ONE LAST TIME

DISCLAIMER BELONGS TO KAGAMI TAKAYA

STORY IS MINE

WARNINGS: TYPO(S), OOC, ALUR BERANTAKAN, ABAL, GAJE AND OTHERS.

Author's Note : Holaaaa~*tebar bunga* Ini fict pertama Amika di fandom Owari No Seraph. Btw, OnS kan udah tamat nih, tapi Amika butuh S3! Banyak amat pertanyaan Amika setelah nonton episode terakhir S2. Yang sering terngiang-ngiang di kepala Amika itu "WHAT THE HELL?! Shinya kemana?! Dia baik-baik aja gak? Trus Krul gimana nasibnya setelah digigit sama Ferid Bakhtery –eh, maksudnya Bathory- " Yah itu dia tadi sekilas pertanyaan heboh yang nancep dikepala Amika. Gomennasai kalau ceritanya gaje dan mohon maaf atas ke-GAJEAN Author *Bungkuk* Yosh! Kita mulai aja ceritanya~~

STOOOP!

DON'T LIKE, DON'T READ~

Sudah larut malam, tapi Guren baru saja keluar dari ruangan Kureto dan melangkahkan kakinya ke ruangannya. Baru saja dia membuka pintu ruangannya, dia bisa melihat ada yang duduk dikursinya sambil membelakanginya.

"Aku tau itu kau, Shinya." Guren berjalan mendekat dan kemudian memutar kursi tersebut ke hadapannya.

"Araa~sepertinya aku ketahuan ya, Guren?" Shinya yang sudah menghadap kearah Guren tersenyum.

"Mana ada orang yang kurang kerjaan menyelinap masuk ke ruanganku selarut ini kalau bukan kau, Shinya." Guren menatap datar orang yang duduk dihadapannya ini.

"Oh ayolah, jangan berwajah datar seperti itu Guren~" Shinya balas menatap pria dihadapannya.

"Hh, sebenarnya untuk apa kau kemari, Shinya?" Guren menatap lurus kearah kedua bola mata Shinya.

"Hm? Aku hanya datang untuk bertemu denganmu, Guren." Shinya tersenyum jahil.

"Ck, kau ini kurang kerjaan sekali, Shinya." Guren menjauh kemudian melepas jas seragamnya.

"Aku sedang tidak ada tugas dan aku kesepian, Guren~" Shinya tersenyum melihat Guren yang sekarang hanya memakai kemeja putih dan celana panjang hitam.

"Apa? Kenapa kau melihatku seperti itu, Shinya?" Guren melihat Shinya yang sedang senyum-senyum sambil melihat dirinya.

"Tidak, aku hanya lebih suka melihatmu dengan pakaian seperti itu daripada memakai seragam." Shinya masih tetap tersenyum kearah Guren.

"Dasar…" Guren berjalan mendekat kearah Shinya yang masih duduk sambil tersenyum tipis.

"Ada apa, Guren?" Shinya tau apa yang akan dilakukan Guren, jadi dia mencoba untuk semakin memancing Guren dengan mendorong kursi yang di dudukinya mundur kebelakang.

"Kau tidak akan bisa lari, Shinya." Guren menarik kursi itu kembali kehadapannya dan sebuah seringai iblis terbentuk di wajah Guren.

"Aku tidak akan lari, Guren." Shinya kembali menatap Guren, karena kalau sudah begini dia tau kalau dia tidak akan bisa lepas dari Guren.

"Keputusan yang bagus, Shinya." Guren membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Shinya sampai hidung mereka bersentuhan. Shinya bisa merasakan nafas hangat Guren menerpa wajahnya.

BRAKK

"Letkol Guren, apa maksud anda dengan menyuruhku mengganti forma—" Shinoa yang baru saja membuka pintu secara kasar langsung membatu melihat pemandangan yang ada dihadapannya.

"Ck, merepotkan sekali." Guren melirik kearah pintu tempat Shinoa membatu tanpa menjauhkan wajahnya dari Shinya.

