Tak pernah aku menginginkannya...

Terlahir dengan mata ini...

Aku tak suka

Mata kiri ini...

Aku membencinya

Kenapa harus aku? Kenapa?

Kalau seandainya aku boleh memilih,

Aku tak ingin terlahir dengan mata sialan ini

...


The One of My Eyes

Naruto © Masashi Kishimoto

Psychic © Manabu Kaminaga

This fict is Mine!

Pairing : Sasuke Uchiha & Sakura Haruno

Genre : Supranatural, Mysteri, Suspense, and Romance

Dedicated for all the readers

Especially for Zahzy, Mey Hanazaki, SSasuke23, Hn Nike, and many more (Gak bisa sebutin semuanya)

DONT LIKE, DONT READ!

NO FLAME!

...


Chapter : 1

"Aku berangkat dulu," ucap seorang anak lelaki yang mulai beranjak dewasa seraya berlari kecil keluar rumahnya. Sebuah tas ransel hitam kecil berada di punggungnya dengan lambang sekolah menengah junior ternama di kota Otogakure itu.

"Hati-hati, Itachi-nii!" teriak anak laki-laki lainnya yang nampak beberapa tahun lebih muda daripada anak dengan nama Itachi tadi.

"Pasti, Sasuke!" jawab Itachi seraya sedikit menoleh kebelakang dan mengacungkan jempol kanannya kepada adiknya tersebut hingga akhirnya Itachi menghilang dibalik belokan rumahnya.

Setelah memastikan bahwa kakaknya telah benar-benar menghilang dari pandangannya, Sasuke menutup pintu rumahnya. Ia kemudian berjalan menuju halaman belakang, tempat dimana ia biasa bermain dan menghabiskan waktu selama Itachi sekolah. Disana terdapat sebuah rumah pohon sederhana yang didalamnya terdapat berbagai macam mainan miliknya dan kakaknya. Kesanalah tujuan utama kaki mungil anak itu melangkah.

"Haah..." Sasuke menghala nafas pelan setelah ia berhasil mendaki rumah pohonya dengan selamat. Ia membaringkan tubuhnya dengan kepala diletakkan diatas boneka berbentuk bulat dengan motif seperti bola sepak. Sasuke kemudian mengambil PSP yang tergeletak tak jauh dari posisinya berada untuk dimainkan. Namun sebelum ia sempat menekan tombol ON untuk menghidupkan benda tersebut, secara tak sengaja ia melihat pantulan identik wajahnya dari layar PSP tersebut. Sasuke dapat melihat wajah seorang anak laki-laki polos yang cukup rupawan. Dengan kulit wajahnya seputih porselen, pipinya yang bulat nan lucu, bibir tipisnya yang merah khas anak kecil- ah sungguh sangat polos sekali. Tapi, ada satu yang membuat Sasuke mengernyit tak suka pada pantulan wajahnya tersebut. Ya, pantulan dari kelopak matanya yang menampilkan iris berlainan. Satu yang sebelah kanan berwarna hitam pekat bagaikan langit malam yang gulita, sedangkan satunya lagi yang sebelah kiri berwarna merah pekat seolah warna darah segar.

Brraaaaaak...

Sasuke menghempas PSP yang tadi berada ditangannya itu ke sembarang arah tanpa adanya rasa belas kasihan sedikitpun.

Ia kesal saat melihat pantulan wajahnya.

Ia membenci perwujudan dirinya.

Ia tak suka.

Ya, ia kesal dan membencinya.

Kenapa?

"Ah, kau harus segera mengambil tindakan sebelum anak itu membawa sial lagi!" Secara sayup-sayup, Sasuke mendengar pembicaraan beberapa orang wanita yang nampaknya sedang mengobrol di halaman belakang tetangga terdekat sebelahnya.

"Ya, itu benar. Saudaramu telah meninggal beberapa saat lalu, dan aku yakin, pasti karena mata anak itu yang membawa sial."

"Iya, matanya yang berlainan warna itu, ah aku sangat ngeri melihatnya. Dia bagaikan titisan setan saja," timpal wanita yang lainnya.

