unedited.
[!] heteronormative, homophobia.
The Suburbia
"Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu."
"Hm?"
"I think I'm gay."
Lisa berkedip, masih menatap langit, terlalu malas untuk menolehkan kepalanya pada Jongin dan membuat suasana ini lebih dramatis. Sehingga ia pun hanya menjawab sahabatnya tersebut dengan sebuah, "Okay." kemudian menunjuk sebuah gumpalan awan yang berbentuk seperti payudara. Jongin tertawa pada awan tersebut karena bentuknya terlihat lebih baik daripada yang ada pada Lisa. Untuk hal ini Lisa pada akhirnya memberikan Jongin perhatiannya penuh dan menepuk jidat dan lengan Jongin keras-keras. "Dude, I know you're gay. Semuanya terlalu jelas."
Jongin menggaruk perutnya, cengengesan. "Hehe, begitu ya?"
"Yeah." Lisa mengernyit, menyadari betapa kini semua sikap dan perilaku Jongin yang sebelumnya terasa janggal pun jadi masuk akal. Ia pun jadi teringat pada seorang anak lelaki yang Jongin sering bicarakan. "Apa ini mengenai Sehun?"
Ada sebuah senyum yang lebar di wajah Jongin, tatapannya mengawang. "I love his ass."
"Bukan itu yang kutanyakan, God." Lisa mengerling meski Jongin tidak bisa melihatnya. "Jangan tanya kenapa kalau Sehun tidak pernah melirikmu sekali pun."
"Kenapa?"
"Sudah kubilang jangan tanya kenapa—"
Jongin bangkit dari posisinya, kini duduk tegak dan menatap wajah Lisa begitu panik. "Aku serius. Kenapa? Memangnya ada yang salah denganku?"
"You're stupid."
"Aku sedang serius!"
"Aku juga! Itu jawabannya," kata Lisa sembari mengerling malas, "you are stupid."
.
.
.
Jongin membenarkan letak kacamatanya, di tangannya ada sebuah buku, namun kedua matanya tidak pernah melirik halaman yang dibukanya sekali pun. Ia memperhatikan seorang anak lelaki yang sedang duduk tidak jauh darinya di taman sekolah ini. Anak lelaki itu memeluk sebuah gitar, berbicara begitu cerianya pada anak lelaki lain.
Hmmm, I see you, Sehun.
Sehun with a boy: a good concept.
Sehun with a boy named Jongin: a better concept.
Jongin perhatikan bahwa Sehun ini berbicara banyak pada anak lelaki itu. Mereka bahkan selalu terlihat bersama, seperti Jongin dan Lisa. Namun kali ini Lisa harus menyalin tugas Bahasa Inggris, dan ia tidak ada untuk Jongin di sini—menguntit kandidat pendamping hidup Jongin bersama-sama.
Lisa: bruhhh tebak info apa yg baru kutahu
Perhatian Jongin seketika teralihkan pada sebuah mesej yang muncul di layar ponselnya. Ia mengerang kesal karena Lisa membuat Jongin melewatkan raut wajah Sehun yang menggemaskan ketika ia tertawa pada sesuatu yang dikatakan lawan bicaranya.
Jongin: What
Lisa: sehun juga menyukai apa yang menggantung di selangkanganmu
Butuh beberapa detik untuk Jongin mengerti apa maksud Lisa sebelum ia melenguh begitu terkejut hingga hampir tersedak ludahnya.
Jongin: wHAt
Lisa: congratzzzzz e u e) b
Lisa: sends you a photo
"Holy shit." Jongin menyuarakannya keras. Untung saja di sekitarnya tidak ada siapa pun, dan orang-orang terlalu sibuk dengan apa yang sedang dilakukannya. Jongin menekan 'save' pada foto yang baru saja dikirim Lisa. Dua kali. Hanya jaga-jaga ia belum menekannya, dan ponselnya memang shitty.
Baiklah. Jongin menarik napas dalam-dalam, ia sepertinya masih belum berkedip.
