Naruto milik Masashi Kishimoto-sensei

Tipu Daya milik Ozellie Ozel

Rate : Teen

Pairing : NaruHina, SasuHina

Genre : Drama, Romance

Warning : Gajeness, OOC, Sinetronisme, Gak Sesuai EYD, Boring, Typos

YOU HAVE BEEN WARNED

JUST FUCK OFF, IF YOU DON'T LIKE THIS STORY, PAIR, AND ANYTHING ABOUT IT

Tipu Daya

...

Happy Reading

Tiada hari tanpa memperhatikan dia. Ini menjadi kegiatan rutinku sejak tiga tahun yang lalu. Mengagumi sosok lelaki tampan dan ceria sepertinya membuatku merasa hidup kembali setelah kehilangan belahan jiwaku yang lebih memilih gadis lain. Selama tujuh belas tahun aku hidup, tak pernah kurasakan cinta seperti ini.

Kulihat dirinya tengah terpuruk dan gundah. Dia telah putus dengan kekasihnya yang bersurai merah muda itu. Aku tak tinggal diam. Disinilah awal bagus untukku memulai semua rencana yang kucanang sebaik mungkin.

Aku adalah orang asing baginya. Kamibtak pernah mengobrol sebelumnya meskipun hatiku sudah tertaut lama pada dirinya. Tak ada momen-momen yang tepat bagiku untuk menyapanya. Hal itu dikarenakan kekasihnya selalu menempel padanya di setiap kesempatan.

Namun mulai sekarang semua itu tidak berlaku. Disini, aku kembali menegakkan kepala. Memulai kisah baruku dengan pria tampan bersurai pirang. Tetapi aku kembali terkaku. Aku bingung ingin memulai semua darimana. Sudah kukatakan jika dia sama sekali tidak mengenalku?

Apa aku harus bersikap sok akrab padanya?

Atau haruskah aku berpura-pura jatuh dan meringis kesakitan di depannya agar dia bersedia menolongku? Khe, seperti cerita telenovela saja.

Itu bukan gayaku.

Hyuga Hinata tidak suka bermain dengan cara konyol.

"Hinata!"

Aku berbalik dan mendapati seorang pria berobsidian gelap, datang padaku. Aku tersenyum kecil. Namun seketika itu juga senyumku melebar bahkan berupa cengiran. Aku tersenyum bukan karena ada Sasuke-kun disini. Tetapi, rencana apikku akan digencarkan saat ini juga.

Akh, Sasuke-kun. Si pria dingin yang selalu dielu-elukan para wanita. Belakangan ini dia selalu menemaniku di kelas. Bahkan jika kami tidak memiliki kelas yang sama, dia rela menungguiku. Alasannya klasik.

"Kita pulang sama-sama, ya."

Seperti biasa, aku hanya bisa mengangguk. Tak ingin berlama-lama lagi, segera kuambil tasku dari atas meja lalu kutarik tangan Sasuke-kun. Sempat kurasa getaran di jemari-jemari tangannya. Dia seolah terkejut saat kulit kami saling bersinggungan.

Seringaianku melebar. Tampaknya ini akan jadi momen pertama bagiku untuk melancarkan segala aksi untuk mendekati Naruto-kun.

Kuremas lembut telapak tangan Sasuke-kun. Gila! Dia sampai berkeringat dingin. Sebegitu cintanya kau padaku, Wahai Sasuke!"

Aku hampir meledakkan tawa. Entah kenapa aku merasa seperti seorang nenek sihir yang kejam dan tak berperasaan. Namun siapa peduli. Toh, aku bukan siapa-siapanya Sasuke-kun. Aku hanya perlu berakting. Cukup berpura-pura jika tidak tahu tentang perasaan Sasuke-kun padaku.

"Hinata, kenapa kita lewat dari sini?"

Aku menyunggingkan senyum termanisku untuk Sasuke-kun. Kuharap dia tidak terserang diabetes karenanya. "Aku ... mau ke toilet sebentar," jawabku.

Kulihat Sasuke-kun sedang mengernyit. Aku yakin dia pasti curiga. Hell, dia pasti berpikir jika jawaban itu tak masuk akal. Sepuluh meter dari kelasku ada toilet. Lalu, untuk apa juga aku harus mengitari lapangan bola basket jika tujuanku adalah toilet.

"Ini toilet khusus pemain basket. Kita..."

"Sasuke-kun," kusela ucapannya. "Aku lupa dan hanya terpikir mengenai toilet disini."

Sasuke-kun mengendikkan bahunya. "Ya sudah. Kalau begitu aku menunggu diluar saja," jawabnya.

