Warning : OOC, AU
Fiction Rated : T
Main character : Sakura H.
Disclaimer :
Naruto © Masashi Kishimoto
Pagi yang indah seperti biasa. Beberapa komponen yang menyusun ekosistem alam ini selalu memainkan symphonynya setiap pagi. Membuat perasaan nyaman jika mendengarnya. Dan selalu membuatku semangat untuk menjalani hari ini.
Namaku Sakura Haruno. Aku adalah seorang gadis yang sedang dalam perjalanan menuju gadis dewasa. Umurku 18 tahun. Aku sekarang hidup seorang diri, err- maksudku, aku hidup bersama adik angkatku, namun walaupun dia bukan adik kandungku aku tetap menyayanginya layaknya saudara kandungku. Selain itu hanya dia keluargaku satu-satunya. Orang tuaku menginggal 3 tahun yang lalu dan itu semua karena kesalahanku.
Adikku bernama Sora, Sora Hanazuki. Dia berumur 17 tahun, dengan kata lain ia setahun lebih muda dariku. Dulu aku menemukannya di jalanan, dengan pakaian yang lusuh dan tidak layak, maka dari itu aku mengajaknya ke rumah ini-walaupun hanya rumah sederhana yang merupakan peninggalan orang tuaku, namun yang penting masih bisa menampung dan melindungi kami dari sengatan panas matahari dan dinginnya cuaca saat hujan ataupun saat salju turun. Sora adalah seorang lelaki yang-kebanyakan-orang-mengatakan-ia-tampan, namun menurutku ia biasa saja. Ia memiliki rambut berwarna merah marun. Hidungnya mancung dan kulitnya yang sedikit kecoklatan, dan ia memiliki senyum yang bisa membuat para wanita lumer saat melihatnya. Walaupun usianya lebih muda setahun dariku, namun sikapnya lebih dewasa daripada aku.
Aku duduk di jendela yang menghadap ke arah sebuah taman bunga lavender yang sangatlah luas. Ya, walaupun ini di tengah kota Tokyo yang padat, ternyata masih ada sebuah tempat yang benar benar indah, walaupun ini sedikit jauh, err- tidak terlalu jauh juga sih, dari pemukiman orang orang di kota, namun aku senang tinggal di sini. Angin sepoi sepoi meniup rambutku dan juga menerbangkan beberapa kelopak bunga lavender. Sungguh indah, dan bau dari bunga lavender yang sangat harum, benar benar membuatku seperti berada dalam surga.
Puas menikmati pemandangan lavender-beserta alunan melodi yang dimainkan alam, aku pun beranjak dari tempatku duduk dan bersiap untuk mandi. Aku menyempatkan untuk meregangkan tubuhku, mengangkat tanganku tinggi-tinggi ke atas dan menghirup udara segar pagi ini sebanyak banyaknya dan membuangnya. Sungguh anugrah Tuhan yang tidak bisa digantikan oleh apapun.
Aku masuk kembali ke kamarku lalu mengambil handuk dan turun ke lantai satu untuk menyegarkan badanku dan bersiap untuk mencari uang untuk biaya hidupku sehari hari bersama Sora.
"Ohayou nee-chan" sapa Sora yang berpapasan denganku di ruang makan.
"Ohayou Sora." Balasku. Sniff sniff. Aku mencium bau yang sangat enak. "hari ini masak apa?"
"Ikan" jawabnya singkat. Hari ini adalah giliran Sora untuk menyiapkan makanan, baik sarapan ataupun makan malam.
"Ooh" balasku tak kalah singkatnya dengan jawaban Sora barusan. "Baiklah, aku mau mandi dulu"
Aku melangkahkan kakiku menuju kamar mandi. Lalu menutupnya-tidak lupa untuk mengunci pintunya. Setelah itu aku mulai melucuti satu persatu pakaianku. Kini badanku benar benar polos-tidak ada satupun benang yang menempel pada tubuhku. Sebelum aku menyalakan shower, aku terlebih dahulu menguncir rambut merah muda milikku-yang panjangnya hampir sepinggang, aku tidak mau rambutku basah. Lalu aku melangkahkan kakiku menuju shower. Airnya sedikit dingin, wajar saja karena ini baru saja memasuki musim semi.
Aku keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan selembar handuk yang melilit tubuhku-dikarenakan aku lupa membawa baju ganti saat mau mandi tadi.
"Nee-chan, lagi lagi kau keluar dengan keadaan seperti itu" protes Sora.
"Sudahlah, lagipula di rumah ini tidak ada siapa siapa" balasku cuek.
