Chanyeol selalu sakit perut ketika memasuki tempat itu setiap pagi. Padahal, dia kira jika dia berhenti makan terlalu banyak sushi, banyak minum air putih, dan menghindari berbagai jenis masakan pedas, mungkin sakit perut periodiknya akan menghilang. Namun nyatanya, hidup tak sesederhana iklan di televisi. Dia tidak tahu kenapa perutnya selalu melilit, dan satu-satunya hal yang diketahuinya adalah sakit perutnya hilang setelah dia pergi meninggalkan tempat itu. Dan dia kira, dengan adanya liburan kenaikan kelas, sakit perutnya akan hilang. Salah total. Perutnya tetap saja melilit. Mungkin tempat itu terkena kutukan.
Tempat itu disebut Lycée Louis-le-Grand, atau biasa disingkat LLG, sebuah sekolah berkurikulum Prancis di Korea Selatan.
Sudah satu tahun Chanyeol bersekolah di tempat terkutuk ini, dan dia merasa sangat tidak nyaman. Dia ingin bersekolah di sekolah lokal, sehingga dia tidak perlu repot-repot bertemu kata-kata kerja dalam bahasa Prancis serta pelafalannya tiap minggunya. Belum lagi menghafal aksara Rusia yang aneh dan membingungkan, lalu belajar soal sejarah kemerdekaan Inggris. Di LLG, setiap siswa diwajibkan mempelajari segala hal tentang tiga negara besar Eropa: Rusia, Inggris, dan Prancis. Bagi Chanyeol yang kemampuan bahasa Rusianya sebelas-dua belas dengan anak kelas lima sekolah dasar, hal ini jelas menyiksa.
Lorong panjang LLG dipenuhi oleh anak-anak mengantuk berseragam abu-abu dan bawahan hitam garis-garis putih. Mayoritas dari mereka sedang membaca buku tebal berbahasa Inggris, ada yang mengangguk-angguk paham dan ada juga yang tampak tak mengerti. Chanyeol segera melangkah menuju papan pengumuman, jangan sampai dia tergeser ke kelas Reguler hanya karena nilai ujiannya yang buruk. Selama ini dia cukup bangga menyandang gelar Superior Magnoludoviciens*, apalagi kelasnya Superior A, tingkat kelas terbaik di LLG. Penuh kekuatiran, Chanyeol mendorong anak-anak yang mengerubungi papan dan mencari namanya.
01-1947-00/Chanyeol, Park/Superior A/Science-Mathematics
"Yes!" dia bersorak girang. Dia tetap berada di Superior A, dan rangkingnya naik. Dulu rangkingnya tujuh, sekarang dia rangking satu, mengalahkan nyaris dua ribu murid lainnya. Berterima kasihlah pada kakaknya yang dengan sabar mengajarinya beberapa aksara Rusia dan sedikit bahasa Prancis.
"Permisi."
Chanyeol menghentikan seruannya dan menoleh, menemukan seorang gadis kurus berkulit putih susu yang tadi menepuk pundaknya. Sedetik kemudian, dia mendadak gagu. Gadis itu cantik sekali. Matanya jernih dan indah, bulu matanya lentik, rambutnya hitam mengilat, dan pipinya merona kemerahan. Sayangnya, gadis itu memasang ekspresi kelewat datar yang menghakimi. Chanyeol, salah tingkah, menggaruk belakang lehernya dan berkata, "A-ada yang bisa kubantu?"
Si gadis menatapnya dari atas ke bawah. "Maafkan saya, Tuan, tapi Anda menghalangi jalan saya."
Demi Tuhan, apa-apaan itu tadi? Chanyeol belum pernah bicara seformal itu dengan orang sebayanya. Tanpa banyak omong lagi, si gadis langsung pergi ke ruangan kepala sekolah. Chanyeol menggelengkan kepalanya, dan dia menyeret langkah menuju kelasnya yang terletak di lantai dua. Seperti yang bisa diduganya sebelumnya, kelas masih sepi, hanya ada Oh Sehun—cowok pucat pendiam yang kutu buku—dan Kim Jongin—cowok berkulit agak gelap yang genit setengah mati. Kelas Superior, tidak seperti kelas Reguler, dihuni oleh enam belas murid terpilih saja. Maka dari itu, kelas-kelas berlabel Superior selalu menjadi kelas-kelas paling sepi dan paling tenang.
