All the characters isn't mine but the storyline is mine. Don't Plagiarism
Don't Like Don't Read juseyo.
Caution! It's YAOI. It isn't suitable for homphobia
EXO Suho x Lay
Enjoy!
- AqueousXback -
.
Big thanks to The Most Popular Japanese Legend "Kaguya-hime (Princess Kaguya)/The Legend of Fuji Mountain"
Kristal sanubariku yang penuh luka telah menyalakan kobaran hasrat membara yang mulai kulupa. Membubung tinggilah! Last Stardust. Debu kembali menjadi debu, tanah kembali menjadi tanah jauh tinggi melampaui angkasa. Wahai kepingan-kepingan harapanku, capailah keabadian.
Bulan purnama menampakkan dirinya tanpa malu-malu. Memaparkan sinar lembut yang menenangkan untuk menerangi langit malam. Hari ini, banyak sekali deburan bintang yang menghiasi langit malam dan itu merupakan suatu pertanda yang bagus menurut peramal kerajaan.
"Yang Mulia, lihatlah bulan purnama yang bersinar indah dan deburan bintang yang berserakan di langit malam. Bukankah itu suatu pertanda yang bagus?" ucap sang peramal kerjaan. "Kebetulan saya mendapatkan berita bahagia untuk Yang Mulia. Sang Penguasa Langit telah setuju menurunkan perwujudan Last Stardust untuk menjadi pewaris utama kerajaan."
Seluruh penghuni ruang utama istana tersenyum haru bahagia. Tak terkecuali dengan sang penguasa singgasana dan permaisurinya.
"Itu artinya, ritual terakhir ini akan berhasil." ucap sang peramal semangat.
"Kalau begitu. Ayo persiapkan diri kita masing-masing sebaik mungkin untuk ritual terakhir ini." ucap sang penguasa singgasana antusias.
Seluruh insan yang berada di ruang utama istana kerajaan berhamburan keluar. Mereka akan mempersiapkan diri mereka dengan sebaik mungkin untuk ritual ini tanpa melupakan harapan yang telah dipupuk. Terutama bagi beberapa pelayan kerajaan. Mereka akan mempersiapkan berbagai macam sesaji untuk ritual. Ada hewan ternak, buah-buahan, bunga-bunga yang cantik dan dupa yang telah dibentuk sedemikian rupa.
Persiapan pun telah selesai. Seluruh penghuni istana akan melakukan perjalanan menuju puncak bukit yang berada di arah tenggara dari batas kerajaan. Para rakyat pun memberikan sujud hormat pada penghuni istana kerajaan yang berjalan menuju pagar batas dan sekaligus memupukkan harapan akan keberhasilan ritual terakhir ini. Ritual terakhir inilah yang menjadi satu-satunya harapan seluruh rakyat pada Kerajaan Transoxania yang sebentar lagi berada di kehancuran dalam hitungan caturwulan.
Bukan hanya rakyat Transoxania yang memupuk harapan dalam pada ritual ini. Sang penguasa singgasana dan permaisuri pun menaruh harapan yang sama. Bahkan lebih dalam dari para rakyat. Sang penguasa singgasana dan permaisuri harus menelan dalam-dalam kenyataan pahit yang menyesakkan dada. Ya, suatu kenyataan pahit yang dimana sang tabib mengatakan dengan penuh duka bahwa permaisuri mandul dan tak akan pernah bisa hamil.
Itu sungguh sangat menyakitkan bukan?
Akibatnya, sang permaisuri mengurung dirinya di kuil yang berada di tengah hutan Kerajaan Transoxania. Ia menangis sepanjang malam sebagai tanda tak rela menerima kenyataan pahit tersebut. Ia pun melakukan puasa dan serangkaian kegiatan pertapa di kuil itu selama 49 hari. Setelahnya, ia pun kembali ke kerajaan dan menemui sang penguasa singgasa sekaligus sang penguasa hati. Ia pun berkata dengan lembut.
"Carilah wanita yang cocok untuk kau campuri, wahai Yang Mulia." ucapnya.
Sontak, sang penguasa singgasana murka dan membentak permasurinya.
"Tidak akan." ucap sang penguasa singgasana tegas. "Aku tidak akan mencampuri wanita manapun selain engkau, wahai permaisuriku."
Sungguh, cinta antara sang penguasa singgasana dan permaisuri sangatlah kuat. Bahkan, sang penguasa singgasana menerima dengan lapang dada kenyataan pahit yang diterima oleh pujaan hatinya tersebut.
"Namun, jika tidak ada kelahiran sang pewaris dalam kurun waktu tiga caturwulan, kerajaan akan hancur." ucap sang permaisuri lembut. Terdapat nada khawatir di balik suara permaisuri yang halus nan lembut bak kain sutera.
Sang penguasa singgasana turun dari altar kekuasaan lalu berjalan menghampiri permaisurinya. Ia pun memeluk erat sang permasuri lalu mencium lembut dahinya.
"Kita bisa melakukan berbagai ritual." ucapnya lembut untuk menenangkan permasurinya.
"Jika semua ritual itu tidak berhasil, maka kita harus merelakan Kerajaan Transoxania yang telah kita pertahankan sekuat tenaga hancur berkeping-keping."
Sungguh, sang penguasa singgasana dan permaisuri telah melakukan berbagai ritual. Namun, semuanya gagal. Hal itu berhasil menyebabkan sang penguasa singgasana patah semangat. Sekitar satu caturwulan lagi Kerajaan Transoxania akan hancur berkeping-keping. Sang penguasa singgasana tidak bisa melakukan apapun lagi. Semua usaha beserta harapan yang dihempaskan tinggi ke langit menghilang tanpa jejak dan pecah berhamburan membaur ke dalam awan.
Namun, harapan kembali tumbuh pada sang penguasa singgasana ketika penasehat kerajaan menyarankan untuk melakukan ritual pemujaan langit pada malam bulan purnama. Ritual itu dilakukan untuk memuja Sang Penguasa Langit lalu meminta dengan hati yang tulus dan penuh harap supaya diturunkan perwujudan Last Stardust untuk menapakkan kaki di bumi sebagai pelindung atau pewaris suatu wilayah kerajaan. Last Stardust bagi ahli tafsir mimpi dan peramal digambarkan sesosok yang indah nan rupawan, memiliki kekuatan yang kuat, juga memiliki aura yang terpancar indah bagaikan deburan bintang yang menyinari kelamnya langit malam. Namun, dibalik itu. Ritual ini harus menerima resiko yang teramat besar, yaitu bencana alam. Bencana alam itu bisa berupa hembusan angin ternado, kebakaran, banjir, bahkan kemarau berkepanjangan.
Demi harapan kuat yang telah dipupuk dengan sepenuh hati, Kerajaan Transoxania rela menghadapi resiko besar itu. Demi mendapatkan perwujudan Last Stardust dan demi keutuhan Kerajaan Transoxania, mereka rela berjalan jauh menuju puncak bukit yang berada di arah tenggara dari perbatasan kerajaan.
Dan disinilah mereka sekarang. Di puncak bukit yang dipenuhi oleh pohon pinus. Lebih tepatnya, di sebuah ruangan terbuka yang didepannya terdapat tebing curam.
Angin yang berhembus kuat meniup helai demi helai surai penghuni istana kerajaan dengan balutan kain berwarna putih. Mereka pun membiarkan lutut mereka mencium rerumputan lalu menautkan kesepuluh jari di depan dada mereka masing-masing.
Harapan ini.
Mereka hempaskan kuat ke bulan purnama yang bersinar terang ditemani oleh deburan bintang.
Berharap semoga harapan yang telah mereka hempaskan dengan kuat ke bulan purnama dan deburan bintang tidak menghilang begitu saja.
Semoga perwujudan Last Stardust akan lahir sebagai pewaris tahta Kerajaan Transoxania.
Dan kehancuran...
Akan diterpa hembusan angin yang kuat hingga pergi meninggalkan takdir buruk bagi Kerajaan Transoxania.
...
