"Miyaaa bangun!" seru seorang gadis pada sosok berambut hijau yang masih tertidur pulas di tempat tidurnya.
Tapi bukannya terbangun mendengar seruan si gadis, tapi sosok hijau itu malah makin menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya. Karena kesal melihatnya, tanpa ragu gadis itu langsung menarik paksa selimutnya menyebabkan pemuda itu mengerang kesal.
"Lima menit lagi," gumamnya pelan sambil berbalik membelakangi gadis tersebut.
Gadis itu yang melihatnya tentu saja merasa kesal. Dia bilang lima menit lagi, padahal beberapa waktu yang lalu ia juga mengatakan hal yang sama. Memang benar kalimat itu tidak bisa dipercaya.
"Miya, maafkan aku. Tapi kau yang memaksaku untuk melakukannya," ucap gadis itu sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.
Gadis itu pun tanpa ragu mendekati tubuh yang masih berbaring itu dan bruagh.
.
.
Lovers 3 : Acute
Season ketiga dari series Fanfic Lovers
.
.
Part 1
Gumi x Gumiya x Lily
.
.
Disclaimer : Vocaloid / Utauloid / Fansloid © Yamaha Corporation, Internet Co., Crypton Future Media, etc.
~Lovers 3 : Acute ~ © Crayon Melody
Rated : T
Warning: Typo, abal, gaje, alur kencang, nggak nyambung, dll
.
.
Please Enjoy Reading
.
.
Gumi POV
Gumiya mengelus-elus pipinya yang memerah. "Pendek, tak bisakah kau membangun seseorang dengan cara yang lebih feminim lagi," protesnya.
"Asal kau tahu saja, cara itu tidak mempan padamu. Dan ngomong-ngomong berhentilah memanggilku pendek!" seruku kesal.
Gumiya menoleh ke arahku yang berada di sampingnya. Sekarang ini kami sedang berangkat sekolah bersama. "Lho aku kan hanya mengatakan yang sebenarnya. Lagipula kau tak perlu khawatir, mungkin jika kau terus minum susu. Mungkin saja tinggi badanmu akan bertambah," ujarnya santai.
Bagiku kata-kata nasehat itu terdengar seperti ejekan di telinganya. Meskipun begitu sebenarnya diam-diam aku sudah minum susu setiap harinya, tapi tentu saja aku tidak akan memberitahu sahabatnya itu. Apalagi ditambah kalau tinggi badannya tidak bertambah sama sekali. Pasti sahabatnya itu semakin menertawakannya. Sebenarnya tinggi badanku tidak bisa dikategorikan pendek untuk ukuran anak perempuan. Tapi jika dibandingkan dengan teman-temannya di klub basket. Bisa dikatakan tubuhnya terlihat mungil dan kecil. Meskipun tubuhnya seperti ini, tapi aku cukup percaya diri dengan kemampuanku dalam bermain basket. Karena itulah aku bisa terpilih menjadi kapten tim basket putri.
"Pendek!" panggil Gumiya tiba-tiba.
Aku langsung menghentikan langkahku dan menatap garang ke arah Gumiya. Tapi sebelum aku sempat melontarkan kata-kata protesan. Tiba-tiba saja Gumiya sudah mendekat ke arahku sambil melingkarkan syal miliknya di leherku.
"Sekarang masih musim dingin, bagaimana bisa kau pergi keluar tanpa menggunakan syal?" ucap Gumiya tak habis pikir.
"Ah aku lupa," sahutku pelan. Bahkan aku baru sadar kalau aku tidak mengenakan syal sejak tadi, pantas saja dari tadi ia merasa sedikit kedinginan.
"Sudah kuduga," ucap Gumiya. Setelah memastikan lilitannya sudah rapi, Gumiya baru melangkah mundur.
"Terima kasih, tapi sekarang gantian kau yang kedingingan," ucapku sedikit cemas karena Gumiya yang tumben-tumbennya berbaik hati meminjamkan syal miliknya kepadanya.
"Tenang saja, tubuhku ini tidak selemah tubuhmu pendek!" seru Gumiya seraya tersenyum mengejek.