"Ya, sebenarnya aku juga agak takut jika anak itu nantinya malah kembali mengundang malapetaka lain jika terus berada di rumahku." Kali ini Sasuke yakin jika yang berbicara itu adalah bibinya, orang yang telah merawat Itachi dan dirinya semenjak kedua orang tua mereka meninggal.

Sasuke memejamkan kedua matanya erat, ia menggigit bibir bawahnya pelan. Belum cukup 'kah bibinya tersebut dengan segala deskriminasi kepadanya hanya karena sebelah matanya yang berbeda warna tersebut? Sejak awal Sasuke sudah bersabar menerima semua perlakuan tidak adil atas dirinya. Mulai dari ia tak boleh bermain keluar halaman rumah, karena khawatir jika para tetangga menjadi takut atau resah jika melihat warna bola matanya yang berbeda. Lalau Sasuke juga dilarang bersekolah seperti Itachi karena alasan yang sama. Hei, itu sungguh tidak adil, bukan?

Hanya Itachi yang mau menganggap penting keberadaannya. Ya, hanya kakaknya tersebut setelah kedua orangtuanya meninggal. Sasuke memandang sayu sebuah foto yang berbingkai dan digantung salah satu dinding rumah poson tersebut. Disana terdapat gambar dirinya saat masih berusia tujuh tahun, Sasuke nampak baru akan masuk sekolah dasar karena penampilannya yang menggunakan sebuah seragam berwarna biru tua dengan celana hitam yang serupa dengan apa yang dikenakan Itachi disampingnya. Seorang wanita cantik berambut hitam panjang tampak tersenyum manis sembari menggandeng pria dewasa yang menggunakan tuxedo dengan gagahnya. Ya, mereka adalah keluarganya. Keluarga yang dengan ikhlas menerima keberadaannya dan mau mengakuinya. Namun, kini semua bagaikan mimpi belaka akibat kecelakaan maut yang menimpa mobil ayahnya saat akan menjemput ia dan Itachi di sekolah. Ayah dan ibunya tewas seketika dalam kejadiaan itu, dan mengharuskannya bersama Itachi tinggal dirumah bibinya karena mereka masih belum bisa merawat diri sendiri.

"Sasuke... kau diatas? Turunlah!" Sasuke mendengar teriakan yang membuyarkan alam lamunannya dan memanggilnya dari bawah, membuat ia bangun dari posisi tidurnya sekedar mendongakkan kepalanya keluar jendela untuk melihat siapa yang memanggilnya.

"Turunlah!" Ternyata bibinya, eh?

Dengan patuh, Sasuke segera turun dari rumah pohon tadi. Setibanya di bawah, anak yang memiliki dua warna berbeda pada iris matanya tersebut dapat melihat tatapan tak suka yang dilontarkan wanita itu kepadanya. Ya, Sasuke cukup sadar diri atas hal tersebut.

"Ayo ikut bibi sebentar. Kau pasti jenuh berada dirumah terus setiap hari," ucap wanita tadi dengan senyum licik yang sangat kentara. Dan Sasuke hanya bisa mengangguk pelan sebagai jawaban patuh.

"Bagus." Dan wanita itu pun menuntun tangan Sasuke kecil untuk mengikutinya menuju dimana sebuah mobil mewah berwarna merah terparkir.

Wuuuush...

Mobil itu melaju diantara pohon-pohon Sakura yang tengah bermekeran di pinggir jalan yang sedang mereka lalui. Ya, kini Sasuke dan bibinya sedang dalam mobil yang bahkan Sasuke tak tahu akan dibawa kemana. Ia hanya pasrah akan apa yang harus dialaminya nanti.

Ckiiit...

Mobil itu berhenti tepat di pinggir sebuah jurang terjal yang dibatasi dengan sebuah pagar besi sederhana. Sasuke dan bibinya turun lalu berjalan kearah pinggir jurang tersebut. daerah itu sangat sepi karena sudah merupakan kawasan yang akan memasuki hutan dan jarang sekali ada orang yang lewat disana. Sasuke hanya memandang datar pada keadaan sekitar yang tentu saja terasa sangat asing.

