Darimana datangnya? Mengapa diriku begini?
Tanpa kusadari sama sekali,
Aku sudah jatuh cinta padamu
Aah, mengapa perasaan ini begitu mengurungku?
Aku tak dapat menemukan jalan keluarnya!
Heart-Shaped Virus
(First Part)
.
A Kuroko no Basuke fanfiction
Special for Hanamiya Makoto's Birthday
.
Disclaimer
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
Story © Kiyoha
.
Pairing
Kiyoshi Teppei x Hanamiya Makoto
.
Warning:
gatal (?), tsun!Hanamiya, maybe OOC and typo(s)?, fujo!Mama (?), dan serentet keanuan lainnya. Based on Heart Gata Virus song by AKB48! -with edit- *plokplok* /digetok
.
Presented by Kiyoha
"36,5 derajat…Normal-normal saja." ucapnya seraya menaruh kembali termometer ke dalam kotak kaca.
Entah kenapa, akhir-akhir ini kepalanya terasa tidak enak, tidak nyaman sekali—pipinya panas, kepalanya pusing, pikirannya kacau… Aaargh, dia tak mengerti lagi kenapa. Padahal dia sudah minum parasetamol, dan macam-macam obat sakit kepala lainnya, tapi tetap saja sakit kepalanya tidak hilang.
"Bagaimana, Makoto? Apakah demam atau apa?"
"Tidak demam kok, ma. Aku juga tidak mengerti…"
"Haah, kalau begini, nanti kegiatan belajarmu akan terganggu. Masih ada partitur biola yang harus kau kuasai lho, Makoto. Kita harus segera mencari tahu apa sakitmu." ujar mama panjang lebar. Duh, mamanya ini, Hanamiya kalau sakit sedikit kan, bukan berarti dia tidak bisa mengerjakan apa-apa… Sejak awal dia memang tegas dalam mendidiknya.
"Entah, ya… Rasanya kepalaku pusing, banyak hal yang berputar-putar… Pipiku juga rasanya panas. Wajahku jadi gampang memerah… Sebenarnya sudah kurasakan sejak lama, tapi akhir-akhir ini makin parah saja," jelas sang anak seraya memegang dahinya. "Tuh kan, tidak panas. Tapi rasanya…"
"Sejak kapan kau merasakan sakit ini, Makoto?"
"Sejak… Awal Winter Cup."
"Maksudmu… Sejak tim basketmu dikalahkan oleh Seirin?" tanya mamanya untuk memastikan. Hanamiya mengangguk pelan.
Ah.
Tiba-tiba mamanya menyadari sesuatu. Ia langsung tersenyum dan membelai lembut kepala anak semata wayangnya itu.
"Makoto… Mama rasa kau terjangkit virus berbentuk hati."
.
.
FLASHBACK
"Hanamiya…Shoot terakhir yang kau tunjukkan pada kami… Kupikir itu benar-benar luar biasa."
"…"
"Mari kita main lagi."
"Kh…Yang benar saja… Sialan… Sialan!"
.
"Yaah, sayang sekali ya, Hanamiya. Padahal tinggal sedikit lagi kita dapat menghancurkan mereka. Sayang sekali, sayang sekali." ujar Hara sambil mengunyah permen karetnya. Yamazaki menoleh kepadanya dan menimpali,
"Ya, benar banget! Si Kiyoshi itu sih, bikin rusuh saja… Dan teman-temannya yang lain juga, ya nggak, Hanamiya?"
"Kalian, hentikan. Mungkin buat kalian sih nggak apa-apa, tapi buat Hanamiya kan… Berat rasanya. Tuh, dia saja terus menyendiri dari tadi." sanggah Furuhashi setengah berbisik, tak ingin ucapannya terdengar oleh sang kapten Kirisaki Daiichi. Hara dan Yamazaki mengangguk mengerti. Masing-masing mereka langsung meraih tas, bersiap untuk pulang—atau setidaknya keluar dari stadion.