Wajahku langsung manyun begitu mendengarnya. Maaf saja jika tubuhku ini lemah terhadap hawa dingin.
"Ya ampun saljunya sampai meleleh melihat kedekatan kalian," ucap sebuah suara dari arah belakang kami.
Sontak saja kami langsung menoleh ke belakang dan mendapati sosok berambut teal yang sudah memasang wajah nyengir yang bagiku sangat menyebalkan.
"Mikuo, bersyukurlah karena disini tidak ada bola basket yang bisa kulemparkan ke wajahmu," ucap Gumiya.
Mikuo yang mendengarnya langsung tertawa lebar. "Kalau begitu aku bisa menggoda kalian sepuasnya. Aku tak pernah bosan menanyakan ini, tapi kapan kalian akan jadian?" tanyanya seraya tersenyum usil.
Gumiya yang mendengar pertanyaan itu hanya bisa menghela napas panjang. "Aku sudah mengatakan berulang kali, hubungan kami hanya sebatas teman masa kecil. Tidak kurang dan tidak lebih. Jadi berhentilah berpikiran yang aneh-aneh," jelas Gumiya.
"Agh tidak seru!" seru Mikuo.
"Memang, karena itu berhentilah menggoda kami," ucap Gumiya.
"Wah kalau itu sepertinya tidak bisa," ucap Mikuo sambil tertawa.
"Aku bersumpah akan menimpukmu saat latihan nanti," ujar Gumiya.
Mikuo tidak mempedulikan perkataan Gumiya. Ia malah menoleh menatapku. Tentu saja aku merasa kaget karena tiba-tiba saja perhatian cowok itu tertuju padaku apalagi ditambah dengan wajah ibanya. Kenapa cowok itu memasang wajah seperti itu padanya. Tidak mungkin kan dia tahu bahwa selama ini diam-diam aku menyukai teman masa kecilnya itu. Tapi seperti yang sudah dikatakan oleh Gumiya sebelumnya, perasaan sukanya ini bertepuk sebelah tangan. Sahabatnya itu hanya menganggapnya teman masa kecil. Tidak kurang dan tidak lebih.
.
.
.
Gumiya POV
"Miyaaaakuuunn, pagi!" seru seorang gadis berambut pirang begitu aku masuk ke dalam kelas.
"Pagi, Lily. Sepertinya kau sudah baikan," ucapku sambil melangkah menuju bangkuku yang berada di deretan belakang.
Gadis bernama Lily itu mengekor di belakangku. "Tentu saja, aku tidak bisa membolos terus menerus. Bisa-bisa Kaichou akan memarahiku karena sudah melalaikan tugas OSIS," ujarnya.
"Aku yakin Oliver akan memakluminya," kataku sambil duduk di bangkuku.
Lily pun ikutan duduk di bangku samping bangku milikku. "Sayang sekali, dia bukan tipe ketua yang pengertian sepertimu," ucapnya sambil menghela napas.
Meskipun gadis itu berkata demikian, tapi aku yakin sebenarnya ia sangat menghormati Oliver. Dan aku juga tahu kalau dia sangat menikmati menjadi bagian dari OSIS.
"Oh ya Miyakun, tidak biasanya kau tidak mengenakan syal. Padahal hari ini cuacanya sangat dingin," ujar Lily seraya menatapku heran.
"Ah aku lupa. Begitu sampai di sekolah, aku baru ingat," jawabku sekenanya. Aku tidak perlu mengatakan bahwa aku meminjamkan syal milikku pada sahabatku yang ceroboh itu kan.
"Heee tidak biasanya kau lupa." Sepertinya gadis itu masih belum sepenuhnya percaya. Di saat gadis itu ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba saja bel tanda masuk sudah berbunyi.
Tampak semua murid langsung duduk di bangkunya masing-masing. Tidak terkecuali Lily, setelah berpamitan padaku, gadis itu langsung menuju ke bangkunya yang berada di deretan depan.
