Winter In London
Cast : Kim Jaejoong (23 years old)
Jung Yunho (25 years old)
Shim Changmin (23 years old)
Kim Hyun Joong (25 years old)
A Yunjae Fanfiction by Duckymomo
Warning inside!
London,23 December 2013
Seperti biasa, musim dingin selalu menjadi musim yang paling dinantikan semua orang setelah musim panas yang memberikan begitu banyak hari libur untuk mengistirahatkan diri dari semua rutinitas. Begitu juga bagi seorang pria berwajah rupawan dan cantik berusia 21 tahun yang kini tengah memandangi salju yang turun dari balkon rumahnya di lantai 2. Sebut saja nama pria itu Kim Jaejoong, seorang mahasiswa semester akhir S1 jurusan seni musik sekaligus pemilik café di ujung jalan Saint Ives di dekat kampusnya yang selalu ramai oleh pengunjung yang kebanyakan mahasiswa.
Dan seperti kebanyakan musim dingin lainnya yang ia lalui nyaris 7 tahun di London, tak ada yang special tahun ini. Yeah, setidaknya belum. Meski beberapa pria dan wanita di kampusnya sudah mencoba mengajaknya untuk berkencan atau sekedar jalan-jalan di malam natal, namun Jaejoong menolaknya dengan alasan ia harus mengurusi cafenya.
"Hyung! Jaejoong hyung!" teriak seseorang. Tanpa menoleh pun Jaejoong sudah tau siapa pemilik suara itu. Siapa lagi yang berani masuk ke rumahnya tanpa izin. Kalau bukan Shim Changmin, teman akrabnya yang setingkat dibawahnya dan kebetulan satu jurusan–seni musik– yah paling Choi Seunghyun –tetangganya sekaligus mahasiswa jurusan S2 kedokteran penyakit dalam yang rumahnya hanya berjarak lima rumah dari rumah ini. Yup! Dan entah karena kebetulan atau apa, kedua orang yang telah Jaejoong anggap sebagai sahabatnya adalah orang berkebangsaan Korea Selatan. Jaejoong sudah akrab dengan Seunghyun sejak ia berusia 16 tahun, saat ia baru pertama kali masuk SMA di London. Sedangkan dengan Shim Changmin, ia baru akrab 2 tahun yang lalu karena kebetulan saat itu mereka satu kelas.
"Ya! Jaejoong hyung! Kenapa kau diam saja saat aku memanggilmu? Apa kau sedang galau, huh?" goda Changmin begitu ia menemukan Jaejoong. Usianya yang terpaut 6 bulan dari Jaejoong membuatnya harus memanggil Jaejoong dengan embel-embel 'hyung'.
Jaejoong hanya melirik Changmin dengan pandangan malas. Ogah meladeni obrolan bocah itu dan kembali memandangi jalanan didepannya yang sudah tertutup salju nyaris semata kaki. "Ada apa kau kemari, eoh? Jangan bilang kalau kau kesini karena mau makan" tebak Jaejoong. Ia tau kebiasaan buruk Changmin. Jika dia kelaparan, dia pasti akan menghampiri Jaejoong dan merengek minta dimasakkan makanan. Padahal di flatnya sendiri ia memiliki dapur sederhana. Tak jarang Changmin menginap di tempat Jaejoong dengan modus mengerjakan tugas bersama karena dia tak ingin kelaparan di malam hari.
"No. Off course not!" ujar Changmin sembari tersenyum malu karena Jaejoong yang sangat hafal akan kebiasaan buruknya. "Sepupuku datang kesini. Yeah kau tau kan kalau apartemenku cuma muat untuk satu orang. Jadi….bisakah dia menginap disini? Sekalian kau mengajaknya jalan-jalan. Yeah, mumpung liburan apa salahnya sih?" cerocos Changmin panjang lebar. Flatnya memang bukan flat murahan yang kumuh dan sempit, namun karena kemalasan Changmin dan juga 'kesederhanaannya' jadi ia hanya menempatkan 1 buah tempat tidur single, 1 set meja belajar dan dapur mini yang fungsinya jadi satu dengan ruang tamu. Tidak ada sofa. Tidak ada karpet. Hanya ada sebuah TV kuno berukuran 21 inch yang ia dapat dari toko barang bekas saking jarangnya ia nonton TV.
"Ya! Kau kira rumahku ini hotel, apa?! Dan memangnya aku ini tour guide?!" omel Jaejoong. "Kenapa dia tidak mencari hotel saja?!"
"Ayolah, hyung! Sudah dari kemarin aku mencarikan hotel untuknya, bahkan motel, tapi semuanya sudah penuh! Masa iya aku mau menyuruhnya tidur di jalanan? Memangnya dia gelandangan?!" cerocos Changmin tak mau kalah.
"Rumah kosong" ujar Jaejoong santai.
