Rain

Disclaimer : Fujimaki Tadatoshi

Pair : Murasakibara Atsushi x OC

Genre : Romance, Slice of Life

Enjoy~

First Meet

Hujan memang terlihat indah,

Sebab itulah terkadang banyak momen yang jadi berkesan karenanya,

Berkesan dalam berbagai hal, dan cinta adalah salah satunya.

Aku cukup menyukai hujan,

Bukan karena ada alasan spesifiknya,

Dunia terlihat berbeda saat hujan turun.

Hanya itu.

.

.

.

Sore itu, aku masih tetap berada di tempat biasa, dengan sebotol air mineral yang tadi sempat kubeli di mini market dekat terminal. Dan hari ini hujan. Aku berlari kecil sambil melindungi kepala dengan buku sketsa yang sejauh ini selalu menemani hari – hariku. Menggambar adalah hobiku, alasan? Tidak ada alasan apapun, segala sesuatu yang kita sukai memang kadang banyak yang tidak beralasan. Akhirnya, aku sampai ditempat tujuan. Taman yang merupakan areal hijau di tengah kota yang super sibuk, suasananya begitu nyaman untuk orang - orang melepas lelah dari kesibukan pekerjaan dengan pemandangan pepohonan rindang dan sebuah danau buatan ditengahnya. Disinilah aku selalu menghabiskan kegiatanku untuk menggambar hal – hal yang menjadi favoritku. Mulai dari tokoh anime yang kusukai, pemandangan, diriku sendiri sampai gambar desain baju yang kuinginkan. Mungkin hal ini terlihat seperti membuang – buang waktu, tapi beginilah diriku saat lelah menghadapi masalah rumit tak berujung ini.

"Hai Lin, udah lama nunggu?" pandanganku beralih pada anak perempuan yang kini tengah mengambil posisi duduk disebelahku.

"Hai [Name], enggak kok aku baru dateng juga. Kau kehujanan juga ya?" tanyaku begitu sadar bahwa baju yang dikenakannya juga sedikit basah sepertiku.

"Ah, iya hehehe... abisnya aku enggak tahu bakalan turun hujan di sini, jadi ya enggak bawa payung. Untung toko buku tadi tempatnya dekat dari sini, aku terobos saja hujannya. Mumpung masih gerimis." jawabnya sambil berusaha mengatur nafasnya yang masih memburu.

Aku mengangguk mengerti, kemudian bangkit dari tempat duduk dan merentangkan tangan keluar untuk memastikan apakah hujan masih gerimis atau sudah mulai deras. Masih gerimis, pandanganku beralih ke pepohonan di dekat danau buatan yang dahannya tumbuh ke bawah, bahkan nyaris bersentuhan dengan air danau. Bentuknya begitu artistik, apalagi di saat hujan gerimis seperti saat ini, menciptakan suasana yang bisa membuat siapa saja betah berlama – lama duduk di tempat ini meskipun hanya untuk memandangi rintikan air hujan dan pepohonan yang tertiun angin serta menghirup aroma tanah basah yang menguar khas. Tanpa sadar sudut bibirku sedikit terangkat, setidaknya aku bisa menyegarkan pikiranku sejenak dari permasalahan yang menimpaku belakangan ini. Semenit kemudian, raut wajahku kembali murung, lalu melangkah kembali ke tempat duduk dan mulai menggambar.

"Kenapa? Masalah itu belum kelar ya?" tanya [Name] memecah keheningan yang sempat tercipta lantaran kita berdua sama – sama tidak bersuara selama beberapa menit tadi, dan sepertinya dia menyadari perubahan ekspresi yang ku miliki.

"Yah, begitulah. Bohong kalau aku bilang enggak, sebenarnya ini masalaha yang terlihat biasa saja, tapi bagiku yang menjalani dan mengalami sendiri, ternyata tidak sesepele terlihatnya. Mungkin aku memang perlu bersabar sampai semuanya menemukan titik terang." ungkapku, lalu menghela nafas berat.

"Iya, aku paham maksudmu. Tapi untuk saat ini, seperti apapun sikap mereka padamu, tetaplah bersikap biasa. Kau kan bukan pihak yang seharusnya disalahkan atas masalah ini. Buat apa terlalu memikirkan perasaan mereka. Kau sendiri juga tahu kan, mana pernah mereka memikirkanmu layaknya kau memikirkan perasaan mereka. Kalau begini terus kapan kau bisa lepas dari keterpurukan? Biarkan waktu yang menjawab semuanya." hiburnya sambil menepuk pelan pundakku.