"A-ah-ahaha~ Maafkan saya yang sudah mengganggu, silahkan dilanjutkan, saya permisi!" Shinoa langsung menutup pintu dan berlari menjauh dari ruangan Guren.

"Dasar bocah.." Guren kembali bergumam.

"Gu-Guren, Shinoa sudah melihat kita, apa itu tidak apa-apa?" Shinya sedikit merona karena hal yang dilakukannya dengan Guren sudah dilihat oleh orang lain, apalagi orang tersebut adalah adiknya.

"Tidak apa-apa, Shinoa tidak akan menceritakannya pada siapapun, kau tenang saja." Guren meyakinkan Shinya.

Guren langsung mengeliminasi jarak sampai habis dengan mempertemukan bibir mereka. Bibir yang awalnya kering itu disapunya dengan lidahnya dan membukanya dengan hisapan kecil. Shinya menutup matanya untuk menikmati ciuman dari seorang Ichinose Guren. Shinya berdiri dan kemudian melingkarkan tangannya ke balik leher Guren. Guren memeluk pinggang Shinya kemudian dia menghimpit Shinya ke sudut ruangan. Shinya tersenyum dalam hati karena kalau Guren sudah menghimpitnya seperti ini, permainan mereka pasti akan semakin jauh.

Guren melepaskan diri setelah melihat wajah Shinya yang merah karena sudah kehabisan nafas. Benang saliva masih menghubungkan dirinya dan Shinya ketika dia menjauhkan wajahnya.

"Kau sepertinya kelaparan sekali, Guren." Shinya menggoda Guren setelah selesai mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal.

"Heh, jangan menggodaku seperti itu, Shinya." Guren membuka satu-persatu kancing jas seragam Shinya dan melemparnya entah kemana.

"Hidoii~ Kenapa seragamku dilempar begitu saja, Guren~" Shinya yang saat ini sudah sama dengan Guren, hanya memakai kemeja lengan panjang putih dan celana panjang hitam hanya tersenyum menatap Guren.

"Ck, aku akan kesulitan kalau kau masih memakai baju itu, Shinya." Guren mendengus dan kemudian Guren menarik Shinya dalam pelukan. Guren bisa merasakan dagu Shinya di bahunya.

"Tumben sekali kau begini, Guren." Shinya berujar pelan sambil menumpukan pipinya pada pundak Guren.

Guren mengelus punggung Shinya perlahan. "Tapi kau suka kan?"

Guren merasakan Shinya membalas pelukannya dan Guren bisa merasakan denyut jantung Shinya di dadanya.

"Shinya…" Guren berbisik tepat disamping telinga Shinya.

"Hm?" Shinya mengeratkan pelukannya pada Guren.

"Kau berharga bagiku, kumohon jangan pernah pergi dariku." Guren teringat pada masa lalunya, saat dia melihat satu persatu keluarganya mati dan dia teringat pada gadis itu, ya gadis yang pernah disayanginya, tapi dia sudah membuang jauh-jauh perasaannya pada gadis itu karena dipelukannya sekarang sudah ada orang lain yang ia sayangi, tapi walaupun dia sudah punya pengganti gadis tersebut, dia masih mengingat gadis itu karena gadis itulah yang telah merasukinya, gadis itu telah dibunuh olehnya dan sekarang gadis itu hidup didalam pedang miliknya. Ah, sudahlah dia tidak mau mengingat itu terlalu jauh.

"Iya, aku tidak akan meninggalkanmu, Guren. Dimanapun kau berada, aku akan selalu disisimu, walau aku mati sekalipun..aku tetap akan berada disisimu." Shinya tersenyum lembut sambil mengelus punggung Guren. Shinya tau, kalau sudah begini Guren pasti sedang mengingat masa lalunya.

"Kau janji?" Guren melepaskan pelukannya dan menatap Shinya dengan serius.

Shinya memegang kedua tangan Guren dan balas menatap Guren dengan pandangan yang tak kalah serius dari Guren dan berkata dan berkata "Aku bersumpah demi apapun yang ada di dunia ini bahwa aku tidak akan meninggalkan Ichinose Guren. Walau mati sekalipun, aku tetap akan berada disisinya."

