The Destiny of Love

Story by Rei Hana Tachi

Pair : SasuSaku

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre : Romance, Hurt/comfort, Kingdom

Warning : AU, typo, alur berantakan, OOC, gaje, kecepetan, etc

A/N: Mungkin buat yang udah pernah baca cerita ini di akunku yang dulu, aku mau bilang kalo ada beberapa hal yang kuganti dan kuperbaiki khususnya kata-kata jepang (ex: katana, sunfix-kun,-chan, dan sebagainya). Aku ganti itu pake kata indo aja #plak

Itu aja sih, oke langsung aja. Semoga kalian suka.

.

.

DLDR!

.

.

.

oOo

Jauh berpuluh bahkan beratus tahun yang lalu, saat kerajaan-kerajaan masih berdiri untuk memegang kekuasaan tertinggi di sebuah wilayah. Berdiri salah satunya kerajaan tenang dan damai bernama Akkaisa yang terletak di sebuah daerah subur bernama Konoha.

Akkaisa adalah kerajaan terbesar di zamannya. Selain karna sumber daya alam yang melimpah, juga karena saat itu kerajaan dipimpin oleh sang raja pintar dan adil.

Dia adalah Kizashi, putra sulung dari keluarga Haruno yang merupakan keluarga bangsawan yang mempunyai hubungan yang sangat baik dengan Raja sebelumnya di Akkaisa. Hingga akhirnya, mereka memutuskan untuk lebih mempererat hubungan mereka dengan menikahkan sang putri kerajaan dengan putra kebanggaan Haruno.

Kizashi dinobatkan sebagai raja tepat satu hari setelah acara pernikahannya dengan putri Mebuki. Mengingat usia Jiraiya, sang raja terdahulu telah semakin tua, juga keinginannya untuk menyisakan hidupnya dengan tenang tanpa beban sebagai seorang raja, dia menyerahkan kedudukannya kepada Kizashi tanpa segan dan penuh kepercayaan.

Seluruh rakyat Konoha sangat bahagia ketika hari penobatan itu. Mereka yakin, raja mereka yang baru pasti bisa memimpin mereka dengan baik seperti yang Jiraiya lakukan.

Hari bahagia kembali mendera seluruh penjuru istana Akkaisa bahkan Konoha ketika satu bulan setelah hari penobatan itu terdengar bahwa ratu Mebuki tengah mengandung. Tak dapat dipungkiri kebahagiaan yang mereka rasakan. Apalagi sang calon ayah yang memang sudah sangat menunggu-nunggu kabar bahagia itu.

Tapi kebahagiaan tentu tidak akan selamanya mengiringi bukan?

Tepat saat usia kandungan Mebuki menginjak yang kesembilan bulan, genderang perang terdengar dari arah Timur kerajaan. Seluruh penduduk istana dibuat cemas dengan terdengarnya suara terompet gading gajah yang tiba-tiba, juga derap langkah ribuan prajurit yang terdengar semakin mendekat.

Dengan berusaha tetap tenang Kizashi membuat strategi dadakan dengan dibantu Shikaku tangan kanannya juga jendral Inoichi yang sudah dia anggap saudara sendiri.

Sedangkan di luar sana, para prajurit dengan gagahnya berbaris rapi dengan berbagai senjata sesuai formasinya.

"Ini sangat mendadak. Kita bahkan tidak mendapatkan simbol apapun dari penyerangan ini," Terlihat Kizashi tengah mengurut dahinya tanda bahwa dia tengah frustasi. Dipejamkan matanya sejenak guna menghilangkan sedikit beban itu.

"Kau benar, tak ada informasi apapun yang kuperoleh dari mata-mata kita yang dikirim ke Ryukyu. Atau jangan-jangan penyamarannya diketahui," Laki-laki berambut kuning diikat itupun ikut berargument dengan jarinya yang mengetuk-ngetuk di atas meja.

"Sudahlah Yang Mulia, Inoichi, mengeluh tidak akan menyelesaikan apapun," Orang terakhir diantara mereka mencoba mengingatkan. Ditepuknya bahu dua orang disampingnya itu guna membangkitkan semangat mereka lagi.

