Testosterone Attack!

Naruto © Masashi Kishimoto

Chapter 1


magnifiken


Kediaman mewah kepunyaan Presiden Direktur stasiun televisi swasta di Konoha, Haruno Kizashi, heboh malam hari ini. Para pembantu rumah tangga, beserta segenap jajaran sopir dan bagian keamanan disibukkan dengan adanya sepucuk surat yang ditemukan tergeletak di kasur Nona Besar mereka. Haruno Kizashi tergopoh-gopoh mendatangi kamar putrinya –dimana sumber keributan terjadi. Wajah Presdir berumur 53 tahun itu terlihat masih kusut, matanya memerah, dan rambutnya acak-acakkan karena baru saja dibangunkan paksa dari tidurnya yang singkat. Seorang pembantunya menyerahkan surat berwarna kuning gading ke tangan sang Presdir dengan gemetar. Haruno Kizashi menerima surat itu dengan membelalakkan mata dan waswas kira-kira apa yang akan ditulis putrinya disana. Kata demi kata dibaca Haruno Kizashi dengan sedikit mengernyit karena dia lupa mengenakan kacamata bacanya.

Papa, Gomenasai aku menjadi putri yang durhaka pada Papa. Aku hanya ingin keluar dari rutinitas yang menjemukan ini dan mencari jati diriku. Bukannya aku tidak sayang pada Papa, tapi aku merasa tidak bahagia saat aku bangun dari tidurku di pagi hari dan merasa semuanya sudah terjadwal dan membosankan. Aku tidak ingin kehidupan yang datar seperti itu.

Papa, aku ingin belajar hidup mandiri. Aku sudah memiliki tabungan yang cukup dari hasil kemenangan olimpiade selama SMA dan hasil dari menulis artikel di majalah. Aku akan menyewa rumah yang sederhana dan hidup sendiri. Aku berencana melanjutkan kuliah, namun aku tidak akan berkata dimana karena aku tidak ingin Papa menemukanku sementara ini.

Papa, maafkan aku selama ini memberontakmu. Aku tahu Papa melakukan ini demi yang terbaik, tapi aku merasa terkekang.

Papa,tolong jangan mencariku.

Putrimu, Haruno Sakura.

Haruno Kizashi meremas surat berwarna kuning dengan kesal. Kepalanya seakan ingin meledak mendapati fakta putri semata wayangnya kabur dari rumah dan memilih hidup menggembel di jalanan. Apa yang bisa dilakukan gadis kecilnya yang masih labil dan lemah itu di jalanan yang keras? Bagaimana kalau dia mati kepanasan? Kejunanan? Kedinginan? Bagaimana kalau dia kelaparan? Diperkosa? Dibunuh?

"SAKURAAAA…!" jerit Haruno Kizashi frustasi lalu pingsan.

"TUAN KIZASHI…!" pekik para pelayannya ngeri melihat majikan mereka ambruk ke lantai.

.

.

.

Pukul 10 malam. Sakura memandang ngeri bangunan yang menjulang di hadapannya kini. Bangunan tiga lantai lantai bercat putih yang sudah kusam dan retak disana-sini. Halaman depannya kering kerontang seakan rumput pun segan untuk tumbuh diatasnya. Kusen pintu terbuat dari kayu bercat ungu penuh dengan tempelan stiker-stiker yang sudah pudar warnanya. Mau tidak mau Sakura sudah berdiri disini, diluar pagar besi bercat hitam yang memisahkan halaman gersang dengan aspal jalan kecil di depannya. Sakura menoleh ke sekeliling. Daerah ini berada di distrik paling jauh dari Konoha yang terletak di perbatasan antar desa di Tanah Api dan merupakan kompleks rumah kontrakan untuk para mahasiswa yang berkuliah di sekitar Universitas Tsuyoshi Konoha.

Ya, Sakura sang putri Presdir OneKOH TV sekarang adalah seorang mahasiswa kedokteran. Dia mendaftar kuliah kedokteran tanpa sepengetahuan ayahnya karena ayahnya ingin Sakura memasuki jurusan Broadcasting. Ya, itu memang salah satu alasan Sakura untuk kabur. Rambut pink-nya yang panjang ia potong pendek agar tidak mengganggu kehidupan barunya. Segala baju-baju mewah pemberian ayahnya ia tinggal di rumah dan hanya membawa baju-baju sederhana seperti t-shirt, kemeja, dan kaos.

