Disclaimer: Naruto only belongs to Masashi Kishimoto. Always do. :)
Pairing: SasuHina, slight GaaHina.
Rate: T
Genre: Romance
Warnings: OOC (karakternya pendiem semua, jadinya pasti susah kalo nggak dibikin agak banyak ngomong), AU, miss typo entah dimana, dan mungkin jalan cerita yang akan sedikit membosankan. Don't like, don't read ya. Happy reading! ^^
.
.
.
Bittersweet
by. Kazahana Miyuki
Restoran mewah itu tampak tidak terlalu ramai, walaupun hari itu adalah akhir minggu. Maklum, harga setiap hidangan yang ditawarkan oleh restoran itu hanya cocok untuk dompet orang-orang kelas atas, jadi tidak heran jika tidak semua orang bisa mengunjungi restoran tersebut.
Sebuah mobil berwarna merah metalik berhenti di depan restoran itu. Mobil itu tampak sangat mahal. Walaupun sudah berbaur dengan mobil-mobil lain yang berkelas sama dengannya, mobil itu tetap terlihat mencolok. Terutama ketika seorang pemuda berambut merah keluar dari dalamnya. Wajahnya yang putih bersih menarik perhatian beberapa gadis lajang yang kebetulan lewat tak jauh darinya. Namun, saat petugas di lobi restoran membukakan pintu penumpang depan dan seorang gadis jelita berambut indigo muncul dari dalamnya, gadis-gadis itu langsung terlihat kecewa karena ketertarikan mereka yang singkat mau tak mau harus dihilangkan begitu saja.
Pemuda berambut merah itu memutari mobil dan berjalan menghampiri si gadis berambut indigo. Mereka sama-sama tersenyum tipis. Bahagia. Namun senyuman si gadis terlihat sedikit lebih malu-malu. Gadis itu mengaitkan tangannya yang putih pada lengan pemuda tersebut. Mereka kemudian berjalan berdua ke dalam gedung restoran, mempercayakan seorang valet untuk mengurus mobil mewah tadi.
Begitu mereka masuk ke dalam restoran, seorang wanita berusia sekitar tiga puluhan sudah menunggu di meja resepsionis, tersenyum ramah saat melihat siapa yang datang.
"Ah, Tuan Gaara dan Nona Hinata, Anda sudah datang. Meja Anda sudah disiapkan. Biar kupanggil Shizune untuk.."
"Tidak perlu, Kurenai-san." Pemuda berambut merah itu memotong kata-katanya. "Katakan saja ada di sebelah mana. Biar kucari sendiri bersama Hinata."
"Begitukah?" tanya si resepsionis. "Baiklah. Meja nomor delapan, Tuan."
"Yang di dekat panggung itu?"
"Ya."
"Pilihan bagus. Terima kasih."
Gaara—pria berambut merah itu—mempererat gandengannya pada Hinata—gadis yang sedang bersamanya—saat mereka berjalan menuju meja yang tadi disebutkan oleh resepsionis. Meja itu berada tidak terlalu jauh dari panggung, namun masih dipisahkan oleh dua meja lagi, sehingga tidak terlalu bising. Gaara tahu, Hinata sangat suka mendengarkan musik pengiring di restoran ini, jadi mungkin meja ini adalah meja yang sempurna untuk mereka berdua.
Segera setelah mereka duduk disana, seorang pelayan langsung menghampiri mereka. Ia meletakkan dua buah menu di meja, masing-masing di hadapan Gaara dan Hinata.
"Tinggalkan saja, Shizune. Akan kupanggil nanti saat kami sudah ingin pesan sesuatu." ujar Gaara pada pelayan itu.
"Baik, Tuan." jawab pelayan itu sebelum kemudian meninggalkan mereka.