Disaat genting seperti ini tidak seharusnya mengeluh bukan?

"Benar kata Shikaku. Musuh sudah semakin dekat, kita harus segera bertindak," Ucap Kizashi pada akhirnya. Kerutan di dahinya kini sudah menghilang.

"Ya... Kita lanjutkan lagi rencana kita," Timpal Inoichi.

Mereka kembali menyusun rencana di atas meja berlapisan emas terlalu sulit bagi mereka yang memang sudah berpengalaman.

Saat rencana sudah selesai, dengan segera ketiga pria gagah itu memakai pakaian perang yang terbuat dari besi alumunium juga mengambil pedang. Suara derap langkah prajurit semakin terdengarjelas ketika mereka keluar dari ruang pertemuan.

"Aku akan berpamitan pada Mebuki sebentar. Kalian duluan saja dan pimpin para prajurit," Tutur Kizashi seraya menghentikan langkahnya.

Shikaku dan Inoichi mengangguk mengerti. Tapi tak berselang lama, seorang dayang pribadi ratu Mebuki datang dengan nafas yang tersegal-segal.

Shikaku dan Inoichi yang hendak pergi langsung menyimpan niat mereka dan memilih untuk berdiam di sana. Sedangkan Kizashi yang memang belum melakukan pergerakan hanya memperlihatkan mimik kebingungan.

"Ada apa Shizune?" Tanya Kizashi segera.

Wajahnya yang tenang kini terlihar sangat cemas, pasti ada sesuatu yang terjadi pada istrinya.

"Hosh- hosh- Yang Mulia- istri anda-" nafas yang belum teratur sepenuhnya dan kegugupan wanita berambut hitam sebahu itu membuatnya tidak melanjutkan kata-katanya.

"Ada apa dengan istriku?" kekhawatiran sempurna kini terlihat diwajah dewasa sang raja.

Shikaku dan Inoichi ikut menunggu kelanjutan kata-kata dari dayang pribadi ratu mereka dengan diam.

"Beliau akan melahirkan," dengan sekali nafas Shizune akhirnya menyelesaikan kata-katanya.

Mata Kizashi membulat sempurna. Dia begitu kaget dengan penuturan wanita di depannya. Tak beda juga dengan Inoichi dan Shikaku yang saat ini sama kagetnya dengan Kizashi. Ini semua benar-benar jauh dari perkiraan mereka. Penyerangan kerajaan Ryukyu dan kelahiran ratu Mebuki yang terjadi bersamaan ini sama sekali tak pernah melintas di benak mereka.

Tabib istana pun mengatakan bahwa perkiraan kelahirannya adalah minggu depan.

'Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan?' batin Kizashi.

Wajahnya terlihat sangat bingung dan cemas. Tanggung jawab untuk memimpin perang atau menemani istrinya melahirkan memang pilihan yang sulit. Namun dengan meyakinkan hatinya dia segera mengambil keputusan.

Dia menatap dua orang kepercayaannya denganwajahserius.

"Shikaku, Inoichi..." Kizashi mulai membuka suara.

Sang empunya nama segera meluruskan pandangannya kearah Kizashi, menunggu kelanjutan mereka berdua tak kalah serius dari Kizashi.

"Kuserahkan perangi ini pada kalian berdua," lanjut sang raja dengan tegas.

Shikaku dan Inoichi mengangguk mantap. Mereka bertiga saling berpandangan sebentar lalu dengan seribu langkah, sang tangan kanan raja dan jendral pun berlari kearah berlawanan dengan arah lari sang raja.

Langit yang sebelumnya membiru dengan awan-awan putih yang menghiasinya kini mulai tertutupi dengan awan hitam. Mataharipun yang beberapa saat lalu masih menguarkan carah dan teriknya kian menghilang di balik awan.

Debu-debu tebal akibat langkah ribuan kaki semakin menyelimuti bumi -burung yang bermain-main di pepohonan atau di angkasa sudah menghilang kesarangnya. Begitu pula hewan lainnya yang berangsur menyembunyikan diri.

