peblish
presents
a krisho fanfiction
"Is This... Something Called Love?"
Cast:
- Kim Joonmyeon / Suho EXO
- Wu Yifan / Kris EXO
- Kim Jongin / Kai EXO
- Oh Sehun / Sehun EXO
Pairing:
KrisHo for sure~ ^^ and a little bit SeKai / KaiHun ~ XD
Genre:
Yaoi, Romance, Little Humor, School-Life
Enjoy, happy reading, and don't forget for rnr ~ ^^
JoonmyunㅡKim Joonmyun. Seorang namja berparas manis, baik hati dan murah senyum. Joonmyun adalah anak tunggal dari sebuah keluarga sederhana. Ayahnya sudah meninggal saat Joonmyun masih berumur 5 tahun sementara ibunya mencari nafkah dengan membuka sebuah toko kelontong kecil di rumahnya. Joonmyun dan ibunya tinggal di sebuah rumah mungil di pinggiran kota Seoul.
Joonmyun sangat menyayangi ibunya. Semenjak ayahnya meninggal, Joonmyun tahu bahwa ia adalah satu-satunya panutan hidup keluarganya. Joonmyun juga tahu, semenjak ayahnya tiada, ibu Joonmyun bekerja semakin keras. Selain menjaga toko kelontong di sebelah rumahnya, beberapa kali ia sering melihat ibunya membuat beberapa bungkus makanan kecil dan menitipkannya di toko kue yang ada di depan rumahnya. Joonmyun sama sekali tidak tega melihat ibunya bekerja sendirian seperti itu. Maka dari itu, Joonmyun semakin giat belajar agar ia dapat menghidupi ibu dan dirinya sendiri di dunia yang keras ini. Joonmyun ingin membanggakan ibunya, bagaimanapun caranya.
Joonmyun adalah seorang siswa yang cerdas. Namanya sudah beberapa kali menjadi perebut medali emas di sejumlah olimpiade tingkat nasional. Semua guru di sekolah memuji dan cukup menyeganinya. Seperti halnya tak ada gading yang tak retak, Joonmyun juga tidaklah sebegitu sempurnanya. Walaupun ia menguasai seluruh bidang pelajaran akademik, Joonmyun cukup lemah di bidang pelajaran atletik. Joonmyun membenci olahraga semenjak ada sebuah bola basket melayang tepat mengenai kepalanya beberapa tahun yang lalu di sekolah dasar.
Meskipun berotak encer dan banyak dipuji oleh guru, Joonmyun tidak pernah menyombongkan dirinya di depan teman-temannya, mungkin itulah salah satu faktor mengapa ia mempunyai banyak teman.
Joonmyun memang berteman dengan semua orang dan mengenal semua orang, tapi tidak dengan Yifan...
Joonmyun tidak, tidak pernah mengenal Yifan. Mengenal Yifan lebih dekat.
...
YifanㅡWu Yifan. Seorang namja dingin, angkuh dan cuek yang lahir dari sebuah keluarga kaya-raya dan berada. Hubungan kedua orangtua Yifan tidak terlalu baik. Ayah Yifan adalah seorang kepala keluarga yang keras dan suka main tangan sehingga hari demi hari menimbulkan rasa benci dan dendam pada diri Yifan. Sementara ibunya hanyalah seorang yeoja yang hanya peduli dengan harta dan perhiasan mahal semata.
Kalau orang-orang selalu berkata 'keluarga adalah anugerah terbaik yang Tuhan berikan untuk mereka', mungkin Yifan adalah satu-satunya orang yang tidak sudi untuk ikut berkata seperti itu.
Yifan benci, Yifan sangat membenci keluarganya.
Yifan bukan contoh orang yang serius dalam belajar. Sudah tak terhitung berapa banyak hukuman dan hari-hari skors yang ia terima saking seringnya ia tidak mengerjakan tugasnya ataupun karena ia tak pernah memperhatikan gurunya di kelas. Sejumlah guru selalu memandangnya dengan pandangan benci ataupun tidak suka, tapi Yifan tidak peduli. Sekolah ini dibangun di atas tanah milik ayahnya, jadi mau seberandal apa Yifan di sekolah, tidak akan ada yang bisa mengeluarkannya dari sekolah.
Yifan tidak punya banyak teman. Teman terdekatnya mungkin hanya Jongin dan Sehun, siswa-siswa yang reputasinya sama buruknya dengan Yifan. Tak urung tiga sekawan itu dihukum bersama-sama karena ulah mereka yang suka membuat keributan di sekolah.
Yifan memang tidak punya banyak teman dan tidak berteman dengan banyak orang, termasuk dengan Joonmyun...