"Hanamiya, kita pulang lho. Kita tidak bisa lama-lama di sini. Kalau mau marah atau sedih di rumah saja, kami tema..ni… Lho? Hanamiya? Hanamiyaaa?"
Walau Seto sudah menggoyang-goyangkan bahunya, Hanamiya tetap tak bergeming. Saat teman-temannya melihat ke wajahnya, bukan ekspresi kesedihan atau kemarahan yang terpampang. Tapi…
Wajahnya memerah, akan tetapi bukan memerah karena marah. Hanya saja… Pipinya merona hebat. Tatapannya kosong—tapi sepertinya ia memikirkan sesuatu—dan sebelah tangan menyentuh bibirnya. Entah apa yang menyebabkannya.
"Hanamiya!"
Seketika ia tersentak dan sadar dari lamunannya. "E-Eh? Ada apa?"
"Bukannya ada apa! Kita harus segera keluar dari ruangan ini, kau tahu!" seru Yamazaki lalu menarik tangan sang kapten untuk berdiri dari kursi panjang. Hanamiya yang masih setengah sadar hanya mengikutinya tanpa pikir panjang lagi.
.
"Ngomong-ngomong… Kenapa dari tadi kau bengong saja, sih? Kupikir kau sedih atau semacamnya, tapi ternyata kau hanya bengong?"
"Aku—bukannya bengong saja, kok. Rasanya… Banyak hal berputar-putar di kepalaku. Tak dapat hilang! Aaargh…" erang sang kapten dengan kesal seraya mengacak-acak helai eboninya. Seto memandangnya dengan tatapan aneh.
'Mari kita main lagi'
'Hanamiya'
'Hanamiya'
'Mengapa… Ucapannya terus terngiang-ngiang di kepalaku?'
FLASHBACK END
.
"Virus berbentuk hati?"
"Dengan kata lain, Makoto, hatimu sudah jatuh kepada seseorang."
"E-EH?! Mama jangan bercanda, deh…"
"Nggak bercanda. Kalau berhubungan dengan Winter Cup nih ya, pasti yang kau pikirkan itu 'seseorang', ya kan? Entah karena ia mengalahkan timmu atau apa... Bahkan sampai kau melupakan sedihnya kalah di Winter Cup~ Pasti dia spesial, kan?" tanya mama, sedikit menggodanya. Hanamiya memandangnya dengan wajah merona.
"Itu…"
"Yah, cara untuk menyembuhkannya, kau harus perjuangkan sendiri, Makoto. Tapi jangan sampai itu memengaruhi kegiatanmu sehari-hari ya~" Mama mendorong pelan pintu kamar putranya, lalu keluar menuju dapur.
Dengan sangat perlahan, Hanamiya berbisik ke dirinya sendiri,
"Tidak mungkin dia… Tidak mungkin aku jatuh hati padanya. Soalnya, dia kan…"
Tangannya mengepal erat.
"…Musuh besarku."
Awalnya aku tak merasa apa-apa
Justru pada awalnya berurusan denganmu sangat merepotkan!
Aku tahu kau itu orang baik,
Tapi kau sepertinya bukan tipeku
Karena itu, aku tak ada niat untuk jadi dekat denganmu!
.
Beberapa hari setelah usainya Winter Cup. Tanpa diduga-duga oleh semua orang—bahkan Hanamiya yang perhitungannya selalu akurat—Seirin menang dari Rakuzan. Dan Hanamiya masih belum bisa menerima bahwa musuh bebuyutannya—SMA Seirin yang memenangkan Winter Cup. Tidak! Dia takkan menerimanya!
Apalagi… Ditambah 'seseorang' ini yang tidak mau keluar dari pikirannya.
Apesnya, di hari bersalju ini, dia malah bertemu dengan orang yang paling tidak ingin ia temui sejak Winter Cup. Kiyoshi Teppei, center ace dari Seirin—orang yang selalu ada di pikirannya sejak itu.
