Tittle : Somewher We Only Know

Minor- Tittle : (I Love You, My Racer!)

Casts : Luhan, Sehun, Kris, Kyungsoo and etc

Genre : Romance, Hurt, Fluff and etc

Rating : T-M

Length : Series

Note: SELAMAT MEMBACA, Mina-san! Ini ff pertama KatKat, panggil gue Iren atau KatKat ya, jangan thor! Gue kan ga ngeluarin petir hehehe

Di sebuah rumah sewa di pinggiran Seoul, lelaki manis berambut caramel ini terduduk dengan lesu. Tak ada lagi semangat seperti hari-hari yang lalu. Mata rusa nya yang berbinar telah sirna berganti pandangan kosong tanpa titik fokus. Seperti pandangan matanya, lelaki bernama Xi Luhan ini merasa kosong setelah paman nya –Xi Zhoumi, meninggal dunia seminggu yang lalu.

Luhan sebatang kara.

Sendirian di dunia ini.

Tak memiliki seseorang untuk bersandar.

Tak memiliki seseorang yang akan melindunginya.

Namun, kesedihan itu tidak boleh berlarut-larut. Luhan segera menghapus air matanya dan mencoba tersenyum sebisa mungkin. Apapun yang terjadi, ia harus melanjutkan hidupnya. Sekalipun harus bersusah payah, Luhan bertekad akan melakukan apapun demi melanjutkan hidupnya.

"Sudah tengah malam, tapi kenapa aku tidak bisa tidur? Paman Zhoumi, setidaknya bisakah arwah mu muncul dan memberikan aku sebuah petunjuk?" gumam lelaki berdarah Cina-Korea ini dengan nada frustasi. Pikirannya tak bisa tenang semenjak kematian satu-satunya orang yang ia miliki di dunia ini.

Luhan berjalan menuju dapur, ia menenggak segelas air putih untuk menenangkan pikirannya. Kalimat terakhir yang diucapkan mendiang Paman nya itu membuat Luhan terus berpikir keras.

Luhan, aku menyayangimu, cari dia, kau harus menemukannya.

Luhan mengacak rambutnya frustasi, "Arrgh! Dia siapa, hah?" teriak Luhan. Ia membanting gelas kaca itu hingga pecah menjadi serpihan tak berharga. Luhan tidak mengerti kenapa paman nya mengatakan itu sebelum ia pergi.

Dengan terpaksa, Luhan harus mengabaikan hal itu untuk sejenak dan pergi tidur. Besok, ia harus bekerja dan mendapatkan uang yang banyak untuk membiayai hidupnya dan membayar uang sewa rumah ini.

.

.

.

Luhan datang pagi-pagi sekali ke sebuah café bergaya Eropa tempat ia bekerja, ia sebenarnya menyesal sudah mengabaikan pekerjaannya selama seminggu dan memilih untuk menangisi kepergian Paman nya. Semoga saja, sajangnim tidak marah. Fighting, Luhan! – batinnya dalam hati. Luhan mengetuk pintu manajer café itu selama beberapa saat, ia berniat untuk menejelaskan sebuah alasan dibalik ketidak hadirannya di café selama seminggu. Namun, pintu itu tak kunjung terbuka. Luhan akhrinya langsung masuk ke ruangan itu dan membungkuk di hadapan bos nya.

"Selamat pagi, sajangnim. Saya mohon maaf atas…" belum sempat Luhan menjelaskan semuanya bos berkepala botak itu langsung menggebrak meja dan menatap Luhan dengan garang.

"Saya tidak mau bekerja dengan orang sepertimu. Alasan apapun yang akan anda utarkan, simpan saja. Silahkan, meninggalkan café ini, Luhan-ssi." Nada bicara bos itu seakan-akan Luhan membuat kesalahan yang tak dapat diampuni, tatapan garang nya menciutkan nyali Luhan untuk melawan.

"Tapi…"

"Kenapa kau masih mau bekerja di sini, Luhan-ssi?" bos itu mendekat ke arah Luhan, menarik dagu Luhan agar Luhan tidak menunduk. Luhan dengan takut-takut mengangguk.