Yifan tidak, tidak pernah mengenal Joonmyun. Mengenal Joonmyun lebih dekat.
...
Dan kemudian, dua orang yang sama sekali berbeda itu bertemu...
Bertemu, dan...
Saling jatuh cinta.
...
"Joonmyun-a~ apa kau ada waktu siang ini? Kalau ada waktu, bisakah kau ikut denganku ke perpustakaan sepulang sekolah? Ada beberapa soal Fisika yang ingin kudiskusikan denganmu."
"..."
"Joonmyun-a?"
"..."
"YAA, JOONMYUN-A!"
"Ah..." Joonmyun tersadar dari lamunannya, kemudian ia mendongak memandang seseorang di depannya yang sedari tadi ia acuhkan itu.
Jinki.
"Ah, n-ne? Wae, Jinki?" Sahut Joonmyun sedikit tergagap.
Jinki menghembuskan nafasnya. "Ya, kau mendengarkan kata-kataku, tidak?"
"Mian, Jinki, aku sedang berpikir tadi." Ucap Joonmyun pelan. "Bisa kau ulangi apa yang kau katakan tadi?"
"Ada beberapa soal Fisika yang tidak aku mengerti, jadi aku ingin mendiskusikannya denganmu siang ini di perpustakaan. Kau bisa, tidak?" Ulang Jinki.
"Oh..." Joonmyun tersenyum. "Ah, tentu saja bisa."
Jinki tersenyum puas. "Baiklah kalau begitu. Aku tunggu di perpustakaan sepulang sekolah."
Joonmyun mengangguk. "Eo~"
...
Joonmyun memandangi sepatu putih yang setia melingkupi kedua kakinya yang tengah menyusuri koridor sekolah siang itu. Ia baru saja selesai mengajari Jinki beberapa soal materi hukum Newton di perpustakaan.
Dipandanginya sebuah jam tangan G-Shock hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Pukul 15.02.
"HAHAHAHAHAHA!"
Sebuah suara tawa yang menggelegar membuat Joonmyun menjatuhkan tiga buah buku cetak Biologi, Fisika dan Kimia yang ia bawa itu. Joonmyun menghela nafas kesal, ia merunduk dan segera memunguti buku-buku tebal itu. Setelah memunguti buku-buku itu, dengan sedikit rasa penasaran Joonmyun mengintip ke sebuah jendela kelas tempat suara tawa menggelegar barusan itu berasal. Siapa yang masih berada di sekolah sampai sesore ini, batin Joonmyeon.
"...Tidak kusangka kalau ternyata Kim songsaengnim yang killer dan sok cool itu bisa juga menangis seperti yeoja hanya karena dicampakkan oleh Lee songsaengnim... Menangis di toilet, pula! Hahaha!" Seorang namja berambut cokelat yang tengah duduk di atas meja, tertawa lepas sambil memegang sebuah handycam di tangannya. Joonmyun menyipitkan matanya. Bukankah itu Sehun? "Benar-benar tontonan yang sangat menyegarkan." Lanjutnya sambil mencoba menahan tawanya.
Seorang namja berambut cokelat yang lain tengah duduk di meja yang lain pula, menimpali, "Ini semua berkat ide jenius Yifan hyung yang menyuruh kita meletakkan handycam di wastafel toilet sekolah." Ucapnya. Tampaknya Joonmyun mengenali namja berambut hitam itu juga... Sepertinya itu Kim Jongin.
Seorang namja berambut pirang yang berdiri di antara Jongin dan Sehun melipat kedua tangannya di depan dada seraya tersenyum puas. Joonmyun juga mengenal namja itu. Sangat mengenal namja bersurai pirang yang akhir-akhir ini menyita pikirannya.
Yifan.
"Huh. Siapa dulu. Wu Yifan~" ucap Yifan penuh percaya diri.
Joonmyun menghela nafas. Didengar dari percakapan mereka barusan, sepertinya mereka berulah lagi. Yeah, 'lagi'. Joonmyun masih ingat, dua hari yang lalu mereka bertiga baru saja masuk sekolah setelah hukuman skorsing selama seminggu karena mengacau di perpustakaan sekolah. Joonmyun juga masih ingat, bulan lalu mereka memasukkan seekor cicak mati di dalam teh hangat milik Jung songsaengnim hingga Jung songsaengnim pingsan saking kagetnya menemukan seekor cicak mati mengambang di cangkir teh miliknya. Saat festival olahraga sekolah sedang berlangsung mereka bertiga juga pernah mengerek seragam olahraga milik Kyungsooㅡnamja paling pendiam dan paling polos di kelas Joonmyunㅡdi tiang bendera sampai Kyungsoo menangis karena tidak tahu bagaimana cara mengambilnya.