Aku hanya tersenyum kecil membalas ucapannya, sedetik kemudian dia memperhatikan tanganku yang tengah mulai menggambar, matanya memancarkan sedikit binar. Aku ingat kalau dia pernah cerita padaku mengenai dirinya yang ingin sekali mahir menggambar karakter manga dan anime sepertiku. Waktu di SMP ia pernah bergabung di klub mengambar untuk melatih tangannya, namun tetap saja tidak ada perkembangan yang berarti pada karyanya, sehingga saat itu pula ia memutuskan untuk berhenti menggambar. Menurutku [Name] memiliki kelebihan pada bidang yang berbeda dariku, ia pintar menulis. Berbagai macam jenis tulisan mulai dari artikel, cerpen, sampai karya ilmiah mampu ditulisnya dengan baik. Bahkan dengan kemampuannya itu ia sempat mendapat beberapa penghargaan, tulisannya juga banyak bermunculan di majalah sekolah dan membuatnya berada pada posisi kepala editor di ekstrakulikular jurnalistik. Sementara aku yang menekuni bidang menggambar juga pernah beberapa kali memenangkan perlombaan, namun sampai saat ini menggambar bagiku hanyalah sebagai hobi, tidak lebih.

.

.

Beberapa bulan belakangan ini ada beberapa hal yang terjadi padaku, tidak banyak memang, tapi orang – orang yang ikut terkait didalamnya cukup terbilang banyak dan membentuk menyerupai lingkaran setan mengerikan yang bisa menyedotku masuk kedalamnya kapanpun. Di tengah – tengah rumitnya permasalahan ini, aku mengenalnya. Ya, aku mengenal [Name] baru beberapa bulan ini karena kami teman sekelas merangkap teman sekelompok. Sebenarnya aku sempat bertemu dengannya sekali ketika sedang mengikuti ujian masuk SMA, tapi sepertinya dia lupa akan hal itu. Ditambah lagi saat itu aku tidak sekelas dengannya. Sepertinya ini memang takdir, aku sekelas dengannya di kelas 11. Kami memulai dari awal dan menjadi teman akrab. Tidak memerlukan waktu lama untuk kami saling mengakrabkan diri karena sebenarnya [Name] tidaklah sejutek penampilan luarnya, selain itu aku merasa cocok dengannya.

"[Name], makasi ya udah mau dengerin aku dari beberapa minggu yang lalu. Yah, jadi beban juga sebenernya. Tiap ada diskusi atau kumpul untuk bahas sesuatu, pasti rasanya jadi beban banget buat hadir." ungkapku sambil memandang pepohonan rindang yang terhampar didepan mata.

"Iya, sama – sama Lin. Udah sekarang hadapin aja dulu, jalanin pelan – pelan. Tanggung kalau berhenti dari ekstrakulikular itu sekarang. Beberapa bulan lagi kita udah bakalan naik ke kelas 12. Sabar." ucapnya lagi sambil membuka komik bawaannya. Waktu seringkali berjalan cepat jika kita berdua bertemu. Walaupun waktu yang kami habiskan memang tidak sebagian besar untuk mengobrol, terkadang aku hanya perlu ditemani. Itu saja.

"Kuroko no Basuke yang baru ya?" tanyaku begitu melihatnya membuka segel plastik pada komik yang menjadi salah satu favoritnya itu.

"Iya, ini yang ke 6 baru aja terbit, mau baca?" tawarnya padaku, aku menggeleng pelan dan melanjutkan kegiatanku. Menggambar.

Beberapa hal yang paling ku sukai dari [Name] diantaranya, dia adalah tipikal orang yang mau mendengarkan cerita orang lain tanpa berusaha menyela di tengah – tengah pembicaraan, dan termasuk pandai menjaga rahasia. Dia teman yang kerap kali menjadi tempat berkeluh kesah seputar keseharianku, juga anak yang asik untuk diajak berbicara ngalur ngidul tidak jelas. Selain itu kami berdua memiliki keterterikan yang sama terhadap Negeri Sakura alias Jepang. Kami sama – sama penggemar anime dan manga, meskipun ketertarikan yang dimiliki [Name] tidak segila diriku. Satu lagi, dia juga tipikal orang yang sanggup menciptakan suasana tenang di sekitarnya.

.

.

Suasana hatiku kali ini sedikit kacau, mengingat permasalahan yang kuhadapi saat ini. Aku benar – benar ingin berteriak sekeras mungkin disini, tapi jelas itu tidak mungkin. Ini tempat umum, dan aku pasti akan dikira anak SMA yang terlalu setres belajar sampai mentalnya menjadi sedikit terganggu. Meskipun begitu, SMA tempatku bersekolah memang salah satu SMA terfaforit yang mengusung jadwal pelajaran dengan jam terbang yang padat dan standar kompensi lebih tinggi jika dibandingkan dengan sekolah regular lainnya yang ada. Tapi masalahnya disini bukan karena aku stres belajar untuk memenuhi standar kompetensi mengerikan itu, melainkan masalah lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan pelajaran. Spesifiknya mungkin sejenis dengan masalah cinta dan pertemanan, masalah yang memang sering terjadi di kalangan anak – anak remaja sekolahan sepertiku.