"Hei, Hanamiyaaa!" lambai Kiyoshi dari kejauhan, memanggilnya yang baru keluar dari konbini. Aah, lihat itu. Bahkan Hanamiya dapat melihat dari kejauhan betapa cerianya dia. Dengan wajah sebal bercampur malu, Hanamiya berjalan dengan cepat, mengabaikan Kiyoshi yang terus memanggil padanya.
"Hanamiyaa~ Kok aku diabaikan, sih?" Sang center memelas dan menggapai bahu rivalnya. Hanamiya terperanjat, karena tiba-tiba sebuah tangan besar yang hangat menyentuhnya. Dengan refleks ia menepis tangan besar Kiyoshi.
"Jangan sok akrab denganku, brengsek! Ngapain pegang-pegang!"
"Ups… Tapi ya… Kan kau nggak perlu semarah itu…"
"Cih." decih Hanamiya kesal. Memang, dia sudah tahu kalau Kiyoshi itu kelakuannya begini, tapi entah mengapa selalu saja membuatnya kesal.
.
"Ngomong-ngomong, Hanamiya, sedang apa disini?" tanya sang center, mencoba memulai pembicaraan.
"Lihat juga tahu, kan! Memangnya matamu kemana, sih?!" hardik Hanamiya sambil mengangkat tas belanjaannya. Mulut Kiyoshi membentuk 'o' lalu ia melanjutkan,
"Ooh. Hahaha, kalau aku habis check up dari Rumah Sakit Sasaki—"
"SIAPA JUGA YANG NANYA, BEGO." ucap Hanamiya dengan kasar sampai akhirnya ia memutuskan untuk angkat kaki dari situ. Sudah, ia tak tahan. Cukuplah Kiyoshi muncul dalam pikirannya, tak usah muncul dalam kehidupan aslinya juga!
Namun, walau sudah di perlakukan begitu kasar olehnya, sepertinya Kiyoshi tak gentar. Tetap saja ia mengikutinya berjalan pulang sambil terus mengoceh. Tentang Winter Cup, tentang timnya, tentang acara TV yang ia suka sekarang—
"AAAARGH! Kenapa kau mengikutiku terus, sih?! Tinggalkan aku sendiri, kenapa?!" Tak tahan lagi, Hanamiya berteriak marah ke arahnya. Kiyoshi sempat memasang wajah kaget, lalu mimiknya menjadi serius.
"Aku ingin bicara denganmu, Hanamiya! Aku selalu ingin, sejak pertemuan terakhir kita di Winter Cup!"
…
"…Eh?"
"Aku terus merasa ingin bicara denganmu. Terus, terus, sampai aku tak dapat menahannya. Dan hari ini, kebetulan aku bertemu denganmu, tapi kau malah mengabaikanku."
"Lagian, kaunya juga…"
Hanamiya menggigit bibir, tangannya mengepal kuat. Haah, mau bagaimana lagi. Kiyoshi memandangnya dengan tatapan yang begitu serius. Asal dia tidak ngomong asal-asalan seperti tadi…
"Aah! Iya, iya, aku mengerti. Akan kudengar."
Akhirnya Hanamiya menyerah dan menduduki ayunan di taman terdekat. Kiyoshi tersenyum dan ikut duduk di sebelahnya. Sebelum mulai bicara, manik coklatnya terus bertatapan dengan manik kehijauan milik Hanamiya, mungkin sedang mempersiapkan apa yang harus ia katakan.
"Kau tahu—saat Winter Cup."
Benar ternyata. Topiknya pasti tak jauh dari Winter Cup.
"Aku sudah memutuskan, aku akan melawan Rakuzan dengan sekuat tenaga, demi bagian Kirisaki—tidak, demi Hanamiya juga."
"…Apa maksudmu?"
"Kau bilang ke Kuroko kan, kalau kau senang melihat orang menderita, tak peduli kau akan menang atau kalah. Tapi aku tahu, kok. Kau pasti ingin juga sampai ke final, berhadapan dengan Sang Raja—Tim Rakuzan. Karena itu."
