Disclaimer: Harry Potter punya J.K Rowling, tapi Draco Malfoy dan Hermione Granger punya aku (Hhee.. Just kidding, Mrs. Rowling… Please don't sue me)

A/N Sekuel 'Stupid Mistake!' Setting di Tahun Keenam


FORGET ME NOT

Chapter 1 The Memory Remains

"I've learned that people will forget what you said, people will forget what you did, but people will never forget how you made them feel."

Maya Angelou (American Poet, b.1928)

Draco mengucek matanya yang lelah, merenggangkan otot-otot lengannya yang kebas. Sudah 4 jam dia menyortir dan mendata buku-buku di pojok perpustakaan, seraya mendengarkan gerutuan Madam Pince tentang anak-anak yang tak pandai merawat buku-buku berharga-tak-ternilai-Hogwarts.

'Kalau bukan gara-gara kejadian di depan kelas Transfigurasi tadi pagi, mungkin aku tidak akan kena detensi menyebalkan ini.'

Draco menguap, berjalan menghampiri meja Madam Pince.

"Saya sudah selesai, Madam." kata Draco bosan.

"Besok jam 3 sore, sortir buku-buku di rak ke duapuluh enam." jawab Madam Pince kaku, tidak mengalihkan pandangan dari buku tebal yang sedang ia baca.

Pemuda berdarah murni itu memutar bola matanya. "Tentu, Madam." dengusnya jengkel, berbalik untuk kembali ke asrama. Ini sudah lewat jam makan malam, dan rasanya ia sudah sangat ingin beristirahat dan merebahkan diri di tempat tidur.

Ketika Draco baru menuruni anak tangga kedua, dia melihat Hermione Granger menaiki tangga sambil membawa perkamen dan buku-buku. Tampaknya Nona-Tahu-Segala itu akan belajar di perpustakaan.

Draco memblokir jalannya, bersandar pada pegangan tangga dan melipat kedua lengannya di dada.

"Well, tampaknya Potty dan Weasel tidak tertarik belajar di perpustakaan, Missy Granger. Sendirian kau, huh?"

"Apa masalahmu, Malfoy? Urusi saja detensimu!" Hermione berkata ketus, tidak ada waktu mengurusi anak Slytherin sombong ini.

"Aww, kau galak sekali." Draco menyeringai jahat. "Urusan kita belum selesai, Granger. Kau sudah menertawakanku tadi pagi. Beraninya kau golongan rendah-"

Hermione tertawa hambar. "Kau yang mempermalukan diri sendiri. Bukan salahku kalau kau bangun dengan piama dan tulisan konyol di dahimu. Sekarang minggir!"

"Bagaimana kalau aku tak mau?"

Mata anak Gryffindor didepannya menyipit, lalu ia tersenyum sinis. "Kuubah kau jadi musang putih!"

"Kau tidak bisa! Itu Transfigurasi tingkat tinggi!" Wajah Draco memucat, teringat pengalaman buruknya bersama Moody palsu. Bukan pengalaman menyenangkan ketika tubuhmu tiba-tiba berubah jadi makhluk kecil berbulu yang bau.

"Oh, kau begitu yakin kalau aku tak bisa?" Hermione menyeringai berbahaya. "Malfoy the Ferret?" Gadis itu menambahkan.

"Kau-" Draco terpaku, tidak meragukan kecerdasan dan penguasaan mantra-mantra Hermione Granger.

"Daah, Ferret." Hermione berjalan ceria melewati Draco, sedikit mendorong lelaki itu dengan bukunya.

"Aku belum selesai bicara, Darah Lumpur!" Draco menarik lengan jubah Hermione, tapi dengan cepat Hermione menepisnya, Draco kehilangan keseimbangan.

Hal yang pertama Hermione lihat saat berbalik untuk menghadapi musuhnya adalah ekspresi kekagetan Draco yang limbung ke belakang. Tubuh Seeker Slytherin itu menghantam satu per satu anak tangga, hingga terjatuh di anak tangga terakhir beberapa meter di bawah Hermione.