"Bagus, kalau begitu, serahkan tubuhmu, sayang." Bisik bos botak itu, tepat di telinga kanan Luhan. Luhan terkesiap, emosi nya tiba-tiba saja terkumpul dan siap untuk meledak. Memang iya, Luhan ingin bekerja di sini. Luhan ingin bertahan hidup dengan bekerja di sini. Tapi, jika seperti ini caranya? Lebih baik pergi.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi bos kepala botak itu, Luhan menggeram kesal, tangan-tangannya terkepal hingga buku jarinya memutih, "Dengar, Pak Tua Kepala Botak! Saya memang masih ingin bekerja di sini, tapi, jika itu yang anda minta? Lebih baik saya pergi!"

Luhan akhirnya berlari keluar dari café itu diiringi sumpah serapah yang terus keluar dari mulutnya, "Sial! Sial! Dasar botak sialan! Heh, memangnya aku pria murahan, hah?" Luhan mengelus dada nya sendiri, mencoba untuk meredakan emosinya yang masih meletup-letup.

"Aku lapar…" gumam Luhan ketika mendengar perutnya berbunyi. Luhan mengecek uang di kantongnya, "Setidaknya, aku masih bisa makan ramen selama beberapa hari kedepan."

.

.

.

Hari ini Luhan pulang ke rumah nya dengan wajah murung, hari ini Luhan kehilangan pekerjaannya dan setelah mencoba mencari pekerjaan baru seharian penuh, Luhan tak mendapatkannya.

Luhan duduk di teras rumah dengan wajah lesu, menatap langit senja yang seolah mengejeknya dan menertawakan ketidakberdayaannya saat ini.

"Luhan! Luhan!" Luhan terkejut ketika sebuah suara memanggilnya, ia tersenyum dikala mengetahui siapa orang itu, "Oh astaga, Kyungi! Kupikir kau hantu, kau mengagetkan ku saja." ujar Luhan.

Lelaki yang tak kalah manis itu adalah Do Kyungsoo, tetangga sekaligus sahabat Luhan yang bekerja sebagai kepala bagian cleaning service di Stanley Network & Broadcasting Corp, sebuah perusahaan media massa yang cukup ternama di Korea Selatan.

"Kenapa sih dengan wajahmu itu? Murung setiap hari! Aku tau kau masih sedih, Lu. Tapi, ayolah! Jangan seperti ini terus. Paman Zhoumi juga tidak akan tenang melihatmu seperti ini terus!"

Luhan menghela nafasnya dengan berat, "Iya, Kyungie. Sebenarnya, aku dipecat karena aku tidak bekerja selama seminggu." Kyungsoo mengangguk, "Kalau begitu, kau bisa mencoba melamar pekerjaan di tempatku bekerja. SNBC sedang membuka lowongan kerja, kudengar SNBC sedang mencari jurnalis handal."

Luhan tersenyum lebar, matanya berbinar penuh kegembiraan, "Serius? Meskipun aku hanya lulus SMA, aku punya banyak pengalaman kerja. Bisakah aku melamar di sana?"

Kyungsoo tersenyum dan mengangguk, "Tentu saja bisa. Xi Luhan, 22 tahun, lulusan Seoul International High School. Pengalaman kerja; kurir, penjaga sekolah, tukang cuci piring, pengasuh anak, cleaning service, penjaga kasir, penjaga kuburan, penagih hutang, pelayan café, penerjemah bahasa mandarin-korea, dan kupastikan, kali ini adalah jurnalis." Celoteh Kyungsoo, ia memainkan jari-jarinya, menghitung berapa banyak pekerjaan yang sudah pernah dilakoni oleh Luhan.

Luhan tertawa, "Hahaha, sebanyak itu ya? Aku sendiri tidak menyangka sudah pernah menjalani semua itu. Semoga saja aku bisa menjadi jurnalis yang handal."

"Semangat, Lulu!"

"Gomawo, Kyungie!"

.

.

.

Pagi-pagi saat matahari baru saja keluar dari peraduannya, saat embun-embun pagi masih bergelayut manja di pucuk dedaunan, saat burung-burung gereja bernyanyi riang menyambut hari, Luhan dan Kyungsoo sudah berangkat ke SNBC.