"Aw..." Wanita paruh baya itu memekik saat sapu tangannya terbawa angin dan tersangkut di kawat pinggiran jurang tadi. Atau kita bisa menyebutnya dengan 'sengaja' diterbangkan. "Aduh, saputanganku. Hiks..." wanita itu mengisak kecil dan menampakkan raut wajah sedihnya. Sasuke hanya terdiam tanpa tahu akan apa yang harus ia lakukan. " Hiks, Sasuke... tolong ambilkan saputangan bibi itu, karena itu sangat berharga buat bibi," wanita itu kembali mengisak pelan seraya menangkupkan telapak tangan pada wajahnya. Ah, Sandiwara!

"Baik, Bi." Sasuke tahu, ia sangat tahu akan apa yang sedang bibinya rencanakan. Ya, ia cukup pintar sebagai salah satu keturunan Uchiha untuk mengetahui rencana licik murahan seperti itu. Tapi anak laki-laki itu pasrah, ia sudah rela jika memang harus mengakhiri nyawanya saat ini. karena toh keberadaannya juga banyak membuat orang sekelilingnya merasa tak nyaman. Jadi, apa salahnya jika ia dengan senang hati berjalan di jalan yang akan mempertemukannya kembali dengan kedua orang tuanya.

Sasuke kecil itu mulai memanjat pagar pembatas lalu menitinya pelan seraya berusaha menggapai sapu tangan bibinya yang tersangkut di besi pagar tersebut. namun tubuh sasuke terlalu mungil untuk dapat menjangkaunya.

Sasuke menghela nafas pelan, ia tau ini akan jadi akhir dari segalanya, tapi...

Haaaapp...

"UWAAAAAAAAAAAAAAH..."

... ia sudah siap dengan takdirnya.

"Bagus!"

Dan sebuah senyum kepuasan terkembang dengan angkuhnya di bibir wanita itu.

xxxxx

"Ah, sial!" Seorang pemuda tampan dengan rambut berwarna hitam legam mencuat itu terbangun dari tidurnya yang terasa tak nyaman.

"Sial, mimpi itu lagi. Ck!" pemuda itu berusaha bangkit dari posisi tidurnya diatas bangku panjang di dalam sebuah ruangan klub. Ia memijit keningnya pelan karena rasa pusing yang menderanya akibat mimpi buruk di tidur siangnya barusan.

Mimpi?

Hmm... mungkin sebenarnya bukan mimpi, hanya sepenggal ingatan menyedihkan tentang masa lalu yang sampai terbawa dalam alam tidurnya.

Jadi?

Ya, pemuda tampan yang baru saja terbangun itu adalah tokoh Sasuke kecil tadi yang kini telah beranjak dewasa menjadi pemuda dengan wajah rupawan.

Kenapa masih hidup?

Ah, itu mungkin karena faktor keberuntungannya, hanyut dengan sebalok papan kayu setelah terjun ke dalam jurang terjal yang ternyata di dasarnya terdapat sungai. Jika ditanya tentang bagaimana ia bisa selamat setelah jatuh dari ketinggian yang sangat curam nan terjal tersebut, sekali lagi kembali ke topik diatas... Keberuntungan!

Dan sekarang ia tak lagi tinggal di kota Oto dimana dulu ia pernah tinggal bersama bibi dan kakaknya. Papan kayu yang telah menyelamatkannya itu membawanya ke arah hilir sungai kota asing dimana ia tak pernah menginjakkan kaki ke kota itu sebelumnya. Penuh perjuangan untuk dapat bertahan hidup sebatang kara di kota asing tersebut. Sasuke kecil itu bahkan sampai menjadi anak malang yang tidur seadanya di emperan toko atau daerah kumuh lainnya demi bertahan hidup hingga akhirnya ia bertemu dengan naruto, anak lelaki yang berusia sebaya dengannya. Dan karena pertemuan itulah ia lalu tinggal bersama keluarga Naruto, beruntung ayah dan ibu Naruto sama sekali tak merasa ketakutan saat melihat dua iris warna matanya yang berlainan meskipun pada awalnya mereka sempat kaget namun akhirnya dengan sedikit penjelasan dan rengekan dari Naruto, ayah ibunya pun mau mengerti.

