Hello fellas! Call me Snow, penulis fic yang masih pemula B)
Kalo dibilang ini fic pertama, yah bukan juga sih. Gue udah banyak banget bikin fic, tapi kali ini gue baru seriusin di satu bidang ini wkwk
Yap, bikin fanfiction ternyata gak gampang!
Gue paling anti tuh sama bikin cerita yang kebanyakan pake bahasa lebay. Duuh kita ini udah hidup di abad ke-21! Masa' masih harus pake' narasi yang jadul-jadul gitu? Apalagi kalo gue udah ngeliat novel romance buatan Indonesia jaman sekarang, narasinya LEBAY BANGET! =_=
Tapi yaudahlah.
Pengalaman itu membuat gue belajar kalo semua itu gak benar, dan gue bertekad untuk bikin cerita yang narasinya jauh lebih keren dan jauh lebih bermutu dari semua itu! Doakan gue ya! Mudah-mudahan narasi gue cukup bisa diterima oleh semua kalangan! (?)
Sebelum gue kebanyakan ngomong, mari kita mulai fic kita,
This's for you, Riku x OC!
The Girl with the Golden Legs
A Long Prologue
By: DarkSnowX
Eyeshield 21
By: Riichiro Inagaki & Yuusuke Murata
Untuk Tomohachi Sayaka, mantan mahasiswi Notre Dame University semester ketiga, cuaca dingin bersalju di pertengahan Januari bukanlah waktu yang tepat untuk mencari Universitas baru, terlebih lagi di sore-hari-nyaris-malam ini. Sambil menggigil ia terus memeriksa alamat yang tertera di tangannya. Hanya itulah satu-satunya harapan untuk masuk ke Universitas Enma, yang katanya satu-satunya sekolah yang masih kekurangan murid sampai bulan ini. Ia menutupi wajahnya dengan syal yang ia kalungkan di lehernya, berharap mendapatkan kehangatan.
"Siaaal! Dingin! Aku sudah berjalan di jalan Enma dari satu jam yang lalu, tapi kenapa aku tidak juga sampai di Universitas bodoh itu?!" kata Sayaka kepada dirinya sendiri. Entah berapa kali ia sudah memutari jalan ini, tapi tetap saja ia tidak menemukan Universitas yang dimaksud.
Rambut pirangnya yang diurai sudah ditaburi banyak salju, matanya yang kebiruan terlihat sangat lelah. Cuaca yang dingin membuat orang-orang malas keluar rumah, dan membuat Sayaka semakin kesulitan mencari universitas Enma. Sambil terus menggerutu, Sayaka berjalan dan terus membaca alamat yang ia pegang, khawatir kalau-kalau ia salah membaca kanji. Maklum, kehidupannya di Amerika yang cukup lama membuatnya nyaris lupa Bahasa Jepang.
DUGH!
Tiba-tiba kepala Sayaka terbentur dengan papan penunjuk jalan yang sedikit tertutup salju.
Papan itu bertuliskan "JALAN ENMA"
"Ini 'kan papan penunjuk yang tadi.." kata Sayaka pada dirinya sendiri.
Ia memperhatikan papan penunjuk itu. Salju di depan huruf "E" untuk ENMA yang sangat tebal sepertinya sedang menutupi sesuatu. Sayaka pun membersihkan sedikit salju yang ada di area sekitar huruf "E".
Benar saja, ternyata papan penunjuk itu bertuliskan "JALAN TENMA" dan bukannya "JALAN ENMA"
"SIALAAAAN!" Teriak Sayaka yang kesal karena salah alamat. Melampiaskan amarahnya yang meluap-luap, ia pun menendang kaleng kemasan Coca Cola yang tergeletak di kakinya.
KLANG!
KLONG!
".. Auw!"
Suara pertama menggambarkan suara kaleng Coca Cola yang ditendang, suara kedua menggambarkan suara kaleng Coca Cola yang mengenai kepala seorang anak laki-laki, dan suara ketiga merupakan suara rintihan anak laki-laki yang terkena kaleng Coca Cola tersebut.
"A-ah maaf!" kata Sayaka sambil membungkuk ke arah anak laki-laki itu.
Anak laki-laki itu tampak seumuran dengannya. Rambut putih anak laki-laki itu sedikit berantakan karena terkena kaleng Coca Cola tadi.
"Wah, tampan juga.." kata Sayaka dalam hati.