Aku langsung mengeluarkan buku matematiku yang merupakan pelajaran pertama di kelasku hari ini. Begitu membuka buku tersebut, aku mendapati gambar kartun dua wortel. Sekali lihat pun, aku tahu siapa pelaku di balik coretan gambar ini. Siapa lagi kalau bukan sahabatnya, Gumi. Gadis itu pasti menggambarnya saat mereka belajar bersama untuk ujian lalu.
Tanpa sadar, aku tersenyum kecil begitu melihat gambar tersebut. Gambarnya sangat jelek dan lebih mirip seperti gambar anak TK. Tapi kenapa ya, aku sangat menyukai gambar itu. Mungkin karena karakternya adalah wortel. Bisa dibilang sejak kecil aku sangat menyukai sayuran berwarna oren itu dan entah ini hanya takdir atau kebetulan semata. Sahabatnya itu juga menyukai sayuran itu. Karena kesukaan kami yang sama dan warna rambut yang sama-sama hijau pula. Banyak yang mengira bahwa kami adalah anak kembar. Apalagi ditambah dengan kedekatan mereka. Kalau dipikir-pikir lagi tiada hari dalam hidupnya tanpa sosok Gumi. Kami sudah bersama-sama sejak kecil, karena selain kedua orang tua mereka bersahabat. Rumah kami juga bersebelahan. Jadi tidak heran kalau banyak orang yang mengira mereka adalah sepasang anak kembar. Dan jujur saja, aku tidak terlalu memikirkannya. Lagipula aku memang sudah menganggap Gumi seperti adikku sendiri. Adik yang ceroboh yang sedetik pun tidak bisa kau lepaskan pandanganmu darinya.
.
.
.
Lily POV
Aku sedang berjalan menuju ke ruang OSIS. Selama di perjalanan, banyak orang yang menyapaku. Selain menjadi bendahara OSIS, aku juga menjabat menjadi ketua salah satu klub populer di sekolah ini yaitu klub drama. Aku cukup percaya diri bahwa aku termasuk golongan murid populer di sekolah ini. Dan salah satu penyebabnya adalah rumor mengenai kondisi tubuhku yang lemah yang menyebabkan diriku sering absen ke sekolah. Tidak sedikit orang yang bertanya tentang penyakitku, tapi aku tidak bisa mengatakannya karena aku tidak mau orang yang khawatir padaku akan bertambah lagi. Cukup para sensei, anggota OSIS, dan juga Gumiya yang sudah kurepotkan selama ini.
Sepasang mataku langsung menangkap sosok yang sudah sangat amat kukenali. Dengan langkah ringan, aku langsung menghampiri gadis berambut ungu yang tampak sedang berbicara dengan sosok lain yang memilik rambut berwarna hijau yang identik sekali dengan seseorang yang kukenal.
"Yukachi!" panggilku riang.
Gadis itu langsung menoleh begitu namanya dipanggil dan senyum lebar langsung menghiasi wajah manisnya begitu melihatku datang mendekatinya.
"Lily-senpai, aku merindukanmu!" seru Yukari yang langsung menghambur ke dalam pelukanku. Seperti biasanya.
Aku tersenyum lembut begitu melihat tingkah adik kelasku yang manis ini. Setelah lima detik berpelukan, akhirnya Yukari mau melepaskan pelukannya.
"Lily, senang melihatmu kembali ke sekolah," ucap gadis berambut hijau yang sebelumnya bersama dengan Yukari.
"Terima kasih," ucapku seraya tersenyum manis.
"Sebaiknya aku harus bergegas pergi!" seru gadis hijau itu tiba-tiba.
Tampak Yukari mengangguk. "Sekali lagi maaf ya, aku tidak bisa menemani kalian latihan. Hari ini ada rapat OSIS," sesalnya seraya menepukkan kedua telapak tangannya di depan wajahnya.
"Tenang saja, kami mengerti kok. Kalau begitu aku pergi ya, sampai jumpa!" Setelah mengatakan itu, dia langsung berlari menjauhi kami berdua.