Joonmyun menggeleng-gelengkan kepalanya sejenak, kemudian beranjak dari tempat itu.
...
"Joonmyun-a~ kalau sudah selesai belajar, segera tidur dan matikan lampu, ya." Ucap ibu Joonmyun dari balik pintu kamar Joonmyun.
Joonmyun mengangguk. "Ne, eomma. Arraseo."
Blam.
Joonmyun kembali beralih pada deretan soal Matematika di hadapannya itu. Tidak butuh waktu lama bagi Joonmyun untuk mengerjakan sepuluh soal logaritme tersebut. Sebentar saja namja itu sudah tersenyum puas seusai ia menuliskan hasil nomor terakhir di buku catatannya.
Joonmyun bangkit dari duduknya, ia beralih menuju ke sebuah rak buku di sebelah meja belajarnya. Diraihnya tas merah miliknya, kemudian ia mengeluarkan buku-buku jadwal pelajaran hari ini dan memasukkan buku-buku untuk jadwal pelajaran esok hari ke dalam tasnya.
Pluk! Tiba-tiba selembar kertas foto terjatuh saat Joonmyun mengeluarkan buku-buku dari tasnya. Joonmyun merunduk, ia memungut kertas foto itu kemudian seulas senyum terukir di bibirnya memandangi seseorang di kertas foto tersebut.
Yifan.
Memang sudah lama, Joonmyun mengagumi Yifan. Joonmyun tahu, pasti banyak orang yang akan berpendapat bahwa Joonmyun sudah gila kalau ia berkata ia mengagumi Yifan.
Tentu saja.
Apa yang bisa dikagumi dari seorang Wu Yifan?
Kecerdasan?
Huh, lucu sekali. Tentu tidak.
Etika?
Kasarnya, binatang mungkin jauh lebih santun daripada Yifan.
Senyum yang menawan?
Bahkan sepertinya Yifan hanya mengenal seringaian licik atau tawa menghina, bukan senyuman tulus.
Lalu apa yang bisa membuat Joonmyun begitu menyukai Yifan?
Jauh dari semua itu, Joonmyun menyukai Yifan apa adanya.
Joonmyun menyukai bagaimana cara Yifan berjalan dengan angkuhnya. Joonmyun menyukai seringaian licik yang sering terukir di bibir Yifan. Joonmyun menyukai bagaimana Yifan tertawa lepas karena ia dan teman-temannya berhasil mengerjai sasaran mereka.
Joonmyun juga menyukai rahang tegas milik Yifan, bibir merah milik Yifan, kedua mata elang Yifan, alis tebal Yifan... Joonmyun menyukai semua yang ada pada diri Yifan.
"Huahm..." Joonmyun meregangkan kedua tangannya sambil menguap panjang. Ia segera memasukkan kembali foto Yifan yang sedang ia pegang itu ke dalam dompetnya, kemudian memasukkannya ke dalam tas. Dimatikannya lampu kamar, kemudian ia segera berbaring di tempat tidurnya setelah menyalakan lampu tidur yang redup.
Malam itu, untuk kesekian kalinya, Yifan hadir di mimpi Joonmyun.
...
"Selamat malam, Tuan Yifan."
Yifan menoleh memandang pelayan yang menyambutnya di depan pintu rumah itu. "Hmmm." Gumamnya menanggapi pelayan itu. Kepalanya masih terasa pusing setelah menghabiskan belasan gelas sherry dingin dan langsung menyetir pulang dari bar ke rumah.
"Anda mabuk, Tuan?" Tanya pelayan itu sambil memandangi wajah Yifan yang sedikit memerah itu.
Yifan berdecak kesal, ia mendorong kasar pelayan itu hingga pelayan itu sedikit terhuyung. "Apa kau tahu kalau kau sama sekali tidak sopan memandangiku seperti itu?!" Bentak Yifan. "Bukan urusanmu untuk mengetahui aku mabuk atau tidak!" Lanjutnya kemudian ia segera melenggang angkuh meninggalkan pelayan itu.
"...Ah, ne, Heewon-ssi. Kemarin aku baru saja pulang dari Paris untuk hunting merek Gucci keluaran terbaru... Ah, tentu saja aku tidak lupa membawa oleh-oleh untukmu. Bagaimana kalau besok kita bertemu di kafe yang biasanya?"
Yifan melirik ke asal suara itu kemudian bergidik jijik.