Guren yang mendengar itu sedikit terkejut kemudian Guren tersenyum kemudian menarik tubuh Shinya dan kembali meraup bibir ranum Shinya. Shinya yang diperlakukan begitu tersenyum tipis dan kemudian membalas ciuman Guren.

5 menit kemudian Guren melepaskan ciumannya dan menatap Shinya dengan tatapan yang lembut. Shinya yang melihat tatapan Guren tersenyum dan kemudian…

CUP

Shinya mengecup kening Guren dan berkata "Kau jangan takut kalau aku akan meninggalkanmu, Guren." Guren kembali tersenyum, senyuman terlembut yang jarang ditunjukkannya.

"Aku sudah mengantuk, ayo tidur, Guren~" Shinya mengusap matanya.

"Baiklah." Guren langsung menarik Shinya masuk ke dalam kamarnya yang dihubungkan oleh pintu yang ada disudut ruangan pribadinya ini.(Gomen, Amika tak tau dimana kamarnya si Baka Guren ini, jadi Amika buat aja disamping ruangan si Guren*digiles)

Setelah berada di dalam kamar, Guren langsung mengunci pintu dan membuka lemarinya dan kemudian mengganti bajunya menjadi piyama tidur berwarna hitam dengan gaaris-garis putih. Guren yang sudah selesai mengganti baju melirik Shinya yang sudah berbaring dan hampir setengah tertidur.

"Oi Shinya, setidaknya ganti bajumu dulu." Guren berjalan mendekati Shinya.

"Ngghh, aku ngantuk, Guren." Shinya yang setengah sadar menjawab Guren dengan malas-malasan.

"Ck, jadi kau mau aku yang menggantikan bajumu?" Guren melihat wajah setengah tidur Shinya.

"Iyaa..gantikan saja bajuku, lagipula beberapa piyamaku ada disini." Shinya mencoba untuk tidur sepenuhnya.

"Ck, dasar.." Guren mengambil piyama Shinya yang ada dilemarinya dan menggantikan baju Shinya dengan piyama tersebut. Guren sudah biasa melihat tubuh Shinya, jadi tidak ada masalah bagi Guren. Setelah selesai mengganti baju Shinya, Guren menggantung kemeja dan celana panjang Shinya di dalam lemarinya.

Guren merebahkan tubuhnya di kasur tepat disamping Shinya dan kemudian menyelimuti dirinya dan Shinya. Guren menatap Shinya yang sudah terlelap lebih dahulu.

"Ngg, Guren." Shinya mengigau dan menyebut nama Guren.

Guren yang mendengar namanya disebut hanya terkekeh pelan kemudian memeluk Shinya dan tak lama kemudian dia menyusul pria itu kealam mimpi.

-ONE LAST TIME-

"Guren.."

Guren mendengar bisikan yang memanggil namanya berulang-ulang. Jujur saja, baginya itu mengganggu, dia masih ingin tidur dan karena dia tau kalau itu Shinya, dia mencoba menjahilinya dengan berpura-pura masih tidur.

"Oh ayolah, Guren. Hari ini kita ada misi dan para gadis sudah menyiapkan sarapan." Shinya kesal melihat kekasihnya ini tidak menunjukkan tanda-tanda ingin membuka matanya. Padahal dia sudah berbisik dengan suara yang berat sambil memanggil nama Guren berkali-kali, tapi hasilnya? Sia-sia saja.

"Ck, dasar manja.." Shinya tau kalau sudah begini mau tidak mau dia harus melakukannya agar Guren mau bangun. Shinya naik ke atas Guren dan mendekatkan wajahnya kemudian meraup bibir ranum Guren. Shinya melakukan hisapan kecil disela-sela ciumannya. Dan tiba-tiba saja Guren yang berpura-pura tidur langsung membuka matanya, menarik Shinya dan membalikkan posisi tanpa melepaskan ciuman mereka. Yah, sekarang Guren berada diatas, sementara Shinya tepat berada dibawah Guren. Guren menumpukan berat badannya pada kedua tangannya yang berada di kanan dan kiri Shinya.