Sang paduka ratu tengah berjalan menelusuri hutan yang dipenuhi oleh pohon tinggi nan menjulang. Dengan balutan kain polos berwarna cokelat muda, sang paduka ratu masih terlihat cantik dan anggun. Surai hitam legam yang indah, mata besar dengan kelopak ganda dan manik cokelat hazel yang indah, hidung kecil nan bangir, juga bibir tipis merah delima. Ia pergi menuju kuil Buddha yang terletak di tengah hutan Kerajaan Transoxania untuk melakukan kunjungan dan doa.
Kuil Buddha telah berada di depan mata, sang paduka ratu menyunggingkan senyuman lalu berjalan dengan semangat memasuki gerbang kuil. Namun, seorang pertapa berlari tergopoh-gopoh menghampiri sang paduka ratu.
"Salam, ratu." ucap sang pertapa sambil membungkukkan badannya hormat.
"Salam." jawab sang paduka ratu sambil menyunggingkan senyuman lembut di wajahnya. "Apa yang terjadi padamu? Kenapa terburu-buru seperti itu?"
"Wahai paduka ratu, ada sesuatu yang ingin saya perlihatkan pada anda." ucap sang pertapa.
"Apa itu?" tanya sang paduka ratu.
"Mohon ikuti saya."
Tanpa pikir panjang, sang paduka ratu pun mengikuti pertapa yang melangkah menuju ke bagian belakang kuil. Sesampainya, sang pertapa menunjuk salah satu pohon bambu yang berada di sana.
"Lihatlah paduka ratu. Pohon bambu ini bercahaya." ucap sang pertapa.
Sang paduka ratu pun melihat secara seksama pohon bambu yang ditunjuk oleh pertapa. Terdapat secercah cahaya berkilauan di pohon bambu tersebut. Sontak, ia pun menyatukan kedua telapaknya di depan dada lalu membungkukkan badannya memberi hormat.
"Paduka ratu." panggil sang pertapa pelan.
Sang paduka ratu pun menatap penuh arti pertapa yang berada di sampingnya. "Ada baiknya kita menebang bambu ini." ucapnya lembut.
"Kenapa wahai ratu?" tanya sang pertapa.
Sang paduka ratu pun tersenyum lembut. "Karena Sang Penguasa Langit telah menurunkan perwujudan Last Stardust di bambu ini. Persis seperti mimpiku kemarin malam."
Sontak, sang pertapa yang menjadi ahli kuil pun pergi mengambil parang yang berada di pondok kecil. Sesampainya, ia pun menebang pohon bambu itu dengan hati-hati. Pohon bambu itu pun ambruk lalu terlihatlah kelopak bunga teratai yang mekar secara perlahan. Kemudian, terlihatlah figur laki-laki sebesar ibu jari yang tengah menutup kedua matanya dengan balutan kain mewah berwarna abu-abu.
"Apa itu boneka?" ucap sang pertapa bingung.
Sang paduka ratu pun berjalan mendekati pohon bambu. Sesampainya, ia pun meraih figur laki-laki itu perlahan dengan menangkupkan kedua telapak tangannya. "Ini bukanlah boneka." ucapnya.
Sang paduka ratu pun tersenyum ketika melihat figur itu menguap pelan lalu menidurkan tubuhnya di telapak tangannya. Menurutnya, figur laki-laki itu sangat menggemaskan.
"Aku akan membawanya ke istana." ucap sang paduka ratu. "Terima kasih telah menebangkan pohon bambu ini untukku."
"Jangan sungkan, paduka ratu. Saya akan melakukan apapun untuk anda." ucap sang pertapa.
Sang paduka ratu pun pergi meninggalkan kuil lalu berjalan menuju istana dengan hati gembira. Pandangannya tak pernah henti menatap figur laki-laki mungil yang tengah tertidur di telapak tangannya. Senyuman tercetak di wajahnya ketika melihat figur itu menggeliat pelan. Sungguh, betapa menggemaskan figur mungil ini.
Sang paduka ratu pun telah tiba di istana. Ia pun melangkah menuju ruang utama istana untuk menemui sang raja. Sesampainya, ia pun berlari menuju sang raja yang tengah duduk di singgasana.
"Lihatlah Yang Mulia!" ucap sang ratu penuh antusias.
Sang raja pun berdiri dari singgasana lalu menuruni altar. Ia menuju sang paduka ratu lalu melihat sesuatu di atas kedua telapak tangan paduka ratu. Ia pun berlindung dari cahaya yang teramat silau dengan menyipitkan matanya. Perlahan, cahaya menyilaukan mata itu menghilang lalu terlihatlah figur mungil laki-laki yang tengah tertidur.
"Indah sekali." kagum sang raja. Ia pun kaget ketika figur mungil laki-laki itu menggeliat pelan lalu terbangun dari tidurnya. Ia melihat figur itu menguap lalu mengucek pelan kedua matanya.
"Sungguh aneh." ucap sang raja. "Kenapa boneka ini bisa bergerak?"
"Ini bukanlah boneka yang mulia." ucap sang ratu. "Inilah perwujudan Last Stardust."
Sontak, sang raja kaget bukan main. Ia pun kembali menatap figur mungil laki-laki itu. Ia melihat figur itu meringkuk gemetaran.
"Apa yang terjadi padanya?" ucap sang raja.
"A-Aku tidak tahu, Yang Mulia."
Figur mungil laki-laki itu meringkuk menggigil di telapak tangan sang paduka ratu. Sontak, lapisan demi lapisan balutan kain yang menutupi tubuh figur itu terlepas kemudian terlempar jauh. Cahaya putih yang menyilaukan langsung menutupi figur mungil laki-laki itu. Sang raja dan paduka ratu pun menutup kedua mata mereka berlindung dari kilauan cahaya itu.
Kemudian..
Terdengarlah suara tangisan bayi.
Sang raja dan paduka ratu pun membuka kedua mata dengan penuh keraguan. Sontak, raut bahagia pun tercetak dengan jelas di wajah mereka ketika melihat seorang bayi.
"Akan aku panggilkan pelayan." ucap sang raja antusias.
Sang paduka ratu mengangguk mengiyakan lalu menggendong penuh kehati-hatian bayi laki-laki yang tengah menangis itu. Ia pun berusaha menenangkan bayi itu. Ia menghela nafasnya lega ketika bayi itu berhenti menangis lalu mulai tertidur. Ia pun mencium dahi bayi laki-laki itu dengan penuh rasa sayang.
"Selamat datang wahai pangeran Kerajaan Transoxania. Jadilah kekuatan utama kerajaan ini."
"Ibu akan melakukan apapun untuk merawatmu, membesarkanmu dan melindungimu."
"Pangeran Yixing."
"Sang perwujudan Last Stardust yang paling mulia dan pembawa keselamatan."
...
"Oh, ayolah kakek. Jangan menghalangiku." ucap remaja laki-laki berusia 18 tahun. Ia pun menatap penuh kesal pada sang kakek yang sedari tadi sibuk meracik ramuan obat-obatan.
"Aku hanya ingin melihat Pangeran Yixing setiap hari tanpa halangan, kek. Hanya itu saja, tidak lebih." ucap remaja laki-laki itu.
Melihat sang kakek yang tak bergeming sedikitpun, remaja laki-laki itu pun menggebrak meja.
BRAK!
"Kakek! Aku bicara padamu!" teriak remaja laki-laki itu. Sontak, perasaan bersalah langsung menghantam dadanya kuat. Ia pun menggigit bibir bawahnya.
"Kakek.." lirih remaja laki-laki itu. "Kumohon mengertilah perasaanku."
Sang kakek pun menghela nafasnya pelan. "Kakek tidak mengerti mengapa kau tergila-gila pada Pangeran Yixing." ucapnya. Ia pun menoleh ke belakang menatap sang cucu satu-satunya.
"Ketahuilah, Joonmyeon. kau tak akan pernah mendapatkan sosok Pangeran Yixing meskipun kau mencintainya lebih dari apapun." ucap sang kakek.
Remaja laki-laki itu -Joonmyeon- membuang nafasnya singkat. "Kenapa?" ucapnya. "Apa karena kita adalah kaum jelata yang notabene-nya kasta terendah?"