Aku hanya menatap punggungnya yang semakin menjauh. Aku mengenali gadis itu sebagai kapten tim basket putri dan juga merupakan teman masa kecil Gumiya. Ah ngomong-ngomong tadi aku tidak sengaja melihat syal yang dipakai gadis itu. Syal itu terlihat tidak asing baginya atau lebih tepatnya aku sudah sangat mengenali corak dari syal tersebut. Itu syal yang sering dipakai oleh Gumiya.
"Senpai, kau sedang memikirkan apa?" tanya Yukari penasaran. Sepertinya ia bingung karena melihatku yang tiba-tiba terdiam.
Aku langsung tersenyum sambil menggeleng pelan. "Bukan apa-apa. Ayo, sebaiknya kita bergegas ke ruang OSIS. Kaichou bisa marah kalau sampai kita terlambat!" ajakku sambil mengapit lengan Yukari.
Yukari mengangguk setuju. Lalu kami berdua pun berjalan menuju ke ruang OSIS. Tanpa disadari oleh Yukari, aku kembali menoleh ke arah belakang. Tentu saja sosok Gumi sudah menghilang. Aku pun kembali memfokuskan pandanganku ke depan. Dengan ini, sekarang aku sudah tahu kalau Gumiya sudah berbohong padanya tadi dengan mengatakan bahwa ia lupa memakai syal miliknya. Dan aku tidak perlu berpikir keras untuk memahami alasannya.
.
.
.
Gumi POV
Sekarang ini anggota tim inti basket putra dan putri sedang menjalani sesi latihan bersama. Rutinitas ini sudah dimulai sejak seminggu yang lalu dimana semua anggota tim inti basket putra dan putri diwajibkan mengikuti sesi latihan tambahan di luar jadwal latihan klub basket mereka. Hal ini dikarenakan sebentar lagi akan ada turnamen basket antar sekolah. Maka dari itu semua anggota begitu bersemangat menjalani sesi latihan ini meski di tengah cuaca sedingin ini. Tapi itu tidak menyurutkan semangat kami terutama aku. Karena kali ini, targetku adalah menjadi juara pertama. Berbeda dengan tim basket putra yang selalu menjadi juara bertahan. Tim basket putri selalu berakhir di posisi kedua. Memang itu sudah merupakan pencapaian yang bagus, tapi tim mereka selalu dibanding-bandingkan dengan tim basket putra. Memang tidak ada yang mengatakannya secara langsung, tapi aku cukup sadar diri dengan kekuranganku. Anak sekecil ini menjadi kapten tim basket. Apa mereka sedang bercanda. Banyak anak-anak basket dari sekolah lain yang mencemoohnya seperti itu. Menganggap rendah tim kami. Karena itu dalam turnamen nanti, aku akan membuktikan bahwa anak yang pendek sepertiku ini bisa menjadi ace dalam permainan basket nanti lalu membawa timnya menjadi juara pertama.
"GUMI AWAS!"
Aku langsung mendongak kaget begitu mendengar teriakan dari teman satu timku. Tapi sebelum aku menanyakan alasannya, tiba-tiba saja ada sebuah bola yang meluncur mulus mengenai wajahku. Aku hanya bisa bengong begitu merasakan hantaman yang lumayan keras di wajahku.
"Gumi, kau tidak apa-apa?" tanya salah seorang teman setimku.
Tampak beberapa temanku menatapku dengan wajah cemas. Aku hanya menatap bingung ke arah mereka. Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini. Ah benar juga sekarang ini anggota tim basket putri sedang mengamati latihan dari tim basket putra dari pinggir lapangan. Mungkin karena dirinya melamun, aku sampai tidak menyadari ada bola yang melesat ke arahnya.
"Gumi, kau mimisan!" seru temannya panik.
Eh? Mimisan? Pantas saja hidungnya tiba-tiba terasa perih. Ternyata aku mimisan ya.
"Maaf, aku tidak sengaja melemparnya ke arahmu!" seru seorang cowok berambut honey blonde dari kejauhan.
Aku langsung menoleh dan mendapati sosok Kagamine Rinto yang tengah menatapnya dengan wajah panik campur cemas. Jadi dia toh pelakunya. Baiklah, aku maafkan. Lagipula jarang sekali kapten tim basket putra itu menunjukkan ekspresi seperti tadi.
