H.A.D
B.A.P All Member, Kim Jongdae EXO. -Cats akan bertamabah sesuai kebutuhan cerita-.
Summary: "Apa yang kita lihat belum tentu itulah kebenarannya. Sama dengan sebuah kepercayaan, jangan mudah percaya dengan sebuah kisah klasik seseorang yang baru kita kenal bukan berarti kita krisis kepercayaan tapi, menghindari akhir cerita yang dinamakan penghianatan"-Kim Himchan-
B.A.P Fanfiction| Frindship|YAOI/NORMAL| Drama| Angst| Criminal| School Life.
Warning! TYPO! Non EYD! Alur Cerita Lambat! Etc!
A/N: Cerita ini dipersembahkan untuk rilisnya Album B.A.P Noir. Aku tahu ini telat tapi, semoga saja ketelatan ini tidak menunaikan masalah.
Nikmati lah ceritanya.
Ia meringkuk di sela lemari pakaian dan meja belajar, tubuh kecilnya tersembunyi oleh gelapnya kamar kakak perempuannya yang kini terbaring di lantai mentapanya tak berkedip, bibir itu yang biasanya selalu tersenyum kini terbuka mengeluarkan cairan berbau amis bercampur karat besi. Seseorang berpakaian hitam berdiri tegak mengitari ruangan khas anak perempuan itu. Ia sendiri sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan isak tangis ataupun jeritan takut melihat betapa mengerikannya keadaan kakaknya. Benak kecilnya mulai bertanya bagaimana keadaan ayah dan ibunya di luar kamar? Apa mereka baik-baik saja? Pertanyaan itu memenuhi benak kecilnya.
Seseorang berpakaian serba hitam itu kini menjelajahi ruangan itu perlahan, tubuh kecilnya merasakan terror besar akan datang kepadanya saat langkah kaki itu berhenti tepat dihadapannya namun posisi yang cukup jauh. Perlahan tapi pasti orang itu melangkah mendekat sebelum seruan di luar sana menghentikan langkah kaki seseorang itu, tubuh kecilnya tidak berhenti bergetar takut, bibirnya ia gigit kuat hingga berdarah. Gigitan di bibir tak terlepas hingga seseorang berpakaian hitam itu menghilang beberapa puluh menit yang lalu.
Bergerak dengan susah payah keluar dari tempat persembunyian, kaki kecilnya tertatih mendekati tubuh kakak perempuannya yang tergeletak tak bergerak. Tangan kecil itu menggerakan tubuh sang kakak sambil memanggil namanya.
"Nona ireoni."
"Nona ireoni ireoni!"
Ia mengerakan kembali tubuh kakaknya berulang kali tanpa berhenti untuk menyuruhkan bangun.
"Nona ireoni… Nona hikss… temani Chan melihat Appa dan Eomma."
Tubuh kecilnya bergetar hebat, tangan mungil yang bergerak itu mulai menggerakkan tangannya pada tubuh kakaknya tanpa tenaga.
"NONA IREONI!"
Ia berteriak nyaring dan berdiri dari duduknya, "Akan Chan adukan pada Appa dan Eomma jika Nona tidak mau bermain dengan Chan lagi!"
Berlari keluar kamar ia disambut oleh gelapnya ruangan, bau tidak mengenakan menyebar keseluruhan penjuru rumah namun kaki kecilnya tetap berlari kearah kamar orang tuanya, air mata serta lelahan ingus keluar bersamaan. Membelokan langkah ke lorong yang memang khusus tempat tidur orang tuanya tubuh kecil itu tiba-tiba tertarik kearah kanan tempat persembunyian rahasia miliknya. Sebuah tangan kasar memeluk dan mendekap mulutnya untuk tidak berteriak, ia memberontak marah namun tenaganya kalah kuat.
"Tuan muda kumohon diamlah."
Ia begitu mengenal suara ini, suara dari pengasuhnya serta kakaknya. Ingin mengeluarkan suara saat bekapan di mulut itu terlepas bunyi nyaring layaknya kembang api yang meletus di tengah malam yang sepi membuat tubuh kedua orang itu kaku. Sang pengasuh memeluknya erat bunyi letupan senjata berdinging nyaring dan terekam jelas oleh sambung telpon dari handphone milik sang pengasuh yang menghubungi polisi.