Sesungguhnya foto yang dikirim Lisa bukan sesuatu yang begitu 'istimewa', hanya saja bagi Jongin, fotonya cukup mencengangkan. Amat mencengangkan. Well, dalam foto tersebut ada satu toilet yang pintunya tertutup. Namun di dalam toilet tersebut terdapat dua pasang kaki. Satu pasangnya berlutut menghadap anak lelaki lainnya yang sedang duduk di atas closet. Uhm.
Jongin: is that?! my sehun bby?
Lisa: ur sehun bby is def hella gay, congrats
Jongin tidak dapat menyembunyikan senyumnya yang lebar meski ia kini sedang duduk sendirian dengan sebuah buku di tangannya yang sama sekali tidak diperhatikan, karena perhatiannya kembali tertuju pada Sehun dan anak lelaki bersamanya—kemudian senyum Jongin menghilang seketika.
Hold the fuck up.
Kalau memang Sehun itu tertarik pada lelaki, jadi ada kemungkinan kalau anak lelaki yang kini terlihat begitu dekat dengan Sehun itu adalah, uh, kekasihnya? Pria yang amat beruntung telah merasakan bagaimana, ehem, penisnya dihisap oleh seorang Oh Sehun. What a lucky bastard.
.
.
.
Ada seorang ayah yang begitu penyayang, agak konyol, dan selera humornya buruk. Kemudian ada seorang ibu yang tak kalah penyayangnya, paling tegas, dan memiliki selera humor yang buruk juga sehingga cocok dengan sang ayah. Lalu ada seorang kakak perempuan yang amat menyebalkan, orangnya sungguh dramatis dan jutek, namun tetap penyayang.
Terakhir, ada Jongin.
Jongin tumbuh di keluarga yang begitu afeksionis. Namun sesungguhnya terkadang ia merasa malu bila harus menunjukkan betapa penuh kasih sayang keluarganya di hadapan umum. Apa lagi bila ada Lisa. God.
Lisa ini paling senang dalam menggoda Jongin karena Jongin yang tersiksa adalah kebahagiaan kecilnya.
"Jongin."
"Hm."
"Aku memberitahu Seulgi." Jongin hanya mengernyitkan kening, meminta Lisa untuk meneruskan perkataannya. Jongin tidak dapat mengira apa yang Lisa sesungguhnya beritahu pada kakaknya yang menjengkelkan. "Mengenai ..." kemudian Lisa memberikan senyum penuh arti.
Namun Jongin masih tidak mengerti, jadi dengan raut wajah yang sama, pun bertanya, "Mengenai seksualitasku?"
Terhadap pertanyaan tersebut, Lisa terkekeh geli. Ia menaik-turunkan alisnya, senyum tak hilang dari wajah dan hal ini membuat Jongin hampir tersedak ludahnya sendiri karena melenguh terkejut dengan tarikan napas yang dalam. "No way!"
Jongin berseru cukup keras dengan hentakan kaki yang gaduh. Ia membuat murid-murid di sekitarnya yang sedang menikmati makan siang mereka untuk menoleh padanya.
"Sorry, Jongin. Seulgi memaksaku."
"She's a bitch. Ugh."
"Oh, Jongin! Jangan berlebihan. Apa salahnya kalau kakakmu tahu mengenai kau yang menyukai seseorang?"
Jongin menggeram kesal, ia menenggelamkan wajahnya di kedua telapak tangannya, memejam matanya seraya membayangkan skenario yang akan terjadi ketika ia pulang hari ini. "Lupakan saja." Gumam Jongin tanpa semangat. Ia sesungguhnya tidak ingin membagi cerita mengenai sisi keluarganya yang ini pada Lisa.
Riwayat Jongin bisa tamat karena digoda oleh temannya.
.
.
.
"Kau tidak memberitahu kami."
Jongin tetap membisu dan dengan uletnya menghabiskan tiap sisa butir nasi di piring. Sesegera mungkin Jongin meraih gelas air minumnya yang ternyata ... sudah ada dalam genggaman Seulgi. Kakak perempuannya itu hanya tersenyum lebar padanya ketika mereka berkontak mata.