Untungnya salah satu temannya ada yang cepat tanggap. Dia langsung minta ijin ke Kiyoteru-sensei yang tidak lain dan tidak bukan adalah pelatih tim basket kami untuk membawaku ke UKS. Dengan dibantu oleh temanku, aku pun dituntun pergi menuju ke ruang UKS. Selama di perjalanan aku hanya bisa menghela napas, bisa-bisanya aku melamun di saat seperti itu. Aku benar-benar ceroboh sekali. Apalagi sebelum aku pergi tadi, aku tak sengaja melihat Gumiya yang mendesah panjang melihat kepergianku. Sekali lagi aku minta maaf karena sudah menyusahkan semua orang.
.
.
.
Gumiya POV
Aku hanya bisa menghela napas panjang melihat Gumi yang dibawa oleh salah satu temannya ke UKS.
"Aku jadi tidak enak pada Megami-san," ucap Rinto lirih. Sepertinya kaptennya itu masih merasa bersalah karena sudah menyebabkan Gumi sampai mimisan.
Sebenarnya menurutku itu bukan sepenuhnya salah Rinto, hal itu tidak akan terjadi jika Gumi tidak melamun. Lagipula aku yakin lemparan seperti itu akan dengan mudah ditangkap oleh Gumi jika ia lebih memperhatikan sekitar.
"Tapi tidak biasanya Rinto melakukan kesalahan. Kau kenapa?" tanya Yuuma heran.
Aku mengangguk setuju mendengar perkataan teman setimnya itu. Tidak biasanya Rinto seperti ini. Jika Rinto yang seperti biasanya pasti dia dapat melempar bolanya dengan mulus ke dalam ring bukannya malah nyasar ke wajah orang lain.
Sebelum Rinto sempat menjawabnya, Mikuo sudah tertawa lebih dahulu. Mungkin cowok itu senang melihat Rinto yang biasanya bisa melakukan apapun tanpa cela menjadi ceroboh seperti ini. Aku tidak akan menahannya jika Rinto ingin memukul wajah Mikuo saat ini. Lagipula sejak insiden tadi pagi aku juga sudah ingin memukul wajah menyebalkan Mikuo itu. Tapi sepertinya kaptennya itu tidak peduli dan malah menundukkan wajahnya dengan lemas.
"Kagami-san hari ini tidak masuk sekolah karena sakit. Kemungkinan itu karena kencan mereka kemarin. Jadi mungkin sekarang Rinto sedang merasa bersalah dan cemas," jelas Nero padaku dan Yuuma.
Pantas saja, aku tidak melihat pacar Rinto itu dari bangku penonton. Padahal gadis itu sering datang menonton latihan mereka bersama dengan pacar Nero.
"Mikuo, bisakah kau berhenti tertawa. Aku benar-benar akan menimpukmu dengan bola ini!" seru Rinto kesal sambil pura-pura akan melempar bola basket yang berada di tangannya ke arah pemuda pecinta negi itu.
"Bagaimana kalau nanti aku mimisan juga?!" ejek Mikuo.
"Jangankan mimisan, kalau perlu akan aku buat kau gagar otak sekalian!" balas Rinto.
Lagi-lagi seperti ini. Kedua temanku itu selalu saja bertengkar seperti anjing dan kucing. Meskipun sebenarnya Mikuo lah yang selalu mencari gara-gara kepada Rinto.
Tapi untungnya sebelum pertengkaran mereka semakin memanas dan sebelum Rinto benar-benar merealisasikan rencananya untuk membuat Mikuo gagar otak. Kiyoteru-sensei yang tadi sempat mengurusi kejadian yang menimpa Gumi, menyuruh mereka semua untuk berkumpul. Bersama yang lain, aku pun segera berjalan mendekati pelatih kami itu.
"Aku harap dia baik-baik saja," ucap seseorang di sebelahku.
Aku langsung menoleh dan mendapati Nero yang tengah menatapku.
"Apa yang kau bicarakan?" tanyaku tak mengerti.