Pemilik suara itu menyadari kedatangan Yifan. "Ah, ne, Heewon-ssi, kita lanjutkan bicaranya besok, ya." Klik. Yeoja itu mematikan sambungan telepon di ponselnya. "Yifan, kau sudah pulang? Ya~ lihatlah apa yang eomma bawakan untukmu dari Paris~"
Yifan diam saja melewati yeoja itu kemudian ia segera masuk ke dalam kamarnya.
BLAM!
"Eh? Ya, ya, ya~ YA, WU YIFAN!"
...
Joonmyun terus mempercepat kedua langkah kakinya yang tengah berlari-lari menyusuri koridor sekolah. Kalau sedang dikejar waktu begini rasanya koridor sekolah terasa sangat panjang. Saking nyenyaknya tidur semalam, Joonmyun bangun dari tidurnya pukul 6.35 sementara ia harus masuk sekolah pukul 7.00. Sembari terus berlari, Joonmyun mengangkat tangan kirinya lalu melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 6.57.
BRUK! "Ah..." Joonmyun merintih. Ia sukses jatuh mencium koridor sekolah begitu tubuh mungilnya ditabrak begitu saja oleh gerombolan Yifan, Jongin dan Sehun.
Dan akhirnya Joonmyun telah mendapatkan first kiss-nya... Dengan koridor sekolah. Bagus sekali.
"Ya~ kalian sadar, tidak, kita baru saja menabrak seseorang?" Samar-samar Joonmyun dapat mendengar suara Sehun. Setelah itu Joonmyun tak dapat mendengar suara mereka lagi, karena mereka sudah berlari cukup jauh di depan Joonmyun.
Joonmyun mencoba berdiri dengan susah-payah, kemudian dengan tenaga seadanya ia kembali berlari-lari kecil menyusuri koridor.
KRING! Bel sekolah berbunyi tepat di saat Joonmyun sudah memasuki kelasnya. Joonmyun menghela nafas lega, kemudian ia segera berjalan ke bangkunya. "Eh?" Kedua mata Joonmyun membulat bingung begitu ia melihat sudah ada seseorang yang menempati bangku yang biasa Joonmyun tempati.
"Ah, kau Kim Joonmyun?" Tanya namja yang menempati tempat Joonmyun itu. "Namaku Park Chanyeol, anak baru di kelas ini. Penglihatanku sedikit buruk, sedangkan kacamata yang kupesan belum jadi sampai hari ini. Bolehkah aku duduk di depan sini sampai aku mendapatkan kacamataku?"
"Oh... Ah, ne. Gwenchana." Jawab Joonmyun. Ia teringat masih ada satu bangku yang kosong di kelas ini. Joonmyun beralih mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas, mencari-cari bangku kosong itu. Dan... Kedua mata Joonmyun kembali membulat kaget begitu ia menyadari bahwa satu-satunya bangku kosong di kelas itu berada di pojok belakang ruang kelas dan tepat berada di sebelah bangku Yifan!
"Selamat pagi." Suara Tan songsaengnimㅡguru Sejarah di kelas Joonmyunㅡmembuat Joonmyun mau tak mau segera melangkahkan kedua kakinya gemetar ke bangku kosong itu.
Bruk! Joonmyun mendaratkan pantatnya di bangku sebelah Yifan tersebut.
"HAHAHAHAHAㅡ" Jongin, Sehunㅡyang duduk di depan Yifan dan Joonmyunㅡdan Yifan refleks menghentikan tawa mereka begitu menyadari ada seorang asing yang tiba-tiba saja duduk di areal mereka. Kalau orang biasa-biasa saja mungkin mereka tidak sampai bungkam seperti ini, tapi yang ini beda. Ini Kim Joonmyun. Kim Joonmyun lah yang sedang duduk di areal mereka.
"Ya." Jongin menyenggol Yifan dengan sikutnya sambil sesekali mencuri lirik ke arah Joonmyun. "Kau membayar berapa ke ensiklopedia berjalan ini sampai-sampai ia sudi duduk di sebelahmu? HAHAHAHA!" Tawa Jongin dan Sehun meledak, sementara wajah Joonmyun memerah. Apa katanya tadi? 'Ensiklopedia berjalan'? Joonmyun tahu itu artinya di mata Jongin ia sangatlah pintar, tapi... 'Dibayar'? Joonmyun cukup tersinggung karena merasa disindir.
"Aku sendiri tidak memintanya duduk di sini." Gumam Yifan cuekㅡdan tidak berekspresi!ㅡtanpa menoleh sedikitpun ke arah Joonmyun.