"Ya! Itu kan rumah hantu!" omel Changmin sembari bergidik ngeri membayangkan rumah besar yang berjarak dua blok dari tempat Jaejoong tinggal. Dari luar saja sudah kelihatan menyeramkan. "Ayolah, hyung. Kau tidak kasihan kepadaku? Kalau ibuku sampai tau masalah ini, matilah aku! Pasti satu keluarga besar akan memarahiku" ujar Changmin dengan nada memelas sembari menarik-narik ujung baju Jaejoong layaknya anak kecil.
Jaejoong tak mengabaikan Changmin dan malah melengos pergi ke dalam, membuat dua gelas cokelat hangat. "Ini minumlah" Jaejoong menyodorkan mug berisi cokelat hangat hanya agar Changmin diam.
Changmin menerima mug itu, namun tak langsung meminumnya. Kalau hati sedang tidak tenang, makanan apa pun pasti akan terasa hambar. Begitu motto aneh yang dipegang Changmin. Berbeda dengan Changmin, Jaejoong tenang-tenang saja dan langsung menenggak cokelat hangatnya sampai setengah karena merasa risih dengan Changmin yang sedari tadi terus memandanginya.
"Jawabanku tetap tidak. Lagipula aku ingin melalui liburanku dengan tenang" ujar Jaejoong.
BRUK
Changmin tiba-tiba saja berlutut didepan Jaejoong. "Hyung, kumohon selamatkan aku kali ini saja. Aku tak akan melupakan jasamu jika kau bersedia menyelamatkan nyawaku. Hanya 1 minggu, hyung" ujar Changmin sembari menautkan jari jemarinya dan memejamkan matanya didepan Jaejoong.
Jaejoong menghela nafasnya melihat kelakuan Changmin. Ia tau namja yang berusia enam bulan lebih muda darinya ini tak akan berhenti mengusiknya sampai ia mendapatkan keinginannya. "Huh….okay, okay! But just this time! Aku tidak peduli jika lain kali keluargamu yang datang kemari dan kau tidak mendapat hotel sekalipun!" ujar Jaejoong sambil memandangi Changmin kesal.
"Aaaa! Thank you, hyung!" teriak Changmin yang langsung berdiri dan….
"No hug!" Jaejoong mendorong jidat Changmin saat melihat bocah itu akan memeluknya.
XoXoXoXo
London Heathrow International Airport
Dengan kesal, Jaejoong berdiri di bagian penjemput di bandara sembari membawa sebuah banner berwarna putih dengan tulisan hangeul 'Jung Yunho'. Dia sudah mendumel tak jelas di dalam hati dan bersiap mengomeli Changmin habis-habisan. Gara-gara namja kelewat jangkung itu disinilah ia berada! Pagi-pagi buta Changmin menelponnya dan mengatakan kalau ia tengah pergi ke Hamilton di Inggris Utara karena ada urusan mendadak dan menyerahkan 'tugas mulia' ini ke Jaejoong.
"Awas saja kalau aku bertemu denganmu! Akan kuhabisi kau, Changmin!" gerutu Jaejoong dalam bahasa korea. Beberapa orang disampingnya menoleh saat ia mengomel dengan bahasa tersebut.
Angin dingin di bulan Desember bertiup pelan, menerbangkan butir-butir putih salju yang seringan kapas dan menerpa kulit wajah Jaejoong yang seputih porselen. Sepasang doe eyes itu dengan teliti mengamati satu persatu wajah yang keluar dari pintu kedatangan. 'Namanya Jung Yunho. Cari saja orang Korea yang berwajah tampan', kata-kata Changmin terngiang-ngiang di telinga Jaejoong. Dan sayangnya kata-kata tersebut sama sekali tak berguna bagi Jaejoong. Karena pasalnya tak hanya satu atau dua orang Korea yang berwajah tampan (menurut standar umum, tentu) yang entah sudah berapa kali lewat.
"Aigooo! Berapa lama lagi dia akan datang? Bukankah seharusnya dia sudah keluar 10 menit yang lalu?" ujar Jaejoong sembari memijat-mijat tangannya yang pegal dan menurunkan bannernya. Seingatnya pesawat dari Korea Selatan sudah landing sekitar 20 menit yang lalu.
"Kau bukan Shim Changmin. Dimana bocah itu?" tanya seseorang bertubuh jangkung dengan mantel berwarna cokelat muda dan syal berwarna cokelat tua yang menutupi lehernya. Sebuah koper berukuran sedang berdiri disampingnya. "Hello? You are not Shim Changmin. Who are you?" tanya Yunho kali ini dalam bahasa Inggris. "Did you listen me, Miss?"
"Did you talk to me?" balas Jaejoong yang baru sadar jika ada seseorang yang mengajaknya bicara setelah seorang wanita berusia sekitar 35 tahunan memberitahunya.
"Do you thing?" ujar namja tadi dengan nada sarkastik.
"Jung Yunho?" tanya Jaejoong.
"Bagaimana kau bisa tau namaku?" tanya Yunho curiga.
