Beautiful Reminiscences
Beautiful Reminiscences
Author : play me 'til noon
Rate : T ? M ?
Disclaimer: Mas Kishimoto yang jauh di Jepang sana... qu pinjem dulu ya!
Warning: Shounen-ai, AU-ish (dibandingkan di manganya sekarang).
A/N : Homophobes ga dianjurkan baca . Yang nggak suka angst, fluff, twisted story, dan chapters story juga mendingan ga baca. Pairingnya ... saya bingung mau jadiin NaruXGaa atau NaruXSasu ? Ya sudah deh, liat nanti aja.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0oo0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o
1st piece/ awkward start
0o0o0o
Apa yang terjadi di ulang tahun mu yang ke 16?
Banjir kado ? Ada kue ulang tahun tiga tingkat ? Pesta kejutan ? Kios ramen dekat rumah memberimu voucher gratis makan ramen setahun ?
Atau...
Pengumuman kau (lagi-lagi ) harus pindah rumah ...?
0o0o0o
"Guru Iruka...! Ayolah, batalkan saja ya ? Ya?"
Laki-laki dengan codet di hidung itu tersenyum paham melihat tingkah cowok remaja yang sedang merajuk di hadapannya itu. Tak kelihatan kalau 2 minggu lewat bocah pirang itu sudah berumur 16 tahun.
"Naruto, dengarkan ya... –ehem. Hal ini tidak bisa dibatalkan lagi. Kau sudah sekitar 2 minggu resmi pindah ke sini dan –aku sudah cerita sebelumnya, kan?- aku sudah mendaftarkanmu jauh beberapa bulan sebelumnya, jadi mengapa kau harus menolak ?"
Naruto merenggut sesaat sebelum menjawab, "Tapi aku TETAP TIDAK MAU masuk SEKOLAH itu!"
"Kenapa ?" Iruka masih mencoba bersabar. Padahal Naruto yang sedari tadi menghalangi pintu keluar bisa saja membuatnya terlambat kerja.
"Guru... kau tahu kan aku tidak suka sekolah ? Selama ini kan aku sekolah di rumah denganmu dan anak-anak lainnya di desa kiri.."
"Itu kan dulu, kamu sekarang sudah di Konoha, Naruto. Dan sekarang kamu benar-benar dibawah pengawasanku , tanggung jawabku. 100. Lagipula, kamu dulu sempat sekolah biasa saat masih di Suna kan? Kamu juga pernah menetap di Konoha... dulu sekali. Kamu pasti tidak ingat," Iruka terdiam sebentar, "Kamu pasti baik-baik saja di sekolahmu yang sekarang ."
"Tapi saat di Suna aku masih kecil, masih sekolah dasar. Toh soal aku pernah tinggal di sini juga aku tidak ingat. Guru...!! Aku tidak mau ke sekolah formal begitu!"
Iruka merasa kepalanya berputar. Naruto yang ngotot begini... dia harus hati-hati menghadapinya.. harus..
Naruto masih mencoba memberikan alasan, "Apa sekolah mahal itu nggak memberatkan guru?"
"Tidak, Naruto. Terserah dengan biaya atau apa, aku hanya ingin kamu sekolah. Sekolah di tempat itu. Lupakan sekolah rumahan yang selama ini kamu lakukan saat di Kiri, lupakan gadis bernama Sakura atau apalah itu... Kamu tidak akan bisa menemuinya dalam waktu dekat ini... Ya sudah, permisi, aku mau berangkat kerja-"
Iruka berkata panjang lebar dengan nada menegaskan yang lembut. Ia yakin Naruto akan mengerti. Dia telah setengah melangkah keluar dari rumah sebelum mendadak Naruto bereaksi diluar dugaannya...
"HEEH? Maksud guru Iruka bicara melupakan Sakura... tidak bisa bertemu Sakura sementara waktu itu apa? KOK BEGITU??"