"Ah... A-anu, bangku yang biasa aku tempati di depan... Ditempati anak baru, ja-jadi... Aku... Pindah duduk ke sini." Joonmyun akhirnya angkat bicara menjelaskan, walaupun sedikit terbata-bata.
"Oh." Tanggapan yang terlalu singkat, dari Yifan.
"Oooooohhhh..." Jongin dan Sehun mengangguk-angguk mengerti dan ber-oh panjang.
"Ya. Tapi apakah tidak apa-apa kalau bintang kelas sepertimu duduk di pojok neraka seperti ini?" Sahut Sehun tiba-tiba. "Kami bukan contoh orang yang bisa belajar dengan tenang, lho. Jadi, itu konsekuensinya kalau kau memaksakan duduk di sini." Lanjut Sehun sambil tersenyum jahil persis seperti seorang pengasuh jahat yang sedang menakut-nakuti anak asuhnya.
Glek. Joonmyun menelan ludahnya.
...
Joonmyun rasanya mau mati saja. Ia pikir tiga sekawan itu tidak seberapa berbahayanya, tapi ternyata mereka sangat berbahaya. Gendang telinga Joonmyun nyaris pecah setiap kali mendengar mereka tertawa lepas dan meledak-ledak, baik di tengah pelajaran maupun di saat istirahat. Apalagi di jam pelajaran kosong, suara tawa mereka makin ganas. Memang Joonmyun sering mendengar mereka tertawa keras seperti itu saat di kelas, tapi tidak mendengar sedekat ini.
Begitu juga di saat pelajaran. Joonmyun yang selalu mencatat materi dan mengerjakan soal di bukunya, menjadi sama sekali tidak konsentrasi karena tiga sekawan yang sama sekali berbeda dengan dirinya itu. Saat guru sedang menerangkan materi di depan kelas, Yifan malah asyik bermain game di ponsel yang ia letakkan di loker meja, sementara Jongin dan Sehun bergantian bermain PSP di loker meja pula.
"Yifan, apa kau tidak mencatat?" Akhirnya Joonmyun pun bertanya juga setelah ia merasa sangat gatal untuk menanyakan itu pada Yifan. Diliriknya buku catatan Yifan yang masih rapi, tebal dan bagus, yang menandakan buku catatan itu jarang disentuh.
"Yifan?" Tegur Joonmyun lagi setelah selama beberapa detik Yifan sama sekali tidak menjawab ataupun melirik ke arahnya.
"Kau tahu?"
"Eh?"
"Kalau kau sangat berisik."
"Be-berisik?" Ulang Joonmyun sedikit gugup. "Mi-mianhae."
"Aku mau mencatat atau tidak, itu urusanku. Kalau kau mau mencatatkan untukku, catatkan saja. Tidak usah berisik."
Joonmyun diam. Kemudian tanpa berpikir dua kali ia mengambil buku catatan milik Yifan, lalu menyalinkan catatan Fisika miliknya ke dalam buku catatan milik Yifan.
Yifan melirik sepintas ke arah Joonmyun yang sedang mencatatkan untuknya itu. Yifan sedikit terkejut melihat Joonmyun mengindahkan kata-katanya seperti itu. Tadinya Yifan hanya asal bicara saja agar Joonmyun diam, tetapi ia sama sekali tidak menyangka Joonmyun benar-benar mau menuliskan catatannya.
"Wow." Decak Jongin yang entah sejak kapan sudah menoleh ke belakang. "Kau benar-benar tidak membayarnya untuk menuliskan catatanmu, hyung?"
Yifan mendengus kesal. "Diam kau, bodoh." Ditimpuknya Jongin dengan remasan kertas yang ada di atas mejanya.
"Ya, Kim Joonmyun. Kalau kau bisa menuliskan catatan untuk Yifan hyung, bisakah kau menuliskannya untukku juga?" Tembak Sehun tanpa bermalu-malu kucing.
Joonmyun diam sejenak menatap Sehun yang sudah menyodorkan buku catatannyaㅡyang sama seperti milik Yifan, terlihat jarang disentuhㅡkemudian ia mengangguk sambil tersenyum tulus. "Baiklah."
"Ya, ya! Punyaku juga boleh, tidak?" Sambar Jongin sambil menyodorkan buku catatannya juga.
"YA! Kalian berdua ini apa-apaan?" Seru Yifan. "Dasar tidak tahu malu."
Jongin cekikikan. "Ya~ kami kan tidak memintamu untuk menuliskan catatan kami. Kenapa kau yang keberatan?" Ucap Jongin enteng.
Joonmyun tersenyum geli mendengarnya. "Gwenchana. Biar aku tuliskan juga catatan kalian berdua."