"Akan kujelaskan nanti. Sekarang lebih baik kita masuk mobil dulu. And I am 'Mister' not 'Miss'" ujar Jaejoong sembari berjalan kearah tempat parkir mobil diikuti Jung Yunho di belakangnya. "Apa? Kau ingin mencari taxi dan tidak mau masuk mobilku?" tanya Jaejoong pada Yunho yang hanya berdiri didepan mobilnya.
Jung Yunho hanya bisa mematung didepan mobil VW Jetta milik Jaejoong dan memandangnya penuh curiga. Bagaimana bisa ia percaya begitu saja pada orang yang baru pertama kali ia temui dan bahkan orang itu tidak ia kenal. Dia bahkan tak dapat mengenali wajahnya karena kepalanya ditutup oleh tudung mantel dan hampir sebagian wajahnya tertutup syal. Bagaimana kalau orang ini teroris dari Korea Utara, huh? Siapa tau, kan? Oke yang terakhir berlebihan.
"Aku bahkan tak mengenalmu. Jadi bagaimana aku bisa percaya padamu?" tanya Yunho sembari tersenyum sinis.
"Anything funny?" sindir Jaejoong yang langsung membungkam mulut Jung Yunho. Sudah merepotkan orang, pakai kebanyakan protes.
"Just take off your hoodie and your scarf. So I can see your face. Just make it sure you're not bad guy" ujar Yunho sembari mengisyaratkan agar namja didepannya ini membuka tudung dan syalnya.
"You….!" geram Jaejoong. Kau akan membayar mahal untuk ini, Changmin!, batin Jaejoong. Mengalah memang bukan sifatnya. Tapi itu lebih baik dari pada ia harus bertengkar tak jelas dengan orang didepannya ini. "Namaku Kim Jaejoong, oke? Aku teman seangkatan Changmin. Dia tidak bisa menjemputmu. Sekarang masuk. Aku tak punya banyak waktu meladenimu. Kecuali kau ingin terus berdiri disini sampai esok dan mati kedinginan, itu urusanmu!" ujar Jaejoong. Uap hangat keluar dari bibir cherrynya yang memerah akibat udara dingin. Kulit wajahnya yang halus dan seputih porselen mulai berubah warna menjadi merah akibat diterpa udara dingin.
"So, you must call me 'hyung'. I'm 4 years older than you…."
"Just shut up and go to the car or I will punch you, understand?!" omel Jaejoong. Tubuhnya pasti sebentar lagi akan membeku kalau ia masih terus berdiri disini. "Aku akan menghitung sampai lima. Kalau kau belum beranjak dari tempatmu aku akan meninggalkanmu! Satu…."
"Oke! Oke! Tak perlu kejam begitu! Aku akan masuk sekarang!" ujar Yunho setengah berlari ke bagian belakang mobil untuk meletakkan kopernya di bagasi dan berjalan ke sisi kanan mobil.
"Kita akan ke rumahku. Diam dan jangan banyak bicara. Sekali lagi kau protes dan bicara yang aneh-aneh, aku akan menurunkanmu di jalanan!" ultimatum Jaejoong begitu melihat Yunho bersiap membuka mulut. Dinyalakannya mesin penghangat dan pembersih kaca agar ia bisa menyetir tanpa gangguan. Yah mungkin orang disampingnya ini bisa disebut gangguan tambahan.
Sementara Jung Yunho, ia hanya bisa diam dan berpura-pura menikmati pemandangan kota London di musim dingin meski sebenarnya ekor matanya diam-diam mengamati wajah cantik Jaejoong. Dibandingkan tampan, wajah Jaejoong lebih pantas disebut cantik. Wajah Jaejoong mengingatkan Yunho pada sosok malaikat. Yeah meski ia belum benar-benar pernah melihat wajah malaikat. Namun hanya dengan melihat wajah namja cantik itu hatinya merasa tenang dan tanpa disadari jantungnya berdebar pelan hanya dengan memandang sosok cantik disampingnya.
"Oke. Kau mau makan siang dengan apa?" tanya Jaejoong.
Seketika Yunho melonjak kaget karena Jaejoong tiba-tiba saja memandanginya. Ia seolah terpenjara saat sepasang doe eyes itu tanpa sengaja menatap sepasang mata musangnya. Dan jantungnya tiba-tiba saja berdetak dua kali lebih cepat dari yang seharusnya, entah karena takut akan diomeli Jaejoong lagi atau takut ketahuan kalau ia memandangi sosok cantik didepannya diam-diam.
"Baiklah. Sebelumnya aku minta maaf kalau sikapku tadi membuatmu takut. Tapi aku sama sekali tak ada niat memarahimu. Aku rasa udara dingin memengaruhi emosiku" ujar Jaejoong. Dan juga sifat menyebalkanmu, imbuhnya dalam hati. Tak perlu ia mengungkapkannya atau mereka akan kembali bertengkar tak jelas. "Kau baik-baik saja? Kau mendengarkanku?" tanya Jaejoong pada Yunho yang kini malah tersenyum tak jelas.