Gumamam kata yang sama berulang kali terdengar, sedangkan tubuh kecilnya tidak berhenti bergetar lelah air mata keluar tidak di ikuti isak tangis. Kata penenang dari sang pengasuhnya tidak sedikit pun terdengar karena mereka berada di dalam posisi mengerikan sedangkan dari arah lorong kamar orang tuanya lima siluet orang dewasa keluar dengan sekantong penuh hasil rampasan mereka tanpa menyadari ada dua sosok yang melihat jelas adegan pembunuhan tersebut.
Setelah yakin mendengar deru mobil menjauh dari luar pekarangan ia yang berada di dalam pelukan pengasuhnya segera saja berlari kearah kamar orang tuanya namun langkahnya terhenti menemukan hal yang sama terjadi pada ayah dan ibunya tergeletak di dalam kamar.
"A-appa… Eomma."
"Tuan-."
DORR
Mata yang tertutup itu melebar dengan cepat bulir keringat sebiji jagung menetes dari kening jatuh kebaju yang di kenakan olehnya. Mengusak wajah kasar penuh ketidak sukaan mimpi buruk yang acap kali terulang bagaikan momok mengerikan baginya untuk hidup tenang walau dua butir pil obat tidur di konsumsinya pun tidak akan berguna. Membuang selimut dikenakan olehnya ke samping kanan ia sebaiknya meneguk segelas air dingin untuk menenangkan dirinya dari mimpi buruk tersebut. Keluar dari dalam kamar kegelapan menyambut ia di rumah cukup besar ini yang hanya di isi olehnya seorang, menuruni anak tangga menuju dapur yang memang tidak terlalu jauh letaknya segera saja saklar lampu di tekannya untuk menerangi ruang dapur dimana jam kini menunjukkan pukul 04.00 pagi waktu korea selatan. Ia bangun terlalu cepat di bandingkan seperti biasanya mungkin karena efek mimpi buruk kali ini begitu mengganggu kegiatan tidurnya yang memang sedikit sekali. Membuka kulkas lalu mengambil sebotol air mineral dingin ia membuka tutup botol dan menguk air dingin itu secara brutal hingga menyisakan separuh air di dalam botol yang kini telah berada di dalam kulkas yang telah tertutup.
Puas minum ia memutuskan untuk menghabiskan waktunya untuk menonton televisi di ruang tengah mencangkup ruang tamu, berjalan hanya berapa langkah saja kini ia mendudukkan diri di sofa sambil menyalakan televisi. Biasanya acara menjelang pagi ini akan dipenuhi berita atau sekedar drama dewasa berating 18 keatas, atau bisa juga membahastentang olahraga bola yang pastinya akan dipilihnya di bandingkan no dua atau setidaknya no satu.
Acara televisi itu menyiarkan permainan antara dua club ternama yang selalu menjadi buah bibir bagi pencipta olahraga bola. Entah dari teknik mereka bermain hingga kesalahan-kesalahan kecil yang sengaja dilakukan oleh para pemain bola. Sedangkan siaran kali ini menyiarkan laga El Clasico dimana Real Madrid vs Barcelona sudah memasuki babak kedua ketika mereka memiliki point yang imbang Real Madrid 1-1 Barcelona. Persaingan yang ketat serta cara menyerang efisiensi begitu terlihat dari dua club ternama tersebut, beberapa pemain unggulan Barcelona selalu bisa menggoyangkan sedikit pertahanan Real Madrid namun di beberapa menit akhir Real Madrid lah yang menggoyangkan pertahanan Barcelona, Ronaldo dimenit ke81 sempat melemparkan tendang kearah gawang Barcelona sayangnya membentur mistar, tidak berhenti disitu dimenit ke83 salah satu pemain Real Madrid mendapatkan kartu kuning yang menyisakan 10 orang saja di dalam lapangan bagi Real Madrid, terlihat memang tidak imbang akan tetapi berbuah manis di menit akhir Ronaldo akhirnya bisa mencetak gol dengan skor Real Madrid 2-1 Barcelona. Suasana di lapangan luas sana memanas teriakan serta sorakan mendukung pemain unggulan mereka memenuhi stadion bola. Yakinlah jika kita menonton disana pasti kita akan terbuai suasana disana yang begitu menengangkan serta uporia kemenangan club unggulan kita. Seperti terlihat bagaimana para pendukung Real Madrid begitu bersorak bahagia bahwa unggulan mereka bisa mengalahkan sang tuan rumah.