"Jadi kau, uhm, menyukai laki-laki sekarang?"
Jongin menahan erangan, ia benar-benar ingin menghindari percakapan ini setelah mengetahui bahwa mulut besar Lisa memang tidak dapat ditutup. "Sekarang dan dulu, aku memang menyukai laki-laki."
"Okay. It's fine, Jongin." Kata sang ibu hati-hati, ia melirik suaminya yang sudah menatapnya balik. Wanita itu kemudian tersenyum penuh arti. "So, you've got a boyfriend?"
"What?! No!" ia mengernyit pada bagaimana kerasnya suara yang dikeluarkan di ruangan yang cukup hening ini. Jongin berdeham, ia merebut gelas air minumnya dari Seulgi, meneguk banyak air. "Uhm, no. Aku ingin—ingin fokus pada sekolah."
Jongin fokus pada sekolah? Hm, bagai piramida dapat dibangun terbalik. Sungguh mustahil.
Seulgi tersedak nasi yang sedang ditelannya, dan perhatian mereka semua pun teralihkan pada Seulgi sejenak. Terlihat anak perempuan tersebut kemudian tertawa geli tanpa suara setelah berhasil menelan santapannya. "Fokus pada sekolah—Oh My God." Gumam Seulgi sembari menyeka air mata yang mengalir ke pipinya. "My baby bro, you're funny."
"Aku serius! Tidak ada yang kusuka." Jongin memiliki kebiasaan untuk merengek setelah digoda oleh seseorang mengenai sesuatu atau kebiasaan ini muncul bila ia harus berbohong.
"Right, tidak ada yang kausuka." Seulgi berkomentar sarkastis, ia terdengar sungguh menyebalkan. Tapi memang Seulgi itu kakak yang paling menyebalkan. "Hm, jadi," Seulgi melanjutkan, bahasa tubuhnya menandakan sesuatu yang buruk akan datang. Jongin sudah mengira apa yang akan Seulgi katakan selanjutnya, tetapi ia lebih memilih untuk memelototi sang kakak, berharap tatapan mata tajamnya setidaknya dapat menghentikan Seulgi yang kemudian berkata, "Oh Sehun yang kudengar ini tidak ada artinya untukmu, ya?"
"Oh My God." Jongin mendesiskan, "You bitch."
Mendengar sebuah nama, spontan raut wajah kedua orang tuanya pun jadi sumringah. Ada senyum yang terlalu lebar untuk orang tua yang baru saja mendengar bahwa anak mereka yang anti-sosial ini akhirnya memiliki teman selain Lisa—bahkan seorang kekasih!
"Ohhh, Jongin! Kau harus mengajaknya kemari! Kita bisa makan malam bersama, mungkin sambil berbincang-bincang. Siapa tahu kekasihmu ini bisa jadi bagian dari keluarga kita."
Sang ibu memberi Jongin kedipan, kemudian sang ayah yang tidak berkomentar apa pun hanya menyalin aksi tersebut disertai senyum penuh arti yang bagi Jongin terlihat mengerikan.
This is nightmare.
.
.
.
Lisa menyibukkan dirinya dengan melamun, memandangi bintik air hujan yang mulai melukis jendela, mencoba mengabaikan anak lelaki di sampingnya yang duduk seperti cacing kepanasan. Gosh, Jongin sudah mengubah posisi duduknya sebanyak lima kali di menit yang sama.
"Stop it, Jongin. Kau jadi membuatku gelisah."
"Fuck me, man."
"Wish I had a dick too, man."
Jongin menghela napas berat, ia mengganti posisi duduknya lagi. "Orang tuaku," katanya agak tidak jelas karena sembari menggigiti bibir keringnya, "mereka tahu tentang Sehun."
Hening. Jongin pun menoleh pada Lisa yang membuka mulutnya lebar. Tidak tahu harus berkomentar apa saking terkejutnya. No fucking way. No way. Anak perempuan tersebut mengenyampingkan ponselnya untuk memberi fokus penuh pada Jongin. "Holy frick. Jongin, my man, I'm so sorry!"