BRAAAAAAK...

"TEMEE..."

Oh, ini dia rupanya.

"...Apa kau sudah selesai dengan pekerjaanmu, Teme?" Pemuda yang telah membuka pintu ruang klub dengan kasar itu berteriak dengan nyaring seolah orang yang sedang dipanggilnya itu menderita sakit pada indra pendengarannya.

"Ck, berapa kali aku harus mengatakannya padamu? Jangan membuka pintu seolah kau akan menghancurkannya! Dan jangan berteriak seolah aku ini tuli, Baka dobe!" Sasuke menjawab dengan nada dinginnya.

"Ya..ya..ya, maafkan aku, Teme!" Pemuda yang mendapat julukan 'Baka Dobe' itu menunjukkan raut wajah penuh penyesalannya yang malah terlihat sangat konyol.

"Hn." Sasuke hanya menjawabnya dengan cuek.

"Jadi, apa kau sudah selesai dengan pekerjaanmu, Teme?"

"Hn, sudah. Besok akan segera aku kirimkan ke perusahaan."

Sasuke bekerja sebagai seorang editor untuk berbagai perusahaan majalah yang membutuhkan jasanya. Ia tak bisa selamanya berpangkutangan pada keluarga besar Namikaze. Setelah lulus dari pendidikan junior high school, Sasuke yang mendapat beasiswa masuk ke salah satu senior high school ternama itu langsung berpamitan untuk memisahkan diri dari keluarga Namikaze yang telah dengan tulus mau merawat dan menyayanginya selama ini. bukan karena Sasuke sombong, tapi ia tak ingin terus-terusan merepotkan keluarga Naruto. Karenanya, sejak masih duduk di bangku elemntary school yang dibiayai oleh orang tua Naruto, Sasuke sudah belajar menjadi seorang editor dan mengambil beberapa orderan yang memintanya jasanya di bidang edit gambar, logo dan sebagainya. Dari pekerjaan kecil itulah Sasuke berhasil mengumpulkan uang dan mampu membeli sebuah apartment sederhana yang sebagian juga ia mendapat tambahan uang dari kakaknya.

Ah, ya... Itachi sangat shock saat dulu bibinya mengatakan jika Sasuke menghilang. Namun sekali lagi, Uchiha terlalu pandai untuk di bohongi. Itachi sudah hapal betul bagaimana tatapan tidak suka yang sering ia temui kala bibinya memandang adik semata wayangnya tersebut. Itachi tau, Sasuke tidaklah hilang dengan sendirinya. Dengan kesabaran dan keteguhan, akhirnya Itachi bisa mengetahui bahwa adiknya berada di kota Konoha dalam naungan keluarga Namikaze. Itachi sangat senang karena adiknya tersebut masih hidup, dan secara diam-diam ia juga terkadang datang menjenguk Sasuke.

"Malam ini Kaa-san mengundangmu untuk makan malam," ucap bocah dengan rambut jabrik berwarna pirang itu lagi.

"Aku usahakan untuk mampir," jawab Sasuke sekenanya seraya kembali memangku laptop hitam miliknya yang menampilkan email dari beberapa perusahaan untuk kembali memberinya beberapa tugas baru.

"Baiklah kalau begitu aku pulang dulu. Segeralah kerumah karena kaa-san sudah sangat merindukanmu, Teme!"

"Hn."

"Ah, iya. Pakai lensa matamu sebelum ada orang lain yang datang!" ucap Naruto lagi sebelum akhirnya ia menghilang setelah menutup pintu.

Sasuke melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul empat sore hari. Rasanya sekolah sudah sangat sepi dan tak mungkin ada siswa yang masih mau tinggal di tempat ini kalau bukan karena terpaksa. Ah, pengecualian untuk dirinya tentu saja.

Pria itu melirik monitor laptopnya yang kini sedang dalam mode Hibernate sehingga layarnya menjadi gelap dan nampak pantulan dirinya.

Ah, mata itu?

Berwarna merah...