Luhan mendecak kagum ketika tiba di Gedung SNBC. Gedung yang merupakan gedung tertinggi di Seoul ini memiliki interior yang sangat mewah. Lantai nya terbuat dari marmer impor, pilar-pilar kokoh bernilai seni tinggi, dan lukisan-lukisan antik yang menghiasi dinding berlapis cat hitam-putih itu membuat gedung ini terkesan misterius namun tetap bernilai seni tinggi.

Luhan tersenyum, mengagumi desain gedung ini. Namun, senyumnya itu pudar ketika melihat banyaknya pelamar pekerjaan yang datang. Luhan jadi minder ketika melihat para pelamar itu memiliki wajah intelek dan penampilan yang bagus. Sedangkan dirinya? Luhan menyesal, harusnya ia memakai setelan jas Paman Zhoumi saja, meskipun kebesaran sekalipun. Luhan malu, di sini, hanya dia yang satu-satunya memakai pakian santai; kaos biru muda yang dipadukan dengan jeans hitam. Sangat sederhana.

"Lu, aku tinggal ya! Kau ambil nomor antrian di bagian administrasi dan ikuti saja antrian interview nya, aku akan bekerja! Daah!" Kyungsoo memeluk Luhan, "Semoga sukses, Lu!" Luhan mengangguk dan mengacungkan jempolnya, "Terimakasih, Kyungie!"

Sepeninggal Kyungsoo dan setelah mendapatkan nomor antrian, Luhan mencoba berbaur dengan yang lainnya, ia bertanya-tanya seputar SNBC dan seputar jurnalistik. Kebanyakan orang sibuk membaca buku dan mempersiapkan diri untuk mengikuti interview ini. Luhan menghampiri seorang lelaki berpipi tembam yang tengah diam di depan sebuah duplikat lukisan Monalisa.

"Permisi, apakah aku mengganggu?" tanya Luhan. Lelaki itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Tentu saja tidak. Kau ingin mengikuti interview ini juga ya?" Luhan mengangguk, "Iya. Oh, perkenalkan, aku Xi Luhan. Senang berkenalan denganmu." Luhan mengulurkan tangannya dan menjabat tangan lelaki itu, senyuman manis tercetak di wajah nya, membuat lelaki itu ikut tersenyum.

"Hei, Luhan. Aku Xiumin, senang berkenalan denganmu."

Tak perlu waktu lama bagi Luhan dan Xiumin untuk menjadi teman akrab, Luhan selalu bertanya dengan antusias dan Xiumin akan menjawabnya dengan senang hati.

.

.

.

Luhan duduk manis di depan, Lee Jae Hwan, kepala bagian HRD sekaligus Editor di SNBC. Lee Jae Hwan atau yang biasa dipanggil Ken itu menatap Luhan dengan intens. Sedaritadi, yang ia temui adalah orang-orang dengan pakaian formal dan wajah intelek yang mencerminkan pribadi yang cerdas. Tapi, sekarang, yang dihadapannya ini berbeda dari yang lain. Pakaian santai, wajah polos yang manis, dan sangat ramah.

"Xi Luhan, 22 tahun. Hanya lulus SMA, apa yang membuatmu berani melamar ke SNBC? SNBC adalah perusahaan bergengsi, menurutmu, apakah kau pantas berada di sini?" tanya Ken dengan nada yang sengaja dibuat sesinis mungkin. Ken ingin menguji sejauh mana Luhan akan kuat. Luhan tersenyum senang dan mulai berceloteh tentang pengalaman kerjanya,

"Aku punya banyak pengalaman kerja. Pengalaman kerja ku adalah menjadi, kurir, penjaga sekolah, tukang cuci piring, pengasuh anak, cleaning service, penjaga kasir, penjaga kuburan, penagih hutang, pelayan café, dan satu lagi, keistimewaanku adalah aku bisa berbahasa Korea, Mandarin dan sedikit bahasa Inggris. Sajangnim, bagaimana? Pengalaman kerja ku sangat menarik bukan? Aku menjadi kurir tercepat, tukang cuci piring tercepat dan banyak prestasi yang memukau yang pernah kuterima selama bekerja. Kecuali, saat aku menjadi penjaga kuburan, baru satu minggu bekerja, aku sudah ketakutan, di sana banyak hantu berkeliaran. Sajangnim, bagaimana?" Luhan mengakhiri cerita nya dengan senyum yang semakin melebar, berharap Ken akan menerima nya. Sementara itu, Ken sudah menahan tawa nya mendengar penuturan Luhan. Luhan sangat lucu!

