SUMMARY: Sejak awal kapten tim basket Teikou telah menaruh curiga pada Kuroko Tetsuya. Dan hanya ia yang menyadarinya, "Nice Pass, Tetsu!"/ "Midorimacchi benar! Kenapa Kurokocchi selalu memakai perban? Apa kau memiliki suatu penyakit?!" Dan sore itu Kuroko merasa hidupnya tak lagi terasa nyaman. Warn: FEM!Kuroko!
.
.
.
.
"Nice pass, Tetsu!"
Lagi-lagi Kuroko hampir terhuyung ke depan akibat tubuhnya yang didorong sedikit kasar oleh Aomine. Namun beruntung kali ini dorongan Aomine tidak terlalu kuat.
Kise berlari ke arah Kuroko dan tanpa basa-basi segera memeluk tubuh kuroko yang lumayan jauh lebih kacil darinya itu. Pipinya ia gesekkan dengan manja pada pipi putih Kuroko, "Kurokocchi~ Nice pass-ssu! Tapi lain kali berikanlah pass mu padaku! aku juga mau menerima pass darimu, masa Aomine saja!"
Twitch. Mendengar Kise berkata seperti itu membuat telinga Aomine terasa panas saja, "Apa maksudmu, Kise?! Hanya aku yang bisa menerima pass dari Tetsu!" Dengan cepat Aomine segera menarik lengan Kuroko agar segera menjauh dari tubuh sang model. Dan Kuroko sekarang berpindah tangan pada Aomine.
Kuroko sedikit merintih, "Tarikanmu terlalu kasar, Aomine-kun."
"Kau membuatnya kesakitan, Aominecchi!"
"Kalian berisik sekali, Nodayo."
"Latihan yang melelahkan. Ah, Kuro-chin, kau mau snack milikku?" Murasakibara mendekati Kuroko –yang masih dalam kuasa Aomine—dan menyodorkan sebungkus keripik kentang.
"Tidak. Terima kasih atas tawarannya, Murasakibara-kun."
Kise merengut, "Murasakicchi! Aku juga mau keripi—"
Tiba-tiba sebuah gunting terbang melesat dengan sangat cepat melewati wajah sang model. Kaget, Kise jatuh dan terduduk.
"HUAAA!"
Pandangan mereka, kiseki no sedai plus Kuroko melihat pada Gunting merah yang sudah menancap pada dinding gor sekolah mereka tepat dibelakang Kise.
"A-Akashicchi..." Kise menoleh ke arah kapten tim basket Teikou dengan gerakan patah-patah. Jelas ia ketakutan.
Mendengar nama kapten tim basket Teikou tersebut, akhirnya mereka semua ikut menoleh.
"Kau berisik, Ryouta." Lalu tatapan tajam mendarat tepat di kedua bola mata berwarna madu, sukses membuat pemilik mata madu tersebut merinding. "Cepat semuanya pergi ke ruang ganti. Latihan hari ini cukup sampai disini." Setelah mengucapkan itu, Akashi berjalan lebih dulu menuju ruang ganti. Dan aura kegelapan yang tadi sempat terasa memenuhi gor khusus basket, menghilang seketika.
"Seram..." Ujar Kise.
Tidak memedulikan Kise yang masih terduduk, Midorima, Murasakibara, dan Aomine pergi menuju ruang ganti. Kuroko yang sudah bebas dari Aomine berjalan mendekati Kise dan mengulurkan tangan padanya, "Ayo, Kise-kun."
Melihat tangan kecil Kuroko mengulur padanya, tidak bisa membuatnya menyembunyikan rasa senangnya ditambah ia merasa sedikit terharu. Ya, hanya Kuroko-lah yang pengertian padanya di SMP Teikou, "Arigatou Kurokocchi!" ia menyambut tangan Kuroko dan berdiri.
Kise menepuk-nepuk celana pendeknya di bagian bokong—kotor. "Ayo kita ganti ba—"
Kosong.
Kuroko sudah pergi duluan meninggalkannya.
.
.
.
.
.
.
DISGUISE
Anagata Lady Okita's Fanfiction
Kuroko No Basuke belongs to Tadatoshi Fujimaki, this fanfic a little inspired by one of the Doujinshi (i don't know what the title of that doujin)
WARN: AU, OOC, Typos, GENDER BENDER, etc.
FEM!KUROKO—YOU HAVE BEEN WARNED!
.
.
.
.
.
.