Mata yang mengerikan bukan?

Apalagi jika kalian tau tentang kemampuan yang sebenarnya dari mata itu.

Ya, kemampuan yang sudah sejak lama Sasuke ketahui namun ia sembunyikan dari orang lain.

Mata terkutuk itu sebenarnya-

Dapat melihat ...

BRRRAAAAAAAKK

"Hah.. hah.. hah.. hah..." Nampak seorang perempuan berambut merah muda sepinggang itu tengah mengatur nafasnya setelah ia membuka- ah mungkin lebih tepatnya mendobrak paksa pintu. "To-tolong aku!" Dan kini seenaknya perempuan yang telah masuk tanpa permisi itu meminta pertolongan. Ugh, tidak sopan sama sekali! Sasuke hanya memandangnya dengan tatapan datar tanpa menunjukkan raut peduli. "Hei kau, tolong aku! Temanku.. dia- hah.. hah.. –di gudang itu." Gadis itu berkata dengan nada tersendat-sendat seolah pasokan oksigen di dunia ini telah habis untuknya.

"Bicaralah yang jelas, Nona!" Nampaknya Sasuke mulai menaruh belas kasihan pada gadis dihadapannya tersebut.

"Haaaaah.. Fiuuuuh.." Gadis dengan rambut panjang sepinggang berwarna merah muda lembut itu menarik nafas dalam lalu mengeluarkannya agar jalur respirasinya kembali normal. "Temanku, dia menjerit di gudang belakang. Aku tidak tahu ada apa dengannya, tapi tadi nampaknya ia baik-baik saja. Ia terus berteriak meskipun aku telah berusaha menenangkannya. Aku bingung hendak meminta bantuan siapa karena tak ada orang lagi di gedung sekolah ini, sampai akhirnya aku melihat mobil Naruto yang keluar dari parkiran, dan itu langsung mengingatkanku pada dirimu yang sering berada di ruangan klub ini sampai larut. Karena itu-"

"Ya, aku mengerti!" Sasuke menyela ucapan gadis yang dinilainya sangat cerewet dan menyebalkan karena berbicara panjang lebar tanpa memberi jeda pada susunan kalimatnya. Ck, merepotkan, eh!

"Kalau begitu ayo lekas tolong temanku!"

"Hah..." Tak ada pilihan lain, bukan? "Baiklah, ayo tunjukkan dimana tempatnya!" Sasuke yang menjawab dengan nada malas itu segera menaruh laptop hitamnya ke atas meja di sampingnya, lalu ia pun berdiri dan mulai mengikuti langkah gadis yang bahkan tak pernah dikenalinya tersebut.

Tap... Tap.. Tap..

Hanya deru langkah tergesa-gesa yang terdengar sepanjang koridor sepi menuju letak gudang belakang yang mereka lewati. Sasuke mengikuti langkah gadis di depannya tersebut menuju sebuah bangunan tua yang selama ini dikenalnya sebagai gudang belakang tempat menyimpan barang-barang bekas yang sudah tak terpakai.

"HAAAAAAAARRRGH..."

"I-itu suara temanku," ucap gadis merah muda itu lagi seraya berlari masuk ke dalam gudang dan langsung memeluk seorang gadis berambut pirang panjang yang sepertinya adalah teman dekatnya. "Ino-chan, tenanglah! Aku sudah membawakan bantuan untukmu, ku mohon tenanglah!" gadis pirang yang tengah meronta dengan tubuh mengejang di lantai gudang itu berteriak seolah sedang mengalami rasa sakit luar biasa.

Sasuke masuk ke dalam ruangan gudang tersebut lalu ia menelusuri daerah sekelilingnya dengan tatapan matanya yang seolah mneyoroti tiap sudut ruangan itu. Sasuke menyaksikan dimana gadis dengan nama Ino itu sedang mengejang kesakitan dengan kondisi sangat memprihatinkan, lalu ia mengalihkan pandangannya pada sebuah lukisan bangunan tua yang tergeletak di samping dua gadis itu. Lukisan yang aneh, dan... ehm?