Laki-laki itu melihat ke arah Sayaka dengan mata hijaunya, wajahnya menunjukkan kalau tendangan tadi cukup sakit. Jantung Sayaka agak berdebar saat ia balas menatap anak laki-laki itu.
"Ah tidak, tidak apa-apa kok." Kata anak laki-laki itu. Ia sedikit menepuk-nepuk rambutnya, mencoba membersihkan segala macam kotoran yang mungkin ada disana.
"Sebenarnya dari tadi aku memperhatikan kau (mendengar hal ini, dengan susah payah Sayaka menyembunyikan senyumannya yang mendadak keluar) yang sedang memutari perumahan yang sama selama satu jam." Kata anak itu lagi. "Sedang apa kau disini? Kau tidak berasal dari sekitar sini, ya?"
"H-hah? Memutari perumahan yang sama selama satu jam? I-ini perumahan?" balas Sayaka dengan wajah yang benar-benar keheranan
"Tentu saja ini adalah perumahan! Memangnya kau pikir ini apa? Sebuah blok kecil yang dipenuhi oleh rumah-rumah?" Tanya Riku sedikit bercanda.
Sayaka langsung terdiam karena memang itu yang tadi ia pikirkan. Sekarang ia mengerti kenapa selama ini ia selalu dikatai 'gadis bodoh' oleh teman-temannya. Membedakan perumahan dengan blok saja tidak bisa. Sungguh memalukan.
"T-tapi, alamat ini menunjukkan—"
"Coba berikan padaku, mungkin aku bisa sedikit membantu." Kata anak laki-laki itu sambil mengulurkan tangannya. Sayaka pun memberikan kertas kecil bertuliskan alamat Universitas Enma kepadanya.
Universitas Enma
Jalan Enma, Blok 3, no. 14, Tokyo, Jepang.
"Kau sedang mencari Universitas Enma?" Tanya Anak laki-laki itu. "Itu sekolahku, aku kuliah semester ketiga disana."
"Benarkah? Aku ingin mendaftarkan diri disana!" Seru Sayaka dengan sangat riang.
"Kalau begitu biar kuantar." Katanya sambil berlari menjauh dari Sayaka. "Tunggu disana, ya!" Serunya dari kejauhan.
"Lari anak itu sangat cepat.." Pikir Sayaka. "Kira-kira ia pergi kemana, ya?"
Sayaka mendongakkan kepalanya dan melihat ke langit. Sudah gelap, dan udara menjadi benar-benar dingin.
Tiba-tiba..
BRUM! BRUM!
Suara sepeda motor yang cukup kencang datang dari arah kejauhan. Dari suaranya, sepeda motor itu sedang berlari kearah Sayaka dengan kecepatan tinggi.
BRUUM!
Sekarang sepeda motor itu terlihat jelas, Sayaka tidak mengenal jenis sepeda motor itu, tapi ia yakin benar sepeda motor itu sama dengan Freeway yang ada di GTA San Andreas, mungkin jenis Harley? Tapi itu tidak penting sekarang.
Sepeda motor itu benar-benar berlari dengan kecepatan tinggi kearah Sayaka yang memang sedang berdiri agak ke tengah jalan.
"WAAAAGGH!" teriak Sayaka. Teriakannya memang tidak pernah feminim.
CKIIITT!
Sepeda motor itu berhenti tepat di depannya. Jarak antara Sayaka dan sepeda motor itu bahkan kurang dari 100 cm!
"KAU SUDAH GILA YA?!" teriaknya kepada sang pengendara motor itu.
"Gadis bodoh! Makanya kalau jalan jangan di tengah jalan!" kata sang pengendara motor sambil melepas helmnya. Ternyata ia adalah anak laki-laki berambut putih tadi. "Naik. Kuantar kau ke Universitas Enma, mumpung aku sedang bosan diam di rumah." Katanya lagi
"Kenapa aku harus ikut denganmu?" jawab Sayaka sinis. Ia memang kesal karena ia paling benci dikatai 'gadis bodoh'.
"Oh jadi maksudmu kau mau mencari Universitas Enma itu sendirian ditengah kota yang penuh dengan laki-laki hidung belang?" balas anak laki-laki itu.
"Aku tidak takut dengan laki-laki hidung belang! Biar begini aku bisa bela diri!"