"Aku hanya mencoba menebak ekspresimu saat ini," ucap Nero sekenanya.
"Terus?" tanyaku menuntut penjelasan lebih lanjut.
"Menurutku ekspresimu sekarang ini terlihat khawatir sekali. Tapi aku tidak heran juga sih, mengingat kau sangat menyukai Megami-san," ujar Nero.
"Sepertinya kau sudah salah paham. Aku hanya menganggap Gumi seperti adikku sendiri," jelasku pada Nero.
Nero hanya menatap diam ke arahku. Dan aku pun balas menatapnya juga. Lalu seperkian detik kemudian, cowok itu melepaskan tatapannya sambil menghela napas. "Terserah kau sajalah."
.
.
.
Lily POV
Akhirnya rapat hari ini selesai juga. Satu persatu anggota OSIS mulai merapikan barang-barangnya. Begitupun dengan Yukari, gadis itu langsung mengemasi barang bawaannya dengan gerakan cepat.
"Yukachi, kelihatannya kau buru-buru sekali. Memangnya kau mau kemana?" tanyaku heran.
"Aku ingin ke lapangan basket dulu. Seharusnya jam segini, mereka masih latihan," jawab Yukari cepat.
"Ah benar juga, kalau tidak salah sebentar lagi turnamennya kan?" tanya Tei memastikan.
Sebagai jawaban, gadis berambut ungu itu mengangguk mengiyakan.
"Kalau begitu, boleh aku ikut denganmu?" pintaku tiba-tiba.
Semua anggota OSIS menatap heran ke arahku. "Memangnya senpai ada urusan dengan klub basket?" tanya Luki menyuarakan pikiran teman-temannya.
"Memangnya aku harus punya urusan dengan mereka baru boleh kesana?" balasku sambil berkacak pinggang.
"Setahuku kau tidak suka dengan yang namanya olahraga," komentar Piko.
Aku hanya tertawa kecil mendengar pernyataan dari pemuda berambut perak itu. "Aku memang tidak suka berolahraga, tapi bukan berarti aku tidak tertarik untuk menontonnya," ujarku seraya tersenyum manis.
"Hahaha kalau begitu ayo kita pergi Lily-senpai!" ajak Yukari yang sudah terlihat menggendong tasnya.
Aku mengangguk bersemangat, setelahnya kami berpamitan dengan yang anggota yang lain lalu bersama-sama kami berjalan menuju ke lapangan basket indoor yang letaknya cukup jauh dari ruang OSIS karena berada di gedung yang berbeda.
Setibanya disana. Seperti yang sudah diperkirakan, tempat itu sudah dipenuhi oleh banyak murid yang menonton para anggota tim basket latihan. Padahal ini baru level latihan, bagaimana kalau di pertandingan yang sebenarnya. Pasti jumlah penonton akan membludak. Aku berjalan di belakang Yukari yang langsung berjalan cepat menuju ke pinggir lapangan. Adik kelasnya satu ini memang merupakan salah satu dari manajer klub basket. Meski terkadang gadis itu sulit membagi waktunya dengan kegiatan OSIS-nya. Apalagi sebentar lagi turnamen, pasti klub basket akan sibuk-sibuknya latihan yang otomatis membuat semua manajernya menjadi ikut sibuk juga. Padahal baru saja kemarin OSIS selesai dengan acara festival sekolah.
Aku melihat Yukari yang langsung disapa oleh beberapa anggota tim basket dan juga teman-teman seperjuangannya sebagai manajer. Tidak peduli itu dari anak kelas satu maupun kelas dua, gadis itu tampak berbaur dengan akrab dengan lainnya. Aku yang berdiri tidak jauh darinya hanya bisa tersenyum melihat adik kelasku itu.
"Lily!" Tiba-tiba saja ada suara yang memanggil namaku. Sontak saja aku langsung menoleh dan mendapati pemuda berambut hijau yang berjalan menghampirinya.
"Miyakun!" panggilku balik seraya tersenyum. Tampak di belakang Gumiya ada beberapa anggota tim basket lainnya yang aku kenal juga.