"Hey, kamu! Jangan diam saja, tolong bantu aku menenangkan sahabatku ini!" Gadis merah muda menyebalkan itu berteriak sebal kepada Sasuke yang masih menampakkan raut stoicnya seolah sama sekali tak perduli. Bagaimana bisa, seorang gadis sedang berteriak kesakitan dan ia hanya diam saja berdiri mematung seoalah tak melihat.

"HAAAAAAAAAAARGH..." Gadis pirang yang kini tampak mengejang-ngejang itu kembali berteriak melengking. Pakaiannya kusut dan nampak kotor karena debu yang terdapat di gudang ini. raut wajahnya menunjukkan seolah ia menahan rasa sakit yang teramat sangat. Kedua matanya melotot seolah iris aquamarine itu hendak meloncat keluar.

"Katakan saja apa maumu! Dan berhenti mengganggu gadis itu!" kini Sasuke nampak menggumam pada dirinya sendiri sehingga membuat gadis merah muda itu mengernyitkan dahinya mengira lelaki itu sudah tidak waras.

"..."

"Hn, akan ku lakukan jika kau berjanji tak akan mengulangi hal seperti ini lagi." Sasuke mengambil lukisan tua itu dan menggantungnya di sudut dinding gudang.

"Hey, kamu! Apa yang kau lakukan? Kau sudah gila, eh? Cepat bantu aku sini!"

"Cih, berisik!" Setelah menaruh lukisan itu kembali, Sasuke pun melangkah menuju dua gadis tadi. Kemudian Sasuke menatap datar kepada gadis pirang yang masih kejang-kejang, "Aku akan menepati janjiku, jadi tenang saja!" Entah kepada siapa Sasuke berkata, yang jelas...

"Ah, dia berhenti mengejang." Gadis merah muda itu menatap Sasuke seolah mengucapkan rasa syukur dan terimakasih. Perempuan yang sedari tadi berteriak itu kini mulai berhenti meronta kesakitan dan secara perlahan jatuh pulas dalam dekapan gadis merah muda.

"Ayo kita bawa ke ruang UKS," ucap Sasuke sembari menggendong gadis pirang yang sekarang telah jatuh pingsan itu menuju ruang kesehatan untuk diistirahatkan.

... masalahnya terselesaikan.

Setelah membaringkan gadis pirang itu diatas ranjang minimalis ruang kesehatan tersebut, Sasuke berinisiatif untuk kembali ke ruangan klubnya dan meninggalkan dua gadis itu disana.

Tapi...

"Tunggu!" Gadis merah muda itu lagi, eh? Ya, gadis itu berlari mengejar Sasuke saat menyadari bahwa pria itu telah pergi.

BRRUUUUAAAK...

Dan dengan tidak elitnya, gadis merah muda itu menabrak Sasuke keras sehingga mereka berdua jatuh terjungkal dalam posisi duduk.

"Aw..."

"Huh, Baka!"

"Gomenasai, aku hanya ingin mengejarmu saja tadi," ucap gadis itu seraya meringis pelan, nampaknya ia merasa sedikit nyeri pada tubuhnya.

"Hn." Sasuke hanya menatap bosan.

"Ah... Mata itu-"

Deg...

Gawat! Sasuke lupa jika ia belum memakai lensa matanya.

"-indah ..."

Dengan berani, gadis merah muda tadi segera merangkak menghampiri Sasuke yang masih terduduk di lantai koridor sekolah. Setelah jarak mereka cukup dekat, Sakura menatap langsung dengan berani pada dua iris yang berbeda warna tersebut. tak ada rasa takut atau ngeri pada tatapan antusias sang emerald itu, yang ada hanyalah rasa-

"... Sangat indah!"

-kagum?

Gadis dengan surai berwarna senada seperti bunga khas jepang itu menangkupkan kedua telapak tangannya pada pipi pemuda dihadapannya yang memiliki dua iris mata berbeda warna tersebut. pancaran emeraldnya nampak antusias dan memancarkan sinar kekaguman akan sesuatu yang tengah ia tatap. Mereka berada dalam jarak yang sangat dekat, bahkan mereka dapat merasakan deru nafas satu sama lain.