Krieet… Pagar besi setinggi dada itu berderit mengerikan saat Sakura membukanya. Perlahan tapi pasti, Sakura memberanikan dirinya mendekati pintu berwarna ungu dan mengetuknya.

TOK…TOK…TOK…

Tidak ada jawaban. Sakura termangu.

TOK…TOK…TOK…

"Sumimasen!" kata Sakura pada siapapun di dalam rumah. "SUMIMASEN!" ulang Sakura. Lalu Sakura memegang kenop pintu. Sejenak ada keraguan menyelimuti pikirannya. Akhirnya, dia memberanikan dirinya sekali lagi dan terputarlah kenop pintu yang ternyata tidak terkunci.

Sakura memperhatikan ruangan pertama yang dilihatnya, ruangan persegi dengan lantai berwarna putih dan rak-rak sepatu yang tertata rapi. Di tembok ruangan itu terdapat kertas bermacam-macam warna berisi tulisan-tulisan dengan nada memerintah.

Rapikan rak sepatu! Jangan pulang terlalu malam! Jangan lupa mengunci pagar!

Begitulah kira-kira tulisannya. Sakura tersenyum simpul. Di ujung ruangan persegi itu terdapat lorong singkat yang menghubungkan dengan ruangan di sebelahnya. Sakura berjalan melewati lorong itu dan tiba-tiba matanya dikejutkan oleh pemandangan yang –bahkan Sakura tidak bisa mendeskripsikan pemandangan macam apa ini.

Seorang lelaki bertelanjang dada sedang memagut bibir seorang seorang perempuan. Atasan lelaki itu jatuh tergeletak sembarangan di lantai. Tangannya yang kekar memeluk pinggang perempuan itu dan tangan satunya menekan tengkuk perempuan itu untuk memperdalam ciuman panas mereka. Perempuan itu mendesah di sela-sela ciuman panas mereka.

"Naruto-kunh…" desah perempuan itu sambil mengeratkan pelukannya yang melingkar di bahu lelaki itu.

BRUK! GLODAK!

Koper besar Sakura terjatuh tanpa sadar. Kedua anak manusia yang sibuk berciuman itu menoleh serentak ke arah Sakura yang ternganga melihat adegan syur di depannya. Lelaki berambut kuning itu lalu tersenyum.

"Wah, ada tamu." Ujarnya innocent sambil melepaskan pelukan dari perempuan-nya. Sakura tidak bergeming. "Shion, kita lanjutkan besok, ne? Aku lupa rumah ini akan kedatangan tamu hari ini." Kata lelaki itu sambil mencium singkat bibir perempuan bernama Shion itu.

"Benar ya, Naruto? Baiklah kalau begitu. Kutunggu besok." Ujarnya lalu mengambil tas dan berlalu melewati Sakura yang masih gagal mengatasi kekagetannya.

Lelaki itu memungut atasannya yang tergeletak di lantai dan mendatangi Sakura. "Uzumaki Naruto." Ujar lelaki topless itu menyodorkan tangannya yang kekar ke arah Sakura. Sakura tersadar dari ketidasadaran otaknya dan menjabat tangan Naruto.

"Ha... Haruno Sa… Haruno Sakura." Katanya gagap.

"Domo, Sakura-chan." Kata lelaki bernama Naruto itu memamerkan gigi putihnya. Sangat kontras dengan kulitnya yang berwarna gelap eksotis.

"Naruto? Apa ada tamu?" sebuah suara mengagetkan Sakura lagi. Kali ini berasal dari lantai atas. Sakura baru sadar bahwa di ruangan itu terdapat tangga ke lantai atas.