Setelah berganti baju dan membereskan barang-barang pribadinya dalam tas bahkan mengganti sepatu, Midorima duduk disalah satu kursi panjang ruangan itu sambil mengelus-ngelus sebuah kotak bento kosong—Lucky itemnya hari ini. Memang tidak rugi ia menuruti ramalam Oha-asa hari ini. Dengan Lucky itemnya, ia bisa mendapatkan nilai bagus bahkan tertinggi saat ulangan harian pelajaran Fisika siang tadi.
Pemuda berkacamata dan berambut hijau itu sempat melirikkan matanya pada Kuroko yang sekarang tepat berdiri didepannya. Pemuda yang lebih pendek dari Akashi itu terlihat sibuk mengganti pakaiannya, setelah kaos berkeringat itu terlepas dari tubuhnya, terlihat jelas perban meliliti badannya. Menutupi bagian dada sampai pinggangnya. Setiap melihat Kuroko diperban setiap hari bahkan dari pertama ia melihat Kuroko ganti baju, membuat Midorima penasaran. Dalam benaknya Midorima bertanya-tanya kenapa tubuh kuroko bagian itu harus dililiti perban.
"Kuroko," Akhirnya Midorima bersuara, membuat pemilik nama yang dipanggil menoleh kearahnya.
"Ya, Midorima-kun?"
Mendengar Midorima yang lumayan jarang memanggil Kuroko membuat Kise, Aomine, Murasakibara kecuali Akashi menoleh kearah mereka berdua—Midorima dan Kuroko.
"Kenapa kau selalu memakai perban, nodayo?" tanya Midorima. Kini pandangannya tidak lagi pada lucky itemnya, tampi sudah terfokus pada Kuroko yang kini menatapnya masih dalam keadaan setengah telanjang dada, karena ia memakai perban.
Kise yang sudah berganti baju dengan cepat membanting pintu lokernya, "Midorimacchi benar! Kenapa Kurokocchi selalu memakai perban? Apa kau memiliki suatu penyakit?!"
Satu jitakan hinggap dikepala kuning Kise, Aomine yang melakukannya, "Penyakit?! Penyakit apa yang dibalut perban setiap hari?!"
"I-ittai..." Kise mengelus kepalanya.
"Ano..." Kuroko bersuara. "Aku memang sudah biasa memakai perban dari dulu. Rasanya aneh saja kalau aku tidak melilitkan perban ditubuhku." Jawabnya pelan dengan ekspresi datar.
Sambil mengunyah maiubonya, Murasakibara menghampiri tasnya dan duduk sebelah Akashi yang sedang memakai sepatu, "Kuro-chin aneh..."
"Kenapa kau aneh, Kuroko." Ujar Midorima.
Kuroko membalikkan badannya dan menatap lokernya yang terbuka. Melihat kaos dan kemeja putih miliknya, lalu dengan cepat memakainya.
Setelah perkataan Midorima, tiba-tiba ruangan ganti terasa begitu sepi. Tidak ada yang bersuara karena sibuk melanjutkan kegiatan masing-masing. Sampai akhirnya Aomine berdiri dan menghampiri Kuroko yang sudah siap.
"Ayo kita pulang, Tetsu! Aku akan membelikanmu vanilla shake saat perjalanan pulang!" ujar Aomine, lengannya merangkul pundak Kuroko.
Kuroko tersenyum tipis, "Terima kasih, Aomine-kun."
"Sama-sam—"
"Tidak." Tiba-tiba suara dingin terdengar, "Kuroko ada urusan denganku terlebih dahulu. Kau pulang duluan saja, Daiki."
"Hah?"
Akashi berdiri, lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Shintarou, Daiki, Ryouta, Atsushi. Cepat keluar dari sini."
Aomine melepaskan rangkulannya dari pundak Kuroko, "Aku akan menunggumu di depan ger—"
"Tidak perlu." Akashi lagi-lagi memotong perkataan Aomine. "Kau pulang duluan saja, Daiki. Aku yang akan mengantarkan Tetsuya pulang."
Mendengar 'perintah' dari Akashi barusan, Aomine tahu bahwa ia tidak bisa membantah. Akhirnya Aomine dan yang lainnya meninggalkan ruangan ganti.
Murasakibara yang paling terakhir keluar, meninggalkan suara pintu yang bergerak untuk tertutup.
Sekarang, hanya ada Akashi dan Kuroko yang berada pada ruang ganti tersebut.