Joonmyeon menatap kakeknya. "Ayolah kakek. Lagipula, kalau aku lulus dari sekolah menengah angkatan perang, aku akan dipastikan bekerja di istana dan aku bisa membenahi perekonomian keluarga kita." ucapnya.
Tidak ada tanggapan dari sang kakek, Joonmyeon pun menghela nafasnya pelan. "Aku tidak mengerti mengapa kakek tidak mendukungku. Padahal, bukankah itu bagus kalau aku bersekolah di sana? Kalau potensiku berada di atas rata-rata, aku akan dipastikan memegang posisi panglima perang."
"Sekolah itu tidak dibuka untuk kasta rendah, Joonmyeon." ucap sang kakek pelan.
"B-Benarkah?" tanya Joonmyeon. Entah mengapa, terdapat ribuan jarum tak kasat mata yang menusuk dadanya kuat.
Sang kakek mengangguk mengiyakan. Ia menutup toples yang telah diletakkan racikan obat lalu menaruhnya di lemari gantung.
"Darimana kakek tahu?" tanya Joonmyeon.
Sang kakek tak menjawab. Hal itu membuat Joonmyeon geram.
"Apa kakek berbohong?" ucap Joonmyeon pelan. "Apa kakek sengaja mematahkan semangatku?"
Lagi, sang kakek tak menjawab. Joonmyeon pun mengepalkan telapak tangannya kuat.
"Bagaimanapun, aku akan bersekolah disana!" ucap Joonmyeon. "Jangan coba untuk menghalangiku!"
"Joonmyeon!" bentak sang kakek.
Sontak, Joonmyeon terdiam.
"Kakek sudah berusaha mendaftarkanmu di sekolah itu. Tapi, kakek diusir mentah-mentah dari sana." ucap sang kakek lirih.
Joonmyeon terdiam mematung. Ia pun menatap tak percaya pada kakeknya.
"Turutilah ucapan kakek yang satu ini, Joonmyeon."
Joonmyeon menarik sudut kanan bibirnya. "Terserah."
Sang kakek pun menatap kepergian tanpa pamit Joonmyeon dalam diam. Ia pun menghela nafasnya gusar.
"Pangeran Yixing terlalu susah untuk digapai, Joonmyeon."
...
Sang pewaris tahta kerajaan -Pangeran Yixing- menatap marah pada sang raja. Sedangkan sang raja, ia menghela nafas sambil memijat pelan batang hidungnya.
"Jangan pernah mengubah aturan tradisi, Yixing." ucap sang raja pelan.
Sang pangeran menggertakkan giginya marah. "Tradisi, tradisi dan tradisi. Selalu saja tradisi. Aku tidak mengerti mengapa ayah terlalu patuh pada tradisi yang tidak diketahui asal-usulnya."
"Yixing!" murka sang raja.
"Kumohon mengertilah ayah. Tradisi yang satu ini sungguh sangat keterlaluan." melas Yixing.
"Tidak bisa Yixing." ucap sang raja.
Yixing mengepalkan telapak tangannya kuat. "Bagaimanapun, aku akan tetap menghapus tradisi itu di saat aku menjadi raja nanti. Tidak akan ada yang bisa menghentikanku." ucapnya. Ia pun langsung pergi keluar dari ruangan utama istana.
Yixing -sang pangeran- berjalan menelusuri halaman istana hingga sampailah ia di gerbang utama.
"Salam, pangeran."
Yixing pun menoleh ke arah samping kanannya. Terlihatlah sang panglima perang yang tengah berjalan menuju ke arahnya.
"Aku ingin mencari kebebasan. Jangan halangi aku." ucap Yixing datar. Ia pun berjalan melewati penjaga gerbang utama istana dengan santai.
"Oh, iya." ucap Yixing yang menghentikan langkahnya tiba-tiba. Ia pun menatap datar sang panglima yang berada di belakangnya melalui bahunya.
"Jangan kirim satupun pengawal." ucap Yixing singkat. Ia pun berjalan menjauhi gerbang istana.
Dalam perjalanan tak tentu arah, Yixing menggerutu sambil menendang bebatuan kecil dan menghentakkan kakinya sesekali. Tanpa ia sadari, beberapa rakyat tertawa kecil melihat tingkah lakunya yang menggemaskan.
Yixing pun menghentikan langkahnya. Ia memejamkan matanya lalu menghirup dalam-dalam bau menggelitik yang berhasil membuat perutnya berbunyi. Seketika, ia baru ingat bahwa ia belum makan siang. Ia membuka matanya lalu berjalan menuju kedai makanan yang berada di sebelah kanannya.
"Salam, pangeran." ucap penjaga kedai makanan tersebut.
Yixing tersenyum dan terlihatlah lengkungan di pipi kanannya. "Anu, aku tadi mencium bau yang sangat enak. Boleh aku tahu, nama dan jenis jajanan ini?"
"Ini?" ucap sang penjaga kedai sambil menunjuk potongan lebar daging sapi yang digoreng oleh tepung panir dan disiram saus kental.
Yixing mengangguk mengiyakan.
"Ini namanya tonkatsu."
"Tonkatsu?" tanya Yixing memastikan yang dibalas anggukan oleh penjaga kedai. "Dari aromanya, ini kelihatannya sangat lezat. Aku ingin membelinya." ucapnya antusias.
Ketika Yixing merogoh saku celananya mencari-cari keberadaan uang, ia pun mengernyitkan dahinya bingung.
"Ambil saja, pangeran." ucap penjaga kedai sambil tersenyum ramah.
"Tidak, tidak. Aku akan membayarnya." ucap Yixing.
"Tidak apa, pangeran. Jangan sungkan. Sungguh, ini merupakan suatu kebanggaan saya untuk melayani dan memberikan jajanan yang saya buat secara cuma-cuma."
Yixing tersenyum simpul lalu mengambil lidi panjang kemudian menusuk potongan daging itu. "Baiklah." ucapnya. "Aku langsung memakannya ya. Tidak apa, kan?"
"Jangan sungkan, pangeran." ucap sang penjaga kedai sopan.
Yixing memasukkan potongan daging sapi itu ke dalam mulutnya. Sekejap, ia mengecap rasa asin dari saus kental itu dan merasakan tekstur daging sapi yang lembut ketika menguyahnya.
"Wah, ini sungguh enak." komentar Yixing antusias.
"Terima kasih banyak, pangeran."
Yixing tertawa pelan lalu menyunggingkan senyuman manis nan menawan di wajahnya. "Kalau begitu, aku pergi dulu. Terima kasih banyak." ucapnya. Ia pun membungkukkan badannya pada sang penjaga kembali lalu kembali melanjutkan perjalanan tanpa arah dan tujuannya.
Yixing pun terkekeh pelan ketika mendengar suara perempuan yang diyakini sebaya dengannya berkata dengan malu-malu.
"Ibu.. aku ingin menikah dengan Pangeran Yixing."
Yixing terus berjalan sambil mengedarkan pandangannya menelusuri seluk beluk wilayah kerajaannya. Tak terasa, ia telah sampai memasuki wilayah hutan. Tanpa merasa ada beban sedikitpun, ia melangkah memasuki hutan itu. Sekitar satu jam kemudian, kedua manik hitam legamnya menangkap sebuah danau dengan beberapa burung camar di sana. Ia pun berjalan menuju bibir danau lalu mendudukkan tubuhnya di atas rerumputan. Ia menatap gelombang air danau yang bergerak pelan nan lembut dengan tatapan yang tak bisa dibaca.
"Cih." decih Yixing tiba-tiba.
Yixing pun melepaskan pandangannya pada air danau lalu memandang pohon-pohon yang menjulang dan puncak bukit yang berada di belakang kumpulan pohon itu. Ia menghela nafasnya pelan lalu membaringkan tubuhnya. Ia pun menikmati hembusan angin yang menerpanya lembut sambil menutup kedua matanya dengan lengannya.
...
Joonmyeon tak henti-hentinya memukul batang pohon dengan ranting kayu yang ia ambil secara acak di belantara hutan. Sudah kesekian kalinya ia melakukan hal yang sama tanpa pernah merasa bosan. Ia pun telah berada di ujung hutan dan terlihatlah danau dengan beberapa burung camar di sana. Ia menggeram lalu menghentakkan kakinya kuat. Alhasil, burung-burung camar itu pun terbang beramaian. Ia diam sejenak sembari mengatur sistem pernapasannya.
