60 SHADES OF GUREN

DISCLAIMER BELONGS TO KAGAMI TAKAYA

STORY IS MINE

WARNINGS: TYPO(S), OOC, ALUR BERANTAKAN, ABAL, YAOI, GAJE AND OTHERS.

(ps : Disini ceritanya Shinya itu anak dari bangsawan Hiragi, tapi yahh dia ga nganggap dirinya itu bangsawan kok, Shinya iitu rendah diri+rendah hati. Dia nganggap dirinya itu orang biasa. Shinya juga tetap anak angkat di cerita ini. Di cerita ini, Shinya itu kayak ga dipeduliin gitu sama keluarganya. Dan satu lagi! Disini pacarnya Shinya itu Mito~)

(pss : Mahiru masih hidup dan disini dia masih jadi pacar Guren)

Inspired by : 50 Shades Of Grey

STOOOP!

SAYA PENGANUT DLDR!

(DON'T LIKE DON'T READ~)

.

.

Black Shades Company. Perusahaan yang selama ini diincar para angkatan kerja agar dapat bekerja disana. Untuk bisa bekerja disana, jalannya tidaklah mudah, karena perusahaan itu mengharuskan pegawainya untuk 'Good Looking'.

Belum lagi mata kalian harus terbiasa dengan semua benda berwarna hitam, abu-abu, dan putih.

"Hei, kau yakin aku masuk ke perusahaan aneh itu, Goshi?" Tanya Shinya dengan wajah tak yakin pada sahabatnya yang satu ini.

"Tentu saja yakin." Goshi memperhatikan Shinya dari atas sampai bawah, setelah selesai membantu Shinya bersiap.

"Tapi kau tau sendiri lah, aku belum lulus dari universitas!" Balas Shinya.

"Tidak ada salahnya mencoba kan?" Sahut Goshi.

"Kau tau persyaratannya kan, Goshi?" Tanya Shinya dengan wajah polos.

Shinya dapat melihat Goshi mengangguk mantap

"Walaupun Shinya-sama belum lulus universitas, Shinya-sama kan 'Good Looking'." Cengir Goshi.

"Tenang saja, aku yakin 100% Shinya-sama diterima." Lanjut Goshi sambil menyentuh bahu Shinya.

"Kenapa kau seyakin itu?" Tanya Shinya.

"Karena Shinya-sama itu sahabatku yang paling sempurna, Shinya-sama pintar dalam akademik, cepat bergaul dengan siapa saja dan masih banyak lagi." Jawab Goshi.

"Dan untuk saat ini anda sangat polos." Lanjut Goshi dalam hati.

"Ahaha~ Arigatou, Goshi." Shinya tersenyum tipis pada sahabatnya yang satu ini.

Goshi adalah sahabat terbaik yang Shinya miliki. Ia yang memberi tahu bahwa BSC sedang mencari pengganti salah satu orang istimewa dengan jabatan sebagai…mungkin bisa di bilang seperti tangan kanan atau orang kepercayaan.

Orang kepercayaan sang piminan yang lama mengundurkan diri karena katanya ia tidak tahan diperlakukan sangat dingin oleh sang pimpinan. Alasan yang tidak masuk akal sekali bagi Shinya.

"Sudahlah, jangan gugup begitu. Shinya-sama pasti bisa, seandainya tidak pun juga tidak masalah, kan masih banyak kesempatan kerja di perusahaan yang lain." Goshi melempar senyuman tipis pada Shinya.

"Sebenarnya apa yang membuatmu sangat ingin aku masuk perusahaan itu, Goshi?" Shinya melirik Goshi dengan ekor matanya.

"Karena aku ingin Shinya-sama-" Ucapan Goshi terpotong.

'Is it too late now to sorry. Cause I'm missing more than just your body.'

Ponsel Goshi berbunyi. Segera saja dia mengangkat telpon itu tanpa perlu melihat nomor pemanggil.(Asikk nada deringnya Goshi itu lhoo)

"Apalagi, Mito-chan? Kau sudah menelponku berkali-kali dari kemarin."

'Kenapa sih kau ingin sekali Shinya masuk BSC? Kau sendiri kan tau kalau masuk kesana itu cukup sulit. BSC itu benar-benar ketat, Goshi' Jawab Mito.

Goshi tersenyum miring tanpa menjawab pertanyaan Mito. Ia langsung memutuskan panggilan.

"Shinya-sama, ayo kita berangkat!" Seru Goshi. Dapat ia lihat wajah sahabatnya itu semakin gugup dan mulai menggigit bibir bawahnya.

-60 SHADES OF GUREN-

"Gugup, Shinya-sama?" Tanya Goshi. Saat ini mereka sudah sampai di BSC.

"Tentu saja, baka!" Jawab Shinya.

"Hehe, Shinya-sama pasti bisa! Begini saja, jika yang mewawancarai anda wanita, anggap saja dia itu Mito -chan. Sementara jika yang mewawancarai anda laki-laki, anggap saja itu aku. Jadi anda tidak akan gugup lagi kan?" Cengir Goshi.