Musim semi yang seharusnya indah kini malah terasa menakutkan dan mencekam.

.

.

oOo

.

.

Proses persalinan Mebuki terjadi sangat lama. Kondisinya yang lemah adalah penyebab utama. Berkali-kali wanita yang sedang bertaruh dengan nyawa itu hampir pingsan karena kelelahan dan rasa sakit juga mulas yang luar biasa, tapi karena keberadaan Kizashi disampingnya yang dengan setia menggenggam tangan mungilnya dan memberikan semangatlah yang membuat wanita berambut kuning itu mempertahankan kesadarannya.

Peluh secara bergantian keluar dari pori-pori tubuh Mebuki. Tak hanya dia, bahkan Kizashi dan seluruh dayang pun sama. Mereka seperti merasakan sakit sebagaimana wanita anggun yang kini tengah berhadapan dengan maut sambil mengerang-ngerang menahan sakit.

"Hoshh... hosh... aaaahk..." Suara Mebuki menggema di seluruh ruangan yang terasa sesak dan panas itu. Tangannya menggenggam erat tangan Kizashi dengan jari mereka yang saling bertautan. Tak jarang jika kesakitan hebat sedang menderanya, dia pasti akan mencakar kulit sang suami seolah menyalurkan rasa sakit itu.

"Ayo terus Yang Mulia,, sedikit lagi!" Ucap Tsunade, tabib kepercayaan istana yang mempunyai paras cantik walau sebenarnya usianya tak bisa lagi dibilang muda.

Persalinan masih terus berjalan dengan penuh kekhawatiran dan harapan.

Sedangkan di arah timur istana sana, beribu-ribu manusia berbaju besi alumunium dari dua pihak berlainan itu sedang berusaha keras dengan taruhan nyawa mereka untuk mendapatkan kemenangan bagi pihaknya.

Seorang laki-laki gagah berambut kuning panjang diikat kuda yang dengan gigih menebas siapapun lawan dihadapannya. Sama seperti halnya Shikaku, pria berambut hitam yang juga tengah bersemangat walau terlihat lebih tenang daripada Inoichi.

Sampai pada detik-detik berikutnya, sang jendral Akkaisaberhadapan langsung dengan pimpinan perang kerajaan Ryukyu. Mata mereka saling bertatapan tajam, genggaman pada pedang di tangan mereka masing-masing semakin erat, sangat terlihat bahwa meraka siap untuk saling menerjang.

Tak menunggu lama, Inoichi memulainya dengan berlari menghampiri lelaki dihadapannya sambil mengangkat pedang untuk dilayangkan kepada pria berambut hitam panjang yang kini melakukan hal serupa dengannya.

SRET

Kejadiannya begitu cepat dan rapih. Tak ada yang menyadari bahwa salah satu dari kedua orang pimpinan perang yang baru saja menunjukan kehebatannya itu telah tumbang, bahkan bagi orang itu sendiri.

Laki-laki berambut hitam kelam panjang dengan pedang yang masih dia genggam erat itu tertawa keras. Sedangkan Inoichi yang menjadi lawannya hanya terdiam dengan posisi kuda-kuda.

"Kita menang. Ryukyu me..." Belum sempat laki-laki itu melanjutkan perkataannya, tiba-tiba cairan merah pekat berbau anyir memuncrat dari lehernya.

Keadaan hening sejenak, perang berhenti. Kini kita tahu siapa pemenangnya saat laki-laki yang merupakan pemimpin kerajaan Ryukyu itu jatuh tersungkur dengan darah yang terus merembes keluar dari lehernya.

Inoichi membalikkan badannya dan segera mengambil langkah menghampiri lelaki itu. Di bukakannya topi perang dari besi alumunium yang masih terpasang di kepala si lelaki. Kemudian tangan kirinya menjambak kasar rambut hitamnya.

"Maaf. Tapi kamilah yang menang."

ZRATS...

Dalam sekali tebasan kepala lelaki itu telah terpisah dari tubuhnya yang terkulai di tanah tanpa nyawa. Inoichi mengangkat penggalan kepala itu tinggi-tinggi.