"Ada perlu apa, Akashi-kun?" tanya Kuroko. Kini iris birunya memerhatikan Akashi yang masih berdiam ditempatnya dan masih dengan posisi berdiri dengan kedua tangan terlipat didepan dada.
"Pertanyaanku sama," Akashi membalas tatapan iris biru Kuroko dengan iris dwiwarna miliknya.
Suasana kembali hening untuk beberapa saat, "Kenapa kau selalu memakai perban?"
Kuroko merasakan tubuhnya sedikit menegang. Ia tahu bahwa pertanyaan barusan bukanlah pertanyaan biasa. Bisa disebut sebagai sebuah perintah. Perintah untuk menjawab pertanyaannya.
Topeng berwajah datar tetap terpasang sempurna di wajah pria berambut biru, "Aku merasa tidak nyaman kalau tidak memakai perban. Makanya aku selalu memakainya."
"Benarkah begitu? Aku tahu kau berbohong, Kuroko Tetsuya. Atau lebih baik namamu diubah menjadi..." Jeda sesaat sebelum Akashi melanjutkan, "...Kuroko Tetsuna."
Kuroko Tetsuna.
Kuroko Tetsuna.
Kuroko...Tetsuna.
Kuroko Tetsuna.
.
.
.
.
Kuroko meringkuk dibawah selimut miliknya. Berharap dunia tidak akan melihatnya. Tamat sudah. Rahasia-nya yang sudah susah payah ia pertahankan semenjak memasuki SMP Teikou terbongkar dengan mudahnya, bahkan sangat mudah oleh kapten tim basketnya.
Pemuda dengan iris dwiwarna dan selalu mengatakan kalau dirinya adalah absolute. Yang lain tidak bukan adalah Akashi Seijuurou.
"Hwaah!" Teriakan terpendam terdengar dari dalam selimut berwarna biru langit. Oke, Kuroko tahu bahwa teriakan barusannya itu terasa memalukan. Seperti bukan dirinya saja.
Tadi, dia pulang diantarkan Akashi dengan keheningan dan ketegangan yang luar biasa, yang tentunya ketegangan itu dirasakan oleh Kuroko seorang. Dan terima kasih untuk Tuhan yang menciptakannya untuk bisa mehanan ekspresi apapun itu. Sehingga ia bisa tetap memasang wajah datar.
Bagaimana ia bisa tidak tegang berjalan dengan seseorang yang telah 'membongkar' rahasia besarnya? Mengingat hal itu, Kuroko semakin ingin membunuh dirinya sendiri sehingga tidak ada lagi yang mengetahui rahasaianya. Semoga saja...
Semoga saja Akashi Seijuurou benar-benar serius dengan janjinya tadi, dimana ia bejanji bahwa ia tidak akan membocorkan rahasianya bahwa ia sebenarnya adalah...perempuan...
Padahal ia sudah yakin penyamarannya itu sempurna. Ia telah memotong rambutnya seperti laki-laki (Dan ibunya mengamuk karena hal itu), lalu memakai seragam laki-laki (guru dan sekolahnya tahu bahwa ia perempuan, namun karena orang tua Kuroko memohon untuk menyamarkan identitasnya—tentu bukan karena kemauan mereka, tapi karena Kuroko yang memohon waktu itu), dan ia rela merasakan sesak setiap hari untuk membebat dadanya yang syukurlah tidak terlalu besar itu dengan perban, dan yang paling menyiksa dari semua itu adalah, berusaha berbicara disekolah dengan suara laki-laki yang diusahakan setengah mati.
Dan Kuroko hanya akan memakai suara perempuannya untuk dirumah. Memakai suara aslinya yang sebenarnya bisa dibilang lembut dan halus itu. Ah, jangankan menjadi perempuan, menyamar menjadi laki-laki saja suaranya sudah kecil. Dan ia berani bersumpah bahwa ia tidak pernah berteriak selama di Teikou.
Teringat kembali perkataan Akashi di ruang ganti tadi sore,
Kuroko terdiam ditempatnya. Kedua matanya sedikit melebar. "Aku tahu kau perempuan, Tetsuya..." Akashi berjalan mendekati tubuh kecilnya, dan Kuroko berjalan mundur, menjauhinya. Namun nasib sial berpihak padanya,ia tersudut. Punggungnya merasakan dinginnya pintu-pintu loker—yang ia yakini terasa dingin karena hawa dingin milik Akashi.
Kedua pasang tangan Akashi berada tepat di masing-masing sisi kepalanya, kedua telapak tangan dingin Akashi bersandar pada pintu loker dibelakang tubuh kecil Kuroko.
