BLAR
Aku membuka mataku perlahan. Sungguh permulaan hari yang buruk dengan di bangunkan oleh bunyi ledakan. Aku meraih kacamata kuno ku yang kutaruh di samping kasur. Setelah merasa nyawaku sudah terkumpul semua, aku berteriak memanggil si pembuat keributan
"PROFESSOR! APA YANG KAU LAKUKAN PAGI PAGI BEGINI?!"
Aku menyesali perbuatanku, karena setelah berteriak sekencang itu, tenggorokkan ku terasa sakit sekali. Tapi tanpa teriakkan sekencang itu, professor itu pasti tidak akan mendengarnya. Maklum factor usia dan lokasi. Ia pasti sedang berada di laboratorium bawah tanahnya.
Dari luar terdengar langkah kaki yang berlari tergopoh gopoh. Tuh kan orang nya datang. Dalam hitungan 3 pasti dia buka pintu. 1…2….
"Hai Shinichi! Tadi memanggilku ya? Eh ada apa dengan muka mu? Jutek banget sih. Liat nih aku baru aja bikin penemuan baru. Udah 95% berhasil. Yahh walaupun tadi meledak sedikit sih hahahah" Pak tua itu mulai ngoceh non stop
"Pagi. Aku gak manggil professor tadi. Aku PROTES. Lain kali jangan bikin ledakan pagi pagi. Ngagetin. Oh dan satu lagi. Ledakan tadi gak kecil. Ledakannya LUAR BIASA BESAR" Aku berjalan sedikit gontai ke kamar mandi
"Aduh iya deh ampun Shinichi. Kalau kayak gini kamu beneran kayak anak kecil deh. Atau aku panggil conan saja ya? Biar sesuai dengan tubuhmu. Hahaha"
"Diam!" Aku membanting pintu kamar mandi. Lumayan keras hingga cat di pintu kamar mandi sedikit terkelupas
Namaku Shinichi Kudo detektif SMA yang sangat terkenal. Tapi karena suatu kasus tubuhku menyusut menjadi anak kecil. Menyeramkan, bukan? Itulah kenyataannya. Yang lebih menyebalkan, aku harus menyembunyikan identitas ku agar kawanan pria baju hitam atau orang yang meracuniku tidak membunuhku. Sehingga aku mengubah namaku menjadi Conan Edogawa. Nama yang aneh? Jangan salahkan aku. Itu nama yang aku ambil acak dalam kondisi panik.
Dan Professor yang tadi bernama Professor Agasa. Professor tua yang hidup di sebelah rumahku. Biasanya aku tinggal di rumah Ran, sahabat kecilku , tetapi aku juga sering menginap di sini untuk mendapatkan alat alat keren yang diciptakan oleh professor. Professor adalah 1 dari sedikit orang yang mengetahui identitasku.
Yak cukup dulu perkenalannya.
Aku baru saja menyelesaikan mandi pagi ku saat aku diteriaki dari luar "KUDOOOO. Mandi atau ngecat kamar mandi sih? Lama banget! Cepat selesaikan mandimu!" Begitulah teriakan khas Ai. Anak perempuan yang tinggal di rumah professor
Percaya atau tidak, ia lah yang menciptakan APTX 4869, racun yang mengecilkan ku. Ya, ia adalah mantan anggota jahat itu. Tapi karena satu alasan ia melarikan diri dengan meminum racun yang ia buat sendiri. Dan PUF! Ia juga mengecil sepertiku.
"Sabar bawel. Aku sudah selesai" Aku membuka pintu dan mendapati dirinya sudah di depan pintu dengan muka di tekuk 100 kali. Mungkin terdengar hiperbola, tapi memang begitu kelihatannya.
Ai hanya menghela napas berat, yang terdengar di buat seberat mungkin. Berlebihan. Aku meneruskan langkahku ke ruang makan untuk sarapan. Di sana terdapat professor sedang menuangkan masakannya. 5 meter sebelum mencapai meja makan, aku sudah dapat menebak apa yang akan kumakan. Kare. Membayangkannya saja suda membuat perutku mules. Dari sisi mana pun, makan kare pedas di pagi hari sama sekali bukan ide yang bagus.
"Whoa, makan kare di pagi hari nih prof?"
"Ya begitulah shin. Bahan yang tersisa hanya ini. Tapi aku sudah mengurangi kadar cabai nya. Agar mengurangi sedikit mules. Hahaha"
Aku menatap kare di depan ku dengan pasrah. Yah mau bagaimana lagi "Itadakimasu!" Aku mulai menyuap kare. Hmm lumayan lah. Saat kare ku sudah hampir habis, aku dikejutkan oleh suatu suara di belakang.
"HAI KUDO~ apa kabar mu? Masih hidup kan? Hahh capek sekali menaiki kereta dari Osaka pagi pagi. Hei makan kare ya? Bagi sedikit dong. Lapar nih." Pria itu mengoceh cepat dengan logat kansai yang kental. Aku dapat dengan mudah mengenalinya. Heiji Hattori. Detektif SMA juga sepertiku. Dan ia juga mengetahui identitasku.
"Hei jangan asal ambil! Kalau mau sendok saja yang baru. Dan kenapa kamu pakai masker? Menyeramkan!"
"Ooh ini, aku sedikit batuk pagi ini. Jadi pakai masker aja biar orang lain gak ketularan. Hei kare ini enak sekali. Hmm enakkk" Hattori mengoceh dengan mulut sesak makanan.
Aku menggelengkan kepalaku. Gak habis pikir sama tingkah cowok di sebelahku ini. Aku menghabiskan sisa kare ku. Dan dalam waktu yang sama Hattori juga menghabiskan karenya. Aku kagum dengan kecepatan makannya yang super kilat.
"Nah jadi maksud kedatanganku ini," Hattori memulai bicara tanpa di tanya "aku menemukan .. uhukk.. itu.. informasi cowo baju hithamm uhukkk uhukkk. Aduh sepertinya batukku makin parah"
"Hattori sebaik nya kamu ambil obat di bawah. Ada pil ampuh yang kusimpan di laci nomor 3" Sela professor simpatik. Sedangkan aku tidak sabar menantikan kelanjutan ucapannya. Informasi tentang pria baju hitam! Ini penting!
"Oke terimakasih professor. Uhuk"
Hattori berjalan menuju ruang bawah tanah. Dari atas aku dapat mendengar suara laci dibuka. Tak lama kemudian, aku mendengar suara gelas pecah. Aku mulai waspada.
"Hattori.. kau baik baik saja?"
Tidak ada jawaban. Tiba tiba terdengar teriakan dari bawah. "AARGHHH"
Spontan aku berlari kebawah dan mendapati hattori pingsan. Aku mendekat untuk memeriksa keadaannya. Tapi aksi ku terhenti. Aku mematung di tempat. Yang pingsan di depan ku memang Hattori, tetapi ia sangat kecil. Ukuran nya seperti anak SD, sama sepertiku.
"HATTORI?!"
To Be Continued~