Jongin menyeringai puas. Sehun tersenyum-senyum penuh arti. Sementara Yifan hanya melirik sejenak ke arah Joonmyun, kemudian menghela nafas dan kembali berkutat dengan ponselnya di loker meja.
Bodoh, batin Yifan.
...
Begitulah. Hari demi hari pun tiga sekawan itu seakan bersaing dalam kompetisi 'Memanfaatkan Kim Joonmyun Sebaik-Baiknya'. Terutama Jongin dan Sehun, karena Yifan mungkin tidak terlalu aktif dalam 'kompetisi' tersebut. Ada saja hal-hal yang mereka serahkan pada Joonmyun, seperti mencatatkan materi, menuliskan soal, bahkan meminta Joonmyun mengerjakan tugas mereka. Sementara Joonmyun... Namja polos dan lugu itu ikhlas-ikhlas saja dimanfaatkan oleh Sehun dan Jongin seperti ini. Ia malah senang karena ia merasa dibutuhkan.
Oh, Joonmyun memang terlalu baik.
Yifan menjadi sedikit geram dengan hobi baru Jongin dan Sehun ini. Entah kenapa. Apa ia merasa kasihan pada Joonmyun yang dimanfaatkan oleh dua anak buah tengilnya itu? Tidak, tidak, tidak. Yifan menggelengkan kepalanya. Ia sama sekali tidak merasa kasihan pada Joonmyun.
Ia hanya merasa kesal saja.
Entah, karena apa.
...
"...Jadi, rumus yang baru saja saya terangkan ini, bisa kita terapkan pada soal nomor 5. Ada yang bisa menuliskan jawaban soal nomor 5 di depan?" Tanya Kim songsaengnim pada para penghuni kelas.
Joonmyun sibuk mencoret-coret buku catatannya, memasukkan rumus Matematika yang baru saja diajarkan oleh Kim songsaengnim, kemudian tersenyum begitu mendapatkan hasilnya. Dengan sigap ia segera mengangkat tangannya, berharap Kim songsaengnim menunjuknya untuk menuliskan jawaban soal nomor 5 di papan tulis.
"Eo. Kau, anak baru." Kim songsaengnim menunjuk Chanyeol yang ternyata juga mengangkat tangan. "Tuliskan jawabannya di depan."
Joonmyun menghela nafas kecewa. Mungkin posisi duduknya di pojok belakang seperti ini tidak begitu terlihat oleh Kim songsaengnim. Apalagi Joonmyun yang mempunyai tinggi badan di bawah rata-rata ini duduk di pojok belakang dan dikelilingi oleh tiga manusia yang mempunyai tinggi badan di atas rata-rata.
Yifan yang sejak tadi melirik ke arah Joonmyun menyeringai kecil.
"Sulit, ya, jadi orang pintar."
Joonmyun menoleh ke arah Yifan. "Eh?"
"Sudahlah. Kau tidak ditunjuk untuk menjawab soal di depan bukan berarti dunia kiamat, kan?"
Joonmyun tertawa kecil. "Hehehe. Iya juga, sih."
"Tapi kalau bagi orang pintar sepertimu..." Yifan memutus kata-katanya. "Kau pasti tidak bisa merasa cepat puas."
"Pintar?"
"Eo. Pintar. Kau tidak merasa pintar?"
Joonmyun menggeleng pelan. "Aku tidak pernah merasa pintar. Aku hanya bisa merasa kalau aku mampu, tetapi aku tidak mau menganggap diriku sendiri itu pintar." Ucap Joonmyun. "Ibuku bilang, kalau aku selalu menganggap diriku pintar, aku tidak akan pernah bisa menjadi pintar."
Yifan terdiam mendengar kata-kata Joonmyun.
"Kata-katamu membuatku pusing." Gumam Yifan sambil memegangi kepalanya.
Joonmyun tersenyum geli. "Hehehe..."
...
KRINGGG!
"Pelajaran hari ini selesai. Kita bertemu lagi minggu depan. Selamat siang, anak-anak." Ucap Lee songsaengnim di depan kelas.
Joonmyun segera merapikan buku catatan dan buku cetak Bahasanya yang ada di atas meja, kemudian segera memasukkannya ke dalam tasnya. Sesekali ia melirik ke arah Yifan yang sama sekali tidak berkemas untuk pulang. Namja itu malah tenang-tenang saja mengangkat satu kakinya ke atas meja dengan santai sambil memainkan ponselnya. Joonmyun mengalihkan pandangannya ke Jongin yang berposisi sama seperti Yifan, bedanya namja berambut hitam itu sedang memainkan PSP-nya. Sehun? Namja itu tengah membaca sebuah komik di tangannya sambil sesekali cekikikan.
