Bloody Valentine

Written by: Queen of the Seven Seas

Disclaimer: All charas in this fic except one are belong to Kishimoto Masashi-sensei

Naruto's POV

Aku duduk di sofa sambil memandang keluar jendela. Pemandangan malam hari yang terlihat dari kafe ini tidak buruk. Indah malah.

Aku melirik ke jam tanganku.

Jam 7.35

Kenapa ia tidak datang juga? Tenang, tenang Naruto! Ia baru terlambat 5 menit. Tapi, 5 menit tadi seperti berabad abad lamanya. Ayolah Sakura, cepatlah muncul...

Klining klining

Bunyi bel pintu kafe ini membuatku terkesiap. Aku buru buru menoleh ke pintu untuk melihat siapa yang datang.

Tapi percuma. Yang barusan masuk adalah seorang wanita berambut silver panjang. Bukan dia (buat para readers, jangan pikirkan tokoh ini. Saya Cuma numpang lewat doang)

Aku kembali melamun. Memainkan sedotan iced coffeeku yang ada di meja.

Aku kembali melirik ke jam tanganku. Sepertinya waktu berjalan lambat sekali. Tapi aku langsung menepis pemikiranku barusan. Tak mungkin waktu tiba tiba berjalan lebih lambat daripada biasanya.

Klining klining

Bel pintu berbunyi lagi ketika pintu kafe dibuka dan tidak sampai 5 detik, Sakura tiba tiba sudah duduk manis di sofa di seberangku.

"Maaf aku telat" katanya.

"Ah, tidak apa" balasku "Aku sudah pesankan lemon tea favoritmu untukmu"

"Terima kasih" Ia lalu tersenyum.

Tak lama kemudian, seorang pelayan wanita datang menyuguhkan segelas lemon tea yang kupesan untuk Sakura "Silakan"

"Terima kasih"

"Jadi, ini kencan terakhir kita?" tanyaku hati hati.

"Kau bicara apa? Hubungan kita kan sudah berakir"

"Kau benar. Maaf. Kalau begitu, ini malam terakhir kita bertemu ya?" Aku memperbaiki kalimatku "Kau harus pergi ke Osaka besok, kan?"

Ia mengangguk "Kau juga harus ke Tokyo besok. Iya kan?"

"Ya" Aku terdiam agak lama. Tapi aku tak suka keheningan ini.

"Hei" Akhirnya keheningan tadi berakhir.

"Apa?"

"Aku... masih mencintaimu"

Aku tak terkejut mendengar pengakuan itu. Aku buru buru menjawab "Aku juga. Tapi, apa boleh buat. Aku harus kuliah di Tokyo atas permohonan ayahku. Kau juga harus kuliah di Osaka kan? Lagipula, kau sudah dijodohkan oleh orang tuamu" Wajahnya terlihat sedih setelah aku mengatakan hal itu.

Ia lalu menghela napas "Ya. Aku sudah menduga kalau kau akan mengatakan hal tadi. This is destiny"

Aku mengangguk lemah. Tak tahu harus berkata apa.

Mulai besok, kita tidak akan bertemu lagi. Tapi kalaupun bertemu lagi suatu hari nanti, aku ingin dia bahagia.

"Oh ya" Ia membuyarkan lamunanku "Sekarang kan hari Valentine"

"Lalu?"

Ia merogoh rogoh tas tangannya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil dibungkus kertas kado dan pita "Selamat hari Valentine"

Aku menerima kotak kecil tadi "Thanks. Boleh kubuka sekarang?"

"Tentu"

Perlahan aku membuka kotak yang dibungkus kertas kado itu. Isinya adalah...

Sebuah coklat

"Kau membuatnya sendiri?"

"Ya. Coba kau makan. Aku ingin tahu komentar dari seorang patissier handal sepertimu"

Aku menggigit ujungnya sedikit dan mengunyahnya.

"Bagaimana? Enak?"

"Lumayan. Tapi, krimnya manis sekali. Kau masukin gula berapa sendok sih?"

"Aku ga tau. Kira kira...5 sendok"

"Pantesan. Aku kan sudah bilang padamu. Kalau buat krim, gulanya jangan terlalu banyak. Kan sudah pakai mentega putih dan susu kental manis"

"Oh, begitu ya...Lho, tunggu. Memangnya kau pernah bilang begitu padaku?"

Aku mengangkat bahu dan tersenyum jail. Menyadari ekspresiku, ia cemberut.

"Kau bohong"

"Memang"

"Aah...! Jahat!"

"Eh, iya iya. Sorry" Aku tersenyum padanya.

Ia masih cemberut "Jadi, enak ga?"

"Enak kok" jawabku jujur.

"Bener?"

"Suer!" Aku membuat tanda piece dengan jari telunjuk dan tengah tangan kananku.

Ia lalu tersenyum dan aku pun ikut tersenyum.

"Besok, kita sudah tidak bisa bertemu lagi, ya?" katanya. Pandangannya menerawang keluar jendela lalu menoleh padaku "Jaga diri di sana ya"

"Kau juga. Dan baik baiklah dengan calon tunanganmu" Aku tersenyum pahit.

"Kau sendiri?" Aku mengangkat bahu.

Keheningan lalu menyelimuti kami. Tapi keheningan itu tidak berlangsung lama.

"Ternyata, kita tidak ditakdirkan untuk bersama ya" pandangannya kembali menerawang.

"Jangan bilang begitu. Tuhan pasti punya rencana lain yang lebih baik buat kita"

"Aku harap kau benar"

End of Naruto's POV

To be continue

Pendek ya? Tadinya fic ini mau dijadiin oneshot, tapi karena kepanjangan ga jadi deh.

Oya, kenalan dulu yok!

Saya author baru di ini. Pen name nya maksa banget ya? Ini tuh ide temen saya. Tapi, para senpai boleh manggil saya nana, atau sichi, boleh juga manggil hoshirin

Yoroshiku onegaishimasu!

Trus, don't forget to review!!!