"Nii-san, orang yang kau sebutkan sudah datang!" seru Naruto pada seseorang diatas sana. Nii-san? Pasti orang yang dipanggil Naruto ini lebih tua darinya, Sakura membatin. Tak lama kemudian, seseorang turun dari lantai atas. Dandanannya lebih berwibawa dengan baju biru laut lengan penjang, celana hitam, dan kacamata yang bertengger di hidungnya, jangan lupakan rambutnya yang berwarna perak. Orang itu tersenyum dan menampilkan senyuman manis bagaikan malaikat saat menghampiri Sakura.

"Halo. Kau Haruno Sakura kan?" tanya orang itu. "Perkenalkan namaku Hatake Kakashi. Kita sudah berbicara lewat telepon kemarin." Kata Kakashi menjabat tangan Sakura.

"Oh, Anda Kakashi-san?" tanya Sakura pada orang di depannya.

"Ya. Aku pengurus rumah sewa ini." Jawab Kakashi. "Naruto, pakai bajumu! Dasar anak labil!" bentaknya pada Naruto yang cengengesan. Kakashi beralih pada Sakura. "Gomen ne? Naruto memang sering membawa perempuan datang kemari dan berlaku aneh. Abaikan saja."

Sakura tertawa garing.

"Mari kuantar ke kamarmu." Kakashi mengangkat koper Sakura dan menaiki tangga ke lantai dua diikuti oleh Sakura dan Naruto di belakangnya.

"Sebelum dirimu ada 7 orang termasuk aku yang menghuni rumah ini. Di rumah ini terdapat 7 kamar dan ada satu ruangan di loteng rumah yang dijadikan kamar. Aku pikir sudah tidak ada yang akan menyewa lagi. Saat kau meneleponku kemarin, aku sangat senang. Akhirnya ada orang yang memperhatikan kolom iklan di koran yang aku pasang seminggu lalu." Kakashi curhat.

Sakura mengangguk dan mencoba tersenyum untuk menghilangkan kegugupannya.

"Lantai pertama adalah lantai untuk kamar laki-laki. Lantai kedua adalah lantai untuk kamar perempuan. Ada 5 orang lelaki di rumah ini, termasuk aku dan Naruto, sedangkan dua lainnya adalah wanita. Lantai pertama dan lantai kedua dipisahkan oleh pintu yang terkunci, sehingga jika kamu mau langsung ke lantai kedua tidak perlu melalui lantai pertama. Di sebelah teras rumah ada tangga yang langsung menuju lantai kedua." ujar Kakashi panjang lebar. "…sehingga kamu tidak perlu menyaksikan adegan ikkeh ikkeh kimochi Naruto seperti tadi."

"Oi, aku mendengarnya –ttebayo!" Naruto sewot.

"Dapur ada di ujung lantai pertama. Di dekat tangga. Kami biasakan untuk memasak dan makan bersama-sama di sini. Makan tiga kali sehari sudah termasuk dengan uang sewa." kata Kakashi.

Sakura hanya bisa mengangguk.

Mereka bertiga menaiki tangga lagi untuk menuju loteng atas. Sakura harus mendapati fakta lagi bahwa loteng di rumah ini pasti cukup menyeramkan untuk dihuni seorang gadis.

"Nah. Kita sampai." Ujar Kakashi sambil mengeluarkan kunci.

Krieett…

Lagi-lagi Sakura merinding mendengar benda berderit di dekatnya. Kakashi masuk ke kamar tersebut diikuti Sakura dan Naruto. Kakashi menaruh koper di lantai dan merangkak di dinding mencari saklar lampu.

"Nii-san! Cepatlah! Aku tidak bisa melihat apa-apa!" Naruto mendengus.

"Tutup mulutmu. Aku sedang berusaha!" bentak Kakashi. Sakura bergidik. Dan lampu sudah dinyalakan.

Sungguh.

Pemandangan mengerikan.

Bagi Sakura.

Sebuah ranjang berseprei putih dengan dipan tua terbuat dari besi berwarna hijau yang dilengkapi dengan rangka kelambu terletak di pojok. Dua nakas kecil yang terlihat berdebu mengapit ranjang itu. Berhadapan dengan ranjang ada cermin besar yang mengingatkan Sakura dengan cermin Ratu jahat di film Snow White, disebelah cermin terdapat lemari kayu yang sudah lumayan lapuk dimakan rayap, dan jangan lupakan jendela kecil menempel di dinding diatas kepala ranjang.