Oh, tak sadarkah Joonmyeon bahwa ia baru saja dirasuki setan entah-apa-jenisnya?
Setelah dirasa cukup stabil, ia pun kembali menggeram marah lalu menendang batu yang berukuran tidak terlalu besar ke arah sembarang.
"Aduh!"
Joonmyeon panik. Ia pun langsung berlari menuju figur laki-laki yang tengah mendudukkan tubuhnya sambil memegang kepalanya kuat.
"Kumohon maafkan aku. Sungguh, aku tidak sengaja. Aku tidak tahu, jika tendanganku mengenai kepalamu. Aku juga tidak tahu kalau ada orang selain aku di danau ini." ucap Joonmyeon sambil menatap siluet figur laki-laki itu dengan raut panik tanpa bisa melakukan apa-apa.
Joonmyeon semakin dibuat panik ketika figur itu semakin meringis kesakitan. 'Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus kembali ke rumah untuk mengambil obat? Kakek, menurutmu aku harus berbuat apa?' batinnya.
"A-Aku akan mengambil obat." ucap Joonmyeon. Ia pun berdiri lalu langsung berlari menuju rumahnya.
"Tidak perlu."
Joonmyeon langsung menghentikan larinya yang belum sampai sepuluh langkah.
"Kenapa?" tanya Joonmyeon bingung. "Kepalamu terkena batu. Kata kakekku, bagian kepala itu merupakan bagian yang sensitif karena keseimbangan dan kinerja tubuh diatur oleh organ bernama otak yang berada di dalam kepala. Bagaimana kalau keadaanmu menjadi kritis tiba-tiba? Aku tidak mempunyai banyak uang untuk biaya perawatan. Kakekku pasti akan meninjuku kalau dia mengetahui kejadian ini."
Joonmyeon menatap figur itu yang mendongakkan kepalanya lalu memberi sedikit gerakan untuk sendi lehernya. Ia pun terdiam mematung karena sesosok itu-
"Aku tidak apa-apa. Ya, walaupun hanya merasa sedikit pusing. Tapi percayalah. Aku baik-baik saja sekarang."
-merupakan objek yang selalu dikagumi dan dipuja-puja olehnya. Bagaimana bisa?
"Hei! Kau tidak apa-apa?"
Joonmyeon mengerjapkan matanya cepat lalu menatap figur laki-laki itu yang tersenyum ke arahnya.
Oh, lihatlah senyuman itu. Terlihat sangat manis sekali. Apalagi lengkungan dalam di pipi kanannya.
Sungguh, Joonmyeon terpana melihat senyuman manis, cantik dan menawan pada wajah figur laki-laki itu.
Sontak.
"Kumohon maafkan tindakan kurang ajarku, pangeran." ucap Joonmyeon sambil membungkukkan badannya.
Figur itu -Pangeran Yixing- terkekeh pelan. "Tidak perlu meminta maaf. Justru aku malah berterima kasih." ucapnya.
Joonmyeon membangkitkan badannya. Ia pun menatap Yixing yang tersenyum lembut ke arahnya. Entah mengapa, jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Juga, terdapat ratusan kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya dan mulai beterbangan menggelitiki perutnya.
"K-Kenapa?" ucap Joonmyeon gugup.
"Karena kau telah membangunkanku dari tidur." ucap Yixing sambil tertawa pelan. "Aku bahkan tidak sadar kalau aku tertidur. Hembusan anginnya berhasil membuatku terbuai."
Joonmyeon mendudukkan tubuhnya. Ia pun menatap lekat sosok yang dikagumi dan dipuja-puja dengan jarak kurang lebih dua meter. Ia sungguh tak menyangka kalau sosok yang menarik seluruh perhatiannya terlihat lebih indah dari jarak sedekat ini -menurut Joonmyeon, jarak dua meter ini sudah sangat dekat-.
Yixing kembali menaruh perhatiannya pada danau. Ia pun memeluk lututnya lalu menyandarkan dagunya disana.
Joonmyeon pun tersenyum lembut ketika melihat raut sendu Yixing hanya melalui siluetnya saja.
"Maaf kalau aku lancang padamu, pangeran." ucap Joonmyeon. "Boleh aku bertanya sesuatu padamu?"
"Tanyakan saja." ucap Yixing singkat.
"Apa yang sedang dipikirkan olehmu, pangeran?"
Sontak, Joonmyeon menjadi panik ketika melihat raut wajah Yixing menjadi datar secara tiba-tiba.
"M-Maaf. Aku tidak-"
Joonmyeon langsung diam ketika melihat senyuman tulus dari seorang pangeran Kerajaan Transoxania.
"Tidak perlu minta maaf." ucap Yixing lembut. Ia pun menjatuhkan punggungnya di rerumputan.
Joonmyeon tersenyum. Walaupun percakapannya dengan Yixing teramat sangat canggung. Tapi ia bisa merasakan kesederhanaan dan keramahan dari sosok Pangeran Yixing. Inilah salah satu alasan Joonmyeon jatuh cinta kepada Pangeran Yixing selain parasnya yang manis, cantik dan menawan.
Pangeran Yixing sangat ramah dan loyal pada seluruh rakyat tak peduli dari golongan kasta manakah ia berada. Pangeran Yixing bahkan rela mengulurkan bantuannya pada salah satu rakyat kasta rendah yang tak mampu membayar hutang pajak.
Ah, Joonmyeon tak tahu bagaimana mengungkapkan rasa sukanya pada Pangeran Yixing dengan kata-kata.
"Ngomong-ngomong.."
Joonmyeon tersentak dari lamunannya lalu menatap sang pangeran yang menaruh seluruh perhatiannya pada langit.
"Apa kau pernah merasa marah pada anggota keluargamu karena kegiatanmu dikekang?" ucap Yixing.
Joonmyeon terdiam. Sontak, bayang-bayang perdebatannya pada sang kakek langsung terekam di benaknya.
"Pernah, pangeran." ucap Joonmyeon pelan. Ia pun menatap danau yang berada di depannya.
Yixing pun langsung menoleh ke arah Joonmyeon yang berada di dua meter kirinya. Ia bisa melihat raut sendu wajah Joonmyeon melalui siluetnya.
"Bagaimana perasaanmu?" tanya Yixing.
"Eum.."
Joonmyeon menghela nafasnya perlahan.
"Rasanya sangat menyakitkan." ucap Joonmyeon pelan. "Perasaan bersalah langsung menghantam dadaku kuat dan itu rasanya sangat menyakitkan."
Joonmyeon diam sejenak.
"Terlebih lagi, aku tidak memiliki orang tua dan hanya memiliki seorang kakek sebagai keluarga satu-satunya."
Sontak, Yixing menatap tak percaya pada Joonmyeon.
"Rasa sakit itu terasa menyakitkan berpuluh kali lipat."
Yixing melepaskan perhatiannya pada Joonmyeon lalu menjauhkan punggungnya dari rerumputan. Ia pun menatap lekat danau itu lalu menundukkan kepalanya dalam.
"Maaf, gara-gara aku.. kau-"
Joonmyeon tertawa pelan. "Tidak apa-apa, pangeran. Ini salahku. Karena aku tidak sengaja mengungkapkan silsilah keluargaku."
Yixing tersenyum simpul.
"Dari intonasi dan raut wajahmu tadi. Sepertinya kau baru saja marah pada kakekmu." ucap Yixing.
"Ah, iya." ucap Joonmyeon sambil menggaruk bagian belakang kepalanya yang sebenarnya tak terasa gatal.
"Sebenarnya bukan marah, sih. Mungkin istilah 'kesal' jauh lebih cocok. Aku sedikit mengerikan kalau marah." ucap Joonmyeon.
Keheningan pun langsung menyelimuti.
"Anu.." ucap Joonmyeon setelah sekian menit saling berdiam. "Sepertinya pangeran sedang berada dalam masalah. Jikalau pangeran mengizinkan. Bolehkah aku mengetahui masalahmu?" lanjutnya mencoba memberi perhatian.