"Akashi-kun..."
"Tetsuya. Kau tahu bahwa aku tidak bisa dibohongi. Dan kau tahu bahwa aku tidak suka dibohongi." Kedua iris dwiwarna itu berkilat tajam, "Katakan yang sebenarnya atau aku akan memastikannya sendiri. Tidak peduli bahwa kau menolak sekeras apapun."
Akashi menarik nafas pelan sebelum kembali melanjutkan perkataannya, "Aku janji tidak akan memberitahu yang lainnya, termasuk Daiki, Ryouta, Midorima, dan Atsushi."
Kuroko merasa jantungnya berdetak cepat. terngiang dua kali perkataan Akashi tentang, "Atau aku akan memastikannya sendiri." Maksudnya itu apa? Kuroko merinding, semoga maksud Akahi tidak sama dengan apa yang sedang dipikirkannya sekarang.
"M-Maksudmu apa, Akashi-kun?" tanya Kuroko matanya masih menangkap wajah Akashi yang terlihat serius.
"Aku akan memastikannya sendiri. Itu jika kau tidak mau jujur." Akashi mendekatkan wajahnya pada wajah Kuroko yang terlihat pucat, "Aku akan memastikannya dengan menelanjangimu."
"Uaaah!" Terdengar lagi teriakan tertahan dari dalam selimut. Nafas berat keluar dari mulut kecil pemilik rambut biru yang masih tahan menyembunyikan dirinya. Masih jelas. Bahkan masih segar dipikirannya saat Akashi mengucapkan hal tersebut. Kalau ia tadi tidak segara menjawab jujur ia pasti sudah tamat riwayatnya. Bisa dipastikan esok hari telah ada kabar bahwa Kuroko Tetsuna meninggal karena bunuh diri akibat merasakan malu yang luar biasa karena ditelanjangi kapten tim basketnya sendiri.
Kuroko sedikit melongokkan kapalanya keluar selimut, rasanya mendekam didalam selimut membuatnya terasa akan mati kekurangan oksigen. Menghirup udara segar, sedikit membuatnya sedikit tenang. Akibatnya teringat olehnya dengan sisi baik Akashi tadi, bahwa Akashi mengatakan bahwa ia akan menjaga rahasianya dan tidak mengeluarkannya dari tim basket. Karena bagaimanapun juga, tujuan Kuroko menyamar adalah agar ia bisa masuk ekskul basket di Teikou yang terkenal kuat. Namun rupanya masih sempat juga ia berfikir hal yang buruk lagi, ia masih sangat ingat ketika Akashi mengatakan, "Karena telah membohongiku, jadwal trainingmu kutambah tiga kali lipat."
Menyeramkan bukan? Rasanya seperti ditunggu Neraka setelah mendapat perkataan seperti itu. Terutama dari mulut seorang Akashi Sejuurou yang terkenal dengan kesadisannya dalam memberi hukuman.
Dan beginilah akhirnya, rahasianya terbongkar, Neraka menunggunya, dan blahblah. Rasanya Kuroko tidak mau mengingatnya.
Tidak terbayang oleh Kuroko kenapa kapten tim basketnya tersebut bisa mengetahui rahasianya. Ia telah bertanya pada Akashi namun pemuda yang mengaku-ngaku selalu benar itu tidak mau memberitahunya. Ia hanya diam dan seolah tidak mendengar pertanyaan dari Kuroko dan langsung pergi begitu saja. Tapi gara-gara itu juga, Kuroko menduga bahwa Akashi jangan-jangan memang benar-benar menelanjanginya.
"Uh.."Kuroko mengeluh. Lalu berusaha untuk duduk dan menyandarkan dirinya pada kepala ranjang. Ia sibak selimut dari seluruh tubuhnya, memperlihatkan paha putih mulusnya akibat hanya memakai celana pendek yang pendeknya hanya setengah pahanya saja.
Tak terasa air mata jatuh dari kedua matanya. Tak bisa dipungkiri bahwa rasa sedih menghampirinya sekarang, ntah kenapa hidupnya terasa tidak akan terasa nyaman untuk kedepannya. Walau sebenarnya hanya beberapa bulan lagi ia keluar lulus dari SMP Teikou.
.
.
.
.
.
.
Kelulusan dari SMP Teikou sudah terlewat lumayan lama. Dan disinilah dirinya sekarang. Berdiri sambil dihujani kelopak bunga Sakura di dalam sebuah area sekolah.