Terlalu fokus pada televisi ia mendengus tak suka mengetahui jam yang berada di sebelah televisi menujukan pukul 05.30 waktu korea selatan. Berdiri dari duduknya untuk berjalan menuju kamar di lantai atas suasana sepi ini selalu menemaninya setiap detik, membawa kekosongan yang nyatanya baginya. Memasuki kamar lalu menuju kamar mandi pakaian bekas digunakan olehnya segera saja ditumpuk di keranjang cucian untuk di cucinya ketika hari libur datang. Membasahi tubuh menggunakan air shower bertempratur dingin untuk menyegarkan otaknya, tangan itu mengambil shampo beraroma mint untuk di gunakan, mengusap shampo beraroma mint di surai hitamnya setelah berlanjut menggosok tubuh dengan menggunakan sabun beraroma kemoterapi keseluruh tubuh, kini ia kembali berjalan kearah shower untuk membilasnya. Sudah memastikan tubuh bersih kini sebuah handuk melilit tubuh bagian bawahnya, berdiri di depan kaca wastafel tangan itu mengambil pembersih wajah dan mengosokan kewajahnya dalam beberapa menit sebelum membilasnya kemudian menggosok gigi sambil memperhatikan keadaan wajahnya bersih atau tidak dari bulu yang nantinya jadi jenggot.
Usai semuanya pakaian sekolah di kenakan olehnya tanpa blazer berwarna hitam yang menutupi seragam kebanggaan mereka berwarna putih sedangkan bagian kerah berwarna biru hitam membentuk kotak-kotak dipadu dasi senada kerah seragam. Celana panjang berwarna biru tua melekat dikakinya, mmperbaiki tatanan rambutnya menggunakan jelly rambut seadanya penampilannya terlihat cukup baik untuk murid memiliki reputasi kurang sedap di dengar. Semua sudah siap tas ransel pun sudah di pasang, tangannya pun menyambar helm serta kunci motor miliknya karena waktu tempuh kesekolah memakan satu jam lebih menggunakan bus sedangkan menggunakan motor lebih efisien satu jam pas. Keluar kamar tanpa lupa mengantongi handphone miliknya yang menampilkan pesan dari sahabatnya, tangan itu bergerak lincah membalas pesan tersebut bersamaan langkah kaki menuruni tangga hingga berhenti di rak sepatu dekat pintu. Menekan tombol send lalu memasukkan handphone kedalam tas, ia memasang sepatu bermrek yang di hadiahkan untuknya. Mengunci pintu rumah, lalu berjalan menuju pintu bagrasi untuk memanaskan motor Yamaha YFZ R1 selama 15 menit di luar bagrasi yang kini telah di kunci olehnya. Menunggu motornya dalam kondisi siap digunakan, ia lebih sering mendorong motor miliknya keluar dari pekarangan rumah, mengunci pagar.
Memasang helm setelah itu menaiki motor ninja miliknya ia sedikit bermain gas sebelum memegang kopling bersamaan rem tangan serta menaikan gigi pada motor.
BRUMM
Motornya berjalan pelan untuk pertama di gigi satu, menaikkan gigi motor hingga dua kali kini ia siap membelah paginya berudara dingin tanpa mengisi perutnya.
Rute jalan kali ini harus melewati tiga lampu merah serta beberapa kantor polisi lalu lintas. Sekolahnya berada tidak jauh dari pusat kota, sekolah bertarap internasional yang sangat di idamkan seluruh orang tua atau pun anak di korea selatan tapi tidak untuknya andai saja sekolah itu bukan tempat memuluskan jalannya menuju universitas keinginannya kedepan ia akan berpikir dua kali memasuki sekolah tersebut. Menghentikan motornya di lampu merah ketiga untuk satu menit kini motornya kembali melaju membelah kota Seoul, mengambil jalan berbelok kanan dan menempuh waktu 10 menit menuju sekolahnya, pintu gerbang telah terbuka dan hanya beberapa anak kelas tiga telah datang. Memasuki kawasan sekolah dan memikirkan motor di tempat parkiran, ia melepas helm untuk ditaruh diatas jok motor.