"Kau kira aku ini apa? Pakai bilang tidak ada siapa siapa pula"
"Ahh iya iya! Maksudku hanya ada kita berdua di rumah ini tidak ada orang lain lagi" aku lalu melangkah menaiki tangga menuju kamarku. Di sana ada sebuah cermin yang cukup besar sehingga aku bisa memandang pantulan diriku mulai kepala sampai ujung kaki. Aku lalu melepaskan handukku dan membiarkannya jatuh begitu saja di lantai. Aku mulai memperhatikan badanku melalui cermin yang ada di hadapanku. Mataku mulai menelusuri setiap inch dari tubuhku. Mulai rambut, wajah, leher, dada, punggung, perut, paha, sampai betisku. Aku memutar badanku ke kanan dan ke kiri seperti seorang model yang sedang melihat pakaian yang dikenakannya. Namun perbedaannya adalah, aku bukanlah seorang model dan juga aku sedang telanjang. Beginilah aku jika sedang berada seorang diri di kamar-setelah mandi, aku suka sekali mengagumi tubuhku. Entah mengapa, aku sendiri juga tidak tahu alasannya.
Setelah puas mengagumi tubuhku lewat pantulan di cermin, aku beranjak untuk mengambil pakaian di lemari. Ah tunggu! Aku lupa sesuatu! Aku membuka laci pada meja riasku dan mencari sesuatu. "Ini dia". Aku menempatkan diriku pada cermin lagi. Lalu melingkarkan sesuatu yang aku temukan tadi pada pinggangku, hmm, ukurannya tetap, aku tersenyum. Kemudian melingkarkan lagi pada dadaku. Ukurannya bertambah 2cm. Aku tersenyum lebar.
Setelah aku benar-benar puas-setelah mengetahui pertambahan pada bagian tubuhku, kini kakiku benar-benar beranjak menuju lemari dan mulai mengenakan pakaianku.
Aku melangkahkan kakiku keluar kamar. Saat melewati jendela, aku mendengar suara kecil. Seekor makhluk kecil hinggap di pundakku, itu adalah burung peliharaanku, Tenshi. Seekor burung gereja yang bulunya lain dari burung gereja pada umumnya. Bulunya berwarna putih, seperti malaikat. Makhluk yang indah.
-
Aku berjalan bersama Sora di sebelahku menuju ke sebuah café di Shibuya. Aku bekerja di sana. Dulu ada seseorang yang datang padaku dan memintaku untuk bekerja sebagai penghibur di sana. Err- jangan berpikir yang macam macam. Penghibur di sini adalah, menghibur dengan musik. Di sini aku biasa memainkan biola kesayanganku untuk menghibur para tamu. Kadang kadang aku juga berduet dengan adikku. Aku pada biola, dan Sora pada piano. Sora adalah seorang pelayan di café ini, walaupun kadang kadang ia juga menemaniku untuk bermain musik saat shiftnya sedang kosong. Bayarannya 1000 yen per jam untuk dua orang. Biasanya aku bekerja dari tengah hari hingga sore. Kira-kira hanya 3 jam, namun jika memungkinkan aku bisa bekerja sampai 5 jam.
Aku berhenti memainkan biolaku saat ada seseorang lelaki yang menurutku cukup tampan. Rambutnya berwarna merah seperti Sora. Ia memakai baju berwarna merah dan ada sedikit corak hitam di bagian lengannya. Dan ia memakai celana selutut berwarna hitam.
Aku cukup terpesona saat melihatnya tersenyum pada seorang pelayan wanita yang sedang mencatat pesanannya. Aku sedikit iri. Andai saja yang ia beri senyum itu adalah aku.
"Hei Sakura! Tanganmu berhenti tuh" seorang wanita menegurku.
"A-ah! Seya-san! Maafkan aku" aku kaget dengan kedatangannya yang tiba tiba. Dari belakang pula.
"Hayo! Melamun ya?" katanya.
"Ti-tidak! Aku hanya melihat lihat" jawabku sambil memalingkan muka ke kiri, menghindari pandangan dari atasanku, eh lebih tepatnya sang pemilik Café.
"Eh?" ia nampak terkejut. "Memangnya melihat siapa sih?" ia memicingkan mata, lalu melangkah tepat di depanku, ia memunggungiku. Tangan kanannya membentuk sikap hormat di dahinya. "Nee Sakura! Beritahu aku"
"A-ah. Beritahu apa?"
"Kau melihat siapa sih?" katanya dengan tetap memunggungiku. "Ah! Jangan jangan kau melihat Sasori ya?" ia berbalik dan memasang senyum jahilnya.
"Sasori? Siapa?"
"Masa tidak tahu sih? Itu yang rambutnya merah, pakai baju merah. Ya kan? Pasti kau sedang melihat dia"
"A- itu, anu-"
"Mengaku saja" ia memotongku sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku. "I-iya" jawabku. Sepertinya warna merah di wajahku sudah tidak bisa disembunyikan lagi, sehingga atasanku bisa melihat semu merah pada wajahku dengan jelas.