"Rinny! Kuochan! Nekun! Yuuchan!" sapaku satu persatu pada Rinto, Mikuo, Nero, dan juga Yuuma.
Dan seperti biasanya. Wajah mereka langsung mengkerut begitu mendengar nama panggilanku pada mereka. Kecuali satu orang. Dan orang itu tidak lain dan tidak bukan adalah Mikuo yang sekarang malah tersenyum lebar ke arahku.
"Waaahh ada Lily-chan disini. Tumben kesini, ada apa?" tanya Mikuo penasaran.
Memangnya begitu anehnya bagiku untuk datang kemari. Padahal Mikuo sendiri sering datang ke ruang klub drama untuk bertemu dengan pacarnya itu. Dan aku sama sekali tidak keberatan.
"Tentu saja untuk melihat kalian latihan," jawabku seraya memasang senyum.
"Kalau begitu kau terlambat. Latihan kami sudah selesai," sahut Rinto.
Aku langsung memasang raut wajah sedih. "Ah benarkah, sayang sekali," ucapku lirih.
Kami pun berbincang ringan sampai aku menyadari bahwa sosok Gumiya sudah menghilang.
"Aku pergi dulu ya!" seru Gumiya yang tiba-tiba muncul dengan seragam sekolahnya dan tas punggungnya. Selain itu ia juga tampah membawa satu tas punggung lagi di tangan kanannya dan juga kantong berbahan kertas di tangan kirinya.
"Apa kau akan menjenguk Megami-san?" tanya Nero.
Gumiya hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Ah kalau begitu sampaikan permohonan maafku pada Megami-san," ucap Rinto.
Lagi-lagi Gumiya hanya mengangguk.
Aku yang melihatnya hanya bisa menatap mereka bergantian dengan wajah bingung. Sebenarnya apa yang sudah terjadi. Melihat raut wajahku yang kebingungan, Gumiya mengambil inisiatif untuk menjelaskan duduk perkaranya. Setelah mendengar penjelasan singkat darinya, aku langsung mengangguk mengerti.
"Kalau begitu, boleh aku ikut denganmu menjenguknya!" pintaku cepat.
Gumiya tanpa ragu langsung menyetujuinya. Tidak mengherankan juga sih mengingat aku juga cukup mengenal baik dengan teman masa kecil Gumiya itu. Justru yang mengherankan adalah tatapan yang ditunjukkan oleh teman setim Gumiya lainnya. Kenapa mereka memasang wajah kaget seperti itu. Seharusnya mereka sudah tahu kan kalau aku dan Gumiya berada di satu kelas. Benar, kami hanya teman sekelas. Jadi tak perlu ambil pusing jika aku terlihat dekat dengan Gumiya.
.
.
.
Normal POV
Lily dan Gumiya sedang berjalan bersama menuju ke ruang UKS. Terlihat Gumiya sedikit kerepotan karena harus membawa barang bawaan Gumi juga. Sebenarnya Lily ingin membantu membawakannya, tapi langsung ditolak mentah-mentah oleh cowok itu. Padahal ia masih kuat kalau hanya mengangkat beberapa beban saja. Tapi Gumiya tetap bersikukuh tidak membiarkan gadis itu kecapekan.
"Hei Miyakun!" panggil Lily tiba-tiba di tengah perjalanan mereka.
"Apa?" tanya Gumiya.
"Kau tak perlu berbohong padaku," ucap Lily dengan suara pelan namun masih bisa didengar oleh Gumiya yang berjalan di sampingnya.
Gumiya menoleh ke arah Lily dengan wajah bingung. "Aku tidak mengerti maksud perkataanmu," ujar Gumiya dengan wajah bingung.
Tapi Lily hanya tersenyum. Pembicaraan mereka terpaksa berhenti karena mereka sudah tiba di depan ruang UKS. Dari dalam terdengar beberapa suara yang sedang berbincang. Lily membuka pintu yang membuat semua orang di dalam ruangan menoleh ke arah mereka berdua. Tampak di dalam terdapat Yowane-sensei yang merupakan guru kesehatan mereka dan tentu saja Gumi.