"Hah! Pasti hanya perasaanmu saja. Penderitaan orang itu terasa begitu manis seperti madu, dan seperti kata bocah bayangan itu—Aku tidak peduli menang atau kalah. Aku hanya ingin orang itu hancur. Mirip-mirip dirimu sekarang, begitu."
"Terserah padamu mau bilang itu hanya perasaanku atau apa, saat para penonton meneriakkan suaranya untuk mendukung Seirin-pasti kau ingat, kan? Aku... Mendengar sayup-sayup suara hatimu, mengatakan bahwa kau ingin berdiri di panggung final juga, sama seperti yang lain."
Hanamiya menggeleng, menyangkal perkataan Kiyoshi. "…Itu tidak benar."
Kiyoshi hanya menghela napas sembari menggerak-gerakkan ayunan dengan kakinya. Setelah beberapa saat perbincangan itu membeku, Kiyoshi kembali membuka suara.
"Satu hal lagi. Aku tidak ingin karena Winter Cup itu, kau jadi semakin membenciku, dan aku menjadi membencimu. Aku tak ingin hal itu terjadi. Mungkin Hyuuga dan yang lainnya iya, tapi... Aku tak pernah membencimu. Aku tak pernah mendendam padamu atas apa yang telah kau perbuat pada diriku. Aku hanya memandangmu sebagai rival yang setara, teman sesama pemain basket." jelas sang brunet. Kini orb coklatnya memandang orb kehijauan di hadapannya, saling bertukar tatapan.
"Aku ingin memperbaiki hubunganku denganmu, Hanamiya."
"…Aku tidak mengerti apa maksudmu…"
"Aku ingin mengulang dari awal… Hubunganku denganmu. Dan juga… Aku merasa kau berbeda dari yang sebelumnya. Mungkin aku…Jadi sedikit lebih menyukaimu, hehe."
"...Darimananya, bodoh."
"Hmm, yah, pokoknya itu yang kurasa."
…
Senyum hangatnya. Tatapan lembutnya. Suara baritonnya yang bergema, segalanya—Kiyoshi Teppei seperti merasuki dirinya, memengaruhi hatinya. Tanpa Hanamiya sadari—bersamaan dengan bertiupnya angin musim dingin—kedua pipinya sudah memanas lagi.
Ya Tuhan. Agaknya aku benar-benar terserang 'virus bentuk hati' ini, seperti yang mamaku bilang.
Virus yang tak dapat disembuhkan oleh obat apapun.
Setiap hari—tidak, setiap saat aku jadi terus memikirkan si bodoh ini.
Dan tak ada yang dapat kulakukan untuk menghilangkannya!
"Sudah gelap ya… Mau pulang? Akan kubantu membawa tas-tas belanjaan yang kelihatan berat itu, sini."
"Nggak usah. Nggak perlu. Nggak butuh."
"Begitu, ya… Kalau begitu biar aku menggendongmu, deh! Dengan begitu kau bisa membawa barangmu sendiri dan aku juga bisa meringankan bebanmu untuk berja—"
"MATI SANA."
"EH?! KIYOSHI TEPPEI ITU?!" Sebuah teriakan tak percaya bergema dari dalam ruang ganti SMA Kirisaki Daiichi.
"Jangan besar-besar suaranya, idiot!" Marah sang kapten seraya menjitak sang pelaku teriakan kencang yang memekakkan telinga tadi—Yamazaki Hiroshi. Yang dijitak hanya meringis kesakitan.
"Uwah! Tapi serius, aku juga kaget. Hanamiya, ternyata…Kau menyukai Kiyoshi?" Tanya sang ash—Hara untuk memastikan. Namun langsung dibantah mentah-mentah oleh sang kapten—ditambah dengan wajahnya yang kini bersemu merah.