Sasuke terdiam, ia bahkan tak mampu sekedar berkedip dan memalingkan wajahnya dari sang emerald ini. Entah mengapa jerat permata hijau itu begitu memaksanya untuk tetap diam dan tenggelam dalam lautan klorofil. Tetap berenang dalam intens rimbunnya hutan permata itu.

"Ah, maaf!" gadis manis itu melepaskan tangkupan dua tangannya begitu sadar akan apa yang tengah ia lakukan.

"Hn." Sasuke bangkit dan kembali berdiri tegap sembari berusaha menstabilkan reaksi tubuhnya barusan.

"Ah, namaku Sakura. Haruno Sakura, kalau kau pasti Uchiha Sasuke ya?"

"Hn!" Ah, Sasuke merasa berbangga diri. Rupanya ia cukup terkenal juga di sekolah ini. Bagaimana ia tidak terkenal jika ia termasuk dalam daftar pencarian gadis-gadis di sekolahnya.

"A-ano, terimakasih atas bantuanmu tadi." Sakura berkata seraya sedikit menundukkan badannya.

"Aa, tidak masalah."

"Kalau boleh tau, mata itu-" Ini dia pertanyaan yang sangat ingin dihindari oleh Sasuke.

"Bukan urusanmu!" Sasuke berbalik dan berjalan menjauhi Sakura. Ada sesuatu yang ia tak ingin orang lain mengetahuinya.

"Hei, tunggu!" Sakura bersikeras, ia berlari menyusul Sasuke lalu ikut berjalan beriringan disamping pemuda itu. "Kedua matamu berbeda warna, aku tak pernah melihat yang seperti itu sebelumnya-"

BRAAAAAK...

Sasuke mendorong tubuh mungil Sakura ke tembok koridor lalu menghimpitnya menggunakan dua tangannya. Kembali mereka saling berhadapan satu sama lain. Kembali pula mereka saling menatap. Entah menganapa, ia tidak suka saat gadis itu membicarakan matanya yang berbeda warna, yang baginya merupakan mata kutukan pembawa sial baginya dan orang-orang disekitarnya.

"Mata ini adalah mata kutukan! Mata ini adalah mata pembawa sial-"

"TIDAK! Mata milikmu itu .. sangat indah!" Sakura membantah ucapan Sasuke, "Mata itu unik, aku menyukainya." Sakura membantah tegas dengan nada sedikit sayu.

DEG...

Ini pertama! Ya, ini pertama kalinya ada orang yang memuji secara terang-terangan pada kedua iris matanya yang berbeda warna itu. Bahkan, gadis ini bukanlah siapa-siapanya. Ia tidak pernah mengenalnya sebelumnya, mereka baru berinteraksi hari ini.

"Mata ini memiliki kemampuan khusus, yaitu melihat apa yang seharusnya tak bisa dilihat-"

"..."

Sakura memiringkan kepalanya mendengar Sasuke yang entah mengapa malah bercerita akan kemampuan yang dimiliki oleh iris matanya yang berbeda warna tersebut.

"-mata ini namanya, Sharingan! Mata kiriku ini bisa melihat segala apa yang tak dapat dilihat oleh mata kananku."

'Mata ini dapat melihat sesuatu yang tak bisa dilihat oleh mata manusia biasa.'

...

To Be Continued


...

A/N : Taraaaa... Oke, bertemu lagi dengan Author cupu tapi tetap eksis (?) yang sedang mencoba peruntungannya (?) di dunia FFn ini.. #plakk XD hehehe... yosh tentunya dalam fic multi chap rated M dari Ayy lagi. dan oke, kenapa harus rated M? Yeah, you know lah.. *siulsiul* Typo ada gak? Udah di edit tapi kalau emang masih ada typo -_- mohon dimaklumi aja yah! dan untuk penjelasan adegan di chap ini, akan di jelaskan di chap mendatang..

Oke dah, gimana dengan ceritanya? Ini idenya dapat waktu temenku baca komix Psychic. So, tanggapannya gimana? Review please!

Salam Hangat Slalu,

Kamikaze Ayy