"Katanya akan ada murid baru. Pindahan dari Rusia," Do Kyungsoo dan Huang Zitao memulai kegiatan rutin mereka tiap pagi; bergosip.
"Bagus. Berarti, kelas kita akan menjadi genap enam belas," kata Zitao. Kelas Superior A memang berjumlah lima belas karena Lee Taemin pindah ke Jepang tahun lalu. "Kuharap murid baru kali ini cowok. Kalau cakep, kan, bisa kujadikan pacar."
"Kalau aku, sih, pengennya cewek. Kan seru, ada teman baru untuk bergosip."
Kegiatan rutin mereka harus berakhir karena Mr Robbins, wali kelas mereka yang galak dan cerewet, mendadak masuk ke dalam kelas, bahkan bel belum berbunyi. Seorang gadis berambut hitam lurus mengekor di belakangnya, menunduk sehingga wajahnya sedikit tertutupi. "Attention, class, kalian kedatangan teman baru. Ayo, perkenalkan dirimu," kata Mr Robbins.
Dan ketika gadis itu mengangkat wajah, memperhatikan lima belas orang di hadapannya dengan tatapan sinis dan menghakimi, Chanyeol, untuk yang kedua kalinya, menjadi gagu. Gadis itu yang tadi berbicara sangat formal terhadapnya, gadis yang luar biasa cantik, namun begitu dingin dan misterius. Astaga, bahkan saat pertama kali mereka bertemu, Chanyeol tidak menyadari bahwa gadis ini, gadis misterius ini, memiliki aura yang benar-benar memikat. Garis wajahnya anggun, lembut, namun tegas secara bersamaan. Chanyeol memiliki firasat bahwa gadis ini akan menempati urutan teratas dalam pemilihan gadis tercantik di LLG, mengalahkan Bae Irene, gadis kelas tiga yang konon kecantikannya menyamai kecantikan Kristina Pimenova.
"Zdravstvuite*, bonjour*, good morning. My name is Byun Baekhyun. Priyatno poznakomit'sya*." Byun Baekhyun memiliki pelafalan Rusia dan Prancis yang sempurna. Sudah jelas sekali bahwa dia tidak bisa bahasa Korea.
"I understand Korean, but not too well. So, I kinda need your help. Spasibo*," tuh, kan, dugaan Chanyeol benar, walau tak sepenuhnya. Baekhyun ternyata bisa bahasa Korea, tapi hanya sedikit.
"Please sit next to Charles—I mean Chanyeol," kata Mr Robbins dengan aksen Amerika-nya. Baekhyun tertegun sejenak, lalu duduk di bangku di sebelah Chanyeol. Setelah itu, Mr Robbins beranjak meninggalkan kelas, dan para cowok mulai mengerubungi Baekhyun.
"Baekhyun, my name is Kim Jongin. You are so beautiful."
"Privet*! Menya zovut* Kim Jongdae!"
"Oh my god, you're the definition of perfection! I'm Park Jimin, by the way."
"Maaf," kata Baekhyun, menggunakan bahasa Korea beraksen Rusia. Kedengarannya aneh sekali. "Tapi aku harus belajar."
Kalimat itu mutlak, absolut, tak bisa dibantah. Para cowok mengangguk patuh, kemudian kembali ke meja masing-masing, mengagumi sosok cantik Byun Baekhyun dari kejauhan. Sementara para gadis sedang asyik membicarakannya di sudut kelas. Si objek pembicaraan membuka buku berbahasa Rusia-nya dan mulai membaca, mengabaikan seluruh tatapan memuja yang dilontarkan kepadanya. Chanyeol tanpa sadar menelan ludah, berusaha untuk mencari kekurangan fisik Baekhyun, namun tak berhasil menemukannya. Baekhyun terlalu sempurna, kecantikan dan keanggunannya tetap terpancar meski raut wajahnya sedatar tembok kelas.