"Dengar, Luhan-ssi, SNBC tidak menerima jurnalis yang aneh sepertimu. Hantu? Oh, please, memangnya di sini ada hantu? Mereka tidak kelihatan." Ken akhirnya melepaskan tawanya, menertawakan Luhan yang menurutnya sangat aneh.

Luhan mendecak kesal, "Aku tidak bercanda. Aku bisa melihat hantu." Ujar Luhan, nada bicara nya yang serius itu agak menakutkan menurut Ken.

"Baiklah, begini saja, kau jauh dari kriteria jurnalis yang dibutuhkan SNBC, jadi kau tidak lolos," Ken menatap Luhan yang sudah menunjukkan wajah putus asa, Luhan sangat menggemaskan, apalagi bibirnya yang mengerucut lucu itu.

Luhan menatap Ken dengan mata berkaca-kaca dan wajah memelas, "Sajangnim, aku akan melakukan apapun agar bisa bekerja di sini. Aku harus bertahan hidup, kumohon." Ken terkesiap, ada sebesit perasaan iba pada Luhan. Namun, SNBC tidak akan menerima orang yang tak berpengalaman di bidangnya, seperti Luhan. Ken memutar otak untuk menerima Luhan di SNBC. Cleaning service? Sudah penuh. Administrasi? Tak berpengalaman. Satpam? Tubunya kecil. Bagian kafetaria? Dia tidak memenuhi persyaratan. Ken akhirnya menemukan sebuah titik terang. Proyek itu!

"Begini, SNBC berencana untuk menerbitkan sebuah majalah bertajuk kriminalitas. Dan rencana nya, majalah ini merupakan majalah edisi khusus potret kehidupan di India. Para jurnalis kami banyak yang menolak untuk menjalankan proyek ini. Jika kau bersedia untuk di kirim ke India, kau akan menjadi jurnalis tetap di sini." Jelas Ken. Luhan tentu saja menyambut usulan Ken dengan sukacita. India? Wah, Luhan akan dengan senang hati menerima penawaran ini.

"Siap, sajangnim! Aku menerimanya, terimakasih banyak."

.

.

.

Malam hari, sebuah mobil lamborghini aventador berwarna hitam-merah memasuki kawasan kediaman keluarga Davidson yang luasnya mencapai 5 hektare. Seorang pria tampan dengan balutan kemeja putih dan jeans hitam keluar dari mobil Aventador itu. Namanya, Sehun Alexander Davidson atau dikenal juga dengan Oh Sehun. Pria bermata biru itu segera masuk ke dalam rumah yang lebih menyerupai istana ini.

Saat memasuki ruang tamu yang dipenuhi hiasan kristal bohemia dan marmer itu, kakak se-Ayah nya, Kris Alexander Davidson, yang menjabat sebagai CEO Davidson Group itu menghampiri Sehun dan menepuk bahunya.

"Sehun, besok kita berangkat ke Delhi, India. Kau ikut denganku. Tak ada penolakan." Kris menatap Sehun tajam, seolah mengintimidasinya. Sehun menggeleng malas, Kris memang selalu memaksakan kehendaknya. Ke India katanya? Sehun bahkan tidak ingin menginjakkan kakinya di negri Ghandi itu. Ia tak memiliki urusan apapun di sana.

"Kris, jangan harap aku mau. Tak ada yang harus kulakukan di sana." Tolak Sehun mentah-mentah. Kris memukul kepala Sehun, "Yaa! Panggil aku hyung, Sehun Davidson!"

Sehun tersenyum simpul, "Terserah saja. Aku tak mau ikut."

Kris menggeram kesal, Sehun sangat keras kepala, "Dengarkan aku, di sana aku akan menetap selama sebulan untuk meninjau langsung pembangunan hotel di Mumbai dan Delhi. Kau akan ikut. Kita akan menyembuhkan cederamu, di sana aku sudah menelpon dokter terbaik."