"Bukan begitu! Hanya saja… Dia tidak mau hilang-hilang dari pikiranku, si bodoh itu… Pasti ada alasan lain selain 'aku menyukainya' kan?! Mamaku bilangnya begitu, sih… Tak mungkin. Tak mungkin aku menyukai Kiyoshi... Kalian juga tahu alasannya, kan!" Dengan intonasi yang naik turun, Hanamiya menjelaskan. Hara dan Furuhashi manggut-manggut tanda mengerti. Yamazaki bengong. Seto masih tidur.
"Kalau menurutku, tak ada. Pasti kalau tidak benci ya suka," jawab Furuhashi setelah beberapa kali memutar otak. Hara mengangguk setuju. "Kau pasti menyukainya!"
"AKU BENCI DIA. IKH, DIA BENAR-BENAR MENYEBALKAN, TAHU."
"Benci itu beda tipis dengan cinta, sama-sama memikirkan."
"SUDAH KUBILANG—"
"Maa, maa, Hanamiya. Sudahlah. Kurasa jawaban Furuhashi benar, kalau perasaan itu bukan benci maka itu berarti kau mencintainya. Simpel saja." sela Seto seraya menengahi perdebatan mereka bertiga. Yamazaki masih saja bengong.
"Kentaro juga ikut-ikutan! Sudah kubilang, aku benci dia. Setelah yang ia lakukan di ajang Winter Cup, aku takkan memaafkannya—dan timnya itu! Terutama mata empat yang kelewat nempel-nempel itu. Pakai dilindungi segala, lagi."
"—cemburu sama Hyuuga, si shooter Seirin?"
"BUKAN BEGITU MAKSUDNYA!"
Haah, haah. Hanamiya capek terus-terusan berteriak. Lagipula, sepertinya rekan-rekan setimnya yakin sekali kalau ia menyukai Kiyoshi. Bukan, perasaan ini bukan cinta! Bukan!
"Ya, ya. Kami tahu kau membencinya. Nah, dia selalu muncul karena kau membencinya, kau jadi sering mengingat-ingat tentangnya. Benar nggak, Hanamiya~?" ujar Hara sambil memegangi kedua bahu sang kapten eboni. Hanamiya mengangguk.
"Ya. Pasti begitu. Dasar, haah…"
.
"Lagipula, aku nggak mengerti. Kalau misalnya Hanamiya menyukainya, apa sih yang bagus dari dia?" ucap Yamazaki tiba-tiba, membuat teman setimnya menoleh padanya. "Suka tersenyum-senyum nggak jelas, kelewat polos dan nggak peka, kadang bersikap seperti orang bodoh… Nggak keren."
"Ah, aku tahu itu. Kurasa mantan kekasihmu sewaktu SMP—kapten SMA Touou itu lebih keren," timpal Furuhashi.
Mau tak mau Hanamiya menautkan alis tebalnya juga. Dengan suara yang sangat perlahan—hampir tak terdengar oleh telinga—ia berbisik, "Bukan… Begitu. Kiyoshi juga punya sisi baik…"
"Eh?"
"Walau dengan segala kekurangannya, aku rasa… Ia benar-benar ramah dan baik, penyayang, senyumnya begitu hangat…" Sembari menundukkan kepalanya dan tanpa sadar, Hanamiya terus berbicara tanpa henti. "Perhatian, dan… Tatapannya begitu lurus ke depan…Seperti memaksa masuk ke dalam hati…"
Setelah menyelesaikan bisikannya pada dirinya sendiri, Hanamiya menoleh kaget mendapati rekan setim basket yang memandang takjub ke wajahnya.
Uh oh. Sepertinya bisikannya terdengar.
"…Benci sih benci, tapi ternyata mengerti banget, ya?"
Wajahnya kembali merona dan ia segera memutar otak mencari-cari alasan. "Ma-Maksudku kalau ada orang suka sama dia kan, ada alasannya! Nah, yang tadi itu."
"Hanamiya, kau yakin tidak mencintainya?"
"Wajahmu memerah, kau tahu~?"