Kemampuan berbahasa Korea Baekhyun ternyata sama bagusnya dengan kemampuan Chanyeol berbahasa Prancis. Yoon songsaenim sampai bertanya-tanya bagaimana seorang anak asli Rusia bisa berbahasa Korea semahir itu. "Ini akan menjadi poin tambahan untukmu, Nona Byun. Bagus, bagus sekali," ucap Yoon songsaenim. "Apakah kau punya garis keturunan Korea?"
"Ya," jawab Baekhyun singkat, padat, dan jelas, tanpa mau menjelaskan lebih lanjut.
Bel istirahat berbunyi. Yoon songsaenim yang masih terkesima beranjak meninggalkan kelas. Anak-anak berlarian ke kafetaria, kecuali Chanyeol. Sebagai ketua kelas dan murid teladan yang baik, dia harus beramah tamah pada gadis beku di sebelahnya ini, harap-harap Baekhyun sudi menatapnya, atau paling baik, tersenyum padanya. Pasti akan lucu sekali.
"Halo," sapanya. "Aku Chanyeol. Senang bertemu denganmu, Baekhyun-ssi."
Baekhyun menoleh sekilas, tersenyum tipis—sangat tipis, dan kembali menghadapi bukunya. Detak jantung Chanyeol semakin meningkat, serasa bisa mendobrak rusuknya, karena... astaga, Baekhyun, murid baru yang berwajah lebih judes daripada Sehun, yang berwajah secantik malaikat itu, baru saja tersenyum padanya. Hatinya berbunga-bunga, kedua harapannya (yang dikiranya mustahil terjadi) terkabul, ingin rasanya dia jingkrak-jingkrak keliling sekolah, tapi dia ingat umur dan tidak mau dicap sebagai Ketua Kelas Alay oleh sekolah. Itu memalukan.
"Kalau boleh kutahu, kau ikut ekstrakurikuler apa?" Chanyeol bertanya sekali lagi, belum menyerah menjalankan misinya mendekati Byun Baekhyun, si Gadis Beku. Kali ini dia berharap Baekhyun ikut ekstrakurikuler tari, sama sepertinya.
Hening selama lima menit.
"Jurnalistik," kata Baekhyun pelan. Chanyeol menghela napas kecewa.
"Kenapa jurnalistik?"
"Dan apapun alasanku—" gadis itu melirik name tag Chanyeol yang tersemat di dada bagian kanan, "—Park Chanyeol, apakah itu penting bagimu?"
Chanyeol menelan ludah. Bahkan Baekhyun sama sekali tak meliriknya, seolah dia adalah sesuatu yang tak patut dilihat. Nada bicaranya sedingin es, namun sayangnya gagal mengurangi pesonanya. Pelajaran setelah Bahasa Korea adalah Biologi, dan tugas kali ini mengamati organ-organ tubuh katak. Chanyeol refleks mengeluh, dia benci ketika harus berurusan dengan kaca pembesar dan hewan-hewan menjijikkan yang menjadi kelinci percobaan. Di laboratorium biologi, barulah Jung songsaenim memberikan instruksi utama. Semua anak berkelompok, masing-masing empat orang, dan harus memiliki hasil diskusi yang berbeda. Chanyeol bersama Kim Jongdae, Kim Taehyung, dan... astaga, apakah Jung songsaenim salah tulis?
Dia sekelompok dengan Baekhyun.
Dua jam pelajaran Biologi yang pada dasarnya sudah menyebalkan menjadi tambah menyebalkan, karena satu-satunya orang waras—bukan secara harfiah—di kelompok Chanyeol adalah dirinya sendiri. Kim Jongdae sangat usil, cerewet, dan tukang lawak. Selera humornya juga sangat rendah, apapun yang lucu sedikit, pasti dia ketawa. Dia adalah anggota yang tak bisa diatur, semaunya sendiri, serta luar biasa pintar (dalam konteks mengganggu orang lain). Lalu ada Kim Taehyung, yang tingkat keabnormalannya lebih tinggi daripada Jongdae, disebut-sebut sebagai alien, hiperaktif, dan suka ngaku-ngaku kalau dia orang jenius. Hobinya break dance di depan kelas sambil teriak-teriak. Meskipun abnormal dan idiot, banyak gadis yang mengaku tertarik padanya.