"Yahai! Aku benar! Sebagai hadiahnya nanti traktir aku ya" katanya sambil mengedipkan sebelah matanya.
"E-eehh!! Kenapa traktir? Aku tidak punya uang cukup" aku berkata sambil memajukan sedikit bibirku.
"Ahaha! Bercanda kok. Sudah ya! Aku mau kembali ke ruanganku dulu" ia berbalik menuju ruangannya. Namun setelah berjalan sekitar tiga langkah ia berbalik lagi. "Satu lagi, jangan melihatnya terus. Kalau aku melihat tanganmu berhenti lagi, gajimu kupotong 2000 yen"
-
"Nee-chan, aku belanja dulu ya. Kalau mau Nee-chan pulang saja dulu." kata Sora sambil pergi ke arah super market meninggalkanku sendiri. Hari yang cukup melelahkan, jarang jarang kami bisa pulang agak larut seperti ini. Namun yang paling kusuka dari pulang malam seperti ini adalah gajinya bertambah. Coba setiap hari bisa seperti ini. "Senangnyaaa" gumamku sambil berjalan. Saking senangnya aku sampai menabrak orang di depanku.
"Maaf, aku tidak melihat jalan tadi" kataku sambil membungkukkan badan pada orang yang barusan kutabrak.
"Tidak apa. Eh, kau kan pemain biola di Lavender Café kan?" kata orang itu.
"I, iya. Lavender Café adalah tempatku bekerja", ternyata ia melihatku saat bermain biola tadi. Aku kira tidak ada orang yang mau melihatku bermain. Aku mendongakkan kepalaku untuk melihat siapa orang yang dengan sukarela melihatku bermain biola. "E, eeh"
Pria itu mengulurkan tangannya padaku, "Hai, namaku Sasori" katanya sambil tersenyum. Uh, ternyata tidak sia-sia aku berharap mendapat senyum darinya tadi siang. Betapa beruntungnya aku hari ini!
"A-aku Sakura, Sakura Haruno" jawabku gugup.
"Salam kenal Sakura" ia tersenyum lagi. Sejenak tercipta keheningan di antara kami.
"A-ano.."
"Kau tinggal dimana Haruno-san?" tiba tiba ia memotong perkataanku. Kaget juga sih tiba-tiba menanyakan rumahku.
"Agak jauh sih dari sini"
"Pulang dengan siapa? Kalau tidak keberatan aku antar" ia tersenyum lagi. Benar-benar membuat jantungku ingin melompat keluar saja. Bishounen yang ramah XD
"Tadi ada adikku sih, tapi dia sedang ke super market. Karena malas menunggu aku pulang sendirian"
"Mau aku antar?"
"Dengan senang hati". Benar-benar beruntung! Dapat gaji lebih, lalu sekarang di antar pulang oleh Bishounen ramah yang sempat aku lihat di Café tadi. Semoga saja setiap hari bisa seperti ini.
Dia lalu membukakan pintu di sisi kanan dan mempersilahkan aku masuk. Boleh ku akui, mobilnya memang bagus, dengan body-nya yang berwarna merah, dan dengan kap terbuka. Bisa merasakan sejuknya angin malam. Aku baru kali ini menaiki mobil dengan seorang pria yang duduk di bagian supir. Biasanya, yang duduk di bagian supir adalah atasanku, sang pemilik Café tempatku bekerja. Aku jadi gugup, dan tidak tahu harus bersikap bagaimana.
"Santai saja", katanya. Sepertinya dia bisa membaca pikiranku.
"I, iya".
Hening lagi. Aku jadi tidak enak dengan suasana seperti ini. Aku ingin memulai pembicaraan tapi aku tidak tahu harus memulai darimana. Jadinya aku hanya melihat-lihat pemandangan kota Tokyo dimalam hari dan merasakan semilir angin malam yang meniup rambut pink-ku.
"Ano, Sasori-san"
"Hn?"
"Pekerjaan Sasori-san apa?" aku masih sedikit malu untuk bertanya.
"Aku? Biasanya sih aku mencari uang bersama teman-temanku. Band, kau tahu kan? Aku seorang gitarist. Namun aku juga bisa sedikit memainkan biola"
"Ooh" bibirku membulat membentuk huruf 'O'. "Memangnya kalau nge-band bisa dapat uang banyak?" uh, aku bodoh bertanya hal seperti ini!
"Ahaha, kau ini lucu sekali Haruno-san. Tentu saja tidak, aku nge-band hanya untuk sambilan saja. Sebenarnya aku memiliki beberapa usaha yang diwariskan oleh orang tuaku."
"Beberapa? Memangnya apa saja?"