Ini bukan kamar.

Ini penjara.

"Tidak terlalu buruk kan? Aku sudah membersihkannya sejak kau menelepon." Ucap Kakashi berbangga diri.

"Menyuruh anak bibi rumah sebelah yang masih SD dan memberinya imbalan makan malam gratis itu yang kau sebut bersih-bersih?" tanya Naruto menyeriangi. Kakashi tersenyum kecut.

"Rangka tiang kayu kamar ini agar lapuk. Waspadalah." Kata Naruto tidak mengacuhkan death glare Kakashi. "Rumah ini sudah tua dan loteng ini jarang sekali diperbaiki. Tiang-tiang kayu ini bisa roboh kapan saja." Katanya sambil menyenggol salah satu tiang.

"Naruto!" Kakashi memperingatkan lelaki mesum itu.

Sakura terdiam melihat Naruto iseng menendangi tiang kayu di loteng itu.

Tiba-tiba.

BRUAK! Tiang kayu itu patah menjadi dua. Plafon yang terbuat dari tripleks yang tadinya disangga tiang itu runtuh satu persatu. Debu, tripleks, rangka besi, serpihan kayu tua, dan bahan-bahan pembuat atap loteng jatuh sambil menunggu giliran untuk menimpa 3 anak manusia di bawahnya.

Dengan slow motion, Kakashi menarik tangan Sakura menjauhi serpihan atap loteng yang berjatuhan. Tangan Kakashi susah payah meraih kenop pintu sambil membawa Sakura berlarian menghindari benda-benda yang berjatuhan. Sakura meraih kopernya di lantai saat dia berada di jarak terdekat dengan kopernya. Sedangkan Naruto meloncat mundur ke belakang menghindari potongan tiang kayu yang patah lalu berbalik dan berlari menuju pintu keluar.

Dengan gerakan normal, Kakashi membuka pintu dan membiarkan Sakura keluar terlebih dahulu. Kakashi keluar selanjutnya, namun Sakura masih berkutat di pintu karena halangan dari ukuran kopernya yang besar. Kakashi dan Sakura tergencet di pintu. Lalu Naruto menabrak mereka dengan sekali hentakan. Lalu BRAK! Mereka bertiga jatuh kelimpungan di lantai depan pintu loteng.

Mata mereka menyaksikan insiden jatuhnya material tua atap loteng berceceran di lantai loteng yang diklaim bersih oleh Kakashi beberapa detik yang lalu.

Kakashi menoleh ke arah Naruto dengan tatapan I-will-kill-you-son-of-bitch.

.

.

.

"Sudah kubilang kan itu ide yang buruk untuk menyewakan loteng, baka!" protes Naruto pada Kakashi.

"Urusai! Ini gara-gara kelakuanmu yang sok jagoan pakai menendangi tiang itu segala!" ujar Kakashi tak mau kalah.

"Halah, dasar mata duitan!" kata Naruto.

"Apa katamu?!" sergah Kakashi.

"A…ano…" Sakura nyempil di antara tumpukan kayu-kayu lapuk yang berjatuhan. "Kurasa aku akan mencari tempat lain."

"Jangan! Jangan! Sakura-san!" potong Kakashi. "Tinggallah untuk sementara di rumah ini ya? Masih ada kamar kosong di lantai pertama di dekat tangga. Ini sudah malam dan tidak baik gadis sepertimu berjalan-jalan di malam hari! Tinggallah sebentar disini! Loteng ini akan kuperbaiki besok! Aku janji!" pinta Kakashi sambil menarik baju Sakura.

"Kata Kakashi-san sudah tidak ada kamar yang kosong lagi? Yang benar saja?" tanya Sakura heran bercampur sedikit emosi apalagi melihat tampang lelaki berkulit tan yang cengengesan.

"Naruto, kau pembuat semua masalah ini! Sewa kamarmu bulan ini aku naikkan!" kata Kakashi emosi.

"Eh…? Nan dattebayo sore?" jerit Naruto frustasi.