Dan ada Byun Baekhyun. Tidak abnormal, serius, dan tak banyak bicara. Lebih tepatnya, dia tak bicara sama sekali, seolah prinsipnya adalah 'don't talk, just prove'. Saat mengerjakan misi, Baekhyun hanya menuliskan pendapatnya di bukunya, berhenti sejenak, dan menyerahkan bukunya pada Chanyeol, si ketua tim. Chanyeol tidak bisa berkata lebih lagi, gadis ini benar-benar seorang jenius. Pendapatnya akurat, menggunakan bahasa yang padat, namun jelas dan terperinci. Berkat pendapat Baekhyun, mereka mendapat nilai paling tinggi di antara semuanya.
"Kalian masih punya satu tugas lagi," kata Jung songsaenim. "Membuat peta konsep tentang materi berikutnya. Tetap berkelompok seperti ini. Buat peta konsep di kertas manila, dan kumpulkan dua minggu setelah ini."
"Kita tak bisa mengerjakannya hari ini juga, tak akan selesai," kata Taehyung.
"Bagaimana kalau kita mengerjakannya di rumahku besok?" usul Jongdae.
"Tidak," tolak Chanyeol tegas. "Yang ada, nanti kita malah main UNO, kalau enggak ya main playstation. Jangan di apartemen Taehyung. Kau pasti tidak mau belajar di tengah-tengah tumpukan pakaian kotor, kan?"
Taehyung manyun.
"B-bagaimana kalau kita... ehm, kerja kelompok di rumahmu saja, Baekhyun-ssi?" usul Jongdae.
Raut wajah Baekhyun langsung berubah. Antara bingung dan ketakutan. "Tidak," katanya pelan. "Jangan di rumahku."
Secara tak langsung, rumah Chanyeol-lah yang dipilih sebagai tempat untuk kerja kelompok, dan mereka tak bicara lagi sampai bel pulang sekolah berbunyi. Melihat tabiatnya selama sembilan jam pelajaran, Chanyeol mencapai mufakat baru yang sebenarnya amat tak masuk akal; Byun Baekhyun adalah seorang vampir masa lalu yang tersesat di abad ke-21. Pendiam, kutu buku, dan misterius, mirip keluarga vampir yang ada di salah satu film Hollywood favorit Chanyeol.
Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Ada telepon masuk dari nomor bernama 'Minnie Noona'. "Halo, noona? Ada apa?"
"Aku sedang berada di bandara menjemput Papa. Usahakan pulang cepat. Tolong buatkan teh herbal kesukaan Papa juga," kata suara lembut di seberang sana. "Dan usahakan rumah sudah bersih."
"Papa pulang? Hari ini?" Chanyeol menyunggingkan senyum lebar. Dia sangat senang dan tidak sabar ingin segera bertemu dengan ayahnya, mengingat sudah hampir delapan bulan ayahnya pergi ke Brazil untuk menemui salah satu koleganya. "Tentu saja, noona. Tapi bagaimana dengan Mama?"
"Mama masih sibuk dengan cabang butiknya di Denmark. Minggu depan baru pulang. Kututup dulu, ya, pesawatnya sudah sampai. Dadah, Chanyeol-ah."
"Dadah!"
Maka Chanyeol pulang dengan hati gembira. Dia memarkir sepeda motornya di garasi, segera beranjak ke dapur, dan menyeduh air panas. Ayahnya, Park Yunho, merupakan salah satu pebisnis tersukses di dunia, yang pendapatannya hampir menyamai Bill Gates dan Steve Jobs. Sementara ibunya, Kim Jaejoong, adalah desainer ternama yang karya-karyanya sudah diakui hingga ke mancanegara. Mereka sama-sama orang sibuk, dan mereka sama-sama telah meninggalkan Korea selama lebih dari setengah tahun, itu sebabnya Chanyeol sangat merindukan mereka.
Rupanya Minseok telah memasak makanan kesukaan ayahnya. Gulai daging sapi, sup rumput laut, dan nasi goreng seafood, dengan puding coklat sebagai makanan penutup serta jus jeruk sebagai minuman utama. Baru saja Chanyeol meletakkan teko berisi teh panas di atas meja, bel pintu berbunyi. Tersenyum lebar, dia menyeret langkahnya dan membukakan pintu. Seorang pria paruh baya berjas rapi berdiri di depan pintu, wajahnya tampak jauh lebih muda dari umurnya yang sebenarnya. Chanyeol langsung berhambur ke pelukan ayahnya, diikuti oleh kakaknya, Kim Minseok.