Shinya mengangguk meski terlihat ragu-ragu. Goshi yang melihat itu hanya tersenyum tipis.

"Maaf, apa anda yang bersama Hiragi Shinya?"

Tiba-tiba saja seorang wanita menghampiri mereka dan tiba-tiba juga rasa gugup Shinya semakin bertambah.

"Y-ya, saya sendiri." Jawab Shinya.

Wanita itu tersenyum, "Mari ikuti saya, anda sudah ditunggu oleh yang lain."

"Eh? Yang lain?" Shinya agak bingung ketika wanita tadi berkata 'yang lain'.

"Ya. Karena pelamar yang datang tepat waktu hari ini hanyalah 3 orang dan anda adalah salah satunya." Jawab wanita tadi.

"Ha? Bukannya kemarin jumlah pelamarnya ada tujuh pu—" Ucapan Shinya langsung dipotong.

"BSC tidak memberikan toleransi pada pelamar yang datang terlambat. Sekarang, lebih baik anda ikut dengan saya." Balas wanita tadi.

Shinya mengangguk lalu menatap Goshi. Goshi menyemangatinya dengan acungan jempol, lalu perlahan-lahan berjalan mundur. Ia akan menunggu di luar, karena dia juga sudah tidak ada kepentingan disini.

"Mari, Shinya-san." Ucap wanita tadi setengah menarik tangan Shinya menuju lift.

-60 SHADES OF GUREN-

"Wow~" Batin Shinya setelah keluar dari lift.

Bayangkan saja, lift yang amat mahal. Dindingnya terbuat dari cermin yang dibentuk sedemikian rupa. Dan berbeda dengan lift yang biasanya, lantai lift dilapisi karpet berbulu berwarna hitam dengan sebuah gambar mawar merah ditenganya.

"Silahkan masuk, Shinya-san. Yang lainnya sudah menunggu anda." Sahut wanita tadi.

Shinya bahkan tidak sadar bahwa wanita tadi sudah kembali. Tadi, wanita itu memasuki sebuah ruangan. Ah satu lagi, saat ini mereka sedang berada dilantai paling atas, yaitu lantai 60.

Sepertinya ruangan yang ada di depannya ini…tunggu dulu! Ini ruangan sang pimpinan!

"HAH?! Jadi yang mewawancara langsung pimpinan?!" Jerit Shinya dalam hati.

"Shinya-san?" Panggil wanita tadi.

"Y-ya?" Jawab Shinya.

"Semoga berhasil." Balas wanita tadi sambil tersenyum.

Dan wanita itu kembali masuk kedalam lift, meninggalkan Shinya dalam kegugupan besarnya.

Perlahan tapi pasti, Shinya memasuki ruangan itu. Ruangan itu sangat besar, bahkan lebih besar dari kamarnya di apartemen miliknya. Semua furniture-nya berwarna abu-abu dan putih. Sementara dindingnya di car hitam.

Ada 2 pria lain yang tengah duduk di sebuah sofa putih. Mereka tak segugup Shinya dan sepertinya mereka lebih tua dari Shinya.

Tidak terlihat sang pimpinan di dalam ruangan. Shinya berjalan kearah sofa dan ikut duduk. Saat ini keadaan sangat hening, kecuali detak jantungnya yang terdengar sampai ke telinga. Shinya kembali menggigit bibir bawahnya dan itu seperti sudah jadi kebiasaan baginya.

"Maaf." Seseorang keluar dari pintu di dalam ruangan dan sudah bisa dipastikan bahwa itu sang pimpinan.

"Jadi.. apa bisa kita mulai?" Lanjutnya.

"Kalau begitu..anda lebih dulu." Ucap suara berat itu.

"Selanjutnya yang di sebelahnya." Ucap sang pimpinan lagi.

Shinya yakin yang dimaksud adalah pria disebelahnya.

"Lalu anda." Sambung sang pimpinan.

Shinya hanya mengangguk kecil sambil menoleh kearah sang pimpinan.

"Ini akan jadi menit yang panjang.." Keluh Shinya dalam hati.

-60 SHADES OF GUREN-

2 pria tadi sudah keluar. Salah satunya sempat berteriak marah kearah sang pimpinan, karena ia tidak diterima oleh pria itu.

Sekarang giliran Shinya bertatapan langsung dengan sang pimpinan. Mereka hanya berdua di dalam ruangan sebesar ini. Tangan Shinya sudah sangat dingin kali ini.

"Shinya?" Panggil sang pimpinan.

"Y-ya…" Shinya menggantungkan kalimatnya. Matanya melirik sebuah nama yang terpampang di sebuah tanda nama(sumpah author ga tau apa namanya) yang berada di atas meja. Lebih tepatnya nama sang pimpinan.

"Guren..-sama?" Jawab Shinya.