Iruka garuk-garuk kepala, bingung. "Bukannya aku sudah pernah menjelaskan padamu. Sekolah mu yang sekarang adalah sekolah khusus laki-laki dan wajib asrama untuk yang SMA nya... Masa kau tidak ingat??"
Naruto bengong . Dia benar-benar lupa .
Cowok semua? Asrama?
...
Dan... apa kata guru terakhir tadi sebelum pergi?
Berangkat malam ini?
Geez!
Dia terlalu sibuk protes selama ini sampai lupa kemungkinan berhasilnya yang tipis tidak bisa membatalkan rencana guru Iruka!
0o0o0o
Memasuki pintu gerbangnya saja, Naruto sudah gatal-gatal.
Nggak, bukan karena ada ulat bulu yang nemplok ketiup angin musim gugur .
Tapi karena sekolah ini... asli LEBAY!
(kayak Naruto tingkah nya nggak lebay aja..)
Seumur hidup Naruto belum pernah melihat segala kemewahan yang sekarang terhampar jelas di depannya. Segala kemewahan, segala sesuatu yang berlebihan.
Di antara pintu gerbang dan bangunan asrama (yang lebih mirip puri) terdapat taman, yang katanya dan kayaknya benar, seluas 600 meter. Lengkap dengan segala lampu taman berukiran detail, 2 kolam air mancur, berbagai pohon cantik di tepi dan beberapa gazebo anggun yang mengingatkan Naruto pada model dekor tempat pernikahan di desa Kiri dulu.
Bahkan, ujung-ujung tertinggi gerbangnya... dilapisi emas?
Betulkah guru Iruka punya uang sebanyak itu untuk menyekolahkannya?
Kayaknya nraktir ramen daging deluxe aja agak pelit deh...
Mata masih mendadak celong melihat segala kemewahan mendadak ini, tahu-tahu dia sudah disuruh turun dari kereta kuda dan ikut Iruka masuk ke dalam.
Disambut oleh seorang perempuan berambut hitam pendek, yang meminta mereka langsung menuju ke ruang kepala asrama, Naruto jadi deg-degan sendiri.
Apakah ia sudah berpenampilan cukup rapi ? (jumpsuit item-oren kan rapi...)
Apakah badannya tidak bau ? (sip, udah mandi kembang 7 rupa)
Apakah seluruh administrasinya tuntas ? (nggak ngerti begituan, itu kan urusannya guru.)
Apa nanti ada tes intelegensia ? (jangan donk! Ntar ketahuan begonya nih gua ...)
Apakah kepala asrama nya cakep? (lumayan kan, buat digebet...)
Dan yang paling penting ...
Apa beliau rajin bayar pajak ?
(ada hubungannya kok teman-teman, anak murid mana yang nggak malu kalau gurunya ketahuan korup pajak?)
"Naruto? Kau gugup?" Iruka bertanya. Padahal mereka cuma berjalan lurus saja karena ruangan kepala asrama itu ada di lantai 1, tapi kok agak lama ya sampainya? "Tenang saja dia orang yang baik. Oh ya, nanti jangan tersesat ya. Gedung ini asrama untuk anak kelas 10-11 saja lho! Namanya asrama A. Masing-masing anak dapat kamar sendiri. Atau ada juga yang berdua."
Okay. Pemborosan tempat yang kelewatan
Satu gedung 5 lantai sepanjang ini, seluruh penduduk desa juga bisa tinggal di sini saja deh.
"Yak, siapkan dirimu Naruto," guru Iruka yang tadinya berjalan disamping Naruto kini beringsut ke belakangnya, "Pasang senyum yang sopan, jaga sikap..." guru Iruka membukakan pintu dari belakang tubuh Naruto.
Krek!
Pintu dibuka... dan
Eh? Kok nggak ada orang ...?
Ini kenapa lagi... guru Iruka mendadak tegang begini di balik punggung ku?