"Ah. Oh! Tentu saja" ujar Yunho setengah gugup. Ia memaki dirinya dalam hati bagaimana ia bisa segugup ini dengan Jaejoong? Memang Jaejoong orang asing yang baru ia kenal tapi itu bukan alasan. Sudah berulang kali ia bertemu dengan orang asing yang mungkin jauh lebih cantik dari namja disampingnya ini, namun entah kenapa dia merasa gugup hanya karena Jaejoong memandanginya terus-terusan. Oh! Jangan salah sangka, Jung! Namja cantik ini bukan terpesona oleh ketampananmu tapi dia menunggu jawabanmu! "Jadi, tadi kau bertanya apa?" tanya Yunho sembari berusaha agar matanya tidak bertemu pandang dengan doe eyes didepannya karena setiap mata musangnya bertemu pandang dengan doe eyes itu ia akan mulai nervous dan jantungnya berdebar-debar tak karuan!
"Kau mau makan apa?" ulang Jaejoong yang kali ini mulai melambatkan mobilnya dan parkir didepan toko sayur langganannya. Matanya tak lepas menatap sepasang mata Jung Yunho.
"Aku…." Dipandangi dengan intens seperti itu membuat Yunho semakin gugup hingga tanpa sadar keringat mulai mengucur pelan dari pori-pori wajahnya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Jaejoong yang tiba-tiba saja menempelkan dahinya di dahi Jung Yunho. Namja cantik ini sama sekali tak menyadari jika Yunho sudah mati-matian menahan rasa nervous yang menyergapnya. Jantung namja bermata musang tersebut bahkan berdetak kencang dan nafasnya memburu. Demi Tuhan! Wajahnya hanya berjarak satu senti dari Jaejoong. Ia bahkan dapat merasakan nafas Jaejoong keluar dari cherry lips itu dan menerpa bibirnya. Gosh! "Aku rasa kau terkena jetlag" ujar Jaejoong sembari menatap sepasang mata musang didepannya. Perlahan ia menarik wajahnya dari wajah Jung Yunho yang membuat namja bermata musang itu menghembuskan nafas panjang saking leganya. Kontan kali ini giliran Jaejoong memandang Yunho curiga.
"A–aku rasa aku h–hanya kelelahan. Yup! Lelah. Mungkin lebih baik aku istirahat saja" ujar Yunho dengan terbata-bata setelah apa yang baru saja terjadi tadi. Ia bahkan masih dapat merasakan jantungnya yang berdetak cepat.
Jaejoong hanya mengedikkan bahunya melihat sikap Yunho yang menurutnya sedikit aneh. "Oke. Kau tunggu saja disini. Aku tak akan lama" ujar Jaejoong yang kemudian beranjak dari tempatnya dan memasuki toko sayur didepannya yang bernama Eive : Fresh Vegetables and Fruit's Shop.
Tanpa sadar, sepasang mata itu terus mengikuti tubuh Jaejoong yang berjalan memasuki toko tersebut hingga akhirnya sosok cantik tersebut menghilang dibalik pintu toko Eive.
"Nyaris saja…." Ujar Jung Yunho sembari memegangi dadanya yang masih berdetak tak karuan. Disandarkannya tubuhnya ke jok mobil sembari menghela nafas panjang sekali lagi. Mungkin sebaiknya ia tidur sebentar. Sepertinya jetlag memengaruhi moodnya.
XoXoXoXo
Mata Yunho otomatis terbuka begitu saja ketika mesin mobil tiba-tiba berhenti. Dipandanginya kursi kemudi disamping kirinya yang kini kosong. Matanya kini beralih menatap sebuah rumah bergaya eropa klasik dua lantai dengan cat hijau lumut yang berdiri di hadapannya. Di halaman depan rumah itu terdapat pohon oak yang batang dan dahannya sudah tertutup oleh salju. Kebingungan menyergapnya seketika. Bukankah harusnya dia di hotel?
"Hei! Kau sudah bangun? Cepat ambil kopermu. Kamarmu ada di lantai dua di samping tangga" ujar Jaejoong yang kini tengah membawa plastik berisi belanjaannya tadi.
Yunho yang masih setengah sadar tidak terlalu memerhatikan perkataan Jaejoong. Ia hanya berdiri sambil mengucek matanya dan menatap Jaejoong bingung.
Seolah mengerti apa yang dimaksud Yunho, Jaejoong berhenti sejenak dan mulai menjelaskan. "Kau akan menginap disini. Itu semua keputusan Changmin. Hotel sudah penuh dipesan untuk liburan akhir tahun" jelas Jaejoong singkat.