Di hadapannya ada berkas mengenai data dirinya. Shinya yang sedari tadi gugup memilih untuk menggigit bibir bawahnya.

"Kau belum lulus universitas ya?" Tanya sang pimpinan yang diketahui bernama Guren.

"Ngg.. ya, tapi tahun ini sepertinya akan segera lulus." Jawab Shinya sambil bersusah payah menelan ludahnya.

"Alasan melamar disini?" Tanya Guren lagi sambil menatap Shinya intens.

"A-aa, itu.." Shinya menggigit bibirnya lebih keras dan ia hampir saja mengaduh sakit.

"Apa kau serius untuk bekerja disini?" Guren memasang ekspresi datarnya.

"Saya memiliki 1001 alasan." Jawab Shinya yang tiba-tiba gugupnya hilang ditelan angin.

"Hee~ dia pintar juga" Batin Guren sambil tersenyum miring.

"Baiklah, lain kali akan kutagih apa saja 1001 alasan itu." Guren menatap Shinya.

"Maksud anda 'lain kali'?" Shinya mengangkat sebelah alisnya.

"Sepertinya aku memang membutuhkanmu untuk jadi orang kepercayaanku." Jawab Guren.

Shinya tersenyum. Senyuman manis tapi sangat polos dan ntah kenapa Guren suka dengan senyuman itu.

"Ah, satu lagi." Ucap Guren.

"Eh?" Shinya memasang ekspresi herannya.

"Nama lengkapmu…." Guren menggantungkan kalimatnya.

"Hiragi Shinya." Jawab Shinya.

Guren cukup terkejut mendengar jawaban Shinya. Hanya saja dia mampu mengendalikan ekspresinya.

"Hiragi?" Tanya Guren.

Shinya yang ditanya hanya mengangguk pelan.

"Hoo~ jarang-jarang aku bisa bertemu bangsawan dari keluarga Hiragi." Celetuk Guren.

"A-ahaha~ Saya tidak pernah menganggap diri sendiri sebagai bangsawan." Shinya memasang cengirannya.

"Dan sudah pasti kau juga mengenal Mahiru kan?" Tanya Guren(terus-terusan).

"Eh? Y-ya, dia salah satu saudari saya. Anda mengenalnya?" Jawab sekaligus Tanya Shinya.

"Ya..begitulah." Jawab Guren sambil mengalihkan pandangannya dari Shinya.

"Kau boleh keluar sekarang dan mulai bekerja besok pagi. Dan jangan panggil aku tuan, atau yang lainnya. Cukup panggil aku Guren. " Ucap Guren sambil melempar senyum yang..dingin?

-60 SHADES OF GUREN-

Ichinose Guren. Akhirnya Shinya tau namanya. Pria yang dingin, jarang tersenyum dan sangat to the point. Ia juga selalu mengenakan jas hitam dimana pun ia berada. Tidak lupa selalu ada setangkai mawar merah, entah itu disaku jasnya, genggamannya atau saku celananya. Tapi agak aneh kan pria yang dingin selalu membawa mawar kemana-mana, tapi memang begitulah seorang Ichinose Guren. Sisi pertama yang diketahui Shinya tentang Guren adalah dingin, sulit ditebak, aneh dan misterius.

"Pria yang misterius." Gumam Shinya. Ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift sambil mengambil ponselnya dari saku celananya.

Tidak lama ponselnya langsung bergetar, ada pesan masuk. Isi pesan itu kira-kira begini.

Unknown Number :

'Shinya, kuucapkan selamat. Besok, kau bisa langsung masuk ke ruanganku untuk menaruh semua barang-barangmu. Kau pasti tau siapa aku.'

Shinya reflek menggigit bibir bawahnya lagi. Dan ponsel itu begetar lagi dan masih dari nomor yang sama.

Unknown Number :

'Jangan terlalu sering menggigit bibirmu di depanku. Karena kau tau? Itu membuatku sulit bernafas setiap kali aku melihatmu dan tidak bisa berhenti memikirkannya'

Muncul rona tipis di pipi Shinya setelah selesai membaca pesan barusan.

TING! (Bener ga?)

Pintu lift pun terbuka. Betapa terkejutnya Shinya ketika melihat pria berjas hitam tadi melangkah masuk. Ia tersenyum sedikit…nakal?

Shinya yang tadinya akan keluar mengurungkan niatnya untuk melangkahkan kakinya. Shinya masih memasang ekspresi terkejutnya tadi.

"Hm? Jangan terkejut seperti itu." Ucap Guren kalem.

Dan ini benar-benar parah! Shinya merasakan jantungnya bedegup semakin kencang dan reflek menggigit bibirnya lagi.

"Shinya..jangan sering menggigit bibirmu di depanku atau…" Guren menggantungkan kalimatnya.

"A-atau?" Tanya Shinya yang agak gugup.

Guren mendekatkan wajahnya kearah telinga Shinya dan menjawab pertanyaan Shinya tadi.