Di ruangan itu cuma ada beberapa meja kecil, 1 rak buku, 1 meja kerja utama dan kursi hitam yang membelakangi pintu disertai 1 sofa untuk tamu.
Guru Iruka kayaknya lebih gugupan dari aku deh... kenapa sih?
Mendadak kursi hitam itu berputar.
Menunjukkan sosok si kepala asrama A. Rambut perak, masker yang menutupi mulut dan head protector yang setengah turun menutupi mata.
Dia beranjak berdiri dengan elegan. Ala aristokrat.
Sangat elegan. Naruto sampai pengen bisa bersikap seperti itu.
Lalu...
...dia berlari ke arah Naruto dan (tepatnya) Iruka...
...dengan tangan terbuka... sambil bilang,
"Lumba-lumba! Astaga lumba-lumbaku! Datang juga..."
Mendadak si paman rambut perak berubah image.
... jadi persis seperti brontosaurus yang sudah punah.
Tadinya saja kalem dan cool, begitu hujan asam datang ...
...bringas dan ilfeel-in nya nggak kalah sama T-REX.
Refleks Naruto menutupi guru Iruka yang rupanya sudah firasat bakal 'diserang' begini.
"Ka.. Kakashi, ini Naruto." Iruka memajukan Naruto lewat dorongan di pundak. Daripada dibilang 'memperkenalkan', Iruka lebih tepat dibilang'menawarkan'.
"Eh... iya, saya Naruto. Senang bertemu dengan Pak Kakashi." dengan setengah bingung dan senyum terpaksa, Naruto menjulurkan tangan untuk bersalaman. Takut-takut orang didepannya berubah image lagi...
Dan mendadak ...
Hujan asam nya reda..
Brontosaurus kembali makan rumput...
Mengunyah bak Paris Hilton...
Yang seakan lupa ingatan habis bermalam sama laki orang...
Yah sudahlah.
Lupakan perubahan image besar-besaran di awal masuk tadi. Apapun maksudnya itu. Toh begitu sudah duduk berhadapan membicarakan perihal kedatangan Naruto sebagai murid baru, si Om Kakashi ini langsung kembali ke fase awal, kalem dan elegan.
Sekalipun, Naruto –yang duduk disamping Iruka- dapat merasakan awan aura aneh bertajuk, 'TAHAN DIRI ANDA, LIHAT SITUASI! ADA ANAK-ANAK!' mengambang diantara 2 orang dewasa ini.
"... Ya, jadi perkenalkan sekali lagi, aku Hatake Kakashi , pengawas asrama A. Kamu Naruto kan?"
Perkenalan ulang yang penuh basa-basi.
"Konoha College berdiri berdasarkan kerja sama pemerintah dua wilayah yaitu Konohagakure dan Sunagakure dengan tujuan mengembangkan generasi masa depan yang lebih baik. Terdapat tingkatan SMP hingga Universitas. Dimana hanya Universitas yang terbuka bagi siswi perempuan, itupun baru mulai 2 tahun lalu. Dari usia dan pengalaman belajarmu , telah diputuskan kamu akan menempati kelas 10. Semua buku pelajaran dan seragam telah disiapkan, silahkan cek kamarmu nanti. Oh ya, kamarmu ruangan 18 di lantai 4... jadi nomor 418.." Kakashi menjelaskan seraya membuka berkas-berkas sehubungan murid baru.
Nampaknya penjelasan Kakashi berhenti sampai di situ. Karena detik berikutnya, Naruto menyadari mata si pengawas asrama ini melihat ke arah guru Iruka terus. Sementara guru Iruka, berulangkali memutar bola matanya, bersikap seolah tatapan intens itu hanyalah kolak ilusi di bulan puasa. Fana, tidak boleh ditanggapi.
"Sudah nih penjelasannya?" Naruto dengan sengaja memecah keheningan yang canggung itu.