"Bagaimana dengan cuaca? Apakah gadis perkasa seperti kau bisa tahan dengan cuaca yang sedingin ini? Kau mau mati kedinginan, hah?! Lagipula aku ini berniat baik, bukan ingin berniat macam-macam! Kalau kau tidak mau kuantar, ya sudah! Sana cari sendiri saja!" seru anak laki-laki itu. Dia benar-benar kesal dengan Sayaka. "Sudahlah! Naik saja!"
Merasa kalah berdebat dengan anak laki-laki itu, Sayaka pun naik ke sepeda motornya dengan wajah kesal.
"Baiklah.. Tolong pelan-pelan ya.." kata Sayaka dengan nada sedikit ketakutan tapi tetap memasang wajah kesal.
Anak laki-laki itu hanya tertawa kecil mendengar perkataan Sayaka.
-oOo-
Mereka pun sampai di Universitas Enma. Ternyata Universitas itu tidak terlalu jauh dari perumahan tempat anak itu tinggal. Universitas itu cukup besar dan megah. Gedung yang berbentuk setengah lingkaran itu terlihat besar dan kokoh. Bisa dilihat bahwa fasilitas utama daripada Universitas ini adalah lapangan American Football-nya yang benar-benar besar.
"Kita sampai." Kata anak laki-laki itu. Sayaka pun langsung turun dari sepeda motor. "Ini Universitas Enma. Sekarang jam 19:31, seharusnya kantor sekolah belum sepenuhnya tutup. Biasanya mereka tutup jam 8. Kuantar kau kedalam."
Sayaka hanya diam dan mengikuti anak laki-laki itu.
-oOo-
Riku mengajak Sayaka masuk ke dalam gedung Enma. Ternyata Universitas Enma tidak buruk juga, fasilitasnya masih sangat terjaga. Bisa dilihat bahwa universitas ini adalah universitas yang memang masih baru.
Riku lalu berhenti di depan sebuah pintu dan mengetuknya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk..!" kata suara yang berasal dari balik pintu itu.
Cklek!
Riku membuka pintu itu dan langsung masuk dan Sayaka pun mengikutinya. Ruangan itu baunya sangat harum, dan sangat sejuk juga. Terdapat dua meja besar yang berdiri di depan sebuah kursi. Satu kursi sedang diduduki oleh seorang laki-laki setengah baya, dan yang lainnya kosong.
"Selamat malam Pak Aburawa." kata anak laki-laki itu kepada sang laki-laki setengah baya. Di meja itu terdapat papan nama berwarna hitam yang diukir dengan emas. Ukirannya bertuliskan "Aburawa Hiro – Lektor Kepala"
"Ah! Selamat malam Riku! Ada perlu apa datang kemari malam-malam begini?" kata Pak Aburawa dengan ramah.
"Sebenarnya bukan saya yang ingin berurusan dengan bapak, tapi gadis ini.." kata Riku sambil menatap ke arah Sayaka. "Dia ingin mendaftar sebagai murid baru sekolah ini."
"Oh benarkah? Kebetulan Universitas ini memang sedang membutuhkan murid baru, jadi kau bisa langsung saja mengerjakan tes masuk khusus murid pindahan ini sekarang. Untuk masuk kau harus mendapatkan nilai sempurna, lho!" Pak Aburawa segera mengeluarkan kertas ujian tes masuk Universitas Enma dan menyerahkannya kepada Sayaka.
Kertas ujian itu tidak terlalu tebal, sepertinya tes masuknya hanya sampai 20 soal. Sayaka hanya mengiyakan perkataan Pak Aburawa.
"Ingat, jangan lupa tulis identitas. Kau bisa mengerjakan tes ini di meja kosong disebelah sana." Kata pak Aburawa sambil menunjuk kearah meja lain yang berada di ujung ruangan. Tempat duduk Wakil Kepala Lektor, mungkin?
Sayaka pun langsung duduk di kursi yang ditunjukkan selagi Riku dan Pak Aburawa berbincang-bincang. Ia membaca soal-soal yang dituliskan disana dengan hati berdebar, takut gagal mendapatkan nilai sempurna yang dimaksud. Kalau ia sampai gagal, entah ia harus mencari Universitas dimana lagi. Enma adalah Universitas terdekat yang (katanya) terbaik dalam bidang yang paling dikuasainya, yaitu American Football.