"Atau aku sendiri yang akan menggigitnya." Bisik Guren dengan suara berat dan hembusan nafas yang hangat dan singkat.

-60 SHADES OF GUREN-

"Okaeri~ Shinya!" Sahut seorang wanita berambut merah ketika Shinya membuka pintu apartemennya.

Shinya tidak perlu terkejut mendengar suara nan manis itu. Ia juga tidak perlu marah pada wanita yang datang ke apartemennya tanpa izin. Shinya paling tidak bisa marah padanya, lagipula Shinya cukup senang(Mohon digaris bawahai kata'CUKUP') dengan kehadiran wanita tersebut.

"Tadaima, Mito." Ucap Shinya sambil tersenyum.

Mito langsung memeluk kekasihnya dan Shinya hanya mengelus rambut merah panjang milik kekasihnya itu.

"Hoo~ Okaeri, Shinya-sama!" Teriak Goshi dari dapur Shinya.

Mito melepaskan pelukannya kemudian menatap Shinya.

"Kau lelah?" Tanya Mito.

"Lumayan." Jawab Shinya.

"Ah iya! Jadi bagaimana? Kau diterima?" Mito kelihatan sangat senang.

"Aku diterima!" Ucap Shinya sambil tersenyum.

"Sudah kuduga~" Balas Goshi yang entah kapan sudah berada di belakang Mito.

"Kami kesini untuk merayakan keberhasilanmu. Aku sudah memasak beberapa makanan untuk kita bertiga." Sahut Mito yang kemudian pergi ke dapur.

"Ayo kita ke ruang tamu, Shinya-sama!" Goshi menarik Shinya ke ruang tamu dan mereka duduk di sofa milik Shinya sambil menunggu Mito.

Tak lama kemudian Mito datang membawa makanan. Dan jadilah mereka pesta kecil-kecilan di apartemen Shinya.

"Jangan tidur terlalu malam. Besok kau harus bekerja, nanti kau bisa kesiangan." Ucap Mito.

"Iya, aku tau." Balas Shinya sambil tersenyum tipis.

Yah, ini sudah tengah malam, Mito dan Goshi harus segera pulang, belum lagi mereka besok punya acara masing-masing.

"Kalau begitu, kami pergi ya! Sampai jumpa besok, Shinya!" Pamit Mito sambil melambaikan tangannya dan kemudian masuk kedalam mobil Goshi.

"Sampai jumpa besok, Shinya-sama!" Teriak Goshi dari dalam mobil.

"Hati-hati di jalan!" Jawab Shinya. Kemudian dia masuk kedalam apartemennya ketika melihat mobil Goshi sudah pergi.

Shinya mengunci pintu dan berjalan ke kamarnya yang ada di lantai atas. Dia mau istirahat, belum lagi besok dia harus bekerja.

Dan disinilah Shinya, dia berada di kamarnya dan sedang mengganti bajunya dengan baju tidur. Selesai mengganti bajunya Shinya langsung naik ke atas kasurnya dan menyelimuti dirinya. Tak perlu waktu lama, Shinya sudah tidur dengan nyenyak.

-60 SHADES OF GUREN-

Hari pertama Shinya di BSC. Ia memilih mengenakan kemeja hitam berlengan panjang dan celana panjang hitam. Hanya saja ia mengenakan sepatu putih dan jam tangan silver pemberian adiknya. Meski begitu, tetap saja pakaiannya terlihat gelap. Dalam satu tarikan nafas, Shinya membuka pintu ruangan Guren.

Dan lagi-lagi matanya harus terbiasa dengan dinding berwarna hitam dan jendela yang sangat besar di ujung ruangan. Sayangnya semua terlihat kosong. Tidak ada tanda-tanda bahwa Guren sudah datang.

Shinya menatap meja yang terletak tidak jauh dari meja Guren. Itu sudah pasti mejanya, karena kemarin tidak ada apapun disana. Shinya menarik kursinya dan duduk.

TING!

Shinya tersentak ketika mendengar bunyi barusan. Ia menatap sekelilingnya, tetapi tidak bisa menyimpulkan darimana datangnya bunyi tadi. Hingga akhirnya pintu yang kemarin ia yakini toilet pun terbuka. Sosok jas hitam datang dengan membawa bunga mawar.

Shinya berdiri dan sedikit membungkuk ketika melihat pimpinannya itu mendekati mejanya.

"Ohayou…" Shinya bingung harus memanggilnya apa.

"Ohayou…Guren. Cukup Guren." Balasnya.

"Guren.." Ucap Shinya pelan, tapi masih bisa di dengar Guren.

"Kedengaran lebih baik, Shinya." Sahut Guren disertai senyuman miring, namun wajahnya terlihat pucat.

"Selamat bekerja." Tambahnya sambil meletakkan mawar tadi di dalam vas yang berada di sudut meja Shinya.

Setelah Guren duduk di kursinya sendiri dan mulai focus pada layar komuternya, Shinya baru bisa bernafas lega. Ia menatap mawar di vas mejanya.