Yixing menggigit bibir bawahnya.
"Ah, kalau tidak mau juga tidak apa-apa."
"Itu.." ucap Yixing pelan. Ia pun menghela nafasnya.
"Hanya perdebatan kecil."
"Perdebatan kecil?" ucap Joonmyeon memastikan.
Yixing bergumam sebagai tanggapan. "Tapi, perdebatan kecil itu berhasil membuatku geram."
Yixing menatap Joonmyeon. "Mau tahu?"
Joonmyeon mengangguk antusias.
Yixing tersenyum. "Kau tahu sendiri, kan? Secara garis besar, terdapat empat golongan kasta. Jika diurutkan dari tertinggi ke terendah, ada kasta kaum bangsawan, kasta kaum pertapa atau budha, kasta kaum prajurit atau ksatria perang, dan terakhir kaum rakyat jelata."
Joonmyeon diam. Ia setia menyimak ucapan Yixing. Bahkan, ia menikmati suara lembut Yixing yang menyahuti indra pendengarannya.
"Dan entah mengapa, penggolongan kasta itu tidak adil berdasarkan perlakuan yang diterima. Contohnya, kasta kaum rakyat jelata. Aku banyak menemukan kasta kaum rakyat jelata yang diperlakukan kejam karena tidak mampu membayar pajak. Selain itu, banyak di antara mereka yang meninggal karena penyakit dan kelaparan. Perlakuan yang mereka terima sangat berbeda dengan ketiga golongan kasta yang lainnya. Entah mengapa menurutku, kasta kaum rakyat jelata kurang diperhatikan oleh kerajaan." ucap Yixing.
"Karena alasan itulah, aku akan menghapus penggolongan kasta ketika aku menjadi raja nanti. Namun, ayah melarangku. Katanya, aku akan melanggar aturan tradisi leluhur."
Yixing menggertakkan giginya.
"Aku berusaha membujuk ayah untuk menyetujui salah satu rancangan kebijakanku ini. Tapi, ayah tidak pernah menyutujuinya bahkan melarangku untuk tidak memasukkan kebijakanku itu ke dalam undang-undang kerajaan."
Joonmyeon diam. Ia menatap Yixing yang membenamkan wajahnya sambil memeluk lututnya erat.
"Sayang sekali jika Yang Mulia Raja tidak menyetujuinya. Padahal, aku sangat setuju kalau penggolongan kasta dihapuskan."
Sontak, Yixing langsung menatap Joonmyeon lekat. "B-Benarkah?"
Joonmyeon tersenyum lembut. "Benar, pangeran. Aku merasa kalau penggolongan kasta menghambat kegiatan, keinginan dan cita-cita."
Yixing terpaku melihat senyuman Joonmyeon yang terlihat sangat tampan. Oh, lihatlah mata yang berbinar itu. Sepertinya remaja laki-laki ini sangat menginginkan penggolongan kasta dihapuskan.
"Kaum rakyat jelata hanya terpaku pada pekerjaan berdagang, bertani dan berkebun. Pekerjaan itu sama sekali tak membantu perekenomian kaum rakyat jelata yang sangat keterbelakangan. Ditambah lagi dengan adanya tanggungan pajak. Wajar, jika kaum rakyat jelata banyak yang meninggal karena kelaparan." ucap Joonmyeon. Ia pun mengepalkan telapak tangannya kuat.
Melihat sikap Joonmyeon, Yixing menaruh tanda tanya besar di benaknya. Apakah remaja laki-laki yang tengah berbicara dengannya ini berasal dari kaum rakyat jelata?
"Bahkan, penyelenggaraan sekolah pun masih dibatasi. Seolah-seolah kaum rakyat jelata tidak pantas untuk bersekolah. Bukankah itu menyakitkan?"
Joonmyeon jadi teringat perdebatan dengan kakeknya tadi.
"Bagaimana kalau kita ambil contohnya dari kehidupanku. Aku dan kakekku berasal dari kasta terendah. Untuk melangsungkan kehidupan, kakek bekerja sebagai petani. Seperti yang pangeran katakan tadi, banyak rakyat kasta rendah meninggal karena penyakit. Itu semua karena rakyat kasta rendah tak mampu membayar biaya perawatan. Dari alasan itulah, kakek berinisiatif membuka klinik perawatan bebas biaya untuk rakyat kasta rendah."
"Selain itu, aku berinisiatif untuk bersekolah di sekolah menengah angkatan perang. Kenapa aku ingin bersekolah disana? Karena aku ingin bekerja di istana sebagai prajurit atau pengawal. Dengan begitu, aku bisa membenahi perekonomian keluargaku. Namun, sekolah itu tidak bersedia menerima murid dari kasta rendah. Terpaksa aku harus menelan keinginan itu dalam-dalam."
"Benarkah?" ucap Yixing tak percaya. "Kalau begitu, aku akan bicara pada ayah untuk membuka penerimaan murid untuk kasta rendah."
"Tidak perlu, pangeran." ucap Joonmyeon.
"Kenapa?"
"Aku sudah tidak minat lagi."
Yixing hanya diam sambil menatap Joonmyeon bingung. Baru saja ia membuka suaranya untuk protes, Joonmyeon langsung menyela.
"Jika sekolah itu telah membuka penerimaan murid untuk kasta rendah dan aku sendiri masuk sekolah itu tanpa ada semangat sedikitpun, semua itu terasa percuma."
Yixing hanya diam sambil menatap Joonmyeon. Sebenarnya, ia sungguh tak percaya jika Joonmyeon berasal dari kaum rakyat jelata. Sungguh, ia berpikir bahwa Joonmyeon berasal dari kaum ksatria.
Jujur saja.
Paras Joonmyeon sangatlah tampan. Ia jarang sekali bertemu dengan laki-laki setampan ini di antara sekian banyak kaum rakyat jelata.
Selain itu, ia sungguh tak percaya kalau Joonmyeon sangat menyetujui rencananya untuk menghapus penggolongan kasta. Ia tahu. Dibalik kata-katanya itu, terselebung dukungan untuknya.
Yixing tersenyum lembut. "Begitu ya." ucapnya pelan. Ia pun mendaratkan punggungnya di atas rerumputan. Ia menatap langit yang mulai berwarna jingga.
"Aku sangat mendukung pangeran untuk menghapus penggolongan kasta. Mungkin, aku sebagai perwakilan kasta rendah memohon bantuan pangeran." ucap Joonmyeon.
Yixing menatap Joonmyeon. Ia bisa melihat Joonmyeon memberi sujud kepadanya. Sontak, ia langsung bangun dari tidurnya lalu berlari menuju Joonmyeon yang berada di dua meter kirinya.
"Jangan bersujud seperti itu padaku." ucap Yixing. Ia pun menggenggam kedua lengan Joonmyeon lalu membangkitkan tubuh Joonmyeon.
Joonmyeon bangkit. Ia pun menatap Yixing yang berada di hadapannya. Ia tertegun. Inilah jarak paling dekat antara dirinya dan pangeran.
"Kenapa, pangeran?"
Yixing menggigit bibir bawahnya kuat. "Dengarkan saja apa perkataanku. Jika kau melakukannya lagi, aku akan membunuhmu."
Joonmyeon diam. Ia melihat Yixing yang memejamkan matanya rapat. Ia pun merasakan genggaman tangan Yixing di kedua lengannya mengerat.
"Kenapa? Bukankah rakyat jelata pantas melakukan ini pada kaum bangsawan?"
"DENGARKAN SAJA PERKATAANKU! KENAPA KAU TIDAK MENGERTI JUGA, HAH?!"
Joonmyeon terdiam mematung. Ia pun menatap penuh arti pada Yixing yang mulai terisak kemudian menangis.
"Maafkan aku, pangeran." ucap Joonmyeon sendu. "Maaf atas kelancanganku."
"Seharusnya aku yang meminta maaf padamu." ucap Yixing sambil terisak. Ia pun menarik lalu menghela nafasnya perlahan berusaha untuk menghentikan tangisannya.
