Bersandaran kepala tiang bergeming jingga senja penutup hari ditertawakan bulan

Larut malam berlalu tanpa sunyi, memecah bising ombak yang dibelah ujung yang pongah melaju

poranda warna pirang, dikucupi brunet menggila yang tak tahu menjadi bahan bakar-kabar burung

Yang bermahkota bertitah, di lapangan diinjak oleh si pirang yang sudah termakan nafsu buasnya cinta

Tujuh ratus doubloon tidak sedikit, tak cukup jua mengganjal rasa haus birahi dunia

Jika berlari tak patut dikatakan di samudera, dia akan berenang berdua, melawan arus ombak

yang mengutuki perbuatannya

Berlutut pada Poseidon, memohon pada Kraken, berdua di loker Davy Jones

persetan itu semua sudah biasa dia pada neraka

Jika pemimpin neraka ada di pelukan, apa yang perlu dia takutkan?

Berapa kali liur bertukar, berapa sering erang terdengar

tak terhitung lagi

Jika sang brunet tiang di kapal, maka ialah tali temalinya

Yang menggelayut manja mencumbu sisi-sisinya, teratur, saban detik

Karena dia bukan tiang kapal jika tanpa talinya

Dan kapalnya takkan pernah berlayar tanpa sang tiang

.::END::.

Saya bikin puisi! Yeah, saya bikin puisi! Kenapa? Karena pada suatu hari, saya iseng ngitungin genre yang pernah dan mendominasi di karya saya yang sudah dipublikasikan di situs ini, tapi untuk genre poetry malah NOL besar. Ya sudah, saya bikin. Toh saya mikirnya, saya sudah biasa nganalisis puisi, gampang lah kalau bikin satu. Ternyata…. Saya kudu bolak-balik baca Chairil Anwar, Taufiq Ismail, WS Rendra, dkk buat bikin satu kalimat doang. Satu kalimat! /plak

Jadi, maafken saya kalau puisinya abal, yak? Saya lagi mulai mencoba kembali aktif nulis FF setelah berkali-kali essay saya ditolak. Hiks.

Disclaimer: Hetalia © Hidekaz Himaruya