"Aku rindu sekali, Papa," kata Chanyeol manja. "Ayo, kita masuk. Minseok noona sudah memasakkan sup rumput laut untuk kita."
"Wah, semuanya makanan kesukaan Papa. Terima kasih banyak, Minseok-ah," ucap Yunho bahagia saat mereka sampai di meja makan. Chanyeol mengisi piringnya penuh-penuh dengan nasi dan gulai daging sapi yang menggoda selera.
"Bagaimana, Papa? Apakah enak?" tanya Minseok.
"Tentu saja, Darl. Ini enak sekali," Yunho menyuapkan sesendok besar nasi goreng seafood ke dalam mulutnya. "Oh, ya, saat di Florida, Papa bertemu dengan Siwon ahjussi. Katanya dia baru saja pindah ke Korea minggu lalu."
"Papa bertemu dengan ahjussi? Bagaimana kabarnya? Apakah dia membawa... siapa nama anak perempuannya?" Minseok sepertinya sangat bersemangat membicarakan topik ini.
"Kabarnya baik. Chanyeol-ah, bagaimana kabar Byun Baekhyun? Kudengar dia satu sekolah denganmu. Apakah dia bersikap baik padamu?" tanya Yunho pada Chanyeol.
Yang ditanya melamun sebentar. Bagaimana kabar Baekhyun? Gadis itu sedatar tembok dan sekaku papan cucian. Belum lagi segala perkataannya yang mengandung sarkas tingkat tinggi. "Baik-baik saja" tidak akan mendefinisikan kabar Byun Baekhyun sekarang ini. Karena, mana ada orang baik-baik saja yang memasang wajah judes, berkata sinis, dan selalu murung setiap waktu?
"Oh. Soal itu. Baekhyun... dia oke."
Chanyeol tidak bohong. Secara fisik, kan, Baekhyun memang oke. Rambutnya hitam lurus, mengilat, lebat, membingkai wajahnya dengan sempurna. Badannya kurus dan langsing, ukuran bajunya tak mungkin lebih dari 2. Kulitnya seputih susu, tampak begitu halus dan lembut. Jangan lupakan soal bibirnya; merah, ranum, tipis namun seksi, pokoknya sempurna. Matanya jernih dan sedikit lebar khas Eropa, bulu matanya lentik, alisnya tebal dan rapi. Senyumnya manis, walaupun begitu irit seolah tersenyum membutuhkan biaya ratusan won untuk sekali pemakaian. Siapapun yang berkata bahwa Baekhyun tidak cantik perlu digiring ke dokter spesialis mata.
Secara keseluruhan, Baekhyun benar-benar sempurna, dan akan menjadi lebih sempurna lagi jika sepasang mata jernih itu menyipit karena tersenyum. Kecantikannya langka, Chanyeol belum pernah melihat kecantikan seperti itu seumur hidupnya.
"Tapi tunggu, Papa dan noona kenal Baekhyun? Kalian kenal dia dari mana?" buru-buru Chanyeol tersadar dari lamunannya. Yunho tersenyum, sementara Minseok memasang wajah apa-otakmu-itu-sudah-berkarat-atau semacamnya.
"Siwon, ayah Baekhyun, adalah teman Papa sejak kecil. Kebetulan kami sama-sama pebisnis."
"Kau dan Baekhyun pernah bertemu sekali, di Salzburg," kata Minseok. "Saat itu, kau berumur dua tahun. Kita datang ke Austria untuk menghadiri acara ulang tahun Empress Elisabeth, nenek buyut Baekhyun, yang kedua ratus tujuh belas tahun."
"Empress Elisabeth? Elisabeth dari Austria?" ulang Chanyeol bego. Dia pernah membaca nama itu sekilas di buku yang bercerita tentang kehidupan bangsawan di Eropa kuno. Elisabeth dari Austria sering disebut-sebut sebagai ratu sekaligus bangsawan Eropa paling cantik. Ternyata, beliau adalah nenek buyut Baekhyun. Pasti kecantikan Baekhyun yang berlebihan dan sangat tak manusiawi itu menurun dari nenek buyutnya.