Sehun mematung, lagi-lagi cederanya yang Kris bahas. "Hyung, mungkin, Amerika lebih baik dalam pengobatan, kenapa tak membawaku ke Amerika saja, huh?" protes Sehun. Kris menggelengkan kepalanya, "30% dokter yang bekerja di Amerika berasal dari India. 20% diantaranya adalah dokter terbaik di dunia. Aku tidak main-main dengan perkataanku, segera hubungi manajermu si Byun Baekhyun."

Pada akhirnya, Sehun hanya bisa menurut pada Kris. Kakaknya itu sangat tidak bisa ditentang. Sekali menentang, bisa fatal akibatnya.

"Baiklah."

.

.

.

Pagi ini, rumah Kyungsoo dihebohkan oleh kehadiran Luhan yang bercerita tentang interview kemarin.

"Kyungie, horeee! Aku diterima di SNBC!" teriak Luhan sembari memeluk Kyungsoo dengan erat. Mata Kyungsoo semakin membulat, bibirnya pun tersenyum manis, "Wah, hebat sekali! Chukkae, Luhan!" teriak Kyungsoo kemudian kembali melahap sarapan nya; pancake cokelat dan creamy soup.

"Kyung, Ken sajangnim sangat baik! Dia bilang aku tidak pantas diterima di SNBC, tapi dia menerimaku asalkan aku mau dikirim ke India. Aku menerimanya, jadi dia menerimaku. Pasti di India nanti sangat asyik, aku bisa ke Bali!" Celoteh Luhan dengan mata berbinar-binar. Kyungsoo tersentak, India? Bali? Hell, Indonesia atau India sih maksud Luhan?

"Heh, Luhan! Bali itu di Indonesia, kau dikirim ke Indonesia kan? Bukan India?" tanya Kyungsoo, mencoba memastikan. Luhan diam sejenak, jari telunjuknya ia mainkan di dagu nya, Luhan sangat yakin ia dikirim ke India.

"Aku dikirim ke India." Ucapan Luhan barusan disambut dengan Kyungsoo yang langsung tersedak, "Uhuk!"

"Kau gila! India? Please, Luhan, pikirkan itu baik-baik dan jangan gila!" omel Kyungsoo. India katanya? Apa jadinya jika pria semanis Luhan berada di negara dengan tingkat kriminalitas tertinggi di dunia?

"Aku serius, lagipula di India kan ada Bali!" sorak Luhan. Kyungsoo mendecak kesal, ia memukul kepala Luhan dengan sendok, "Appo, kyungie!" teriak Luhan. Kyungsoo hanya menghela nafasnya dengan berat, "Dengar, Luhan. Aku sangat setuju jika kau dikirim ke Indonesia, karena Bali berada di Indonesia. Indonesia juga negara yang bagus dan indah. Tapi, kau bilang, kau dikirim ke India? Aku tidak setuju! Pertama, India adalah negara dengan tingkat kriminalitas tertinggi di dunia, ada lebih dari 3.000 lebih kasus pembunuhan per tahun nya. Kedua, pria India sangat agresif. Ketiga, kau akan frustasi berada di keramaian India. Keempat, di India sapi berkeliaran dan kau takut sapi. Kelima….." belum sempat Kyungsoo meneruskan ocehannya, Luhan sudah mencubit pipi Kyungsoo,

"Dengar ya, Kyungie. Aku juga baru tau kalau Bali itu di Indonesia. Apapun yang kau katakan tentang India, aku belum pernah merasakannya secara langsung jadi, masa bodo. Yang penting, aku bisa hidup."

Kyungsoo hanya bisa pasrah jika Luhan sudah seperti ini. Luhan memang sulit untuk ditentang, jika ada kemauan, pasti apapun akan dilakukannya. Terutama yang berhubungan dengan pekerjaan.

"Baiklah, aku hanya berpesan, hati-hatilah di sana. Kapan kau akan berangkat?"

-TBC OR END?-

Annyeong, gue newbie! Salam kenal semuanya :) Panggil gue KatKat atau Iren ya, jangan thor. sorry for typos. Ripiuuu please yayayaya?

Gimana? Mau dilanjut atau END aja? Bakalan dilanjut kalau REVIEW lebih dari 12