"Umm, toko alat musik dan sebuah butik" jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan di depan. Wajahnya terlihat menikmati sekali angin malam yang berhembus ini. Ia mengemudikan mobilnya sedikit kencang, dapat kulihat angin malam meniup rambut merahnya. Semakin menambah ketampanan pada wajahnya. "Haruno-san-"
Belum sempat ia meneruskan kalimatnya, aku sudah memotongnya, "Sakura, panggil Sakura saja"
"Ah, baiklah Sakura-chan" aku sedikit terkejut dengan panggilan 'chan' yang diberikannya untukku, tapi sedikit senang juga. "Mau makan malam bersamaku?". Ya Tuhan! Mimpi apa aku semalam? Sudah diantar pulang, diajak makan malam pula.
"Sebenarnya aku ingin, tapi adikku sudah berjanji akan membuat makan malam dan memakannya bersama. Maaf ya" kataku sambil mengatupkan kedua telapak tanganku di depan mukaku.
"Tidak apa" jawabnya sambil tersenyum. "Selagi masih sedikit jauh dari rumahmu, bagaimana kalau kita jalan-jalan dulu sebentar?"
"Boleh, tapi jangan lama-lama, kasihan adikku menunggu"
Begitu mendengar persetujuanku, ia lalu membelokkan mobilnya di gang pertama yang kami temui. Dia menambah kecepatan mobilnya. Asik sih tapi sedikit ngeri juga dengan kecepatannya.
"Sakura-chan, apa kau hanya bermain biola di Café itu?" tanyanya.
"Iya, aku bermain biola di sana, dan adikku menjadi pelayannya"
"Bayarannya berapa?"
"Hanya 1000 yen per jam untuk dua orang" jawabku.
Mendengar jawabanku ia sedikit menahan tawa. "A-apanya yang lucu?" aku sedikit tersinggung.
"Ah maaf. Ternyata atasanmu tidak berubah, hmph" ia masih saja menahan tawa.
Aku mengerutkan keningku. "Kenapa?" tanyaku heran.
"Hmph. Masih saja pelit, hihi." Sasori tertawa cekikikan.
"Tidak juga sih. Memang gajinya hanya segitu, tapi Seya-san baik sekali padaku. Tidak jarang juga aku disuruh menemaninya belanja, dan ia juga membelikanku barang bagus sebagai hadiahnya."
"Iya, bahkan sampai sifatnya yang itu pun tidak berubah ya" katanya pelan. Hampir saja aku tidak mendengarnya. Aku sedikit curiga kalau atasanku dan Sasori-san memiliki sebuah hubungan yang khusus.
-
"Terima kasih banyak Sasori-san, sudah mengantarku pulang dan juga untuk semuanya" ucapku sambil membungkukkan badan.
"Ya, sama sama" ia tersenyum ramah padaku. "Aku pulang dulu ya, Sakura-chan. Dah!" katanya sambil melambaikan tangannya dan langsung melaju dengan mobilnya.
Aku langsung masuk ke dalam rumah, dimana adikku sudah pulang dan menungguku. "Tadaima", ucapku pelan.
Hening. Tidak ada jawaban.
Kenapa tidak ada yang menjawab? Dimana Sora?
Aku mencarinya, dan menemukannya di kamarnya. Ia memeluk lututnya.
"Darimana saja Nee-chan? Kau tidak tahu kalau aku menunggumu daritadi?!" tanyanya dengan nada yang sedikit tinggi. Aku tahu kalau aku memang terlalu asik dengan urusanku sendiri dan melupakan kalau ada seseorang yang menungguku. Aku merasa sangat bersalah.
"Maafkan aku Sora. Aku tidak bermaksud-"
"Aku pikir kau kenapa-napa!" ia berteriak, suaranya sedikit bergetar, dan… menangis.
Aku kaget. Sudah lama aku tidak melihat Sora menangis. Aku tersenyum dan melangkahkan kakiku ke tempat Sora. Dan memeluknya. Ya, sudah lama juga aku tidak memeluknya.
"Aku tidak apa-apa. Kau lihat kan? Aku baik-baik saja" kataku sambil mengusap rambut Sora. "Kenapa kau begitu khawatir?"
"Karena Nee-chan sedikit bodoh dan buta arah". JLEB! Perkataannya terasa menusuk tepat di jantungku.
"Kau! Tidak terima hah?!!"
"Hanya bercanda Nee-chan" dan Sora menenggelamkan kepalanya dalam pelukanku. "Nee-chan hangat", aku hanya tersenyum mendengar ucapannya barusan.
Dan symphony malam yang dimainkan oleh alam pun dimulai. Suara angin dan gesekan dari dedaunan, menjadi pengantar tidur bagi setiap orang.
-To Be Continued-
Oh iya, untuk sementara fic More and More hiatus dulu. Yang bertugas melanjutkan sedang sibuk dengan soal soal UN. Gomenasai –kea ada yang mau nunggu ficnya dilanjutin aja ~.~ -
Mind to review? *kitty eyes*