"Seharusnya aku.. tidak berteriak padamu." ucap Yixing. "Aku hanya.. tidak suka."
Joonmyeon tersenyum maklum. "Tidak apa, pangeran. Justru, aku merasa sangat senang."
Yixing yang tadinya menundukkan kepalanya dalam, langsung mengangkat kepalanya untuk menatap Joonmyeon.
Sungguh, Joonmyeon ingin menghapus sisa bulir air mata yang membasahi pipi Yixing. Namun, ia tidak bisa melakukannya.
"Aku senang karena pangeran mengeluarkan emosi yang terpendam. Aku yakin sekali, pangeran pasti kerap memendam emosi. Benarkan?"
Joonmyeon tersenyum lembut.
"Aku bersedia sepenuh hati untuk menjadi pelampias emosi pangeran."
Yixing menatap lekat Joonmyeon yang berada di hadapannya. Ia pun tersenyum simpul. "Terima kasih."
Joonmyeon tidak menjawab. Ia hanya menatap Yixing yang berjalan menjauhinya. Ia pun merutuk kebodohannya. Seharusnya ia tidak mengatakan itu pada Yixing. Ia pun berdiri dari posisi berlutut. Ia mengarahkan tubuhnya ke belakang lalu mulai berjalan meninggalkan danau.
"Tunggu!"
Joonmyeon berhenti. Ia pun menoleh ke arah Yixing yang berada di belakangnya. Ia dapat melihat Yixing yang tersenyum lembut ke arahnya.
"Aku belum mengetahui namamu." ucap Yixing.
"Namaku Joonmyeon, pangeran."
Tiba-tiba, hati Joonmyeon menghangat ketika melihat Yixing melebarkan senyumannya.
"Baiklah Joonmyeon. Bolehkah aku bertemu denganmu di hari-hari yang akan datang?"
Sontak, jantung Joonmyeon berdegup dengan sangat kencang.
"Tentu, pangeran. Aku akan menunggumu di danau ini."
Joonmyeon dan Yixing pun saling diam.
"Hari ini aku sangat bahagia." ucap Yixing sambil tertawa pelan. "Karena aku akhirnya menemukan teman bicara selama 18 tahun hidup di dunia ini."
Yixing menatap lekat Joonmyeon.
"Joonmyeon. Maukah kau menjadi temanku?"
Joonmyeon tertawa pelan. "Tentu saja, pangeran."
'Bahkan menjadi pendamping hidupmu, aku sangat bersedia.' batin Joonmyeon.
Yixing tertawa. "Ternyata, bicara denganmu sangat menyenangkan juga."
"Aku jadi tidak sabar untuk hari esok."
Joonmyeon tersenyum simpul. "Aku juga, pangeran."
"Kalau begitu, aku pulang dulu ya. Aku tidak ingin dijemput oleh pengawal istana." ucap Yixing.
"Bagaimana kalau aku mengantarmu, pangeran?" ucap Joonmyeon.
"Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri. Kau kembalilah pulang. Kakekmu pasti menunggu."
Joonmyeon terdiam.
"Baiklah. Semoga kau selamat sampai di istana, pangeran."
Joonmyeon menatap Yixing yang mulai berjalan menjauh membelakanginya. Tiba-tiba, ia pun melihat Yixing yang berbalik arah dan tersenyum ceria ke arahnya.
"Jangan panggil aku pangeran." ucap Yixing dengan menaikkan sedikit intonasinya. "Panggil saja Yixing, mengerti?"
"Baiklah, Yixing. Sampai jumpa."
Yixing mengacungkan ibu jarinya sebagai tanggapan. Ia pun mulai berjalan memasuki hutan menuju pusat pemukiman kerajaan. Ah, hari ini hari terbaik selama 18 tahun terakhir ia menghembuskan nafas di dunia ini. Semoga saja, tidak ada hambatan di hari esok supaya ia bisa bertemu kembali dengan Joonmyeon.
Sungguh, ia sangat merasa nyaman ketika berbicara dengan Joonmyeon.
Mungkin hanya Joonmyeon.
Satu-satunya insan yang mengerti tentang keadaan dan perasaannya.
"Aku akan menemuimu lagi, Joonmyeon." ucap Yixing sambil tersenyum senang.
Joonmyeon pun kembali menuju rumahnya dengan hati berbunga-bunga.
Bagaimana tidak.
Ia bisa berbicara tanpa beban dengan sang pangeran yang menjadi sosok yang dikagumi dan dipuja-puja. Ia tak henti-hentinya membayangkan bagaimana pangeran itu tersenyum. Senyuman itu sangatlah manis dan cantik.
Jika boleh.
Joonmyeon ingin memanggil Yixing dengan sebutan tuan putri.
Bahkan menurut Joonmyeon.
Yixing jauh lebih cocok menjadi seorang putri ketimbang pangeran.
Sungguh, Joonmyeon sangat bahagia.
Karena...
Mimpinya menjadi kenyataan sekarang.
"Aku akan menunggu kedatanganmu besok, putri Yixing."
...
Joonmyeon memejamkan matanya sembari membiarkan angin menerpa wajahnya lembut dan menerbangkan surai cokelat gelapnya. Dengan setia, ia menunggu kedatangan sang pangeran sejak matahari berada di atas bumi. Ia menunggu kedatangan sosok yang berhasil membuat jantungnya berdegup kencang dengan senang hati dan juga antusias.
Namun.
Hingga matahari berada di ufuk barat kemudian menyembunyikan dirinya.
Joonmyeon tak mendapati kedatangan Pangeran Yixing.
Alhasil, rasa kecewa pun langsung menghantam batin Joonmyeon kuat.
"Ingat Joonmyeon, kehidupan kerajaan itu tak seindah yang kau kira." gumam Joonmyeon menyemangati dirinya sendiri.
Joonmyeon menghela nafasnya kuat. Batinnya berkata bahwa sang pangeran akan datang esok hari.
Namun.
Sama dengan hari kemarin.
Sang pangeran tak kunjung datang pada hari ini.
Joonmyeon tersenyum sembari memandangi hamparan langit yang terbentang indah dengan beberapa awan putih.
"Mungkin, Pangeran Yixing akan kembali datang besok."
Dua hari.
Tiga hari.
Lima hari.
Bahkan seminggu.
Joonmyeon selalu menunggu di danau ini sembari berbaring menatap indahnya langit.
Namun sang pangeran masih tak kunjung datang.
Joonmyeon menghela nafasnya kuat. Mungkin hari ini sang pangeran tak akan datang. Ia pun bangkit dari tidurnya kemudian berjalan meninggalkan danau dengan berat hati. Ia menundukkan kepalanya menatap rerumputan dan beberapa ranting kayu ketika ia memasuki hutan.
"Joonmyeon."
Joonmyeon mengangkat kepalanya. Maniknya pun beradu dengan manik hitam legam sang pangeran.
"Apa kau ingin pulang?"
Joonmyeon merasa tak enak hati pada sang pangeran yang berada di hadapannya ini.
"Maaf ya. Ada urusan penting yang harus diselesaikan."
"Tidak apa, pangeran. Eh, maksudku. Yixing." ucap Joonmyeon. "Ayo kembali ke danau."
Yixing tersenyum antusias lalu menarik lengan Joonmyeon menuju danau.
Joonmyeon mengernyitkan dahinya bingung. Selang beberapa detik kemudian, rasa gugup langsung menyerangnya kuat. Bahkan, ia hampir mengeluarkan darah dari hidungnya ketika menyadari suatu realita.
Jemari lentik Yixing menggenggam erat lengannya.
Dan dari sanalah Joonmyeon mengetahui bahwa tekstur telapak tangan Yixing sangatlah lembut.
Astaga..
Ini bukan mimpi, kan?
"Ah, danau ini memang sangat indah."
Joonmyeon tersadar dari lamunannya. Ia pun menatap Yixing yang berada beberapa meter di depannya. Ia melihat bahu sempit Yixing yang terlihat sangat imut. Ingin sekali ia mendekap tubuh itu dari belakang lalu menghirup aromanya dengan mengendus lehernya.
Tak sadar.
Joonmyeon pun tersenyum.