"Malfoy!" jerit Hermione ngeri, seringai puasnya berubah jadi ketakutan saat melihat tubuh Draco Malfoy terhempas ke bawah. Perkamen dan bukunya dia jatuhkan saat terburu-buru menuruni tangga.

Gadis kelahiran muggle itu perlahan membalik tubuh Draco yang tak bergerak, dengan lembut merapikan rambut pirang Draco yang menutupi dahi pemuda itu. Hermione menahan nafas, melihat ada luka berdarah di pelipis kanannya.

"Hey, bangun, Malfoy." Hermione menepuk pipi Draco (Ok, menampar 'pelan' lebih tepatnya), tapi pemuda itu tidak membuka mata.

Hermione sempat berpikir kalau Draco Malfoy hanya pura-pura pingsan dan akan berteriak 'Boo! Kau tertipu, Granger!'

Mungkin Draco hanya menjahilinya, membalas kejadian tadi pagi. Dia akan tertawa melihat wajah Hermione yang cemas.

Tapi ternyata Draco tetap tak sadarkan diri.

"Oh, Tuhan. Maafkan aku, Malfoy."

.

.

-:-:-:-

.

.

"Dia hanya luka ringan, Granger… Tidak ada tulang yang patah. Sebaiknya kau berhenti mencemaskannya dan kembali ke kamarmu. Ini sudah lewat tengah malam. "

"Tapi Madam Pomfrey, dia sudah berjam-jam tidak sadarkan diri. Bagaimana kalau dia-" Hermione tidak mampu melanjutkan, matanya berkaca-kaca.

"Itu karena pengaruh ramuan penenang, dia hanya tertidur." Madam Pomfrey tersenyum menenangkan. Gadis ini sudah mengalami malam yang panjang. Dia sudah menjelaskan kejadian yang menimpa Draco Malfoy pada para Kepala Asrama, meminta maaf sambil menangis dan menolak meninggalkan kursi di sebelah tempat tidur Draco meski telah dibujuk oleh dua sahabat baiknya, Harry Potter dan Ron Weasley.

"Saya tetap di sini sampai dia bangun, Madam. Please…" Hermione menatap mata lelah Madam Pomfrey dengan sungguh-sungguh.

"Baiklah." kata perawat itu menyerah. Biasanya dia ketat dengan aturan jam besuk, tapi dia tak tega melihat gadis itu menangis dan merasa bersalah terus menerus jika permintaannya ini tak dipenuhi.

Madam Pomfrey memberikan selimut pada Hermione yang berterima kasih, lalu dia kembali ke kamarnya.

Hermione bertekad akan terus berjaga semalaman sampai Draco siuman, menjadi orang pertama yang pemuda itu lihat saat membuka mata. Dia harus menjelaskan bahwa kejadian tadi tidak disengaja, dan segera meminta maaf.

Mudah-mudahan Draco memaafkannya.

Draco harus memaafkannya.

'Yeah, andai bisa semudah itu.' Hermione menguap, memeluk selimutnya.

Kelelahan akhirnya membuat dia menyerah dengan rasa kantuk dan tertidur di kursi yang sudah beberapa jam ini dia duduki.

Gadis berambut coklat itu terbangun saat mendengar suara rintihan di sebelahnya. Hermione buru-buru berdiri dan menghampiri Draco yang tampak kesakitan sambil memegangi kepalanya yang berbalut perban.

Madam Pomfrey yang juga terbangun segera membantu Draco untuk duduk bersandar pada bantal, dan memberikan gelas dengan ramuan berwarna coklat. Draco meminumnya sambil berjengit, tapi dia tampak lebih tenang setelah menghabiskan ramuannya.

"Sudah lebih baik?" Madam Pomfrey bertanya sabar.