Sebenarnya apa yang special dari mawar sehingga Guren selalu membawanya? Apa juga yang special dari warna hitam yang mendominasi kantor ini?

"Eh? Ngomong-ngomong tadi Guren keluar dari toilet ya? Kenapa bunyinya TING? Mirip bunyi lift. Eh? Jangan-jangan itu bukan toilet." Batin Shinya.

"Akhh!"

Shinya tersentak ketika mendengar Guren berteriak. Mau tidak mau ia segera berlari ke arah meja pria itu.

"Guren? Ada apa?" Tanya Shinya.

"T-tangan ku.." Guren memegangi sekitar pergelangan tangannya yang tertutupi oleh jas.

"Etto.. bolehkah?" Tanya Shinya sambil mencoba menyentuhnya meski ragu. Apalagi wajah Guren sudah benar-benar pucat dan kesakitan.

"T-tapi jangan beritahu siapapun." Jawab Guren cepat.

Shinya mengangguk pelan dan menarik lembut pergelangan tangan Guren ke arahnya. Ia menggulung lengan jas pria itu perlahan-lahan sampai sebatas siku. Dan… sesuatu cukup mengerikan terlihat begitu saja. Guren memang benar-benar tidak bisa ditebak.

"Awww" Guren mulai meringis, belum lagi darah mulai menetes dari pergelangan tangannya.

Shinya tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya. Ia melihat sejumlah luka kering dan lebih banyak yang baru. Seperti luka irisan pisau yang disengaja dan cukup dalam. Shinya tidak tau apa yang dilakukan Guren terhadap tangannya sendiri sehingga begitu parahnya.

Banyak goresan yang dihasilkan pisau tajam di pergelangan tangan Guren. Terlihat masih baru dan mulai meneteskan darah lagi. Dan ada 2 goresan panjang yang melintang dari pergelangan tangan hingga ke dekat siku.

Shinya mengelus punggung tangan Guren. Jujur saja, Shinya tidak tahan melihat orang di dekatnya terluka.

"Guren…tenanglah, jangan panik. Akan kupanggilkan dokter." Ucap Shinya.

"Jangan!" Teriak Guren sebelum Shinya mengeluarkan ponselnya.

"T-tapi…" Balas Shinya. Jujur ia panik tapi dia berusaha untuk mengendalikan kepanikannya.

"Jangan! Kumohon jangan…" Ucap Guren pelan.

"Hh, kalau begitu akan kubantu mengobatinya." Ucap Shinya mantap.

"Pasti sulitkan jika mengobatinya sendiri? Tunggu disini sebentar, akan kuambilkan obat-obatnya." Shinya tersenyum tipis sebelum keluar ruangan.

"Eh? Dia bersungguh-sungguh ingin mengobati luka-lukaku?Padahal kami baru saling mengenal, tapi kenapa dia…" Batin Guren.

"Kenapa?" Tanya Guren pada ruangan yang kosong, karena Shinya sudah pergi.

"Arigatou.." Ucap Guren ketika Shinya selesai membalut lukanya dengan plaster dan perban.

"Maaf jika aku merepotkanmu." Tambah Guren.

"Douite…" Balas Shinya.

"Jangan menyakiti diri sendiri lagi." Sambung Shinya sambil tersenyum lembut.

Guren terkekeh pelan, karena baru kali ini ada yang peduli padanya. Sungguh dia tidak habis pikir dengan Shinya.

"Eh?" Shinya merasakan pipinya menghangat tanpa sebab. Ia tidak ingin Guren melihatnya, maka ia segera membereskan kotak obat-obatan yang tadi ia bawa(kotak P3K lohh). Sekarang hatinya cukup lega, karena Guren tidak lagi terlihat kesakitan. Hanya ringisan kecil saja saat ini.

Shinya senang bisa membantu Guren. Ia senang melihat rasa sakit di wajah pria itu sudah memudar.

"Sekali lagi arigatou, Shinya." Gumam Guren dan Shinya bisa mendengar itu.

Shinya mengangguk dan segera berdiri dari sofa. Sudah 1 jam lamanya dia mengobati luka Guren dan sekarang dia harus kembali bekerja. Dia pun tersenyum dan kembali ke meja kerjanya. Untuk kotak obat itu bisa dikembalikannya saat jam istirahat nanti.

"Hei, Shinya.." Panggil Guren.

"Ya?" Jawab Shinya ketika merasa namanya dipanggil.

"Ah..itu…sepertinya..tidak jadi." Jujur ya, Guren gugup untuk mengatakannya.

Guren sebenarnya ingin mengajak Shinya untuk makan siang bersamanya, tapi dia terlalu…ah tidak perlu di ahas sepertinya.