Berjalan memasuki deretan loker ia tidak sama sekali berhenti dan berjalan terus hingga menuju lorong sekolah. Menaiki tangga satu persatu hingga mencapai lantai tiga nantinya tidak banyak murid di bawahnya menatapnya takut, tiba dilantai dua sebuah seruan dari seseorang yang ia kenal menghentikan langkahnya.
"Hyung."
"Himchan hyung."
Membiarkan laki-laki lebih muda satu tahun darinya itu menepuk bahunya, ia hanya mengangguk saja.
"Gadis diluar sana berisik sekali."
Ia menepuk kepala anak prihatin, walau laki-laki lebih muda setahun darinya itu bukan yang diteriaki tapi siapa yang tidak terganggu oleh merepotkan tangga menuju lantai tiga sambil mendengarkan perkataan dari laki-laki lebih muda darinya tersebut mereka memasuki kelas sudah hampir terisi teman sekelasnya yang cukup tau batasan tempat karena sudah mengenal sejak tahun pertama semester. Mendudukkan diri dibangku deretan belakang dekat jendela, tas ransel ditaruh dibawa, tatapan mata jatuh pada sorakan atau jeritan histeris dari anak perempuan saat melihat lima laki-laki yang dijuluki 'King' itu berjalan memasuki sekolah melewati samping lapangan bola basket.
Lapangan bola basket sendiri pagi sekali sudah terisi anak basket yang berlatih untuk pertandingan antar sekolah dua minggu kedepan. Lima laki-laki bernama King itu memasuki lapangan basket menunaikan jeritan histeris mengganggu telinga pemain basket. Teman sekelas bernama Kim Jongdae mendudukkan diri tepat di bangku depan sambil menatap penasaran namun terlihat ketidak sukaan.
"Ketua osis sekarang tidak berguna."
Caci maki itu keluar begitu saja, sedangkan laki-laki disebelahnya bernama Jung Daehyun merangkap sahabat kecilnya mengangguk setuju. Anak-anak sekelas mulia memenuhi jendela untuk menatap kegiatan di luar kelas tepat di lapangan basket. Lihat betapa congkak King itu biar pun mengetahui bahwa tim basket andalan sekolah adalah anak bermasalah.
"Mereka cari mati."
"Tim basket itu kumpulan pereman."
Banyak lagi bisikan serta hinaan untuk adek kelas mereka yang mencari masalah tersebut. Sedangkan ia kini menatap tertarik adik kelasnya memiliki surai pink agak kemerahan mencolok serta tinggi dari pada yang lain. Daehyun menyadari itu berbisik kearah telinganya.
"Choi Junhong, anak kelas 2-4 murid bermasalah dengan beberapa anak dari pendonor dana disekolah. Sebulan lalu anak itu mengikuti perkelahian antara geng dengan luka lebam sedikit diwajahnya."
Ia melirik sekilas Daehyun yang tersenyum mengejek mengetahui ketertarikan darinya itu. Mendengus melihat ekspresi Daehyun, seruan dari Jongdae menarik perhatiannya serta Daehyun yang kini melihat sebagian anak basket berdiri menjulang sedangkan King berdiri angkuh.
"Sepertinya akan terjadi adu pukul."
Ada yang berkomentar saat melihat salah satu anggota dari King sepertinya tengah mengusir tim basket yang masih berdiri kokoh sebelum secara tiba-tiba kaki dari anak yang berbicara itu menendang perut dari sang pencetak angka pada ring basket. Seruan heboh terdengar sesaat kemudian digantikan tatapan kaget saat anak yang menendang itu malah terlempar mengenai ring basket setelah anak yang menarik perhatiannya bergerak begitu cepat menendang perut lawannya.
Perkelahian tidak terelakkan anak sekelas pada berseru membela tim basket pada hasil akhirnya harus dihentikan oleh guru BK, King mengalami lebam begitu banyak sedangkan tim basket tidak mengalami lecet sedikit pun.
"Kau tertarik dengan anak itu?"