Karena menurutnya.
Yixing terlihat sangat ceria hari ini.
"Aku tidak mengerti mengapa kau sering sekali melamun."
Joonmyeon tersadar dari lamunannya. Ia terhentak kaget. Bahkan, ia hampir terjatuh karena Yixing berada di hadapannya secara tiba-tiba. Ia pun tertawa kikuk sambil menggaruk bagian belakang kepalanya.
Melihat tingkah aneh Joonmyeon, Yixing tertawa pelan.
"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan." ucap Yixing dengan nada yang terdengar serius.
"A-Apa itu?" ucap Joonmyeon. Entah mengapa ia menjadi gugup.
'Jangan pangeran. Jangan mendahuluiku untuk menyatakan perasaan suka, pangeran.' batin Joonmyeon.
"Dua hari lagi.."
'Kenapa? Ada apa dengan dua hari lagi? Apa kau akan menikah, pangeran?' batin Joonmyeon.
"Aku akan pergi perang."
"Hah?" ucap Joonmyeon bingung.
Sungguh, Joonmyeon tak bisa mencerna perkataan Yixing dengan baik.
"Dua hari lagi. Aku. Akan. Pergi. Perang." ucap Yixing penuh penekanan pada tiap kalimat.
"Perang?" ucap Joonmyeon menanyakan kepastian.
Yixing mengangguk mengiyakan. "Ini pertama kalinya aku diturunkan ke medan perang."
"Aku.. sangat gugup." ucap Yixing. "Ditambah lagi dengan perkataan peramal kerajaan pada waktu itu."
"Apa yang dikatakan olehnya?" tanya Joonmyeon.
Yixing memejamkan matanya sejenak lalu menghela nafasnya pelan.
"Kata peramal kerajaan, di perang itu aku tidak selamat."
"Aku tidak mengerti. Apa maksudnya?"
"Maksudnya, ada dua kemungkinan yang terjadi pada diriku. Pertama, terluka parah dan kedua, gugur di medan perang."
"Apa?" ucap Joonmyeon tak percaya.
Yixing menundukkan kepalanya dalam sambil menggigit bibir bawahnya.
"Jangan khawatir. Kalau kau berlatih dengan giat dan keras, takdir yang diramalkan oleh peramal itu tidak akan terjadi." ucap Joonmyeon sambil tersenyum lembut.
Joonmyeon dan Yixing pun saling diam.
"Joonmyeon." ucap Yixing membuka suara.
"Hm?"
"Bolehkah aku menitip pesan untuk kakekmu?"
"Tentu."
"Saat kau pulang nanti. Katakan pada kakekmu, aku akan menunggu kedatangannya di istana. Tolong ya, Joonmyeon." ucap Yixing.
"Apa aku boleh tahu kenapa kau menunggu kedatangan kakekku di istana?" tanya Joonmyeon.
"Kakekmu akan menjadi tenaga medis saat perang nanti." jawab Yixing.
"Baiklah. Akan aku sampaikan." ucap Joonmyeon sambil tersenyum lembut.
"Terima kasih, Joonmyeon."
Tidak ada lagi percakapan dominan pada kedua insan ini. Mereka mulai berurusan dengan batin mereka masing-masing. Termasuk Joonmyeon yang harus merelakan sang pangeran pergi mengikuti medan perang. Ah, andai saja ia seorang ksatria, ia akan menjadi pelindung sang pangeran di medan perang.
Namun.
Inilah realitanya.
Joonmyeon merupakan bagian dari kaum rakyat jelata yang hanya bisa melemparkan harapan ke langit atas keselamatan sang pangeran. Sungguh, ia tak ingin pertemuan ini adalah pertemuan terakhirnya dengan sang pangeran.
"Joonmyeon. Sungguh, aku tak pernah merasa segugup dan setakut ini sebelumnya." ucap Yixing lirih.
"Aku ingat sekali bahwa aku sangat menantikan medan perang saat aku masih kecil dulu. Namun, entah mengapa.. aku.. merasa sangat takut."
"Sungguh, aku takut.."
Yixing menarik lalu menghela nafasnya perlahan.
"Tidak bisa bertemu denganmu lagi."
Entah mengapa, ini terasa sangat menyakitkan bagi Yixing dan juga Joonmyeon.
"Padahal, aku sangat bahagia karena aku akhirnya mempunyai teman bicara."
Yixing menatap kedua manik Joonmyeon lekat. Perlahan, air mata pun turun membasahi pipinya.
Joonmyeon mengepalkan telapak tangannya kuat. Ingin sekali, ia mendekap tubuh kecil itu. Ia tidak bisa melakukannya karena kasta rendah tak pantas melakukan kontak fisik dengan kasta tinggi. Ia semakin dibuat tak tega ketika melihat Yixing mulai menangis terisak.
"Sebelum terlambat. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Yixing." ucap Joonmyeon. Ia pun menatap lamat kedua manik hitam legam Yixing. Seketika, ia mengagumi keindahan manik Yixing beserta wajah yang terpahat cantik.
"Maaf, kalau aku telah lancang.."
Joonmyeon menarik lalu menghela nafasnya perlahan.
"Menyukaimu."
Yixing kaget tak percaya. Bibirnya pun bergetar untuk bicara. Namun, tenggorakannya tersendat secara tiba-tiba.
"Aku menyukaimu sejak lama. Aku menyukai kesederhanaan dan keramahanmu pada seluruh rakyat tak peduli dari kasta manakah ia berada. Kau sangat baik dan loyal. Namun, realita telah mengatakan suatu hal padaku."
"Bahwa aku.."
"Tak'kan bisa memilikimu."
"Aku yang berasal dari kasta rendah, tak'kan pernah menjadi pendamping hidup kasta tinggi sepertimu, Yixing."
Joonmyeon menggigit bibir bawahnya.
"Lagipula, rasa sukaku padamu yang melahirkan rasa cinta adalah salah."
"Aku mengatakannya, karena aku hanya ingin kau tahu perasaanku, Yixing. Mulai sekarang, kau boleh membenciku. Kau boleh menjauhiku."
Joonmyeon pun diam. Ia menatap Yixing yang menggigit bibir bawahnya.
"Bodoh.. hiks.. Joonmyeon bodoh.." ucap Yixing.
Joonmyeon mengernyitkan dahinya bingung.
"Joonmyeon, kau sangat bodoh!" ucap Yixing. Ia pun mendekatkan jaraknya pada Joonmyeon lalu mulai memukul kuat dada Joonmyeon.
"Aku tidak mengerti.. hikss.. mengapa kau patuh sekali.. hiks.. pada adab setiap kasta.. hiks.."
"Kau sangat bodoh, Joonmyeon.. hiks.."
"Aku juga menyukaimu!"
"Aku menyukaimu karena.. dari seluruh penghuni yang menapakkan kaki di bumi ini, hanya kaulah yang mengerti aku. Hanya kaulah yang mengerti keadaan dan perasaanku!"
Joonmyeon terdiam. Ia menatap Yixing yang mencengkram kuat kain yang membaluti tubuhnya.
"Bodoh! Rasa sukamu padaku itu tidak salah! Bahkan, cinta kita tidak salah! Dasar bodoh!"
Joonmyeon bingung bagaimana harus menyikapi realita ini. Ia bahagia. Tapi di sisi lain, ia merasakan sesuatu yang menyesakkan dada.
Yixing meraih telapak tangan Joonmyeon lalu menangkupkan telapak tangan itu di pipinya. "Sekarang hapuslah air mataku."
Yixing menggeram marah karena tidak ada pergerakan tangan Joonmyeon di wajahnya. "Dasar payah!". Ia pun mulai menangis lebih keras dari sebelumnya.
Joonmyeon menarik lalu menghela nafasnya perlahan. Dengan penuh keraguan, ia pun menggerakkan ibu jarinya untuk menghapus air mata Yixing. Lambat laun, keraguan pada Joonmyeon pun hilang. Ia menghapus bulir bening itu dengan hati-hati.
"Berhentilah menangis, Yixing. Kumohon." ucap Joonmyeon lembut.