Yunho memandang rumah didepannya dengan pandangan tak yakin. Menginap? Disini? Di tempat orang tak dikenal? Bagaimana ia bisa menjamin keselamatan hidupnya? Belum lagi dia tidak tau apakah rumah didepannya ini bersih atau tidak.
"Kau mau masuk tidak?" ujar Jaejoong setengah berteriak mendapati Yunho yang masih berdiri mematung didepannya.
Yunho memandang rumah didepannya ini dengan pandangan tak yakin. Menginap? Rumah orang asing? Belum lagi rumah ini dari luar nampak sedikit menyeramkan. Apa rumah ini benar-benar aman?
"Kau mau masuk atau tetap berdiri disana?" tanya Jaejoong sekali lagi. Namja cantik itu kini sudah berdiri di anak tangga paling atas didepan pintu masuk rumahnya.
"Arra, arra. Kau masuklah dulu. Aku akan mengambil barangku" ujar Yunho. Dipandanginya rumah itu sembari menghela nafas panjang. Semoga ia masih bisa keluar dengan selamat dari rumah itu.
Yunho berjalan memasuki rumah Jaejoong. Tidak buruk. Itulah kesan pertama yang didapat Yunho ketika ia memasuki rumah tersebut. Meski dari luar rumah ini kelihatan sedikit menyeramkan karena dekorasinya yang lebih mirip rumah-rumah di era abad 18an namun begitu memasuki bagian dalamnya semacam perasaan tenang langsung menyergapi hati Yunho. Yeah setidaknya rumah ini rapi dan nampak normal seperti rumah kebanyakan di negeri kelahiran Pangeran William tersebut.
"Ini kunci kamarmu. Kamar mandi disini ada dua, di ujung lantai ini dan lantai bawah. Tapi yang lantai bawah shower air panasnya macet. Kalau kau mau sarapan, aku ada sereal di lemari di dapur. Kau bisa membuatnya sendiri karena aku tak terbiasa sarapan. Kalau kau mau makan masakanku dengan gratis setidaknya belikan aku bahan-bahannya. Dan kalau kau tidak suka kau bisa mencari makanan. Di sekitar sini banyak café dan restoran yang buka sampai tengah malam. Jadi tidak perlu khawatir akan kelaparan. Kalau kau ada urusan dan akan pulang sampai malam, kau boleh meminta kunci cadangan padaku" jelas Jaejoong panjang lebar. Diberikannya kunci kamar tamu tersebut kepada Yunho. "Untuk hari ini dan besok saja aku akan memberikanmu masakan gratis karena hari ini malam natal. Tapi kalau kau tidak suka kau boleh mencari restoran lain. Restoran paling dekat yang buka di malam natal berjarak 15 kilometer dari sini" jelas Jaejoong panjang lebar dan setelah itu ia beranjak pergi meninggalkan Jung Yunho dan mulai memasak untuk makan siang mereka semenara Jung Yunho membereskan barang-barangnya.
Aroma sedapnya sup iga sapi tercium di sampai ke kamar Yunho saat namja bermata musang itu baru saja selesai memberesi pakaiannya. Perutnya otomatis berbunyi saat aroma sedap itu menyambangi hidungnya. Padahal ia yakin sekali kalau tadi ia sudah makan di pesawat.
Tak mau menolak rezeki itu, dia segera berganti pakaian dengan celana panjang dan juga sweater berwarna hijau tua setelah sebelumnya ia mencuci mukanya yang terasa lengket.
"Kau sudah selesai berberesnya?" Jaejoong menoleh ke arah tangga saat ia mendengar suara orang menuruni tangga.
Yunho mengangguk. "Sepertinya masakanmu lezat" ujar Yunho.
Dipuji seperti itu membuat Jaejoong melupakan sejenak kekesalannya pada mahluk tak dikenal yang tiba-tiba datang ke rumahnya untuk menginap. Ia selalu senang setiap orang memuji masakannya lezat.
"Makanlah. Kau pasti kelaparan, kan?" ujar Jaejoong. Di meja sudah tersedia sebuah panic kecil berisi sup iga sapi, kimchi dan sepiring ikan tuna goreng.
Yunho hanya tersenyum dan segera mendudukkan dirinya di meja makan. Diamatinya dapur Jaejoong yang terdiri dari dua bagian. Meja makan dan tempat memasaknya sendiri dipisahkan oleh sebuah konter berbentuk L yang tingginya sepinggang.
"Jadi, apa kau tinggal sendirian?" tanya Yunho berusaha mencairkan suasana sembari masih terus mengunyah makanannya yang terasa begitu lezat. Bahkan makanan ini jauh lebih lezat dibanding makanan di restoran-restoran di negaranya.
"Aku belajar sendiri" ujar Jaejoong tanpa menghentikan acara makannya.
"Untuk orang yang belajar memasak sendirian, masakanmu lumayan juga" ujar Yunho sembari tersenyum tulus.
Entah reflex senang atau bagaimana, mendadak Jaejoong tersenyum malu mendengar pujian Yunho. Padahal biasanya dia hanya akan tersenyum simpul saat mendengar orang lain memuji makanannya.