Mata Kakashi mengedip sekali. Bahkan saat datang interupsi mengagetkan begini pun, jaim nya tetap sempurna.
"Apa ada yang kurang jelas?"
"Hmm, kapan aku mulai ikut pelajaran?"
"Besok. Pelajaran mulai jam 6.40," Kakashi menjawab singkat.
"Apa?! Besok kan hari minggu!" Naruto setengah berdiri dan menggebrak meja. Iruka lantas menariknya ke posisi duduk semula seraya menunjukkan raut 'jaga sikapmu Naru.'
Siapa juga yang tidak kaget. Perjalanan ke sekolah ini saja sudah cukup melelahkan. Sekalipun namanya Konoha college, lokasinya jauh dari pusat wilayah. Lokasinya dekat perbatasan Suna-Konoha. Belum lagi bawaan lahiriah Naruto yang malas belajar dan aslinya memang emoh masuk sekolah elit ini . Dan dengan gampangnya orang ini memutuskan ia langsung belajar besok? Di hari minggu dimana biasanya ia bangun siang dan main seharian penuh? Sekarang saja sudah 23.20, sudah hampir minggu tahu!
Kakashi terkekeh kecil. "Santai saja. Itu jam bel berbunyi. Sekolah ini bersistem fleksibel, kau ikut jam pelajaran sesuai kesepakatan kelas sendiri-sendiri, lihat kertas jadwalnya di mejamu. Biasanya tidak ada kelas yang memasukkan pelajaran-pelajaran berat di hari minggu, jadi kau bahkan bisa kembali ke asrama sebelum lewat tengah hari."
"Oh begitu." Naruto membalas singkat. Bingung mau berekspresi apa. Karena dalamnya tetap saja ia masih berdebar-debar menjalani hari-hari sekolahnya di sini. Bahkan sistem belajar yang tadi disebutkan pun terkesan begitu asing baginya.
" Ya, ya. Nampaknya memang agak berat ya bicara pada orang yang jauh lebih tua seperti aku ini..." Kakashi tersenyum-senyum menghadapi Naruto.
"E-eh! Bukan seperti itu... maaf saya,"
"Sudahlah. Tidak apa." Kakashi memotong perkataan Naruto dengan senyum yang masih bertahan di tempatnya, "Silahkan ke ruangan sebelah. Aku sudah sengaja mempersiapkan seseorang untuk memperkenalkan segala sesuatunya lebih jelas untukmu."
Naruto berdiri dengan canggung dari sofa. Entah bagaimana, nuansa pada suara Kakashi terdengar berbeda.
Baru ia mau menuju pintu masuk tadi, tiba-tiba Kakashi bicara lagi, "Lewat pintu disamping rak buku saja, Uzumaki Naruto. Sekalian bawa kopermu, nanti orang itu akan mengantarkanmu ke kamar –koper Iruka biar nanti saja-"
Naruto melangkah tanpa suara. Nada Kakashi saat bicara memang terdengar biasa saja. Namun... tidak tatapannya kepada Iruka saat ini.
Sinar apa itu di mata Guru Kakashi?
...dan...
kok... ada bersit pink begitu di pipi guru Iruka?
Heh??
"Baik-baiklah dengannya, dia ketua OSIS untuk tahun ini,"
seperti sadar diperhatikan, Kakashi beranjak berdiri dan berjalan mengantar Naruto ke pintu penghubung yang sengaja ia bukakan, "Mungkin agak sulit dimengerti tapi dasarnya... dia cocok denganmu."
0o0o
Ruangan yang ini berbeda dengan ruangan yang tadi. Sama-sama terlihat tipe ruangan satu pribadi sih, tapi yang ini nggak mirip ruang kerja. Lebih mirip perpustakaan pribadi.