"Ngghh…Guren…" Shinya mendesah karena tangan nakal Guren mulai meraba-raba tubuhnya.

Shinya kembali teringat dengan misi yang harus mereka jalankan dan langsung mendorong tubuh Guren perlahan. Guren melepaskan ciuman mereka.

"Tumben sekali kau minta berhenti, biasanya kau pasti meminta lebih Shinya." Guren menatap Shinya yang sudah memakai seragamnya dan menyeringai tipis.

"Kau lupa ya? Hari ini kita ada misi dan para gadis sudah menyiapkan sarapan untuk kita, sekarang mereka sedang menunggu kita, ah tidak, lebih tepatnya kau." Shinya mencubit hidung Guren dan kemudian tersenyum kearah kekasihnya itu.

"Iya, iya, aku tau dan berhenti mencubit hidungku, Shinya." Guren mendengus sambil melepaskan cubitan Shinya dari hidungnya dan kemudian menyingkir dari atas Shinya dan masuk ke dalam kamar mandi.

"Jangan lama-lama, Guren!" Shinya bangkit kemudian membereskan tempat tidur Guren dan selanjutnya berjalan kearah lemari Guren. Dia membuka lemari tersebut kemudian mengambil seragam Guren dan menaruhnya diatas tempat tidur. Yah, layaknya seorang istri.

"Aku menunggumu diluar, Guren!" Shinya kemudian keluar dari kamar Guren dan duduk di sofa berwarna ungu yang ada di ruangan Guren.

15 menit kemudian Guren keluar dari kamarnya lengkap dengan memakai seragam.

"Kau lama, Guren~" Shinya melihat Guren dan kemudian melirik jam di dinding yang menunjukkan pukul enam lewat lima belas menit.

"Berisik..ayo pergi." Guren yang sudah ada di hadapan Shinya mengulurkan tangannya.

Shinya menatap Guren yang berada dihadapannya dari atas sampai bawah dan tiba-tiba muncul perasaan marah, emosi atau apalah itu dari dalam hati Shinya ketika melihat pedang yang bertengger di bagian pinggang pada seragam Guren. Ah, pedang itu mengingatkannya pada sesuatu, iya, sesuatu yang membuatnya jadi ingin menghilangkan pedang itu dari dunia ini.

"Oi, ayo pergi." Guren menaikkan sedikit volume suaranya setelah melihat Shinya yang terus menatap pedang miliknya.

"Ah, iya, ayo pergi." Shinya menerima uluran tangan Guren dan langsung berdiri. Guren berjalan keluar dari ruangannya bersama Shinya dan pergi menuju ruangan tempat mereka biasa sarapan bersama.

Guren tidak memikirkan pandangan aneh orang-orang karena dia sedang memegang tangan sang Mayor Jendral, Shinya Hiragi. Sekarang dia hanya memikirkan Shinya sambil sesekali melirik pria disebelahnya ini. Dia heran karena terkadang Shinya agak meremas tangannya dan ini adalah remasan yang ketiga kalinya.

"Shinya, kau..baik-baik saja?" Guren memberanikan diri untuk bertanya.

"Hm? Aku baik-baik saja." Shinya yang ditanya menoleh pada Guren dan memesang senyuman khasnya.

"Be-begitu ya.." Entah kenapa Guren tidak berani menanyakan lebih jauh.

5 menit kemudian mereka sampai diruangan tempat mereka biasa sarapan. Sejujurnya Shinya tidak ingin melepaskan genggaman tangan Guren, tapi mau bagaimana lagi. Shinya melepaskan genggaman tangan Guren dan masuk duluan ke ruangan kecil tersebut.

"Ohayou~" Sapa Shinya dengan senyuman khasnya dan duduk di kursi sebelah Goshi.

"Ohayou mou, Shinya-sama." Yang lainnya tersenyum membalas sapaan Shinya.

Guren baru masuk setelah tadi dia sempat melamun sebentar.