Shinya hanya terkekeh pelan ketika melihat ekspresi atasannya ini. Dia tau kalau Guren ingin mengatakan sesuatu, tapi sepertinya tidak jadi. Sebenarnya, dari cerita yang Shinya tau, Guren bukanlah pria yang nyaman diajak berbicara dan berteman. Semua orang tau kalau Guren itu 'Freak'(maksudnya kayak orang breng*ek, baj*ngan, sialan juga bisa), tapi berada di dekat Shinya membuat Guren merasa lebih baik. Semua orang hanya tau Guren di luar, tapi tidak dengan Shinya.

"Dan kalau boleh kutau, apa alasanmu menolongku?" Tanya Guren.

"Pasti sakit kan melihat orang di sekitar kita terluka?" Jawab Shinya sambil tersenyum tipis.

Guren mengangguk mengerti dan tatapannya berubah datar lagi. Wajahnya pun begitu. Di saat Guren berjalan kembali ke mejanya, Shinya menatap punggung pria itu.

"Karena apapun yang terluka di dalam, butuh sesuatu yang tepat untuk memulihkannya." Gumam Shinya.

Guren tidak perlu menoleh kearah Shinya, ia tidak ingin pria itu tau kalau ia mendengar perkataannya barusan, tapi ia malah tersenyum. Tersenyum pada dirinya sendiri. Karena berkat dirinya yang terluka, ia jadi memiliki orang yang bersedia mengobatinya. Terutama hatinya, karena di bagian itulah semua kerusakan pada dirinya berawal.

Hati adalah sesuatu yang kecil. Namun saat dia rusak dan terluka, seluruh tubuh pun akan merasakan hal yang sama. Begitulah prinsip seorang Ichinose Guren, pria yang sudah hancur, rusak dan tidak dipedulikan.

-60 SHADES OF GUREN-

Guren baru saja menyelesaikan rancangan pembangunan cabang baru kantornya. Ia baru saja keluar dari ruang rapat dan Shinya berjalan tak jauh dibelakangnya.

Mereka pun kembali ke ruangan 'mereka'. Guren duduk di sofanya, sementara Shinya kembali duduk di kursinya. Manik ungu milik pria itu tak berhenti menatapnya, membuat Shinya agak risih. Ia pun berpura-pura fokus pada layar komputernya, tapi ia tidak bisa.

Lagipula siapa yang bisa fokus jika dirinya ditatap terus dan di ruangan itu hanya ada mereka berdua?

"Shinya." Guren memecah keheningan yang melanda.

"I-iya?" Ntah kenapa tiba-tiba dia jadi gugup.

"Apa kau ada acara setelah ini?" Guren menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Eh? Sepertinya tidak ada." Jawab Shinya.

"Kau mau menemaniku…" Guren menggantungkan ucapannya.

Shinya hanya menunggu Guren untuk melanjutkan perkataannya.

"Makan malam?" Lanjut Guren.

"A-ah, tidak perlu repot-" Ucapan Shinya dipotong.

"Anggap saja sebagai ucapan terima kasihku." Guren masih menatap Shinya.

"Ta-tapi-" Ucapan Shinya dipotong lagi.

"Mungkin kalau kau tidak mengobatiku kemarin, aku sudah mati, Shinya." Sambung Guren.

"Tidak apa-" Ucapan Shinya dipotong terus-terusan.

"Aku janji tidak akan lama, Shinya. Hanya makan malam." Suara Guren makin terdengar meyakinkan.

Saat ini Shinya sedang menggerutu dalam hatinya. Sekarang ia tau sisi kedua Guren, ternyata pria itu adalah tipe orang yang suka memotong pembicaraaan. Sekalipun Shinya berusaha menolak ajakan Guren, tetap saja pria itu akan memotong penolakannya.

"Jadi… aku masih menunggu jawabanmu, Shinya." Guren masih terus-terusan menatap Shinya.

Shinya mengangguk meski ragu. Di satu sisi, ia tidak bisa menolaknya karena takut Guren akan marah. Bagaimana jika sisi lain Guren adalah pemarah? Dan disisi lain ia tidak bisa menolak karena ia tau bahwa pria itu…terluka. Guren sendirian dan tidak dipedulikan. Begitulah menurut Shinya.

Guren tersenyum tipis dan bangkit dari sofanya kemudian berjalan mendekati Shinya.

"Atau mungkin kau sudah memiliki kekasih? Karena itu kau dari tadi menolak." Ucap Guren.

"I-iya, tapi—" Hanya itu yang dapat Shinya katakana sebelum akhirnya Guren berdiri dihadapannya dan berbisik.

"Aku tidak menerima penolakan." Bisik Guren.

'APA?! SHINYA-SAMA SERIUS?!'

Shinya langsung menjauhkan ponselnya dari telinga ketika Goshi berteriak di seberang telpon sana. Shinya kembali mendekatkan ponselnya ke telinga ketika Goshi sudah berhenti berteriak.

"Iya, aku serius. Bagaimana menurutmu?" Tanya Shinya.

'ANDA HARUS IKUT, SHINYA -SAMA!' Saran Goshi dengan penuh penekanan disetiap katanya.