"Ne? Sakura-chan? Untuk malam ini, istirahatlah disini ya? Aku janji besok loteng ini akan kuperbaiki secepat mungkin dan aku akan membersihkannya!" Sakura menaikkan alis mendengar Kakashi memanggilnya Sakura-chan.

"Ba…baiklah! Tapi aku tidak mau membayar sewa untuk malam ini!" Sakura mengajukan syarat.

"Baiklah! Siap. Akan kubawakan kopermu ke kamar bawah."

"Hinata dan Ino kan sedang pulang kampung, otomatis kamar mereka kosong. Kenapa cewek ini malah disuruh tidur di kamar lantai bawah?" tanya Naruto.

"Sudahlah, Naruto, tutup mulutmu! Aku kan tidak memiliki kunci cadangan kamar kalian, termasuk kamar Hinata dan Ino. Aku hanya memiliki kunci cadangan kamar Sasuke." kata Kakashi sambil berkutat menurunkan koper besar Sakura anak tangga demi anak tangga.

"Sasuke?" tanya Sakura setelah mendengar nama asing tersebut.

"Oh, anak itu. Kerjaannya terus berkeliaran dan tidak pernah pulang. Untungnya dia selalu bayar uang sewa tepat waktu." kata Kakashi.

"Apa Sasuke tidak akan pulang malam ini?" tanya Naruto tidak yakin.

"Sudahlah, jangan khawatir. Anak itu lebih suka tidur-tiduran di trotoar melakukan hal tidak jelas daripada disini." ucap Kakashi sarkastik. Kakashi menyeret koper Sakura setelah tiba di anak tangga terakhir dan menuju kamar di paling ujung lantai satu yang berdekatan dengan teras. Kakashi mengeluarkan salah satu kunci di sakunya dan membuka kamar Sasuke.

"Nah, Sakura-chan. Silahkan beristirahat. Besok pagi akan kuhubungi tukang bangunan dekat sini. Aku beri kunci ini padamu untuk jaga-jaga kalau…" Kakashi men-death glare Naruto yang cengengesan. "…kalau ada anak musang ingusan ingin menyerangmu, kunci saja pintu ini dari dalam."

"Siapa yang kau sebut anak musang ingusan, hah?!" ujar Naruto berapi-api. Kakashi tidak mempedulikan Naruto.

"Oh ya, aku lupa. Lampu di kamar ini rusak dan belum diganti. Yah, karena yang punya kamar memang jarang sekali pulang, sehingga aku malas menggantinya. Hehehe. Tapi kalau terlalu gelap Sakura-chan bisa membuka jendela. Cukup terang kok." kata Kakashi.

"Sudah ya! Di kulkas ada camilan jika kau lapar. Selamat malam!" kata Kakashi sambil menutup pintu.

Hening.

Sakura membalikkan badannya. Tampaklah Sebuah kamar berukuran 5x5 meter persegi. Cukup luas untuk dihuni sendirian. Di dekat pintu terdapat meja belajar tanpa sebuah buku pun. Di seberang meja belajar terdapat lemari pakaian. Dan di seberang Sakura terdapat ranjang dengan seprai berwarna putih dengan selimut tebal berwarna biru tua. Di sisi kiri ranjang tersebut terdapat jendela yang mengarah ke teras. Kamar yang cukup nyaman dan rapi. Walaupun sedikit gelap.

Sakura meletakkan kopernya. Dia sudah sangat lelah dan butuh tidur. Gadis bersurai merah muda dan bermata emerald itu membuka jaketnya dan menggantungkannya di balik pintu. Lalu membuka t-shirt hijau mudanya dan membuka celana jeans-nya. Sakura mengenakan dalaman kamisol dan celana kain pendek diatas lutut. Konoha sedang berada di akhir musim panas, namun Sakura masih merasa gerah apalagi mengingat kejadian tak terduga beruntun saat dia menginjakkan kaki di rumah ini. Sakura melangkah ke arah ranjang dan menghempaskan dirinya lalu menarik selimut dan perlahan menutup matanya yang terasa berat.


"SASUKE-KUN… Suteki~"

"Sasuke-kun kawaii yo ne~?"

"Sasuke-kun, watashi mo mitte!"

