Bukankah... marganya... Choi?" bisik Youngjae lirih yang sayangnya didengar oleh Daehyun.

"Eoh? Kau berbicara sesuatu, Jae-ah?"

Tepat saat Daehyun menyelesaikan kalimatnya, kegelapan mulai menyergapi Youngjae.

'Kenapa harus sekarang pingsannya... sial!'


.

.

To Be Continued

.

.


[REPOST]