"Rumah sebesar ini kau tinggali sendirian? Dimana keluargamu?" tanya Yunho sembari mengedarkan pandangannya ke penjuru rumah.
"Orang tuaku tinggal di Korea Selatan dan aku tinggal disini sendirian" ujar Jaejoong. "Sebenarnya bisa saja aku pulang ke Korea Selatan tapi kemarin aku ada ujian makanya lebih baik aku disini. Lagi pula, musim dingin di London lumayan bagus" imbuh Jaejoong tanpa diminta. "Kalau kau? Apa yang membawamu ke London di saat liburan begini?"
Yunho yang sudah selesai makan meletakkan sendoknya dan memandang Jaejoong. "Aku ada urusan bisnis. Sekalian ingin liburan" jawab Yunho singkat. Ia kemudian berdiri dan mulai membantu Jaejoong memberesi meja makan dan mencuci piring sementara Jaejoong yang mengeringkannya saat pintu rumah Jaejoong terbuka dan seseorang seenak jidat berteriak.
"Jaejoong hyung! Aku datang!"
"Changmin, berisik!" omel Jaejoong dan Yunho bersamaan membuat situasi diantara keduanya mendadak canggung. Baik Jaejoong maupun Yunho sama sekali tidak tau bagaimana bisa mereka berteriak bersamaan?
"Wow. Belum ada sehari kalian sudah akrab saja. Sepertinya kalian cocok jadi pasangan" ledek Changmin sembari cengengesan tak jelas. Jaejoong langsung memelototi bocah kurang ajar itu sementara Yunho memilih diam dan pura-pura tak mendengar meski diam-diam dia tersenyum sendiri seperti orang gila.
PLETAK!
"Ish! Jangan asal bicara!" omel Jaejoong setelah sebelumnya menggeplak kepala Changmin.
"Hyung…." Rengek Changmin. "Ya! Aku mau dibawa kemana?" Changmin berontak ketika Jaejoong dengan sadisnya mencengkeram lengannya dan menyeretnya ke halaman depan.
"Yunho hyung, aku pinjam Changmin dulu!" teriak Jaejoong pada Yunho agar namja bermata musang itu tak perlu mencari-carinya.
Changmin meringis dan memijat-mijat lengannya yang kesakitan akibat kuatnya cengkeraman Jaejoong. Maklum meski namja cantik ini tubuhnya kalah tinggi dengan Changmin tapi dia lebih sering berolahraga jadi tak heran jika tenaganya bisa melebihi Changmin.
"Sini kau bocah gila! Kenapa kau seenaknya saja membawa orang ke rumahku dan menyuruhku menjemputnya? Kau kira aku ini supirmu?! Kau tau, sepupumu itu sangat menyebalkan! Ia kebanyakan protes! Aku bersumpah saat kami pertama bertemu dia pasti mengira kalau aku ini teroris atau penjahat!" cerocos Jaejoong panjang lebar dengan nada rendah karena takut Yunho mendengarnya.
Changmin yang menjadi sasaran omelan Jaejoong hanya bisa tersenyum kecut sebagai permintaan maaf. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Hehehe. Sorry, hyung. He is a perfectionist" ujar Changmin sembari berharap dalam hati agar Jaejoong tidak menghajar Jung Yunho yang terkadang memang menyebalkan.
"Kalau bukan saudaramu, pasti sudah kutelantarkan dia di bandara!" dumel Jaejoong. Masih geram rupanya gara-gara sikap menyebalkan Yunho di bandara.
"Sudah, hyung. Kita masuk saja, arrachi? Aku sudah membawa wine, marshmallow dan beberapa kue kering…." Cerocos Changmin.
Jaejoong sepertinya tau kemana arah pembicaraan ini akan berakhir. Jangan bilang kalau….
"Nanti malam Seunghyun hyung akan datang, Hyun Joong hyung dan Yoochun hyung juga! Nanti malam akan menjadi pesta natal yang hangat!"
BUGH!
"Ya! Changmin! Kau kira rumahku ini apa?! Kenapa kau seenak jidat mengundang orang?! Aigoooo! Kau ini….! Arrrgggghhhh!" Setelah menghajar lengan Changmin, Jaejoong langsung melengos pergi ke dalam rumahnya. Ia benar-benar geram dengan kelakuan Changmin yang menurutnya seenak jidat. Ia bukannya tidak suka kalau sahabatnya datang, tapi tetap saja kalau dadakan begini dan tanpa sepengetahuannya, dia akan kesal! Dan Jaejoong?! Dia tak tau apakah harus mentolerir kelakuan Changmin atau apa. Tidak mungkin dia mengusir sahabatnya. Padahal tadi dia sudah berniat untuk istirahat saja dan merayakan malam natal secara sederhana. Tapi kenapa malah berakhir seperti ini?! Demi Tuhan! Jaejoong belum istirahat sejak menyelesaikan ujian semester kemarin!