"Sasuke-kun, aishiteruuu~"

Jeritan para fansgirl memenuhi ruangan club yang dipenuhi suara bising akibat permainan band indie bernama Taka. Karin, sang vokalis, dengan suaranya yang khas menyanyikan lagu-lagu rock yang sudah ia hafal luar kepala diiringi dengan petikan gitar dan bass dari personel lainnya, Suigetsu dan Juugo, dan jangan lupakan gebukan drum yang membuat penonton semakin histeris dibawakan dengan sangat keren dengan lelaki cool berwajah tampan, Uchiha Sasuke.

Teriakan fans semakin membahana saat Sasuke melakukan aksi drum solo-nya setelah lagu selesai. Penonton, terlebih penonton wanita, sampai jejeritan hampir pingsan mengagumi sosoknya yang charming dan merupakan magnet utama dari band rock Taka. Tepuk tangan riuh penonton mengakhiri aksi mereka malam itu. Sasuke menampilkan senyum kepuasannya dan meneguk air mineral dalam botol yang diserahkan Suigetsu padanya, membuat beberapa fansgirl kesulitas bernafas.

"Kalian sangat luar biasa!" puji pemilik club saat sebagian penonton sudah bubar dan pulang. "Gaji kalian akan kunaikkan minggu ini! Karena kalian, jumlah pengunjung di club ini meningkat pesat!" pujinya.

"Tuan Orochimaru, aku ingin konsumsi kita jangan hanya air mineral dan tempura terus. Sekali-sekali berilah kami konsumsi yang mewah seperti bento atau sushi." usul Suigetsu sambil menyalakan rokoknya.

"…atau pizza." gumam Juugo.

"Baiklah. Baiklah…" Orochimaru tersenyum senang. Diliriknya dua personel lainnya yang anteng di pojokan. "Malam ini aku akan mentraktir kalian. Terserah, kalian mau karaoke atau minum sampai pagi? Atau kita ke sauna dan memakan ayam panggang?"

"Aku lebih suka kau mentraktir kami main bowling." usul Karin.

"Aku lebih suka ke sauna dan makan ayam panggang." kata Suigetsu.

"…atau karaoke?" gumam Juugo.

"Hush, jangan semuanya begitu! Satu tempat saja." kata Orochimaru.

"Sasuke, kau mau mengusulkan kemana?" tanya Suigetsu pada Sasuke. Lelaki berambut raven dan bermata onyx tajam itu seketika menghentikan permainannya dengan stik drum.

"Hn. Aku rasa aku mau pulang saja." kata Sasuke.

"Eh, yang benar? Besok kau ada ujian?" tanya Suigetsu.

"Hn. Tidak. Aku hanya capek seharian ini belum tidur." kata Sasuke sambil meregangkan tangannya.

"Benar juga. Kemarin setelah manggung kita pergi karaoke sampai pagi, lalu kau langsung pergi ke kampus dan balik ke club sampai malam ini." kata Suigetsu mengingat-ingat.

"Jadi, kau tidak ikut dengan kami malam ini?" tanya Orochimaru.

"Tidak." Jawab Sasuke singkat sambil berdiri. "Jaa, aku pulang dulu."

"Pulang sana. Siapa juga yang membutuhkan dirimu." Ujar Karin kasar membuat Suigetsu memutar bola matanya. Sasuke terdiam sebentar dan membungkuk sedikit ke arah Orochimaru lalu berjalan keluar club.

"Cih, Karin jangan berlagak sok jual mahal napa? Sasuke eneg melihat kelakuanmu terus seperti itu!" protes Suigetsu.

"Apa katamu? Diriku memang seperti ini. Siapa yang sok jual mahal?" tandas Karin.

"Sudahlah… Ayo kita pergi ke sauna dan memesan makanan disana. Disana kita bisa makan sekalian istirahat, bagaimana?" Orochimaru menengahi.