Hinata langsung asyik melihat-lihat daftar menu, sedangkan Gaara malah sibuk memperhatikan penampilan Hinata. Ia sangat tercengang sewaktu menjemput gadis itu di rumahnya tadi, dan sekarang tampaknya kekaguman itu sama sekali belum pudar. Hinata benar-benar tampak luar biasa malam itu.
Hinata memang hanya mengenakan sebuah gaun terusan berwarna biru langit yang simpel. Dengan lengan pendek yang menggembung, dan panjangnya hanya mencapai lutut, serta pemanis kecil berupa tiga buah pita yang berjejer di bagian depan seperti kancing, gaun itu sepintas memang terlihat seperti baju rumah. Namun, entah kenapa, jika Hinata yang mengenakannya, gadis itu terlihat seperti malaikat. Belum lagi, jepitan berwarna serupa yang tersemat dengan cantik di bagian kiri rambutnya. Sebuah sentuhan akhir yang membingkai wajah imut Hinata dengan sangat indah. Sederhana, namun begitu mempesona. Sesuatu yang sangat Hinata.
Merasa diperhatikan, Hinata mendongak. Semburat kemerahan segera hadir di pipinya saat menyadari bahwa Gaara tengah memperhatikannya dengan senyuman tipis yang hangat, yang sejujurnya sangat jarang ada di wajah Gaara.
"Ke.. kenapa kau menatapku seperti itu, G.. Gaara?' tanya Hinata gugup.
Senyuman tipis Gaara sedikit melebar, kemudian ia menggelengkan kepalanya.
"Kau sangat cantik, kau tahu?" puji Gaara.
Wajah Hinata semakin memerah. Gaara sangat suka melihat reaksi lucu kekasihnya itu.
"I.. iya." sahut Hinata pelan. "Ka.. kau sudah mengatakannya t-tadi. Terima k-kasih."
"Kau sudah ingin pesan sesuatu?" Gaara mengalihkan topik, memutuskan untuk menghentikan godaannya. Ia tidak mau mengambil resiko gadis itu pingsan di tempat seperti acara mereka yang sebelumnya.
"Oh? Ya.. a-aku mau pesan milkshake stroberi saja, seperti biasa." sahut Hinata.
Gaara mengangkat satu alisnya. "Kau yakin tidak ingin mencoba minuman yang lain? Kalau hanya milkshake, kita bisa membelinya di kedai murah."
Hinata menggeleng cepat. "Bukankah sudah kubilang, minuman disini.. um, b-banyak yang beralkohol? A.. aku tidak mau yang seperti itu."
"Hm, kau benar juga. Seharusnya aku ingat kau sudah mengatakan hal itu sebelumnya. Kau ingin kita pindah restoran saja?" Gaara menawarkan.
Hinata menggeleng sekali lagi. "T-tidak usah. Ini kan tempat favoritmu. L-lagipula ini hanya masalah minuman dan aku juga ingin menonton pemusiknya. Benar, kan?"
Gaara menatap Hinata sejenak. Gadis itu tersenyum manis, mencoba meyakinkan Gaara atas keinginannya. Melihat itu, Gaara hanya bisa tersenyum menerima.
"Baiklah kalau begitu. Bagaimana dengan makanan pembukanya?"
"Aku ingin cream soup." sahut Hinata.
Gaara kemudian memanggil Shizune kembali. Ia memesankan cream soup untuk Hinata, dan crab cakes untuk dirinya sendiri. Selain itu, ia juga memesan dua milkshake stroberi untuk mereka berdua.
"Kenapa kau memesan dua milkshake?" tanya Hinata setelah Shizune berlalu.
"Memangnya kenapa? Aku tidak boleh minum?" Gaara balik bertanya.
"Yang satunya untukmu?" tanya Hinata lagi.
Gaara mengangguk. "Sepertinya aku juga jadi ingin."