Ia menatap kearah Daehyun dalam diam, lewat pandangan mata pun Daehyun akan mengerti maksudnya. Jongdae yang memperhatikan acara tatap mereka berekspresi sulit dijelaskan nalar. Keakraban ia dengan Daehyun memang sering di pertanyakan oleh anak sekelas, bagaimana perhatian Daehyun akan begitu berlebihan padanya namun satu sisi lain ia begitu menikmatinya.
"Apa kalian betulan cuman 'sahabat'?"
Ia menaikkan alisnya, Daehyun membaringkan kepala di pundaknya begitu manja. Jongdae seperti tersedak air liurnya sendiri melihat tingkah dari Daehyun begitu terang terangan, anak sekelas menatap prihatin Jongdae si mantan ketua osis tersebut.
"Bagaimana menurut mu, Jongdae?"
Jongdae terbatuk mendengar pertanyaan dari Daehyun sedangkan ia hanya diam saja. Jongdae mengipas wajah nya yang memerah begitu kentara.
"Ku dengar Himchan begitu jarang membantu mu di ekskul teater."
Jongdae kehilangan arah bicara ia mengetahui itu, seulas seringai tercipta begitu tipis di bibir khas miliknya.
"Dibandingkan itu, aku lebih suka membantu Daehyun diatas tempat tidur."aktifitas di kelas berhenti rahang Jongdae hampir terlepas dari tempatnya mendengar jawaban darinya." Lebih efektif dan menyenangkan."
Wajah itu semerah tomat, bel pelajaran pertama berbunyi menyelamatkan pemikiran polos Jongdae serta kekehan lucu dari Daehyun berada disebelahnya. Mengeluarkan buku kimia untuk mata pelajaran pertama perkataan darinya memang tidak sepenuhnya bohong. Baginya tidur berdua bersama Daehyun adalah hal menyenangkan untuknya.
"Keluarkan selembar kertas kita melakukan ulangan singkat untuk pelajaran beberapa bulan lalu."
Seluruh murid mengeluarkan protes tidak terima mendengar perkataan mendadak dari guru kimia yang telihat tidak bersahabat tersebut. Mungkin efek dari terjadinya perkelahian antara anak donatur sekolah dengan tim basket sekolah. Bagaimana pun guru kimia lah mempertahankan tim basket sekolah hingga sekarang melihat potensial penghargaan selalu disabet oleh olahraga ini melebihi ekskul lainnya di sekolah bertarap internasional. Memainkan pulpen ditangan saat mengetahui soal kali ini tentang saling terikatnya ikatan atom membentuk sebuah tubuh bercabang untuk kali ini ia akan menyelesaikan soal itu cepat. Semua anak dalam kelas tidak bergerak saking seriusnya guru kimia memang sejak tadi duduk di meja guru tidak habis pikir kelas ini memang berisi separuh besar anak bermasalah termasuk si ketua osis lama tapi di sisi lain otak mereka begitu encer untuk mendapatkan peridikat terbaik dari kelas 3-1, nilai murid dikelas ini hanya beda tipis di angka belakang paling rendah adalah nila 70.9. Tertinggi di pegang nilai sempurna 100 oleh anak yang beberapa kali ingin di keluarkan dari sekolah andai saja prestasi anak itu tidak mengharumkan nama sekolah ini.
Selesai mengerjakan tugas ia menjatuhkan pandangan keluar jendela, mendung di awan mulai terlihat suara pulpen berhenti bergerak menandakan bahwa Daehyun pun telah selesai mengerjakan tugas tersebut. Guru kimia atau Pak Kim menyuruh mereka istirahat terlebih dahulu, kertas di meja di kumpulkan oleh Daehyun. Berjalan keluar kelas melewati pintu belakang terbanding terbalik saat Daehyun keluar dari pintu depan, beriringan ke kantin untuk membeli satu kotak susu dengan dua potong roti isi strawberry untuknya, Daehyun isi melon. Biasanya mereka menghabiskan waktu diatap sekolah sambil menikmati angin segar, sudah membeli pengganjal perut mereka keluar kantin lalu kembali menaiki tangga menuju lantai teratas ada pembicaraan diantara mereka.
"Apa rencana mu, hyung?"