"Aahh~ kau lama sekali, Guren." Goshi melihat Guren yang baru masuk.

"Berisik. Aku lelah, Goshi." Guren duduk di kursi yang ada di samping Shinya.

"Hari ini Mito-chan yang membuat sarapan. Dia membuat panekuk~" Goshi melirik Mito yang berseberangan dengan Shinya.

"Setiap orang mendapatkan tiga panekuk, jadi jangan ada yang MEREBUT bagian orang lain lagi." Mito melirik tajam kearah Goshi.

"A-ahaha~" Goshi tertawa canggung melihat lirikan tajam seorang Mito Jujo.

"Ittadakimasu~"Serentak semuanya langsung memakan sarapannya masing-masing.

10 menit kemudian mereka semua selesai memakan sarapan mereka kemudia para gadis-gadis langsung mengangkut piring kotor bekas sarapan mereka dan mencuci semuanya.

"Nee, Shinya-sama. Anda baik-baik saja? Anda tidak seperti biasanya. Anda terlihat agak...khawatir, cemas dan tegang" Goshi menatap Shinya yang memang agak tegang dari tadi.

"E-eh?" Shinya jadi terbata-bata. Ada yang tau alasannya? Tidak, bahkan Author yang menulis cerita ini saja tidak tau.

Guren yang mendengar itu sedikit tersentak. Kemudian secara perlahan-lahan dia menggenggam tangan Shinya dari bawah meja.

"Aku tidak apa-apa, Goshi. aku hanya..memikirkan bagaimana misi nanti akan berjalan. Itu saja." Shinya tersenyum tipis pada Goshi dan mengeratkan genggamannya pada tangan Guren.

"Jadi..bagaimana misi yang akan kita jalankan, Guren?" Mito kembali duduk diseberang Shinya dan diikuti oleh Sayuri dan Shigure yang sudah selesai dengan acara mencuci piring mereka.

"Kita akan memusnahkan Vampir sialan itu di Nagoya, kita juga akan mengulur waktu untuk Kureto dan yang lainnya tiba di di Nagoya. Aku diperintahkan membawa 100 orang oleh Kureto." Jelas Guren panjang+lebar.

"Baiklah, kalau begitu ayo kita mulai misinya!" Goshi berdiri dan kemudian berjalan keluar dari ruangan.

"Dia itu..semangat sekali." Mito tersenyum geli melihat tingkah Goshi.

"Kalau begitu, aku juga ingin bicara denganmu, Shinya." Guren berdiri dan langsung menarik Shinya keluar ruangan.

Mito dan yang lainnya hanya tersenyum geli dan kemudian mereka bertiga mengganti pakaian mereka.

Guren dan Shinya saat ini sudah berada dilantai bawah, didepan pintu masuk gedung kecil yang menjadi tempat para Tentara Siluman Jepang makan bersama seluruh anggota tim mereka.

"Sebenarnya kau kenapa, Shinya?" Guren menghadap kearah Shinya dan menatap pria itu lekat.

"Aku…hanya khawatir, itu saja." Shinya menatap Guren sendu.

"Apa yang kau khawatirkan? Katakan padaku." Guren memegang kedua bahu Shinya.

"Aku merasakan firasat yang buruk dan aku jadi terbayang-bayang kalau kau akan menghilang dariku.." Shinya masih menatap Guren dengan tatapan sendu.

"Itu tidak akan terjadi. Aku tidak akan meninggalkanmu tanpa alasan yang tidak jelas, Shinya." Guren mencoba meyakinkan pria bersurai perak dihadapannya ini.

"Tapi tetap saja aku khawatir!" Kali ini Shinya menaikkan volume suaranya.

Guren yang mendengar teriakan Shinya terkejut apalagi sekarang air mata sudah menggenang di kedua mata Shinya. Guren langsung menarik Shinya ke dalam pelukan yang hangat dan dapat menenangkan Shinya. Shinya tidak jadi menangis. Dia lebih memilih untuk memeluk Guren dengan erat.