Hinata tersenyum. Saat pertama kalinya mengenal Gaara, cowok itu menampilkan kesan pendiam dan dingin yang sangat kuat. Jarang berbicara. Sedikit angkuh. Tidak suka mendengarkan perkataan orang lain. Namun, semakin lama mengenalnya, Hinata mulai merasa kalau cowok itu semakin menghangat. Ia jadi lebih sering tersenyum, sering melontarkan lelucon, bersikap ramah bahkan pada orang yang belum dikenalnya. Dan sekarang ia mau minum milkshake. Padahal menurut penuturan kakaknya, Gaara kurang menyukai susu. Hm, bukankah itu sesuatu yang sangat.. imut?
Kemudian, Hinata mendengar sebuah suara dari arah panggung.
Sebuah suara yang membuat Hinata berharap semua ini hanya mimpi.
"Selamat malam, semuanya."
Perlahan, Hinata menoleh. Sangat perlahan, sampai Hinata merasa kalau semuanya ini memang tidak nyata. Dengan hati-hati, mata ungu pucat Hinata mengarah ke panggung, dan dengan segera bertemu pandang dengan sepasang mata berwarna sehitam batu onyx. Sepasang mata yang sangat dirindukan oleh Hinata, namun juga yang paling tidak ingin Hinata temui saat ini.
Mata berwarna kelam itu membalas tatapan Hinata, dengan tatapan datar yang tak pernah berubah sejak bertahun-tahun lalu. Tatapan yang bahkan beribu kali lebih dingin daripada Gaara.
Sasuke-kun, batin Hinata.
.
.
.
.
Whatever vow we had taken
The promises we had made together
You alone had brought mornings into my life
Do you remember?
I was so close to you
I was your very destiny
On my lips, only your name remained all the time
Do you remember?
Ia seperti berbicara, bukan bernyanyi, batin Hinata.
Gadis itu merasa dadanya sesak. Sangat sesak. Diam-diam, sebisa mungkin agar Gaara tidak menyadarinya, Hinata berusaha menghirup udara banyak-banyak, mengisi kembali paru-parunya dengan oksigen yang seolah sempat hilang sejenak seiring lagu itu dilantunkan.
Lagu yang dinyanyikan oleh seorang pemuda berambut biru gelap di atas panggung itu. Seorang pemuda pemilik mata berwarna hitam kelam, yang tengah menatap lurus ke arah Hinata, seolah hanya ada mereka berdua di ruangan itu.
Tapi kenapa?
Kenapa tatapan dingin orang itu musnah begitu saja? Kenapa tatapannya berubah menjadi lembut? Seperti meminta sesuatu dan menawarkan sesuatu di saat yang bersamaan. Sesuatu yang mungkin akan Hinata bagi bersamanya dengan senang hati, bertahun-tahun yang lalu. Bukan sekarang.
"Lagu itu," suara pemuda penyanyi itu sekali lagi membuat Hinata tersentak. "spesial untuk seorang pelanggan disini. Salah satu lagu favoritnya."
Hinata merasa dadanya seperti terhimpit tembok. Ia ingat.
Sasuke mengingat lagu itu.
Tapi, bagaimana bisa?
Bagaimana bisa Sasuke mengingat lagu favorit Hinata, sedangkan yang Hinata tahu cowok itu tidak pernah mempedulikannya sama sekali? Bukankah Sasuke membenci Hinata? Apakah semua ini hanya trik barunya untuk menyakiti Hinata lagi?
Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, kini Sasuke muncul kembali hanya untuk melukai Hinata?
Ya, batin Hinata, itu alasan yang masuk akal.
"Apa kau yang meminta lagu itu padanya?" Pertanyaan Gaara yang tiba-tiba itu membuat jantung Hinata terasa loncat sampai ke kerongkongannya. Benar juga. Gaara tentu saja tahu lagu kesukaan Hinata.
Cepat-cepat, Hinata menggeleng.
"Bu.. bukan. A.. aku.. um.. P-pasti orang lain yang memintanya."