Ia melirik sekilas, "Tidak ada rencana untuk menariknya kepada kita."
Daehyun mengangguk mengerti toh semua akan datang sendirinya jika butuh sesuatu kepada mereka di akhiri ada yang terikat mau pun tidak.
"Kau yakin?"
Ia mengangguk saja sebagai jawabannya bersamaan mencapai tangga teratas tepat di pintu tertutup. Membuka pintu angin menerpa kulit mereka saat itu juga, melangkahkan kaki ke tempat biasa di dekat beton pembatas di samping gudang memiliki sedikit atap untuk menutupi mereka dari panas. Mendudukkan diri ketika sampai mereka segera saja menikmati roti yang dibeli tadi sambil berbincang ringan mengenai pertandingan bola sempat ia tonton kebetulan Daehyun pun menonton siaran televisi itu jadi mereka sibuk membahas bagaimana pihak Barcelona bisa di kalahkan oleh Real Madrid di kandang sendiri. Daehyun mendukung Barcelona tadi malam begitu tidak terima saat Himchan melemparkan ejekan betapa memalukan kalah di kandang sendiri, tidak terima di ejek terus Daehyun mengait lehernya dengan lengan kiri yang dengan mudah ia memutar balikan posisi. Daehyun tidak tahu ceritanya sekejap saja telah terbaring di lantai posisi tengkurap sedangkan ia menahan kedua tangan Daehyun dibelakang.
"Jangan lemah Daehyun-ah hanya karena aku sahabat mu.
Daehyun mendecih tak suka. Duduk kembali ketempat untung saja ia membawa blazer miliknya untuk di pakai Daehyun yang kini seragam putih itu di bagian dada kotor
"Tidak bisakah kau bercanda hyung?"
Ia mengacak rambut itu untuk pertanda minta maaf Daehyun mendapatkan perilaku seperti itu malah menyandarkan kepalanya di bahunya sambil menatap langit berawan.
"Hyung, sepertinya aku membutuhkan banyak uang lagi."
Ia melirik sekilas, "Sedikit sentuhan terakhir darimu alat itu akan selesai."memejamkan mata, tubuhnya bersandar pada tembok beton dengan rileks,"selesaikan malam ini maka aku akan memberikan semua persenan milik ku pada mu semua."
Daehyun hanya mampu menggenggam tangannya pertanda berterimakasih banyak akan kebaikan orang yang selama ini berada disampingnya untuk melindunginya. Ia sendiri tahu bahwa kehidupan seorang Jung Daehyun memiliki banyak kesulitan ketimbang dirinya yang hidup sendiri selama bertahun-tahun ini. Memberikan keheningan menemani mereka hembusan angin menerpa pori-pori kulit mereka membelai serta menyanyikan lagu pengantar tidur sejenak sebelum waktu istirahat habis. Kenyataannya mereka berdua melewatkan semua jam hingga bel pulang sekolah berdering nyaring mereka baru terbangun, tubuhnya cukup pegel di posisi sama entah berapa jam, bersyukur tidak hujan andai saja terjadi mereka akan basah kuyub ujungnya sakit khusus pada Daehyun.
Merenggangkan otot tubuh sedikit ia berjalan terlebih dahulu meninggalkan Daehyun yang masih menikamati angin sore. Di anak tangga terakhir ia berselisihin dengan Junhong yang berlari ke atap, mendudukkan wajah menahan seringai ternyata tidak perlu repot menjerat seekor kupu-kupu cantik kedalam jaring laba-laba. Memasuki kawasan parkiran ia mengetik sebuah pesan untuk suatu kepentingan pribadi, asik menukar pesan beberapa saat jari tangannya terhenti dan segera mengakhiri pesan tersebut lalu menghapusnya bersih dari segala sabotase.
"Ayo kita pulang hyung."
Ia mengangguk sambil memasang helm lalu memberikan helm cadangan miliknya kepada Daehyun. Menaiki motor di ikuti Daehyun segera saja ia meninggalkan kawasan sekolah untuk mencapai rumahnya tanpa banyak pembicaraan.
TBC
A/N: Silahkan komentar di clom bawah bertulisan 'review', komentar pembaca membuat ku lebih maju dalam penulisan.