"Kau pasti kaget, kan? Orang tua Baekhyun dua-duanya punya darah Korea. Siwon ahjussi asli Korea, sedangkan Kibum ahjumma blasteran Korea-Austria. Emang agak aneh, aku pun bingung," Minseok mengendikkan bahu, lalu melahap sup rumput lautnya.
"Jadi, Baekhyun bukan orang Rusia?" tanya Chanyeol.
"Bukan. Dia lahir di Wina, namun besar di Rusia. Cuma itu yang kutahu, itupun dari Papa. Keluarga Byun adalah keluarga yang tidak banyak bicara," jawab Minseok.
"Kalau boleh aku tahu," kata Chanyeol. Tenggorokannya terasa kering. "Apakah... apakah Baekhyun memang seperti itu sejak dulu?"
"Seperti itu apa?" sahut Minseok.
"Selalu... murung," Chanyeol merendahkan suaranya di akhir kalimat.
"Kalau soal itu, Siwon tidak pernah cerita. Kakakmu benar, keluarga Byun tidak terlalu suka bicara. Mereka memegang teguh prinsip bahwa kehidupan keluarga mereka adalah sebuah privasi," kata Yunho. "Namun, kalau Papa boleh menyimpulkan, mungkin Baekhyun masih trauma atas kematian ibunya."
"Kibum ahjumma meninggal saat Baekhyun berumur tujuh tahun. Keluarga Byun menyembunyikan penyebab kematian Kibum ahjumma rapat-rapat, lagi-lagi atas dasar privasi. Bahkan mereka menyuruh polisi yang menginvestigasi untuk tutup mulut," Minseok mendengus perlahan. "Aku benar-benar tak habis pikir dengan keluarga mereka."
"A-apakah noona dan Baekhyun pernah bicara?" Chanyeol tidak tahu kenapa dia mendadak sepenasaran ini dengan Baekhyun.
"Kenapa kau jadi kepo sekali? Kau suka padanya, ya?" goda Minseok.
Wajah Chanyeol memanas. "Tidak! Aku hanya ingin tahu saja."
"Hm..." mata Minseok menerawang lurus. "Seingatku, satu kali. Saat di pemakaman Kibum ahjumma. Dia bilang 'hai' padaku. Selanjutnya, aku tak pernah mendengarnya bicara."
"Itu namanya menyapa, bukan bicara."
"Hey, disapa duluan oleh keturunan salah satu bangsawan paling berpengaruh di Eropa adalah suatu keajaiban dunia!" Minseok melotot lucu. "Dia keturunan bangsawan, Chanyeol-ah. Keturunan bangsawan! Apalagi nenek buyutnya adalah seorang empress regnant, seseorang dengan kasta tertinggi di hierarki kepemimpinan Eropa, yang memerintah suatu wilayah atas namanya sendiri!"
"Ya ya ya," kata Chanyeol malas. "Memangnya apa untungnya menjadi keturunan seorang empress regnant?"
"Duh, anak bodoh," Minseok menyumpah. "Itu berarti Byun Baekhyun adalah cucu dari seorang queen consort* dan putri dari seorang archduchess* Korea-Austria Kim Kibum. Secara tak langsung, nama Baekhyun yang resmi adalah Duchess* Mary Elizabeth Baekhyun Byun from Austria! Dia punya gelar!"
"Dari mana noona tahu semua ini?" Chanyeol benar-benar tak habis pikir. Setahunya, kakaknya paling benci pelajaran Sejarah, apalagi materi yang menyangkutpautkan negara-negara asing di dalamnya.
"Buku," jawab Minseok singkat.
"Memang ribet," sahut Yunho, menyadari raut wajah bingung anak tengahnya. "Seluruh anggota keluarga Siwon punya wilayah kekuasaan sendiri di Eropa. Mereka tidak seberapa terkenal di Asia."
"Waw," kata Chanyeol terkesima. Baekhyun, di usianya yang ketujuh belas, sudah memiliki wilayah kekuasaan serta gelar bangsawan sendiri. Chanyeol? Hell, uang saku sehari-hari saja dia masih meminta pada ayah dan ibunya.