"Apa alasanmu berkata begitu?" Taya Shinya lagi.

'Anda juga harus bisa membuat dia tidak merasa kesepian lagi. Mungkin saja penghasilan anda—" Ucapan Goshi dipotong.

"Tidak, Goshi. Kau tau sendiri kan aku bukan tipe orang seperti itu. Penghasilanku berasal dari pekerjaanku, bukan karena aku bisa membuat dia merasa tidak kesepian kan?" Sambung Shinya. Ingin sekali rasanya dia menjitak kepala sahabatnya yang satu ini.

'Tapi, Shinya-sama… Anda sendiri kan yang bilang kalau Guren adalah orang yang kelihatannya kesepian. Lalu kenapa anda tidak mencoba membuatnya tidak kesepian lagi? Kalau bukan anda, siapa lagi yang bisa menghilangkan kesepiannya?' Ucap Goshi panjang x lebar.

"Goshi." Sahut Shinya.

'Yang jelas anda harus pergi bersamanya, Shinya-sama! Jika anda tidak mau, kalau begitu sampai disini saja persahabatan kita, Shinya-sama.' Jelas Goshi.

"Hah?! Oi! Tunggu—" Perkataan Shinya langsung terpotong.

TUUT TUUT

Yah, Goshi mematikan panggilan secara sepihak. Saat ini Shinya sangat ingin menarik rambut Goshi, sayang Goshi sedang tidak ada di sampingnya. Shinya memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celananya. Kemudian keluar dari toilet(Iya, Shinya itu emang lagi di toilet, tapi Cuma mau nelpon doang kok) dan di depan pintu sudah berdiri wanita yang waktu itu di jumpainya.

"Yukimi..Shigure." Batin Shinya saat melihat Name Tag wanita tersebut.

"Shinya-san, anda sudah di tunggu Guren-sama diluar." Ucap Shigure.

"Eh?" Shinya menaikkan sebelah alisnya.

"Guren-sama sudah menunggu anda di mobilnya dan sekarang Guren-sama sudah berada diluar." Jelas Shigure.

"Ah..baiklah." Jawab Shinya.

"Ayo, saya antarkan ke depan. Saya juga ada perlu sebentar dengan Guren-sama." Balas Shigure yang berjalan lebih dahulu.

Shinya hanya mengangguk dan mengikuti Shigure di belakang.

Tak lama, mereka sudah sampai di luar gedung dan bisa dilihat mobil Guren sudah terparkir di depan pintu masuk gedung.

"Anda bisa langsung masuk kedalam mobil." Ucap Shigure.

Shinya kembali mengangguk dan sesuai ucapan Shigure, dia masuk ke dalam mobil Guren dan duduk di samping Guren(maksudnya Shinya duduk di kursi di samping pengemudi, secara Guren yang nyetir mobil). Shinya melirik Guren yang sedang memainkan ponselnya.

TOK TOK

Shigure mengetuk kaca mobil Guren dan Guren memberhentikan aktivitas pada ponselnya kemudian menurunkan kaca jendela mobilnya.

"Hm?" Tanya Guren.

"Ini, Sesuai permintaan anda, Guren-sama." Shigure memberikan sebuah kotak pada Guren. Kalau dilihat-lihat kotak itu seukuran kotak cincin.

"Kerja bagus, Shigure." Balas Guren sambil mengambil kotak tadi dan menyimpannya.

"Hati-hati dijalan, Guren-sama, Shinya-san." Ucap Shigure sambil tersenyum tipis.

"Hn." Sahut Guren kemudian menaikkan kaca jendelanya agar tertutup dan langsung menjalankan mobilnya.

Hening melanda mereka berdua selama beberapa menit dan akhirnya Gurenlah yang memecah keheningan.

"Shinya." Panggil Guren.

"Ya?" Balas Shinya.

"Sepertinya kita tidak perlu memakai bahasa yang terlalu formal." Ucap Guren.

"Eh? Bukankah permintaanmu dari awal seperti itu?" Memang benar, Guren sendirilah yang bilang pada Shinya untuk tidak berbahasa formal padanya, karena itu Shinya tidak menyebut dirinya dengan panggilan 'saya' lagi.

Guren yang mendengar ucapan Shinya barusan hanya mendengus pelan. Guren menyalakan radionya dan lagu 'Koe Ni Naranakute' langsung terdengar dan Guren mulai bersenandung dengan perlahan.

"Tidak buruk." Batin Shinya saat mendengar Guren mulai bernyanyi walaupun dengan suara yang pelan.

Shinya menemukan sisi ketiga Guren, yaitu Guren adalah pria yang suka bernyanyi dengan suara yang pelan. Jujur saja, jika begitu suaranya jadi lucu. Yahh, itu bagi Shinya.

"Suaramu..lucu, Guren." Shinya tertawa kecil.