"It's fine. Cepat atau lambat, Seulgi akan tahu mengenai Sehun."
Lisa jadi ikut menggigiti bibirnya memikirkan skenario yang akan terjadi nantinya. Lisa tidak tahu bahwa kakak Jongin akan membocorkan hal tersebut pada orang tuanya mengingat Seulgi sendiri tahu bagaimana berbahaya dan mengerikannya bila orang tua Jongin mengetahui putra mereka memiliki seseorang yang berpotensi jadi kekasihnya.
Bila kalian berpikir bahwa memangnya kenapa sih? Apa yang bisa terjadi kalau orang tua Jongin tahu mengenai Sehun?
Well, Lisa—sebagai seseorang yang sudah merasakan pengalaman tersebut, dapat menjamin kalau menjadi kekasih Jongin itu sungguh pengalaman hidup yang sial.
No! Lisa tidak pernah jadi kekasih Jongin kalau itu yang kalian pikirkan. Ew, Lisa pikir, it's like incest! Tetapi Lisa pernah dikira sebagai kekasih Jongin oleh keluarganya, huh, pengalaman yang melelahkan.
Diundang untuk hadir ke rumah Jongin pada saat makan malam hampir tiap ... hari. Kemudian diberi hadiah yang mengerikan; kaos oblong dengan sablon yang bertuliskan 'Jongin's future wifey'. Mereka ini masih belum lulus sekolah, for fuck's sake. Dan hal yang lebih mengerikan lagi, orang tua Jongin meminta Lisa untuk mengenakan kaos tersebut tiap kali Lisa mengunjungi rumahnya.
Lisa bergidik ngeri, ia sesungguhnya tidak ingin diingatkan pada memori mengerikan itu. Sesungguhnya tadinya Lisa hendak menjauhi Jongin karena perlakuan orang tuanya yang semakin hari semakin mengganggu dirinya dan Jongin sendiri. Namun karena Jongin itu anak yang baik dan asyik sebagai teman mengobrol, dan Jongin meyakinkan Lisa bahwa ia akan mengklafirikasi hubungan mereka pada orang tuanya, Lisa pun memberikan Jongin kesempatan kedua. Dan sebagai hasilnya, di sinilah Lisa! Mendengarkan curahan hati seorang remaja yang hidupnya terganggu oleh orang tuanya yang terobsesi dengan konsep putranya dan seorang kekasih.
Lisa merasa kasihan juga pada Jongin. inilah alasan mengapa ia tidak memiliki banyak teman perempuan meski anak lelaki yang gay 'identik' berteman dengan anak perempuan hehehe.
Sekarang setelah orang tuanya mengetahui Jongin yang hanya menyukai laki-laki. God. Katakan dadah pada semua teman baik laki-laki Jongin.
.
.
.
Padahal hari ini hari yang biasa-biasa saja, cuacanya biasa, tidak ada yang berperilaku menyebalkan atau pun aneh padanya. Namun karena Jongin tiba-tiba saja teringat pada Sehun, ia pun menghela napas amat panjang. Membenturkan keningnya ke pintu lokernya yang baru saja ditutup. Hidupnya jadi terasa menyedihkan; ia akan pulang pada orang tuanya yang terus menanyakan kabar Oh Sehun 'Si Kekasih Jongin' ini. Fuck.
Dan Jongin malas berdebat dengan kedua orang tuanya yang terobsesi pada seorang calon menantu. Keluarga Jongin ini benar-benar berorientasi pada kekeluargaan, anehnya hal ini tidak menurun pada sang putra-putri. Menurut Jongin tidak di antara dirinya dan Seulgi yang domestik. Mereka berdua bahkan seolah menghindari acara yang berbau kekeluargaan. Inilah alasan mengapa keduanya tidak begitu dekat dengan hampir seluruh sepupu mereka.
"Kau itu pengecut! Tidak lebih dari itu!"
Kemudian hening. Benar-benar hening. Hanya hentakan kaki keras yang menjauh yang dapat terdengar di koridor ini. Fokus semua murid yang ada di sini termasuk Jongin pun teralihkan pada keributan tersebut.