"Sayang banget deh, kau tidak bisa menghadiri pemakaman Kibum ahjumma. Coba saja kau tidak ikut study tour ke Gangnam, pasti kau bisa melihat keindahan Kastil Mirabelle," kata Minseok.
"Kastil Mirabelle?"
"Itu rumah mereka. Hebat, ya, bisa tinggal di istana semegah itu. Gak nyesal aku ikut Papa dan Mama ke sana."
"Apakah Baekhyun pernah bertanya sesuatu tentangku?" tanya Chanyeol antusias.
"Setahuku tidak. Sudah, jangan tanya-tanya lagi. Sup rumput lautmu jadi dingin, nih."
-o0o-
Rutinitas Chanyeol selepas jam tiga sore adalah merenungi kesialan hidupnya di taman dekat perumahan. Kadang-kadang, dia pergi untuk sekedar memborong es krim, memakannya sendirian, dan ketiduran di bawah pohon, lalu Minseok akan datang meneriakinya dengan suara bernada tujuh oktaf. Ada sebuah gereja besar yang terletak di sebelah taman, bertingkat empat mirip LLG, selalu ramai akan pengunjung pada hari-hari tertentu, paling sering Jumat pagi. Chanyeol suka mendengarkan ceramah pastur dan nyanyian-nyanyian rohani lewat jendela gereja, itu membuat hatinya tenang, walaupun pada kenyataannya dia bukanlah seorang yang religius, tak seperti ibunya.
Tak biasanya taman sepi. Hanya ada truk makan siang, gerobak penjual gula-gula kapas, dan keluarga yang sedang piknik. Melahap gula-gula kapasnya, Chanyeol menyaksikan sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan gereja. Seorang perempuan memakai topi kupluk, masker, dan kacamata hitam keluar dari mobil, disusul oleh perempuan lain, yang kondisinya luar biasa menyedihkan. Perempuan itu memakai baju khas rumah sakit, rambutnya awut-awutan, pucat pasi, dan wajahnya menyiratkan kesan tak waras. Kemudian, seorang biarawati tua berwajah ramah menyambut mereka, membawa si perempuan gila masuk, lalu si sopir (yang anehnya juga seorang perempuan) keluar menghampiri perempuan bertopi kupluk.
"Maafkan saya, Putri Elizabeth, karena mengganggu Anda," Chanyeol mendengarnya bicara. "Tapi saya baru saja mendapat kabar. Yang Mulia hendak bertemu dengan Anda. Secepatnya."
"Bilang pada Yang Mulia bahwa aku sedang tak ingin diganggu."
"Putri Elizabeth," si sopir menghela napas lelah. "Anda tidak boleh terus-terusan menghindari ayah Anda sendiri."
"Aku lelah berdebat denganmu, Seokjin," Putri Elizabeth berkata datar, cukup jelas meskipun mulutnya terhalang masker. "Sekarang, bawa aku ke tempat biasanya."
Dan setelah itu, mereka pergi. Otak Chanyeol yang terkadang lemot langsung menangkap sesuatu. Sesuatu yang sama tak masuk akalnya dengan kemungkinan Taehyung akan berhenti bersikap abnormal.
Putri Elizabeth? Apakah yang dimaksud si Seokjin ini Mary Elizabeth Baekhyun Byun from Austria?
Magnoludoviciens: sebutan untuk siswa yang bersekolah di Lycée Louis-le-Grand
Zdravstvuite: hello (formal)
Bonjour: selamat pagi/hello (Prancis)
Priyatno poznakomit'sya: senang bertemu dengan Anda (formal)
Spasibo: terima kasih
Privet: hello (informal)
Menya zovut: nama saya
Queen consort: ratu yang memerintah suatu wilayah atas namanya sendiri. Gelar ini berada tepat di bawah emperor dan setara dengan king
Archduchess: bentuk wanita dari Archduke. Gelar bangsawan ini berada di bawah emperor dan king, serta berada di atas grand duke dan duke
Duchess: bentuk wanita dari duke. Gelar bangsawan ini berada di bawah emperor, king, dan archduke