Guren langsung menoleh dan muncul rona tipis di kedua pipinya. Oh ayolah, hanya Shinya yang pernah mendengar suaranya saat bernyanyi. Guren mengulum senyum sebelum akhirnya kembali bernyanyi dengan suara pelan lagi.

"Ah iya, aku juga menyukai lagu ini." Celetuk Shinya.

"Kalau begitu kenapa kau tidak ikut bernyanyi denganku, Shinya?" Tanya Guren sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Eh..tapi.." Shinya bingung, haruskah dia bernyanyi.

"Ayolah, kita bisa bernyanyi bersama kan?" Balas Guren.

Dan malam itu, selama di perjalanan Shinya dan Guren bernyanyi bersama-sama

-60 SHADES OF GUREN-

Shinya tidak tau apa yang sedang dirasakannya ketika Guren memberhentikan mobilnya di depan apartemennya. Rasanya terlalu singkat, tapi Shinya tau kalau ia tidak bisa meminta waktu lebih.

Tadi hanya makan malam, benar-benar makan malam yang diiringi obrolan gaje.

Shinya berterima kasih pada Guren. Disaat pria itu mengangguk dan tersenyum lembut, Shinya merasa ada getaran aneh di dalam hatinya saat melihat senyuman itu, tapi pada akhirnya ia membalas senyuman itu dengan tulus.

"Shinya?" Panggil Guren ketika Shinya hendak turun.

"Ya, Guren?" Jawab Shinya.

"Arigatou, karena sudah mau ikut denganku. Mungkin lain kali kita bisa pergi lagi." Balas Guren.

Detak jantung Shinya langsung bertambah cepat. Shinya cepat-cepat keluar dari mobil. Tanpa membalas perkataan Guren barusan, Shinya langsung masuk kedalam apartemennya.

Pintu apartemennya tidak terkunci, berarti Mito atau Goshi sedang berada di dalam apartemennya ini. Tapi..entahlah, dia tidak peduli. Saat ini dia ingin langsung masuk ke kamarnya dan menenggelamkan wajahnya di bantal

CEKLEK(Bener ga?)

Matanya langsung membulat ketika meliaht sosok yang tengah duduk di kasur dan membelakanginya. Dari siluetnya, ia tau bahwa itu wanitanya. Senyuman di wajah Shinya memudar seketika, entahlah..dia sendiri tak tau alasannya.

"Mito.." Panggil Shinya ragu.

Mito menoleh secara perlahan dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipinya.

"Mito? Kau kenapa?" Tanya Shinya.

"Mito…hei!" Shinya langsung berlari ke arah Mito dan memeluknya.

"Jangan menangis.." Ucap Shinya.

"Kau..mulai melupakanku kan?" Tanya Mito.

"Aku tidak pernah melupakanmu, Mito." Jawab Shinya sambil mengelus rambut Mito.

"Kau pergi dengan orang lain, sementara itu kau tidak mengangkat panggilanku. Sudah berkali-kali aku coba menghubungimu. Tapi tidak ada satupun yang diangkat!" Mito mulai menaikkan volume suaranya.

"Aku bisa menjelaskannya, Mito." Ucap Shinya.

"Kalau begitu, jelaskan sekarang." Balas Mito.

Shinya pun menjelaskan alasannya tidak menjawab panggilan Mito dan alasan dirinya tidak bisa di hubungi. Alasannya karena dia sedang pergi makan malam dengan Guren dan dia mematikan ponselnya, tidak enak kan saat makan bersama pimpinanmu lalu ada beberapa panggilan masuk? Belum lagi Shinya orang yang..sering di hubungi.

Meski pada kenyataannya mereka bernyanyi sepuasnya di dalam mobil, Shinya tidak memberitahu hal yang satu itu.

Mito mengangguk mempercayai tunangannya itu, kemudian ia menghapus air matanya. Ia pun membalas pelukan Shinya.

"Jangan lupakan aku lagi. Aku menyayangimu, Shinya." Ucap Mito.

Sayangnya, ucapan itu tidak direspon Shinya. Tapi ia merasakan sesuatu yang aneh. Jantung tidak begitu berdebar-debar lagi, ia juga merasakan rasa..hambar?

Mungkin karena sudah biasa, tapi bagaimana bisa jantungnya berdebar-debar ketika bersama Guren? Apa mungkin….ia….. Tidak, tidak! Ia tidak menyukai pria itu. Dia sudah memiliki Mito, Oke? Jadi hal itu tidak mungkin.

.

.

.

TO BE CONTINUED

Author's Note : Halo semua! *dadah dadah ke readers* Amika datang membawa fanfict baru! Hehe, maaf deh kalo ONE LAST TIME belum dilanjut, soalnya nih ya.. ntah kenapa Amika kepengeeeeennn banget buat fict ini. Jadi gimana? Gimana? Jelek? Gaje? Abal? Aneh? Atau masih ada yang lain? Bole bole, silahkan kirim pendapat readers di review yaa~ Jaa ne~

Mind to Review~?