"Kalian... Tidak pulang?"
"Hm?" Gumam Jongin sambil memandang Joonmyun sejenak, kemudian kembali berkutat dengan PSP-nya. Sementara Sehun hanya melirik Joonmyun dan kembali tertawa membaca komiknya. Yifan malah lebih parah lagi; ia sama sekali tidak bereaksi dengan pertanyaan Joonmyun.
Jongin memencet-mencet tombol di PSP-nya, kemudian terdengarlah suara "game over" dari PSP-nya. "Kami biasa menetap dulu di sekolah sampai sore sehabis jam pulang kalau hari Jumat begini." Jawab Jongin.
"Menetap di sekolah?" Ulang Joonmyun. "Apa yang kalian lakukan di sini sampai sore?"
"Yah... Macam-macam." Kali ini Sehun yang menjawab sambil membolak-balikkan halaman komiknya. "Menyusup ke ruang informasi untuk menonton tayangan CCTV, pergi ke ruang audio visual untuk menonton seri manga yang terbaru... Minggu lalu kami juga pergi ke gudang sekolah dan menemukan banyak komik yadong yang disita para guru, HAHAHAHA!"
"Ko-komik yadong?" Ulang Joonmyun sambil sedikit bergidik. Dasar orang-orang tidak waras yang kesepian.
Sehun cekikikan. "Kau mau baca? Waktu itu aku ambil dua-tiga buah untuk koleksi di rumah." Sehun mengaduk-aduk isi tasnya kemudian mengeluarkan sebuah komik xxx dari tasnya. "Nih. Hebat, kan?"
"A-aniya!" Joonmyun menggeleng takut-takut. Baru kali ini ia melihat secara langsung komik yadong seperti itu.
"Cih. Ya sudah." Sehun mencebikkan bibirnya, kemudian kembali memasukkan komik itu ke dalam tasnya.
Duk! Jongin mengetuk kepala Sehun dengan PSP-nya. "Ya. Kau tahu tidak kalau kau nyaris saja merusak kepolosannya dengan menawarkan komik seperti itu?"
Sehun mengelus-elus kepalanya yang baru saja beradu dengan PSP Jongin itu. "Sakit, tahu."
"Boleh aku ikut tinggal di sini bersama kalian?"
Jongin, Sehun dan Yifan saling berpandangan. Kim Joonmyun, siswa paling cerdas dan terpandang di sekolah ini, tiba-tiba mencoba berbaur dengan tiga sekawan pembuat ulah ini?
"Bo-boleh saja, sih." Jawab Jongin. "Tapi... Apa kau tidak sedang ada urusan? Orang pintar sepertimu kan biasanya sibuk. Pulang sekolah langsung ke rumah, langsung belajar atau pergi ke tempat les, mungkin?"
Joonmyun tertawa kecil. "Hehehe, aniya. Hari ini aku tidak ada jadwal bimbingan belajar. Jadi... Aku boleh, kan, ikut dengan kalian?"
"Tentu saja boleh." Sambut Sehun. "Hari ini rencananya kita mau pergi ke game center di dekat stasiun. Kita bisa langsung ke sana dengan mobil Yifan hyung. Iya, kan, hyung?"
"Eo... Eoh." Gumam Yifan mengiyakan. Ia masih cukup kaget dengan Joonmyun yang tiba-tiba saja menjadi seperti ini.
Apa jangan-jangan Joonmyun baru saja tertimpa karung semen seberat 100 ton di kepalanya?
Uh, oke. Pemikiran yang konyol.
...
"Ini. Untukmu!" Sehun menyodorkan sekaleng soft-drink kepada Joonmyun. "Upeti setelah memenangkan duel DS-Kart denganku barusan." Lanjutnya sambil tertawa. Mereka berempat baru saja pulang dari game center dan mampir ke sebuah kafe di sebelah game center.
Joonmyun tersenyum. "Gomawo, Sehun-a." Ucapnya tulus kemudian meraih kaleng soft-drink itu. Joonmyun membuka pengait tutup soft-drink itu, kemudian menghirup dan meneguk isinya, lalu menjilat bibirnya sejenak.
Jujur saja. Ini pertama kalinya Joonmyun meminum minuman soda seperti ini.
"Ternyata orang pintar sepertimu bisa juga bermain game." Gumam Jongin sambil mengambil duduk di sebelah Sehun. "Kukira kau cuma bisa belajar, belajar dan belajar saja."