Aku tersenyum kecil. Dia terlihat tak rela ketika kulepas genggaman tanganku dari telapak tangannya. "Lagipula kau juga pemain basket di sekolah kita. Mungkin kau ingin berbicara sebentar dengan mereka ... dengan Naruto-kun, mungkin."

Suara decihan Sasuke-kun memancingku. Kulirik wajahnya yang tampak kesal. "Si pengkhianat itu, ya."

Mataku melebar. Sialan kau, Uchiha! Berani-beraninya kau menghina Naruto-kun di depanku!

Aku terdiam. Itu adalah salah satu bentuk pengalihan yang kulakukan jika tengah dilanda emosi. Aku memasuki toilet. Kutatap cermin yang memantulkan tubuhku. Sesaat aku dikuasai amarah. Perkataan Sasuke sialan itu adalah pemicunya.

"Tenang, Hinata," gumamku seraya mengelus dada. Lalu, aku keluar daru toilet dan mendapati Sasuke-kun sedang mengobrol dengan Naruto-kun. Aku melonjak senang. Kusisir surai panjangku dengan jemariku. Aku ingin terlihat rapi di depan pangeran pujaanku.

Kulangkahkan kakiku ke arah mereka berdua. Wajah mereka terlihat serius. Aku penasaran tentang apa yang mereka obrolkan disana. Aku mendekat dan dengan sengaja mendengar pembicaraan mereka berdua.

Mataku melebar. Namaku dibawa-bawa dalam obrolan itu. Namun sialnya aku tak bisa mendengar lebih jelas lagi. Lebih baik aku keluar dari tempat persembunyianku saja.

"Hai!" sapaku. Terlihat seperti aku menyapa mereka berdua. Padahal sebenarnya aku berniat menyapa Naruto-kun seorang.

Kudapati Naruto-kun tersenyum padaku. Ya, Tuhan. Senyumnya meneduhkan hatiku. Kudekati dia dan kuambil botol minum yang ada di tangannya. "Aku bisa minta sedikit?" pintaku.

Naruto-kun mengangguk. "Ambil saja," ujarnya.

Aku tersenyum manis. Hatiku berloncat riang. Aku minum dari botol milik Naruto-kun. Bukankah itu namanya ciuman secara tidak langsung.

Bravo!

Kau cerdas, Hinata.

"Oh ya, Hinata." Aku mengalihkan pandanganku dari Naruto karena Sasuke menyebalkan itu memanggilku. "Ya, Sasuke-san," jawabku. Kupasang mimik seperti malaikat tanpa cela. Tampaknya Sasuke terkejut mendengar bagaimana caraku memanggilnya. Wajar saja, sebelumnya aku memanggilnya dengan suffix -kun, tetapi tiba-tiba aku memanggilnya dengan suffix -san.

"Ayo, kita pulang!" kata Sasuke seraya menarik tanganku.

Aku kesal sekali melihat sikapnya seolah aku adalah miliknya. Jelas saja aku belum mau pulang. Naruto-kun masih ada di depanku. Lebih baik kumanfaatkan momen tak terduga ini untuk mendekatinya.

"Hinata, bagaimana jika kita pulang bersama?"

Mataku melebar kala mendengar penawaran Naruto-kun. Aku memalingkan wajahku ke arahnya. Kulihat matanya yang menatapku penuh harapan.

Tanpa dipinta dua kali, tentu saja aku mengangguk. "Baiklah," jawabku.

Kurasakan tangan kananku disentak oleh Sasuke-kun. Apa-apaan si bodoh ini? Aku benar-benar membencinya.

"Kau sudah berjanji akan pulang bersamaku!" tukasnya kasar.

Aku sedikit kaget. Belum pernah Sasuke-kun membentakku seperti ini. Aku mendecak. Dia pasti dilanda cemburu. Aku membuka mulutku dan hendak menyuarakan pendapat. Namun seseorang yang lain membelaku.

"Tapi dia lebih memilihku!"

Naruto-kun tampak seperti superhero kala membelaku. Aku benar-benar tak salah memilih calon kekasih. Tanpa berkata apapun, Naruto-kun menarik tanganku dengan lembut. Dia memperlakukan aku seolah diriku adalah kekasihnya. Astaga! Aku akan meleleh sebentar lagi karenanya.

Agak kasihan juga melihat Sasuke tadi. Aku melirik ke belakang. Kulihat Sasuke-kun menatap bengis padaku. Bulu romaku merinding karenanya. Dia terlihat seperti orang yang terbakar api cemburu. Kucoba untuk bertingkah tenang.

Aku tak ingin berpikir ke arah lain.

Lebih baik aku menikmati hariku bersama Naruto-kun tersayang.

...

END

...