"ITU—"
"Menyerahlah."
Dengan wajah yang super duper merah, Hanamiya akhirnya berteriak—kesal dan malu bercampur menjadi satu. "Duh, kalian! Siap-siap saja, latihan basket dan footwork kalian akan kugandakan jadi 3 kali lipat!"
"—GYAAAAA!"
.
.
"Haah, dasar, mereka itu… Ng?" Hanamiya mengeringkan surai eboninya yang basah, lalu perhatiannya tertuju kepada smartphonenya yang terus bergetar, hingga menyebabkan bunyi keras. Setelah menyampirkan handuknya di bahu, ia meraih smartphone dan menceknya.
Ng? Nomor tidak dikenal…
Selamat malam, Hanamiya. Mungkin kau kaget dan bingung siapa yang mengirim pesan malam-malam begini, ya. Dan kurasa kau juga tidak punya nomorku di kontak. Jadi save, ya ^w^
P.S ini salah satu caraku memperbaiki hubungan, lhoo!
Setelah membaca seluruh huruf dalam pesan tersebut, entah kenapa wajahnya terasa hangat lagi—bukan karena ia habis mandi. Tapi, rasanya…
"…Kiyoshi. Ini pasti Kiyoshi."
Setelah beberapa saat memandangi pesan singkat itu, jemari lentiknya mulai menekan tombol di layar, membalas pesan sang brunet.
Aku tahu, pasti kau Kiyoshi.
Memperbaiki hubungan? Kau masih membicarakan soal yang tadi? Baaka.
SEND.
"…Oh iya, save contact…"
…
Tunggu, kayaknya…
…
"Tunggu, kenapa aku jadi membalasnya dan menyimpan nomornya? Aaaargh! Pasti aku membalasnya tanpa sadar! Pasti alam bawah sadarku mengendalikan tanganku!" erangnya kesal, menyangkal fakta bahwa ia membalas pesan Kiyoshi. "Lagipula darimana ia dapat nomorku, sih? Jangan bilang dari pelatih datarnya itu!"
Sudahlah, Hanamiya tak mau tahu lagi. Dengan kasar dan tak peduli ia melempar smartphonenya ke ranjang dan keluar dari kamar. Lebih baik ia menenangkan pikirannya dengan minum apple tea daripada terus berdiam diri di sini.
'Haah, dasar…'
…
'…Kapan ia membalas lagi… Eh, oooi! Kenapa aku jadi berharap! Aaargh, sudahlah, lupakan dia, Hanamiya Makoto!'
"Dengan kata lain, Makoto, hatimu sudah jatuh kepada seseorang."
'Tidak mungkin, ucapan mama tidak benar. Pokoknya ini bukan cinta, ini bukan cinta. Ini bukan cinta! Sampai kapanpun aku takkan jatuh hati padanya!'
.
.
TBC?
A/N
Hisashiburi desu, Kiyoha desu UwU *muncul dari luar jendela* /plok
Yaah, sudah H-7 ulang tahun Hanamiya ya, di publish deh fic random ini~ xDD *digetok* Semoga dengan ini makin banyak yang nutis Hanamiya dan nutis saya~ (Amiiin) /APAAN/ Aah, gak sabar tanggal 12~
Ya! Benar, story ini based on Heart Gata Virus, AKB48! Pasti pada tahu, kan? Dengan sedikit perubahan tentunya :3 Maaf jadi abal gini huaaaa mbak-mbak sekalian saya pinjem lagunya untuk dinistakan ya-/GAK
Gi-gimana? Aduh mana mamanya Hanamiya itu so nista hahaha i'm not gomen /pulang sana
[Hanamiya: APAAN NIH *sobeksobeknaskah* *bakarnaskah*
Me: Nooooooo
Kiyoshi: Minna-san, ini masih berlanjut, lho~ Ikuti terus, ya? *niichansmile*
Me: iyah, hahaha... Lastly, mind to RnR? *tepar*]