"Hehehe." Joonmyun tertawa kecil setelah ia menyesap soft-drink-nya. "Waktu masih kecil aku pernah punya konsol DS-Kart seperti itu. Tapi begitu masuk sekolah menengah, eomma memberikannya kepada saudara sepupuku. Eomma bilang aku sudah terlalu tua untuk main game seperti itu."
"Kalau bagiku, sih, tidak ada kata tua untuk bermain game. Kakekku yang sudah 78 tahun saja pernah aku ajari bermain DS-Kart. Dan kau tahu? Dia ketagihan! HAHAHA!" Seru Sehun.
Yifan menyeringai kecil. "Konyol." Komentarnya sambil meneguk soft-drink-nya.
"Ngomong-ngomong... Akhir-akhir ini, kau sangat berbeda, Joonmyun-a." Sahut Jongin tiba-tiba. "Kami kira kau sama saja seperti orang-orang lainnya yang sok suci dan sok pintar. Tapi ternyata kau tidak. Kau sama sekali tidak malu berbaur dengan pengacau dan pembuat onar seperti kami. Iya kan, Sehun, Yifan hyung?"
Sehun mengangguk-angguk. "Eo. Kau jauh lebih santai dan menyenangkan." Timpal Sehun. "Awalnya aku kira kau hanya berpura-pura mendekati kami karena disogok oleh Yifan hyung, hahaha!"
"YA! Bicara apa kau?!" Yifan meremas kaleng soft-drink-nya yang sudah kosong, kemudian menimpukkannya ke Sehun.
Yang ditimpuk malah cekikikan tidak jelas.
Wajah Joonmyun merona. "Hehehe... Geuraesseo?" Joonmyun tidak tahu harus membalas kata-kata mereka seperti apa.
"Tapi kau benar-benar tidak ada maksud apa-apa kan mendekati kami?" Tanya Jongin. "Tidak ada maksud lain kan? Kau masih waras? Kepalamu baru saja terbentur? Atau apa?" Joonmyun hanya bisa tertawa geli saat Jongin memegang-megangi dahi Joonmyun.
"Hahaha. Aniya, Jongin-a. Aku... Aku tulus, kok, mau berteman dengan kalian."
Yifan, Jongin dan Sehun kembali saling berpandangan karena kata-kata Joonmyun.
"Kau... Serius?" Suara Jongin memecah keheningan di antara mereka.
"Eh?" Joonmyun meneguk soft-drink-nya. "Serius? Tentu saja. Aku malah ingin sekali berteman baik dengan kalian bertiga."
"Ah..." Sehun tertawa kecil. "Kami... Kami sama sekali tidak menyangka kalau kau mau menjadi teman kami." Ucapnya. "Lagipula... Kau tahu sendiri, kan. Kau pintar, kami bodoh. Kau disayangi dan dipuja oleh para guru, sementara kami dicemooh dan selalu dipandang rendah. Kita sangat berbeda, kan? Kami... Tidak yakin kalau kau mau menerima kami menjadi temanmu."
Hening.
"Justru aku takut kalau kalianlah yang tidak bisa menerimaku di antara kalian." Kata Joonmyun pelan sambil menunduk. Ia meremas-remas kedua tangannya, gugup.
"Ah, siapa bilang? Kalau kau memang ingin berteman dengan kami, ya berteman saja. Tidak ada masa ospek atau masa training untuk menjadi teman kami, kok!" Seru Jongin sambil tertawa. "Aku sama sekali tidak keberatan kalau kita berteman."
"Aku juga." Ucap Sehun sambil tersenyum.
Dan semuanya pun refleks menoleh ke arah Yifan yang sedari tadi diam saja.
"Apa?" Yifan menaikkan alisnya begitu dipandangi seperti itu. "...Aku juga tidak keberatan."
"Welcome to the group!" Seru Jongin dan Sehun, kemudian mereka tergelak bersamaan.
Joonmyun tersenyum lega. "Terimakasih, Teman-Teman..." Ucapnya senang.
Joonmyun mencuri pandang ke arah Yifan, dan ternyata saat itu Yifan juga tengah mencuri pandang ke arah Joonmyun. Refleks kedua namja itu saling mengalihkan pandangannya satu sama lain begitu tatapan mereka bertemu.
Debaran kencang di jantung Joonmyun membuat pipi namja itu memerah. Joonmyun menahan senyumnya, kemudian diam-diam ia kembali melirik Yifan.
Sementara itu, tiba-tiba saja debaran kencang yang sama juga terjadi di jantung Yifan.
Apa?
Perasaan apa ini?
-to be continued-