Banyak rak-rak buku yang tinggi. Satu ruangan itu penuh sama rak saja. Furnitur lainnya di ruangan berkarpet merah dengan ukir-ukiran rumit itu pun hanya ada 2 sofa personal ukuran king size, 1 TV layar datar super besar, dan 1 tungku perapian.
Benar-benar tempat yang nyaman untuk menyepi.
Lalu, mana ketua OSIS sekolah elit ini?
"Ha –halo ?"
Sunyi sesaat. Naruto nggak mau maju ke tengah ruangan bundar ini. Takut-takut nanti ada kejutan yang bikin ilfil seperti di ruangan Guru Kakashi.
Secepat kilat sekelebat bayangan muncul dari atas...
Sesosok pemuda kini dengan wajah tepat di sisi wajah Naruto.
Hanya saja posisinya... tergantung terbalik.
"Halo," suara yang tipis itu menyapu telinga dan pipi Naruto dengan hangat.
Naruto terkaget-kaget dan hampir berteriak sekeras mungkin tepat setelah ia menyadari pemuda itu menyapanya dalam posisi yang aneh.
Dan dengan wajah yang (terlalu) dekat.
"Uwwaa!" Naruto terjungkal-jungkal ke belakang. Terlalu kaget.
"Aduh!" Naruto mengusap-usap kepala dan bokongnya. Dia memang kalau kaget jadi suka norak sendiri. Padahal Guru Iruka sudah berpesan padanya untuk bersikap baik seperti layaknya cowok-cowok elit di sini. Haah... entah bagaimana nasibnya nanti.
"Berdiri?"
Tiba-tiba saja cowok itu sudah mendaratkan kakinya ke tanah dan mengulurkan tangannya ke arah Naruto. Tapi penawaran bantuan apa itu?
'Berdiri?' ... ?
Bukankah seharusnya , 'Bisa berdiri?' , begitu?
Atau jangan-jangan maksudnya menyuruh berdiri ? Tapi kok pakai nada tanya ?
Namun, tahu-tahu Naruto sudah ditarik berdiri. Satu tangan cowok itu menarik tangannya sementara tangannya yang satu lagi menyilang di punggung Naruto. Seakan menjaga agar anak baru yang tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri itu tidak kaget seperti sebelumnya.
"Terima kasih. Hehe." Naruto berucap. Mata cowok itu seperti mengingatkannya kepada seseorang.
"Hn."
Naruto mengernyit menerima jawaban ogah-ogahan seperti itu. Apalagi begitu melihat cowok itu langsung berbalik badan dan naik ke tangga (1) (yang rupanya tempatnya tadi mengaitkan kaki waktu menyapa Naruto dalam posisi terbalik ke atas).
"H-hey!"
"Hm?"
"Apa kamu ketua OSIS seperti yang tadi dikatakan Guru Kakashi? Bisa turun sebentar tidak? Ada yang mau kutanyakan nih!" Naruto setengah berteriak karena tadi cowok yang kini ada di bagain rak paling tinggi itu tidak juga menoleh ke arahnya.
Cowok itu melirik sedikit dari buku yang dibacanya. "Ya, itu aku yang disebutkan Guru Kakashi. Apa?"
Hah? 'Apa' apaan sih?
...
Oh. Yang mau aku tanyakan itu ya maksudnya?
"Tapi bisa tidak kau turun sebentar?"
Cowok itu memandangnya lama. Lalu turun dengan ringan.
Tanpa tangga.
Lalu buat apa tadi dia (sok) mengurusi tangga begitu ? Naruto berucap dalam hati.
Dalam gerakan yang halus, dengan cepat cowok itu sudah ada di dekat Naruto. "Kau tahu, tak sopan anak kelas sepuluh bicara sekeras itu pada anak kelas sebelas. Ada apa?"
Oh iya juga ya, sudah jadi ketua OSIS berarti paling tidak sudah kelas 11.
Eh..? Senyum apa itu?