Gaara mengernyitkan dahinya.
"Aku tidak tahu ada orang lain yang menyukai lagu itu selain kau." ujarnya.
Hinata tersenyum tipis mendengar kata-kata Gaara yang seharusnya terdengar seperti candaan itu. Namun, dalam situasi seperti ini, Hinata tidak bisa mencerna semua hal dengan baik.
Gaara melihat perubahan yang aneh pada diri Hinata. Wajah gadis itu memucat dan kekhawatiran terpancar jelas dari matanya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Gaara.
Hinata menoleh pada kekasihnya itu. Ia ingin menggeleng dan melanjutkan acara mereka. Bertahan menghadapi tatapan intens sepasang mata kelam dari arah panggung. Namun, Hinata sendiri tahu, ia tidak akan bisa melakukannya. Cepat atau lambat, airmatanya akan tumpah, dan hal itu akan membuat ia dan Gaara sama-sama kerepotan. Jadi, ia memutuskan untuk menjawab,
"Se.. sepertinya aku tidak enak badan. K-kepalaku pusing."
"Kau ingin kita pulang saja?" tanya Gaara.
Hinata mengangguk.
Tepat saat Shizune datang mengantarkan minuman mereka, Gaara berkata bahwa mereka akan pulang. Gaara kemudian membayar pada pelayan itu, tidak lagi memperhatikan jumlah yang ia keluarkan. Shizune tersenyum melihat lembar uang yang jumlahnya dua kali lipat dari yang seharusnya itu, lalu membereskan meja dan minuman tak tersentuh yang ditinggalkan pasangan tersebut.
Hinata tidak lagi berani menoleh ke belakang. Karena ia tahu, di belakang sana, di atas panggung, Sasuke tengah menatapnya dalam diam.
Namun, yang tidak diketahui oleh gadis itu, tatapan Sasuke telah berubah menjadi kekecewaan. Sasuke kecewa. Ia mengharapkan reaksi yang lain dari Hinata saat ia menyanyikan lagu kesukaan gadis itu. Bukannya malah meninggalkannya seperti ini.
Walaupun begitu, Sasuke menyadari, semua ini memang salahnya.
Tapi tetap saja...
.
.
.
"Apa kau lupa pada janjimu, Hinata?"
.
.
A/N:
Hehehe, hai!
It's me again. Iseng bikin fic baru yang ide-nya muncul gitu aja waktu lagi naik bis. Nanti juga (mungkin) ada beberapa adegan yang terinspirasi dari pengalamanku sendiri. Hehehe. *dzigghh* :p
Buat yang nungguin Fallen *promosi detected* masih lanjut kok, tapi chapter berikutnya masih setengah jadi. Soalnya adegannya masih sangat random di kepalaku, jadinya masih berusaha keras kususun.
Oh ya, di fic ini nanti bakal muncul beberapa penggalan lirik lagu. Nggak bisa dibilang songfic juga sih, karena aku emang nggak membuatnya seperti itu. Kalo ada yang nggak suka, harap dimaklumi. Dan juga, karena masih prolog, harap dimaklumin juga kalo sangat pendek disini. Akan kuusahain next chap bakal lebih panjang. Suer! *dikeroyok*
Lagu yang dinyanyiin Sasuke tadi itu—jujur aja—sebenarnya lagu India. *duarrr* Tapi aku cuma ngambil English translation-nya karena aku sendiri nggak ngerti bahasa India. Hahaha. Ngomong-ngomong, itu lagunya bagus loh, readers. *buagghhh*
Ya sudah, karena nggak tau mau ngasih tau apa lagi, jadi seperti kata pepatah: "Budayakan Review", kalo nggak keberatan, setelah baca, balon review-nya ditabok sedikit ya. Oke? *dihajar samehada*
*) song: Jobhi Kasmein (english translation)
Akhir kata, arigatou gozaimaaaaaaaaaasu! ^o^