Sasuke memacu motor sport-nya dengan kencang. Jalanan sangat sepi mengingat ini pukul 3 dini hari. Hingga sampai di suatu daerah di salah satu distrik Konoha, Sasuke berhenti tepat di depan sebuah rumah yang terlihat sedikit kumuh dari luar. Sasuke mematikan mesin motornya dan menuntun motornya untuk diparkir di teras rumah itu dan mengendap-endap mendekati jendela di samping teras. Sasuke membuka jendela yang memang sengaja tidak pernah dia kunci itu. Bagaikan maling professional, Sasuke menyelinap melalui celah jendela tersebut hingga sampai di dalam kamarnya.

Sasuke menguap lebar. Dia meletakkan tasnya dan mengeluarkan dua stik drum dari saku jaketnya dan menghempaskan begitu saja di lantai. Sasuke melepas jaket dan kaosnya sehingga dia bertelanjang dada. Lelaki cool itu menghempaskan diri ke ranjang dan menarik selimut. Sasuke memiringkan posisi tidurnya dan melingkarkan tangan ke pinggul gadis di sampingnya, meletakkan sebelah kakinya di atas pantat gadis itu bagaikan memeluk sebuah guling, wajahnya yang tampan menerobos rambut yang lembut menuju ceruk leher jenjang yang berbau wangi bunga musim semi yang tercium oleh hidungnya yang mancung.

Sangat nyaman.

.

.

.

Tunggu. Dulu.

Bagaikan tersengat aliran listrik chidori, Sasuke menjauhkan dirinya dari sosok yang sedang dipeluknya sehingga dia terjatuh dari tempat tidur. Sosok itu juga menyadari keberadaan Sasuke dan memekik sekuat-kuatnya.

"KYAAAAA!"

Suara itu. Dia perempuan?

Sasuke lekas berdiri dan berlari tergopoh-gopoh ke arah pintu. Pintu terkunci? Sial! Sasuke meraba-raba mencari saklar lampu. Tak! Tetap gelap. Lampu tidak menyala. Ugh, Sasuke pasti sangat mengutuk Kakashi atas pelayanan kamar berlevel rendahan ini. Dalam kebingungannya, Sasuke masih sedikit bisa melihat dalam keremangan, sosok gadis itu menggigil ketakutan.

"SIAPA KAU?!" bentak Sasuke.

Gadis itu terisak.

"APA KAU PENCURI?!" bentak Sasuke sambil mendekati gadis itu dan menarik lengannya agar menjauh dari ranjangnya. Gadis itu berontak dan membuat tarikan Sasuke lebih kuat.

"Bu…bukan…" gumam gadis itu lirih sambil terisak.

"AKU TANYA SIAPA KAU!" bentak Sasuke sambil terus menarik lengan gadis itu. Malang bagi Sasuke, kakinya terpeleset stik drum yang tergeletak sembarangan. Sasuke kehilangan keseimbangan dan tubuhnya nyaris terpelanting ke belakang, dia menarik apapun untuk membuatnya tetap berdiri. Sasuke merasa tangannya memegang tali baju dalam gadis itu. Namun, apapun itu, pegangan itu tidak akan cukup kuat untuk menahan bobot Sasuke yang pastinya jauh lebih berat. Gadis itu juga kehilangan keseimbangan setelah menyadari bahwa tali kamisol-nya terlepas membuat bra putihnya terekspos. Terlambat, tubuhnya ikut limbung dan terjatuh kedepan karena tarikan tangan Sasuke pada tubuhnya.

GLODAK!

Kepala mereka bersamaan terbentur lantai dengan kecepatan tinggi.

Sasuke tidak bisa merasakan apa-apa selain banyak bintang berkilauan di depan matanya dan semuanya berubah gelap.

.

.

.

-bersambung-

magnifiken


Halo, semuanya!

Ini adalah fanfic pertamaku. Sejak dulu aku suka banget baca fanfic.

Suatu kali aku kepikiran, masa aku baca terus nggak ikut buat fanfic?

Itung-itung kan balas budi (?) buat para author yang karya-karyanya udah aku nikmati dan buat penggemar fanfics, khususnya SasuSaku.

Soalnya aku SasuSaku die hard shipper! :D

Terima kasih sudah mau membaca, kasih review boleh, nggak ngasih juga boleh.

Aku mah orangnya nyantai.

Kalau yang kasih review, insya allah dibalas kok!

Terima kasih, minna! Kiss kiss!