Oh, My, God. It's Sehun!
Anak lelaki yang wajahnya terlihat masam itu Oh Sehun. Jongin's pouty baby boy! Awwww cutie—ugh. Jongin, ini bukan saatnya memuja-muja. Sehun terlihat amat kesal, dan sepertinya masalah terkait itu cukup serius dilihat dari raut wajahnya, atmosfernya yang sungguh intens, dan raut wajah—uhhh—is that The Guitar Boy?
Heningnya masih berlanjut hingga terasa mulai canggung, lantas Si Anak Gitar pun yang sepertinya ingin menyembunyikan rasa malunya menatap balik orang-orang di sekitar dengan tatapan tajam. Ia memang terlihat mengintimidasi mengingat bagaimana jangkung tubuhnya dan matanya yang begitu besar.
Si Anak Gitar terlihat kebingungan sekaligus gusar, ia menundukkan kepalanya sedikit, merasa sedikit malu karena ditinggal sendirian di tengah sorotan. Ia pun pergi ke arah yang sama dengan Sehun.
Suara-suara orang mulai kembali, koridor pun jadi bising lagi. Banyak di antara mereka yang menyebut-nyebut nama Sehun, kemudian mulai berteori bahwa mungkin ini ada kaitannya dengan foto viral seorang murid dan murid lainnya sedang melakukan seks oral di toilet.
Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengkonfirmasi apakah salah satu murid yang ada dalam foto tersebut adalah Sehun. Namun banyak yang mengira begitu, Jongin pun berpikir begitu bila dilihat dari sepatu dan kaos kaki yang dikenakan—yang terlalu Sehun, meski Jongin sendiri tidak dapat mengkonfirmasinya.
"So like ... Sehun and Chanyeol?"
"I knew it!"
"Mereka dekat bukan tanpa alasan. Holy shit, I ship it."
"But, Chanyeol is—is sooo hetero. Never thought he'd be into dicks. Kupikir bahkan dia itu homophobic."
"The homophobic ones are usually the homo ones."
"This is why, jangan pernah mengasumsikan seksualitas seseorang."
Uhm.
Mendengarkan anak perempuan yang bergosip di dekatnya cukup menarik, tetapi terlalu banyak informasi baru untuk dicerna membuat Jongin amat pusing. Jongin memikirkan Sehun yang mungkin kini sedang bersedih, kemudian pada informasi baru mengenai Si Anak Gitar yang diketahu sebagai seseorang bernama 'Chanyeol' yang orang-orang kira heterosexual.
Semuanya tidak mempermasalahkan Chanyeol yang bisa jadi tertarik pada laki-laki, mereka hanya terkejut dengan fakta ini karena sepertinya selama ini di mata orang lain Chanyeol tidak pernah menunjukkan ketertarikannya pada laki-laki. Bahkan dari yang Jongin dengar, Chanyeol itu ... homophobic. What.
"Oh My God, Chanyeol is so dead then." Kata salah satu anak perempuan yang masih bergosip. "Dia itu dari keluarga yang super religious dan konservatif!"
Informasi baru lainnya! Jongin bisa saja melakukan sesuatu yang dapat membuat kemungkinan suatu hubungan antara dirinya dan Sehun terjalin ... Namun karena Jongin itu memang sulit untuk mencerna sesuatu dengan cepat, ia hanya dapat berandai-andai kalau Lisa ada di sini bersamanya. Lisa pasti akan segera memberitahu Jongin apa yang harus dilakukan. God, damn.
Jadi pada akhirnya Jongin hanya dapat mengeluarkan ponselnya, mengirim Lisa suatu pesan yang berisi;
To: Queen Lisa
mom,,.,,,...,, help me
.
.
.
.
.
a/n: Bingung ya, gak mungkin dilanjut, kalo dilanjut namanya bukan aku (yha). karena kebanyakan saya akhir-akhir nulis tuh begini, nulis aja karakternya gimana, gak pernah diselesain.