"Perang telah usai," Teriaknya yang di sambut suara riuh para pejuang Akkaisa.

.

.

"Selamat, bayi anda perempuan Yang Mulia," Ujar wanita cantik bernama Tsunade itu sambil menyerahkan bayi mungil nan lucu kepangkuan sang ibunda yang masih terbaring lemah.

Senyuman mengembang di wajah lelah Mebuki. Lihatlah bayi berambutsoft pink seperti sang ayah yang saat ini berada dalam dekapannya, sangat cantik dan terasa membuat siapapun kembali kuat.

"Suamiku, lihatlah," Katanya seraya menunjukan bayi mungilnya kepada sang suami.

Kizashi tersenyum penuh bahagia, dikecupnya kening istri tercintanya itu lalu mengusap lembut kepalasi bayi.

Sejenak dia melupakan perang yang dalam benaknya saat ini masih berlangsung. Dia percaya kepada Inoichi dan Shikaku yang memang sudah sangat berpengalaman, walaupun rasa khawatir masih tetap memenuhi relung hatinya.

Tapi Kizashi berusaha untuk tidak menampilkan wajah khawatir di depan istrinya sejak dia memasuk ikamar mewah yang merupakan kamar pribadinya dengan sang istri. Apalagi mengingat kondisi Mebuki yang masihsangatlemah. Akan berbahaya jika dia mengetahui bahwa perang besarsedang terjadi di luar sana.

"Dia cantik ya," Perkataan Mebuki membuat Kizashi kembali dari lamunannya.

Di tatapnya sang istri yang terlihat sangat bahagia hingga air matanya menetes.

Kizashi mengangguk sambil tersenyum. Sorot matanya pun tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.

Bukan hanya Mebuki dan Kizashi, tapi seluruh penghuni istana pun ikut merasa bahagia. Apalagi yang sejak tadi menyaksikan proses persalian ratu mereka. Rasanya bagaikan mendapat air di padang pasir yang gersang, sangat melegakan dan membahagiakan.

"Oh ya,, nama apa ya yang harus kita berikan?" Ucap Mebuki antusias.

Ditatapnya sang suami yang saat ini berlagak seperti sedangberfikir.

"Emhhh... Karena dia lahir di musim semi, bagaimana kalau Sakura?" Entah dapat pemikiran dari mana hingga Kizashi memutuskannya begitu saja. Tapi menurutnya itu sebuah nama yang manis.

Tanpa di komando Mebuki mengganggukan kepalanya.

"Aku setuju. Sakura, nama yang cantik," Bisiknya sambil mengecup pelan putrinya yang kini masih terlihat asyik memejamkan mata setelah beberapa saat yang lalu mengeluarkan tangisannya yang bagaikan sebuahmelodi indah di telinga semua orang.

Kizashi tersenyum. Kini lengkap sudah keluarga kecil yang ia impikan. Ia berjanji, akan menjaga dengan baik kedua orang yang ia cintai ini.

oOo

Seorang bayi perempuan telah terlahir bersamaan dengan kemenangan pihaknya dalam perang hari itu. Sebuah buku telah siap untuk ditorehkan tinta takdir oleh sang Maha Kuasa.

.

.

Di hari yang sama dan waktu yang sama, terlihat seorang bocah sedang berdiri didepan makam. Kira-kira usianya lima tahun. Usia yang tak lazim jika harus ditinggalkan oleh seluruh anggota keluarganya.

Ya... bocah tampan berhelaian raven dengan iris onyx yang kelam itu kini tengah berdiri di depan makan kedua orang tua dan kakak tercintanya. Matanya yang bulat mengisaratkan kesedihan yang mendalam. Seharusnya di usianya yang sekarang, dia tidak akan mengerti dengan apa yang tengah dia hadapi. Tetapi lelaki ini berbeda, dia mengetahui semuanya. Dia merasakan sakit dihatinya yang seharusnya tidak dia rasakan.

.

.

TBC

A/N:

Anoo… aku masih newbie, jadi mohon di maklum kalau ff ini sangat jelek. Dan aku sangat mengharapkan krisarnya ^_^

RnR? Please ^_^