Draco mengangguk, memandang ke sekeliling ruangan. "Um...Dimana ini?" katanya bingung.

"Rumah sakit Hogwarts, tadi kau jatuh dari tangga dan kepalamu terbentur. Kau ingat?"

Draco menggeleng pelan. "Tidak. Saya tidak ingat, Mam." kata Draco tampak malu.

Madam Pomfrey terlihat cemas.

"Sungguh?"

"Ya... Dan-eh.. Se-sejujurnya sa-saya juga tidak ingat siapa Anda." Draco memandang Madam Pomfrey seolah-olah dia takut telah mengatakan hal yang salah.

"Apa? Kau tidak ingat siapa aku, Malfoy?"

"Ya, maaf. Entah kenapa saya bisa melupakannya dan... Er... Tadi Anda memanggil saya Malfoy? Apa itu nama saya, Mam?"

"Ya, namamu Draco Malfoy, dan kau cukup memanggilku Madam Pomfrey." Madam Pomfrey menarik nafas panjang, memijat-mijat bahunya sendiri dengan letih. Tampaknya Draco Malfoy mengalami amnesia akibat benturan di kepalanya, padahal sebelumnya perawat itu yakin tidak ada luka kepala yang terlampau serius.

Hermione dan Madam Pomfrey bertukar pandang cemas.

Ini bukan pertanda baik.

"Bagaimana dengan dia?" Madam Pomfrey menunjuk ke arah Hermione yang berdiri di sebelah tempat tidur Draco. "Apa kau juga melupakannya? Kau tidak ingat siapa namanya?"

Hermione jadi salah tingkah. Bingung akan berkata apa pada Draco yang bahkan lupa pada namanya sendiri.

'Hai, Malfoy. Aku Hermione Granger, musuhmu sejak kelas satu. Karena aku penyebab dirimu terkena amnesia, kau boleh memanggilku Darah Lumpur sesukamu.'

Ugh, membayangkannya saja membuat Hermione bergidik.

Draco melihat Hermione yang terpaku di tempatnya berdiri, lalu memandang Madam Pomfrey seolah-olah perawat itulah yang kehilangan ingatan.

"Anda bercanda, Mam, um... Maksud saya Madam Pomfrey? Bagaimana mungkin saya melupakan dia." Draco kembali menoleh ke arah Hermione, dan rasanya jantung gadis bermata coklat itu terhenti saat mata abu-abu Draco memandangnya dengan cara yang berbeda, tidak dengan kebencian maupun tatapan licik seperti biasa, tapi dengan sesuatu yang sebelumnya tak ada di sana, tak mungkin ada di sana...

Sesuatu yang murni dan indah...

Cinta...?

Apakah mungkin...?

"Dia Hermione Jean Granger," Draco tersenyum hangat, tidak menyeringai culas seperti yang selama ini ia tunjukkan ketika bertemu Hermione. Senyumnya membuat lutut Hermione melemah, baru menyadari bahwa sebetulnya pemuda itu sangat tampan. Tatapan Draco begitu lembut, seolah dia sedang melihat pemandangan tercantik di depan matanya.

"pacar saya."

.

.

-:-:-:-


A/N So readers..? Fin atau To be continue?

Ripiu.. Ripiu.. Hhee^-^v (Mohon kritik-saran yang membangun yah.. Mudah-mudahan kedepannya bisa lebih baik lagi. No flame please, I have a very sensitive heart.. Don't Like Don't Read.. Thx^-^ v)

Untuk Resha... Trims atas saran2nya^.^

Untuk Amutia Putri Amaranth, puputkawaii, Nadia-Veela, nadeshiko ama, liana granger, Cacolate, highschool-me, alecalista, Findelina Mayang Granger, ruki ruu mikan head, Just Reader, uchihyuu nagisa, dan DracoDramione79… Trims yah atas ripiunya di 'Stupid Mistake!'