"Hyung! Tunggu! Bukan begitu maksudku. Aku hanya ingin membuat malam natal ini lebih hangat" ujar Changmin yang segera berlari menyusul Jaejoong ke kamarnya.
Melihat hal itu, Yunho yang memang dasarnya ingin tau pun mau tak mau menyusul Changmin ke lantai dua untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya.
"Apa kalian bertengkar? Kau apakan kekasihmu?" tanya Yunho. Kata-kata itu keluar saja dari mulutnya dan sedetik kemudian ia berharap dalam hati semoga mereka bukan sepasang kekasih.
Changmin melempar deathglare ke arah Yunho. "Dia bukan kekasihku" desis Changmin yang kini mulai mengetuk-ngetuk pintu kamar Jaejoong dan membujuknya agar keluar.
"Bukankah tadi dia baik-baik saja?" Yunho balik memandang Changmin seolah meminta penjelasan kenapa Jaejoong tiba-tiba marah. Yeah bagaimana pun ini menyangkut kelangsungan hidupnya disini. Bukan tidak mungkin kebencian Jaejoong pada Changmin bisa memengaruhi sikap namja cantik itu terhadap dirinya. Masih ingat betapa buruknya pertemuan pertama mereka, kan?
Changmin hanya bisa mendengus melihat kelakuan Yunho. Ia menyeret Yunho menjauh dari kamar Jaejoong dan mulai membisikkan sesuatu. "Jaejoong hyung sedikit bipolar" terangnya.
Ah! Itu menjelaskan semuanya! Kenapa Jaejoong gampang sekali berubah mood.
"Tapi tenang saja, jika moodnya sedang baik dia tidak gampang kambuh kok" terangnya kemudian sebelum Yunho mendadak parno.
Setelah mengatakan hal itu kepada Yunho, ia kemudian kembali beranjak ke kamar Jaejoong. Namun ketika ia hendak melangkah, Yunho memegangi bahunya, mencegahnya.
"Biar aku saja yang membujuknya" ujar Yunho.
Changmin antara yakin tidak yakin dengan usul Yunho ini. Tapi mengingat ketika SMA dulu Yunho lumayan jago jika dalam urusan bujuk-membujuk dan sebagainya, jadi Changmin ikut saja. Ia kemudian beranjak ke bawah untuk menghias pohon natal saja.
Yunho berjalan ke arah pintu kamar Jaejoong. Ia ragu idenya ini akan berhasil. Kalau gagal bisa-bisa ia benar-benar di usir oleh Jaejoong.
TOK….TOK….TOK….
"Jaejoong…." panggil Yunho pelan.
TOK….TOK….TOK….
Ia kembali mengetuk pintu kamar tersebut. "Jaejoong….kau baik-baik saja?"
Karena tidak ada jawaban dan takut Jaejoong kenapa-kenapa (meski yang ini sangat tidak mungkin), Yunho memberanikan diri memutar kenop pintu Jaejoong.
Eh? Tidak dikunci?,batin Yunho.
Dia pun memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Jaejoong. Perasaan Yunho yang tadinya was-was dan cemas kini lenyap seketika saat melihat keadaan kamar bernuansa putih itu yang rapi dan aman. Tidak ada tanda-tanda jika Jaejoong mengamuk atau semacamnya. Diedarkannya pandangannya ke seluruh penjuru kamar dan mendapati Jaejoong sedang duduk di samping jendela sembari mendengarkan music dari headsetnya.
Dengan hati-hati ia berjalan menghampiri Jaejoong dan menepuk pelan pundaknya.
Jaejoong hanya menatap Yunho dengan pandangan yang sulit diartikan. Antara marah, jengah dan bingung mengapa Yunho bisa berada disini. "Ada apa?" tanya Jaejoong dengan suara rendah dan tatapan hampa. Dilepaskannya headsetnya dengan enggan. Ia harap Yunho tak banyak tanya karena saat ini ia sedang malas diinterogasi, terutama oleh orang tak dikenal.
Yunho duduk didepan Jaejoong. "Apa kau marah pada Changmin gara-gara kedatanganku? Maksudku gara-gara aku menginap disini?" tanya Yunho hati-hati.
Jaejoong mengalihkan pandangannya dari wajah Yunho dan beralih menatap halaman depan rumahnya yang sudah tertutup salju. Entah mengapa dia merasa bersalah saat Yunho mengatakan hal itu.
"Aku….aku minta maaf atas sikap menyebalkanku tadi di bandara, oke? Aku tau tadi sikapku di bandara tadi memang menyebalkan tapi….aku tadi hanya semacam waspada, kau tau?" ujar Yunho hati-hati. Dilihatnya wajah rupawan didepannya, mengamati jika ada perubahan ekspresi Jaejoong.