Isi Ujian:
Nama:
Jenis Kelamin:
Tanggal Lahir:
Asal Sekolah:
Alasan Masuk Enma:
1+1 = ... (Jawabannya adalah "2")
Terkejut akan soal aneh yang diberikan, Sayaka pun membalik-balik halaman ujian itu berkali-kali.
Nihil. Dua halaman dibelakang halaman pertama benar-benar kosong, seolah-olah hanya digunakan untuk hiasan saja.
"Baiklah.. Ini cukup aneh.. Tiga halaman ujian, halaman pertama hanya berisi satu soal dan halaman-halaman setelahnya kosong." kata Sayaka dalam hati "Ini pasti ada kesalahan dalam pengetikan, atau Pak Aburawa, yang salah memberikan soal."
Sayaka memperhatikan Pak Aburawa dan Riku yang sedang asik bercakap-cakap. "Mungkin sebaiknya kutanya.."
"Pak Aburawa, sepertinya ada kesalahan dalam teks ujian ini.." kata Sayaka sambil mengacungkan tangannya.
"Oh tidak, tidak! Soalnya memang begitu! Kerjakan saja dahulu, kalau sudah selesai kumpulkan pada saya!" Balas Pak Aburawa
"Eehh.. baiklah.." kata Sayaka dengan suara ragu-ragu. Dalam hitungan detik soal itu sudah ia selesaikan dan langsung ia berikan kepada Pak Aburawa. "Ini Pak, sudah selesai." Kata Sayaka lagi.
"Bagus, sekarang isi data-data ini dan mulai minggu depan kau sudah bisa memulai pelajaran disini. Jadwalnya akan kucarikan untukmu, tunggu sebentar.." Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Pak Aburawa langsung meninggalkan ruangan. Sepertinya ia sedang mencari jadwal kuliah di tempat lain.
Sayaka hanya berdiri tertegun. Setengah tidak percaya bahwa tes masuk khusus murid pindahan itu hanyalah satu soal mudah yang bahkan anak TK pun bisa mengisinya. "Universitas macam apa ini?" Pikirnya dalam hati.
"Benar-benar hebat 'kan Pak Aburawa itu? Soal-soalnya ia sendiri yang mendesain supaya semua orang bisa masuk ke Universitas ini." Kata Riku sambil sedikit tertawa. "Dia memang yang terbaik. Kalau bukan karena dia, orang-orang idiot yang hebat main American Football tidak akan bisa masuk ke Universitas yang menyediakan peralatan American Football sebagus ini."
"Hahaha" Sayaka hanya tertawa kecil. Ia pun kembali duduk di kursi Wakil Kepala Lektor dan mengisi data-data yang tadi diberikan. Kali ini data-datanya terlihat lebih wajar dan resmi, seperti Universitas lain pada umumnya.
CKLEK!
Pintu ruangan terbuka, dan Pak Aburawa memasuki ruangan.
"Ini dia jadwalnya, silahkan tinggalkan datanya diatas meja. Jangan lupa, kelas pertama mulai jam setengah delapan dan berakhir satu jam setelahnya. Soal jurusan, kau sudah mengisinya di data tadi kan? Pokoknya semua sudah diatur oleh pihak kami, kau hanya perlu masuk kuliah seperti layaknya mahasiswi yang sudah lama berada di Universitas Enma. Untuk soal semester, kau hanya perlu memberikan dokumen-dokumen yang menunjukkan bahwa kau sekarang sudah menduduki semester ketiga. Dengan begitu kau bisa langsung masuk ke pelajaran bagi siswa-siswa semester ketiga. Kalau kau tidak memberikan dokumennya, maka kau harus mengulang dari semester pertama lagi." Kata Pak Aburawa.
"Kapan saya bisa memberikan dokumen-dokumen tersebut, Pak?" Tanya Sayaka.
"Paling lambat tiga hari sebelum kau masuk seperti biasa. Lebih dari itu, harus mengulang."
"Lalu bagaimana dengan pengenalan murid baru? Orientasi murid?" Tanya Sayaka lagi.
"Pengenalan murid baru tentu saja tidak akan dilakukan. Akan terlalu repot untuk dilakukan, aku malas mengatur hal-hal itu. Sama halnya dengan Orientasi, tidak ada sistem orientasi untuk sekolah kami. Terlalu repot, aku malas." Kata Pak Aburawa dengan santai.