Baru kali ini Naruto betul-betul melihat apa yang dikatakan orang dengan senyuman 'maut'
Pakai tanda petik, supaya ambigu.
Karena nyatanya, selain senyuman itu maut dalam artian mempesona luar biasa (yah, meski sama-sama cowok pun Naruto tak bisa memungkirinya) , senyum itu juga maut dalam artian sebenarnya...
... mematikan .
...berkabut, tapi memberikan batasan kuat sampai mana kau bisa ikut campur dengannya.
Dan sekali lagi hal itu terjadi.
Mata laki-laki di hadapannya mengingatkan Naruto pada seseorang...
Sakura –kah ?
Warna mata mereka sama tapi... bukan itu .
"Ah, akhirnya turun juga. Maaf,maaf. Aku hanya ingin tahu siapa namamu? Aku Naruto. Uzumaki Naruto" dengan percaya diri Naruto menggenggam tangan yang putih bak porselen itu.
Laki-laki itu menatap tangannya yang digenggam Naruto, lalu berpindah ke wajah Naruto yang dihiasi senyum lebar. Namun ia tidak menarik tangannya. Sebaliknya setelah mendengar nama itu, mendadak matanya –yang tadinya beku- terbelalak. Sedikit. Naruto bahkan tidak yakin apa terbelalak adalah kata yang pantas.
"Gaara."
"Ga-a-ra?" Naruto mengeja nama itu perlahan. Tanpa sadar tindakan sederhananya berefek luar biasa pada orang ini. Sekalipun yang bersangkutan diam saja. "Gaara saja ?"
Gaara tidak menjawab. Ia justru memalingkan wajah dan bertanya, "Apa penjelasan Guru Kakashi sudah jelas semuanya untukmu?"
"Hmm... sudah, sih. Hey, hey, apa ada penjelasan tambahan mungkin?"
"Tidak ada. Bawa tasmu, akan kuantar ke kamar."
Perubahan sifat yang mendadak.
Mata yang mengingatkannya pada seseorang...
...pada sesuatu.
Belum-belum, sudah ada hal yang menyita perhatiannya begini...
0o0o
(Lapangan basket, jam yang sama)
"Sasuke, apa kau tahu besok akan ada kehadiran murid baru di sekolah ini ?"
Yang dipanggil Sasuke menoleh dengan cuek. Wajahnya yang mengkilat basah oleh keringat tetap menunjukkan garis ukir yang indah dan menawan. "Oh, ya? Masuk kelas mana?" tanyanya seraya mengusap-usap rambut nya dengan handuk.
Laki-laki berkacamata hitam berwajah datar yang tadi bicara dengan nada rumit itu melengkapi keterangannya, "Kelasmu. 10-F! Rambutnya pirang, kulitnya coklat. Hmm, jenis langka..."
Tanpa mempedulikan ocehan temannya, Sasuke beranjak untuk keluar dari court sambil membawa tas dan headbandnya. Meninggalkan Shino dan beberapa teman lain yang masih tertarik dengan topik murid baru.
Pada nyatanya, bukannya ia tak peduli sama sekali.
Mengingat ini adalah anak baru ... (yang baru masuk 6 bulan setelah tahun ajaran dimulai –april-) tapi mengapa masuk kelas F ?
Apakah anak ini...?
"Che!"
Sasuke melupakan pikirannya dan melanjutkan membuka pintu asrama.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o 1st piece's status : done 0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0
(1).Tangga yang Aria maksud itu tangga yang biasa buat masang lampu itu lho. Kan bisa juga tuh buat ambil barang di rak-rak tinggi kayak di film Harry Potter...
Yup, walaupun kayaknya belum keliatan apa-apa disini, saia tetap minta ripiu nya yah! Komentar, saran, kritik, pujian,... ya asal bukan flame deh! Seiring berjalannya cerita, nanti pairingnya juga jadi jelas sendiri kok. (mudah-mudahan...) Peace! 4ria.