"Miyaaaa, akhirnya kau datang juga. Aku sudah menunggumu!" seru Gumi riang.
Gumiya hanya mendesah pelan sambil berjalan mendekati Gumi yang tengah duduk di salah satu ranjang. "Bagaimana hidungmu?" tanyanya.
Gumi langsung menyentuh pelan hidungnya yang disumbat oleh kapas. "Sepertinya tidak patah," jawab gadis itu.
"Hmm sepertinya memang tidak apa-apa, lagipula hidungmu juga sudah pesek," komentar Gumiya begitu ia melihat hidung Gumi yang sudah berhenti mengeluarkan darah.
"Sebenarnya kau itu khawatir atau tidak sih?!" seru Gumi dengan wajah kesal.
Lily yang tadi masuk bersama dengan Gumiya langsung menyapa Yowane-sensei terlebih dahulu. Sebelum akhirnya mendekati Gumi dan Gumiya yang kelihatannya sudah berbincang seru.
"Michan, apa kau sudah baikan?" tanya Lily.
Gumi mengangguk dengan semangat lalu berkata, "Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."
"Tentu saja. Semua orang khawatir padamu terutama Miyakun dan aku tidak tahan melihat wajah sedih Miyakun," terang Lily yang diikuti dengan tawa ringan.
Gumiya dan Gumi hanya terdiam mendengar ucapan Lily. Sebagai gantinya Gumiya memberikan kantong kertas yang berisi seragam milik Gumi. Gadis itu pun menerimanya lalu minta ijin pada Yowane-sensei untuk menggunakan toilet di ruang UKS untuk berganti pakaian. Sepeninggalan Gumi, Gumiya yang tadi perhatiannya langsung fokus kepada Gumi baru menyadari sosok lain yang berada di sana pula.
"Terima kasih sensei sudah mengobati Gumi," ucap Gumiya sambil membungkuk sopan kepada Yowane-sensei.
Guru yang terlihat masih berada di umur 20 awal itu tersenyum ramah pada Gumiya. "Seharusnya aku yang berterima kasih karena selama ini kau sudah menjaga Lily," ujarnya.
Lily yang namanya disebut hanya bisa tertawa kecil. Memang benar, karena penyakitnya ini bisa dibilang Lily merupakan pengunjung tetap di UKS ini. Dan Gumiya lah yang selalu direpotkannya untuk mengurusnya.
Tidak butuh waktu lama, Gumi sudah kembali lengkap dengan seragam sekolahnya. Di saat Gumiya akan menyerahkan syal yang sedari tadi digenggamnya pada Gumi. Lily langsung menahannya.
"Tunggu sebentar!" seru Lily tiba-tiba yang setelah itu langsung mengobrak abrik tas miliknya. Lalu dikeluarkannya sebuah syal berwarna hijau tua dari dalam sana. "Karena aku sering sakit-sakitan. Aku selalu membawa lebih dari satu syal untuk berjaga-jaga," ucap Lily sambil melilitkan syal tersebut pada leher Gumi. "Kau boleh meminjamnya," lanjutnya seraya tersenyum manis.
"Lily!" panggil Gumiya sedikit terkejut dengan tingkah Lily yang menurutnya sangat aneh.
Lily langsung menoleh ke arah Gumiya. "Dengan begini kau tidak akan kedinginan," ujarnya masih dengan senyumannya.
Gumiya hanya terdiam mendengar perkataan Lily barusan. Sepertinya gadis itu sudah tahu bahwa ia meminjamkan syal miliknya pada Gumi. Kalau begitu maksud perkataannya soal agar dia tidak berbohong, mungkin merujuk pada kejadian ini.
"Terima kasih." Karena tidak tahu harus mengatakan apa, hanya kata itulah yang keluar dari mulut Gumiya.
Sepertinya Lily sangat perhatian sekali pada Miya - batin Gumi.
Kenapa sikap Lily aneh sekali. Apa yang sedang dipikirkannya? - batin Gumiya.
Kenapa aku merasa tidak terima saat melihat Miyakun memberikan syal itu pada Michan - batin Lily.
.
.
.
TBC