Seirin Senior High School.
Ia tidak yakin pilihan SMA-nya ini adalah pilihan yang tepat, ia masih ingat pesan mematikan yang diucapkan Akashi secara langsung saat hari terakhir di SMP Teikou.
Yang kalau Kuroko ingat, akan membuatnya gemetaran untuk masuk SMA yang ada dihadapannya sekarang ini.
"Tetsuya." Suara Akashi yang menyebut namanya terdengar sangat dalam dan santai namun mampu membuat hawa di lorong sepi yang mereka berdua berada terasa sangat menyeramkan.
"Ada perlu apa, Akashi-kun?"
"Kau harus masuk Rakuzan Senior High School."
Mendengar hal tersebut, Kuroko tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya, "T-Tapi? Maksudnya apa Akashi-kun?" Bahkan suara perempuannyalah yang keluar.
"Kalau kau tetap satu sekolah denganku, aku jamin rahasiamu akan aman sampai kapanpun, Tetsuya. Tapi kalau kau berbeda sekolah denganku, aku yakin kau akan mendapat hal buruk."
"Ta-Tapi—"
"Tidak ada tapi-tapian. Ini perintah." Ujar Akashi dengan penekanan walaupun ekspresinya datar. Lalu ia mengambil langkah dan meninggalkan Kuroko. Meninggalkan Kuroko dan keterkejutannya.
"Kau akan tahu akibatnya kalau tidak mau menuruti perintahku."
Setelah 'mantan' tim basket Teikou itu hilang dari lorong sepi dan pandangan Kuroko, Kuroko terjatuh dan terduduk. Tidak percaya kaptennya akan berbicara seperti itu. Beserta memikirkan perintahnya, "Kau harus masuk Rakuzan Senior High School."
Kuroko merasakan bulu kuduknya beridiri. Bayangkan, Neraka apa yang akan menunggunya? Ia telah melanggar perintah sang kapten, dengan memasuki Seirin Senior High School. Ntahlah apa yang akan terjadi jika Akashi tahu bahwa ia tidak masuk Rakuzan.
"Klub basket! Ayo gabung Klub basket!"
Lamunannya bubar saat mendengar teriakan barusan. Teriakan yang menawarkan untuk gabung dalam tim basket...SMA Seirin. Iris birunya menatap seorang pemuda yang anehnya mirip dengan kucing sedang mengangkat atau lebih tepatnya menunjukan kertas dimana bertuliskan 'Klub Basket'.
Kuroko mengelus tengkuknya sebentar—tetap dengan wajah datarnya—, terasa olehnya angin musim semi meniup-niup lehernya yang terekspos jelas. Padahal sempat ia merasakan rambutnya yang panjangnya hampir sebahu menutupi lehernya selama kurang lebih sebulan. Karena selama liburan menunggu masuk SMA ia sempat memanjangkan rambutnya.
Ia pun mengambil buku kecil dari sakunya, dan membukanya sembarang karena ia tidak ada niat untuk membacanya, ia hanya menggunakan buku itu untuk mengalihkan perhatiannya dari ancaman Akashi tadi.
Setelah cukup yakin, ia mulai melangkahkan kakinya menuju pendaftaran 'Klub Basket Seirin.'
Dan tetap membawa nama samarannya, Kuroko Tetsuya.
.
.
.
.
.
.:TBC:.
Akhirnya, fanfic pertama Kurobasu pertama saya selesai juga. Fiyuh :D
Sepertinya ada yang keberatan dengan Fem!Kuroko, ya? xD Gomen minna-san jika tidak suka, sebenarnya saya juga kurang suka pada awalnya, tapi kemarin –baru kemarin—saya melihat Doujin blahblahxFem!Kurokoxblahblah yang bertemakan r18, semenjak itu saya mencintai Fem Kuroko #saltocantik *abaikan*
Tadinya juga FF ini akan saya buat dengan rate M karena terinspirasi dari doujin tersebut, tapi sepertinya saya tidak mau berbuat dosa di tahun 2014 ini minna-san -_-v *walau tidak yakin* #dilemparguntingmerah
Kalau cerita diatas membingungkan, bilang saja ke saya lewat review dan bilang saja jika ada kesalahan dalam penulisan, dan lain-lain. Karena bagi saya itu sangat membantu, Asalkan jangan berbentuk flame, ya.
ohya, saya ingin mengucapkan,
"HAPPY NEW YEAR 2014~!" #TEBARBUNGA :D
Oke, Review kudasai^^