Drrrt... Drrrt... Drrrt...

"Halo... Iya Ma? Ini lagi jalan – jalan sama Lin, kenapa? Oh gitu, iya deh kalau gitu..." [Name] menutup ponselnya.

"Lin, Mamaku ada acara mendadak, aku harus pulang buat jagain adikku. Kau mau ikut pulang sekarang?" tawarnya kemudian.

"Ah, kau duluan saja, aku masih mau disini dulu." jawabku padanya.

"Yakin? Gak apa – apa kalau sendirian disini?" tanyanya sedikit ragu.

"Iya gak apa – apa kok, udah biasa juga." ucapku sambil tersenyum.

"Oke deh kalau begitu, maaf ya gak bisa nemenin lama." [Name] merapikan barangnya dan bergegas pergi meninggalkanku yang menatapnya hingga sosoknya menghilang di ujung taman.

Sendiri lagi, sebenarnya aku memang sudah biasa sendirian seperti ini, tapi entah kenapa saat ini sendiri yang kurasakan lebih seperti kesepian. Kesepian dalam artian tidak ada sosok kekasih yang menemani hari – hariku sampai saat ini. Salah satu alasannya adalah karena masalah ini. Aku jelas tidak bermaksud buruk seperti gosip yang menyebar belakangan ini. Memangnya aku ini perempuan seperti itu? Yang dengan gampangnya merebut kekasih orang lain. Mereka tahu apa sih tentang yang sebenarnya terjadi, hanya dengan hasutan dari seorang propokator imejku mendadak merosot begini. Apalah sudah yang mereka pikirkan, aku tidak akan peduli. Aku tidak akan memikirkan mereka lagi.

.

.

Kraussh... kraussh... krausssh...

"Eh?" Aku menoleh kaget ke sumber suara itu, ada seorang laki – laki yang sangat tinggi berambut sedikit panjang hingga menutupi sebagian matanya. Rambutnya berwarna ungu.

"Hmmm?" responnya begitu tahu bahwa aku kaget atas kehadirannya. Jelas kaget tiba – tiba saja sosoknya yang tinggi itu berada di sebelahku dengan membawa berbagai macam keripik di pelukannya.

Kapan dia datang?

"Ah, maaf aku tidak melihatmu datang tadi. Sejak kapan kau berada disana?" tanyaku memberanikan diri. Tampangnya tampak acuh, ia hanya sibuk mengunyah camilan keripik kentang yang dibawanya itu.

"Entahlah..." jawabnya sambil tetap sibuk mengunyah makanannya.

Aku menatapnya dengan sedikit jengkel karena merasa tidak dihiraukan samasekali. Aku melanjutkan aktifitasku, lama – lama konsentrasiku sedikit terganggu karena suara berisik yang ditimbulkan dari kunyahan keripiknya. Tak tahan dengan berisiknya, akupun bangkit dari tempatku duduk bermaksud pindah ke tempat yang agak jauh, dan di saat yang bersamaan beberapa makanannya terjatuh tepat di depan kakiku.

Jduk...

"Aw... Itai..." jeritku cepat lantaran dahiku terantuk sesuatu ketika mencoba mengambil makanan yang berceceran didepanku itu.

"Kau tadi, bicara bahasa Jepang?" laki – laki tinggi itu terdiam menatapku dengan heran.

"Ha?"


A/N : Balik lagi dengan saya, kali ini saya menulis si ungu ini di Indonesia. Disini saya menceritakan si Lin sahabatnya [Name/Reader] yang pertama kali muncul di cerita saya sebelumnya yang berjudul Reason (Akashi Seijurou x Reader) *jiahaha malah promosi* dan ini ceritanya si Lin ketemu sama Murasakibara sebelum si [Reader/Name] ketemu sama Akashi di cerita Reason. Gomenasai kalau jelek, dan kurang memuaskan XD, Arigatou bagi yang udah menyempatkan membaca dan meriview cerita ini XD. Oiya, cerita ini saya buat semata untuk pelampiasan, karena saya belum menemukan ide untuk membuat sequel dari Reason, yang udah nungguin maaf benget kalau yang ke publish malah si ungu ini hheheee.. pasti akan saya buat sequelnya, mohon bersabar yaaa XD