Dengan cepat, Joonmyeon langsung mendekap erat tubuh Yixing. Ia memejamkan kedua matanya lalu mengeratkan dekapannya untuk mengikat tubuh kecil itu masuk ke dalam ruang lingkupnya.
Yixing memejamkan matanya lalu membenamkan wajahnya di pundak Joonmyeon. Ia melingkarkan lengannya di pinggang Joonmyeon lalu mengikatnya erat.
Perlahan demi perlahan.
Tangisan Yixing pun mereda.
Bagi Yixing. Berada di dekapan Joonmyeon membuatnya sangat hangat, nyaman dan aman.
Joonmyeon tersenyum simpul ketika merasakan Yixing menggeliat pelan di dalam dekapannya. Ia pun mengusap pelan surai hitam indah Yixing.
"Yixing."
"Hm.."
Rasa sesak pun langsung menyerang dada Joonmyeon.
"Aku memang tidak bisa melindungimu di medan perang nanti."
"Tapi.."
"Berjanjilah padaku untuk kembali dengan keadaan selamat."
Yixing menggigit bibir bawahnya kuat lalu mengangguk kepalanya pelan.
"Ya, aku berjanji padamu."
...
"Kenapa kau tetap menurunkan Yixing ke medan perang, Yang Mulia. Bagaimana jika Yixing.."
Sang raja mendekap erat paduka ratu untuk memberikan secercah ketenangan.
"Itu memang kewajibannya sebagai pewaris utama, permaisuriku."
Sang raja pun menatap pangeran yang tengah menghunuskan pedang ke ruang hampa. Tak ada siapapun disana. Hanya ada seorang pangeran yang tengah berlatih keras dengan sebuah pedang.
"Lagipula, Yixing merupakan sesosok yang kuat dan tangguh."
Sang paduka ratu menatap sendu putra semata wayangnya. "Tapi lihatlah, Yang Mulia. Dari gerakannya, bukankah sudah jelas kalau Yixing tengah berputus asa?"
Air mata pun jatuh membasahi pipi tirus nan indah paduka ratu. Ia pun membalas pelukan sang raja lalu membenamkan wajahnya di dada bidang sang raja. "Andai saja Yixing tak mendengar perkataan peramal, dia tak akan putus asa seperti ini."
"Tenanglah, permaisuriku." ucap raja menenangkan sang paduka ratu. "Yixing merupakan perwujudan Last Stardust. Dia akan selalu dilindungi oleh langit. Percayalah Yixing tidak akan celaka, permaisuriku. Buanglah sejauh mungkin bayang-bayang buruk yang memenuhi benakmu."
Sang raja pun mengusap pelan surai indah paduka ratu sambil menatap putra semata wayangnya dengan penuh harap.
"Ya. Yixing akan selalu dilindungi oleh langit."
Yixing yang tengah berlatih menghunuskan pedang, membuang nafasnya kasar lalu menjatuhkan lututnya ke tanah. Air mata pun jatuh dengan tanpa dosa membasahi pipinya.
"Kenapa seperti ini?" ucap Yixing lirih.
"Aku harus berlatih keras supaya aku bisa menepati janjiku pada Joonmyeon."
Sontak, Yixing pun bangkit lalu menghunuskan pedangnya pada batang kayu setinggi dua meter di depannya. Batang kayu itu terbelah dan ia pun menatap batang kayu yang terbelah dengan sangat datar. Perlahan, ia mendongakkan kepalanya lalu menatap langit gelap dengan deburan bintang yang bersinar cantik dan ditemani oleh kirana rembulan.
Ia pun menyunggingkan senyuman di wajah manisnya.
Joonmyeon yang tengah meracik ramuan obat-obatan, menatap deburan bintang yang bersinar cantik di langit malam melalui jendela rumahnya. Kakeknya telah pergi menuju istana dan tinggallah ia sendiri dengan melanjutkan pekerjaan kakeknya yang tertunda. Ia pun menghela nafasnya gusar.
Sungguh, ia takut jika Yixing-nya akan terluka bahkan gugur di medan perang.
Joonmyeon pun tertawa getir.
"Ada apa denganmu, Joonmyeon? Tidak ada pangeran kerajaan yang lemah. Percayalah." gumamnya.
"Yixing pasti akan kembali padamu."
...
Masa demi masa telah berlalu.
Sudah tak terhitung lagi seberapa lama Yixing pergi meninggalkan Joonmyeon.
Joonmyeon tak pernah menyerah dan putus asa untuk melawan rasa takut yang sewaktu-waktu menyerangnya kuat tanpa ampun.
Joonmyeon terus tersenyum menatap langit.
Berharap semoga Yixing-nya akan baik-baik saja.
Sekarang, Joonmyeon disibukkan dengan kegiatan menolong rakyat dari kalangan yang sama sepertinya di klinik milik sang kakek. Ada kalanya ia pergi menuju ke belantara hutan untuk mencari bunga herbal. Juga, ada kalanya ia pergi menuju danau yang berada di antara hutan untuk melepas rasa rindunya pada Yixing.
Kegiatan itu.
Selalu dilakukan oleh Joonmyeon secara bergantian.
Ia tak pernah merasa lelah untuk melakukannya. Juga, ia tak pernah sekalipun mengeluh.
Karena.
Inilah cinta Joonmyeon pada Yixing.
Walaupun rasanya tak mungkin seorang dari kalangan kasta terendah mencintai bahkan memiliki sosok dari kalangan kasta tertinggi.
Namun.
Joonmyeon benar-benar sangat mencintai Yixing.
Tak'kan ada yang mampu menghentikan rasa cintanya pada Yixing.
Joonmyeon pun menghela nafasnya gusar.
Sampai kapankah ia menunggu?
Baginya..
Menunggu itu sangat menyakitkan.
...
"Akh!"
Yixing mengeluarkan darah dari bibirnya sembari menahan pedang itu supaya tidak menembus tubuhnya dengan menggenggamnya kuat. Aliran darah pun mengalir tiada henti di telapak tangan kirinya.
"Akh!"
Lagi, Yixing mengeluarkan darah dari bibirnya. Ia merasakan pedang itu menembus masuk ke tubuhnya lebih dalam.
Yixing pun ambruk tak berdaya ketika sang musuh menarik pedangnya keluar dari tubuhnya. Ia meringis sakit. Tubuhnya terasa hancur dan remuk. Ia ingin bangkit. Tapi, tak bisa. Tubuhnya mati rasa. Ia tak bisa bergerak.
Pandangannya mulai menggelap perlahan.
Ia berusaha untuk tetap membuka matanya. Namun, kedua kelopak matanya terasa berat seiring rasa sakit yang dirasakan tubuhnya semakin menjadi.
Yixing mengeluarkan air matanya perlahan.
Ia yang ditugaskan oleh panglima perang untuk memimpin penyerangan di bagian barat bersama prajurit yang lainnya, harus rela menelan pahit kegagalan yang menyakitkan.
Ia gagal memimpin pasukan.
Ia gagal menjalankan tugas dari panglima perang.
Ia gagal melindungi pasukan utama.
Ia gagal menepati janjinya pada Joonmyeon.
Air mata tak berhenti membendung ketika melihat pasukan musuh menerobos masuk pertahanan yang telah ia buat dan menuju ke pertahanan pusat yang berada di ujung utara.
Rasa sakit akibat hunusan pedang di dadanya semakin menggrogoti hingga membuat tubuhnya melemah.
Pandangannya pun menggelap.
Dengan sisa tenaga yang sedikit, Yixing menggerakkan bibirnya untuk mengucapkan sepatah kata.
"Maaf.."
"Joon.. Myeon.."
- To be Continued -
Author's note:
Maafkan atas kecintaanku pada sesuatu yang tidak biasa/antimainstream ini.. T^T
Betewe, saya gak nehan melihat teaser comback EXO, fufufufu (plis, saya ngakak baca judul comeback-nya *maapkeun*). Suho cuman bentar banget disorotnya (sedih banget gak ada Yixing T^T). Saya kan jadi ketinggalan melihat ketampanannya xD
Yang belum melihat teaser-nya, nyok dilihat. Mari syok berjamaah :v
Love Sign,
AqueousXback