"Kau tidak perlu meminta maaf. Aku sudah memaafkanmu tadi" ujar Jaejoong setengah berdusta. Kenyataannya ia memang masih sedikit kesal dengan kedatangan Yunho, tapi bukan itu inti permasalahannya. "Aku hanya kurang suka dengan sikap Changmin yang seenaknya sendiri, kau tau? Yeah….hanya karena kami bersahabat dekat bukan berarti dia dapat berbuat seenaknya, kan? Aku….aku hanya…." Jaejoong memandang Yunho sejenak sebelum akhirnya kembali mengalihkan pandangannya ke halaman rumahnya, "Entahlah. Mungkin aku hanya sedikit lelah dan butuh istirahat. Tapi Changmin tiba-tiba mengundangmu dan sahabat kami. Aku hanya bingung. Aku tak dapat mengusir mereka semua. Aku yakin setelah ini pasti rumahku akan berantakan dan yeah….mau tak mau aku harus membereskannya lagi. Itu sangat melelahkan" ujar Jaejoong sembari menghela nafas panjang. Memikirkannya saja sudah membuatnya lelah.
"Yeah….kau bisa meminta bantuanku kalau mau. Aku akan dengan senang hati membantumu memberesi semuanya" ujar Yunho.
Jaejoong memandang Yunho dengan pandangan tak yakin. "Are you sure?"
"Why not?" balasnya. Ia kemudian berdiri. "Ayo kita turun. Changmin pasti sudah cemas menunggu kita. Tak seharusnya malam natal berlangsung dingin, kan?" imbuh Yunho sembari mengulurkan tangannya.
Jaejoong terdiam sejenak meresapi kata-kata Yunho. Yeah….apa yang dikatakan namja bermata musang itu benar juga. Tak seharusnya mereka saling berdiam diri dan bermusuhan di malam yang penuh kasih ini. Lagi pula, Changmin tadi pasti hanya berniat baik, kan?
Diletakkannya iPod Nanonya ke nakas dan meraih uluran tangan Yunho. Perasaan nyaman yang aneh langsung menyelimuti dada Jaejoong. Amarah dan rasa kesal yang tadi tersisa di hatinya perlahan menghilang entah kemana. Ia memandang tautan jemarinya dengan Yunho sementara mereka terus berjalan menuruni tangga. Mungkinkah ini karena Yunho?, batin Jaejoong. Meski logikanya menolak mentah-mentah pemikiran aneh ini.
"Oh…..hai….hyung. Aku….aku minta maaf atas ketidaksopananku tadi. Aku hanya bermaksud membuat natal ini menjadi semakin hangat dengan kedatangan sahabat kita. Kumohon jangan salah sangka" serbu Changmin yang langsung berdiri dan menghampiri Jaejoong begitu ekor matanya menangkap dua orang itu di ujung tangga.
Jaejoong mengangguk. "Yeah….aku juga. Mungkin tubuhku yang sedang lelah memengaruhi emosiku" ujar Jaejoong pelan.
"Sepertinya emosimu sudah membaik" ujar Changmin sembari tersenyum tak jelas sebelum akhirnya namja kelewat jangkung itu kembali ke sisi perapian untuk menghias pohon natal berukuran sedang.
Jaejoong sama sekali tak tau maksud Changmin. Tidak sampai dia melihat Yunho yang entah sengaja atau tidak melirik ke bawah tepatnya ke tautan jemari mereka.
"Sampai kapan kau akan menggenggam tanganku terus? Kurasa Changmin membutuhkan bantuanku" Yunho memandang Changmin yang kerepotan membawa beberapa dus kecil berisi hiasan natal. Seulas senyum jahil terukir di wajah kecilnya.
Jaejoong mengikuti arah pandangan Yunho. Dan wajahnnya otomatis memerah tanpa diminta. Damn! Sejak kapan ia menikmati sentuhan namja bermata musang ini? Dengan gerakan canggung dan sedikit dipaksakan, Jaejoong berusaha menghentakkan tangannya agar terlepas dari tautan jemari Yunho. "A-aku akan pergi ke belakang. M-mengambil kayu bakar. Yeah. Kayu bakar untuk perapian" ujar Jaejoong. Sekali lagi ia merutuki sikapnya. Bagaimana bisa dia mendadak gugup hanya karena….? Ish!
Namja berwajah cantik itu segera pergi melesat ke halaman belakang rumahnya untuk menghindari malu. Dapat ia rasakan jantungnya bertalu-talu kencang. Sementara tanpa sepengatahuannya, Yunho hanya tertawa geli melihat tingkah Jaejoong tadi.
"Ya! Hyung! Berhentilah tersenyum dan bantu aku!" omel Changmin yang melihat sepupunya hanya mematung dan tersenyum tak jelas.
Sepertinya seseorang baru saja terkena panah cupid.
TBC
Do you like it? Muahaha.
Kritik, saran dan masukan akan saya terima di kotak review. Thanks for reading.
Sign
Duckymomo