"Tenanglah, aku disisimu, Shinya." Guren mengelus pelan punggung Shinya.

Shinya hanya mengangguk kecil mendengar pernyataan Guren. Kemudian dia melepaskan pelukannya.

"Terimakasih." Shinya tersenyum lembut pada kekasihnya ini.

"Sama-sama, Shinya." Guren membalas senyuman Shinya dan ditariknya Shinya ke dalam tautan bibir.

Shinya menutup matanya, dia merasakan ciuman ini sangat lembut. Dia berpikir kalau Guren sedang tidak ingin terlalu menunjukkan nafsunya.

"Ngg..sudah, Guren." Shinya melepas ciuman mereka.

"3 menit. Itu ciuman kita yang paling cepat." Guren sengaja menggoda Shinya.

"Kita kan sedang tidak berada ditempat yang tertutup, Baka Guren." Shinya sedikit merona mendengar perkataan kekasihnya tadi.

"Heh, dan untuk kalian yang ada disana, keluarlah" Guren melihat kearah dinding yang berada di belokan tangga yang langsung menghadap kearahnya dan Shinya.

"A-ahahaha~ kita ketahuan." Goshi muncul dari balik dinding tersebut dengan tisu di hidungnya.

Mito, Sayuri dan Shigure bersembunyi dibelakang Goshi yang sedang nosebleed sambil ragu-ragu untuk melihat Guren.

"Se-sejak ka-kapan, Guren-sama?" Sayuri bertanya dengan wajah yang merona.

"Sejak SMA." Guren dengan entengnya menjawab Sayuri dengan wajah sok polosnya.

"Be-begitu, ya…" Sayuri langsung broken heart, dia yang sudah bersama Guren sejak kecil sampai sekarang saja bahkan tidak tau sama sekali tentang hubungan Mayor Jendral, Shinya Hiragi dengan Tuannya, Letnan Kolonel, Guren Ichinose.

"Ah, ayo kita pergi." Guren menggenggam tangan Shinya kemudian berjalan keluar.

Shinya tersenyum tipis. Dia balas menggenggam tangan Guren dengan erat kemudian mengikuti Guren.

"Ya ampun, yang tadi itu cukup….Waww~" Goshi membersihkan darah yang ada dihidungnya dengan tisu kemudian menyusul Guren.

Mito, Sayuri dan Shigure mengikuti mereka dari belakang. Sayuri benar-benar shock dengan yang dilihatnya tadi. Bagaimana mungkin dia tidak mengetahui ini semua? Dia sudah ditikung (Oke, ini rasanya ini agak berlebihan) oleh seorang Shinya Hiragi. Ah, kepalanya sakit memikirkan itu, tapi Hatinya lebih sakit lagi. Sejujurnya dia tidak ingat kapan perasaan ini muncul di hatinya. Sebuah perasaan lebih untuk Tuannya, Guren Ichinose.

"Mungkin ini saatnya menyerah dan melepaskan Guren-sama.." Sayuri membatin sambil tersenyum miris melihat Guren dan Shinya di depan mereka yang MASIH berpegangan tangan dengan erat, seakan tidak akan bisa dilepaskan. Ini memang saatnya Sayuri melepaskan perasaannya pada Guren dan memulai lembaran yang baru.

.

.

TO BE CONTINUED

Author's Note Again : Hohoho~ Gimana ceritanya? Jelek kah? Gaje kah? Aneh kah? Abal kah? Kepanjangan kah? Atau ngebosenin? Kalau memang iya, Author minta maaf, soalnya Author ngetik ini pas lagi sakit tapi Author tetap maksain buat ngetik. Kakak Author sampe bilang gini : "Woi! Udah tau sakit bukannya istirahat, masih juga ngetik. Nanti itu notebook aku sita, biar tau rasa!" dan pada awalnya Author gak percaya itu sama sekali, tapi pas besoknya notebook author ilang ntah kemana, itu notebook ternyata beneran di sita ama Kakak Author. Ah sudahlah, untuk apa membahas itu. Kalau begitu author tunggu Review- nya!

Mind to Review~?