"Baiklah.. Lektor satu ini memang hebat." Pikir Sayaka dalam hati. "Baiklah kalau begitu, Pak." Kata Sayaka pada Pak Aburawa
"Dengan begini urusannya selesai. Selamat datang di Enma!" ujar Pak Aburawa dengan riang. "Kalian bisa pergi sekarang, kantor sekolah sudah harus tutup. Sudah lewat dari jam delapan."
"Baik pak, terimakasih atas bantuannya." Kata Sayaka lagi.
CKLEK!
Riku pun membuka pintu, bersiap untuk keluar. "Kami duluan pak, terimakasih atas bantuannya." Kata Riku.
"Ah! Aku hampir lupa." Seru Pak Aburawa tiba-tiba. "Tolong perkenalkan Enma kepada pacarmu itu, Riku, ajak dia berkeliling dan pastikan dia bisa masuk ke kelasnya sendiri tanpa tersesat. Anggaplah sebagai bantuan dariku supaya kalian bisa semakin romantis, hahaha!" Saat mengatakan kata 'romantis' Pak Aburawa berkedip.
Wajah Sayaka dan Riku memerah. "Aku bukan pacarnya, Pak!" seru mereka bersamaan. Seketika itu juga mereka saling tatap menatap, terkejut karena kata-kata yang diucapkan mereka sama persis.
"Hahaha, baiklah. Yang pasti kau harus menjaga gadis itu ya. Aku tidak mau ada salah satu mahasiswiku yang bolos hanya karena tersesat." Kata Pak Aburawaa lagi.
"Ya ya ya, sampai nanti pak." Balas Riku tak sabaran. Ia segera menutup pintu dan berjalan ke arah pintu keluar.
-oOo-
BRUM! BRUM! BRUM!
Sesampainya di rumahnya, Sayaka pun turun dari motor Riku. Benar, Riku memaksa Sayaka untuk pulang dengannya. Sayaka pun sesungguhnya tidak punya pilihan lain, karena ini baru minggu ke-duanya di Jepang dan ia bahkan tidak tahu dimana stasiun kereta terdekat. Kalau bukan karena Riku, mungkin ia sekarang sudah melarat dan tidak pernah pulang ke rumah. Dengan kata lain, Riku bisa dibilang sudah menyelamatkan hidupnya dua kali hari ini.
"Terimakasih, Riku." Kata Sayaka
"Sama-sama. Tidak baik kalau seorang gadis untuk berjalan sendirian di malam hari yang sepi seperti ini." Balas Riku.
"Kalau begitu aku masuk dulu. Selamat malam." Sayaka sedikit membungkuk ketika mengatakan ini. Setidaknya ia tidak lupa cara ber-etika a la wanita Jepang. Ia pun membalikkan badannya dan berjalan masuk ke rumahnya.
"Tunggu dulu!" Kata Riku tiba-tiba. "Pak Aburawa tadi memerintahkanku untuk menemanimu. Enma sangat luas, gawat kalau kau tersesat dan kau tidak bisa menghubungi orang-orang yang kau percayai. Berikan nomor teleponmu padaku, itu akan membantu." Ia mengulurkan telepon genggamnya ke arah Sayaka.
"Oh, benar juga." Sayaka pun mengambil telepon genggam milik Riku dan menyimpan nomor teleponnya disana. "Sudah selesai." Kata Sayaka lagi.
"Baiklah kalau begitu. Sampai minggu depan." Riku tersenyum. Untuk beberapa detik jantung Sayaka berdebar, wajah Riku memang tampan sekali.
BRUM! BRUM! BRUM!
Sepeda motor Riku beranjak pergi, Sayaka pun masuk setelah sepeda motor itu benar-benar hilang dari pandangannya.
"Hari yang panjang ini akhirnya berakhir juga.." Pikir Sayaka.
-END
Selesai juga prologuenya! Well, prologue yang lumayan panjang juga, hmm -_-
Okay, semuanya emang masih belum jelas, tapi whaddya think about this first chapter? Keren kah? Jelek kah? Feedback always accepted, thankyou! Sayaka emang belum memperkenalkan diri ke Riku. Itu semua emang sengaja, hehehe :D
Oh iya, sebenernya gue ga begitu ngerti sistem kuliahan.. maklum, bukan anak kuliahan, gue cuma anak bawang :'D
Anyways, thankyou for reading!
