xxXxx
Miracle Of Giving Fool
Cast:: Kim Yesung, Kim Ryeowook, and other.
Genre:: Hurt/Comfort, Angst.
Rate:: T.
Warning:: Gender switch, AU, OOC, and Typos.
Disclaimer:: This story is mine. For the cast in here I just borrow their name so you can easily imagine the story. Adapted from Korean Movie, named Miracle Of Giving Fool same as the title. Last, Kim Jongwoon aka Kim Yesung is MINE.
xxXxx
Chapter 1
Ryeowook POV
Taehanminguk.
Hah… negara yang sudah lama tidak kusandangi. Setelah hampir sepuluh tahun aku berada di Eropa tepatnya Paris untuk belajar Seni Musik. Perjalanan yang melelahkan berada didalam pesawat selama hampir 12 jam. Bayangkan betapa membosankannya? Jangan, jangan dibayangkan.
Sekarang aku sedang mencari taksi untuk mencapai kerumah kediaman keluargaku. Sebuah taksi berisi menepi dan dua orang yeojya keluar dari taksi itu. Aku buru-buru menaiki taksi itu dan memberitahu tujuanku.
Duduk lagi… huff.
"Kita sudah sampai agasshi." Ujar supir taksi itu.
"Oh, ne," Aku melihat keluar taksi. "Menepi disini saja."
Supir taksi itu menepikan mobil dan membiarkanku turun. Dia ikut turun untuk mengeluarkan koper berwarna ungu milikku yang berada dibagasi. Setelah kubayar, aku kembali menyeret koper menuju rumah terbesar diwilayah Incheon ini.
Aku menyeret koperku dan melewati sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi, tapi juga tidak terlalu pendek. Dipuncak bukit terlihat seseorang. Aku menyipitkan mataku untuk melihat orang itu. Seorang namja.
Namja itu berdiri dengan cepat dan menuruni bukit yang tingginya hampir lima meter diatas permukaan tanah. Karena saking terburu-buru, namja itu terpeleset dan berguling menuruni bukit. Tapi anehnya, dia bisa kembali bangkit. Mungkin karena ada sedikit bagian bukit yang rata.
Semakin dekat, semakin terlihat wajahnya. Wajahnya agak bulat tapi dagunya terbentuk, rambutnya agak keriting dan berwarna hitam, mata cokelat muda sipit melengkung seperti bulan sabit, hidungnya mancung sempurna, phyltrumnya pendek dan tidak terlalu cekung, bibirnya… uhm menggoda. Tapi sayang, dia kelihatan kumal. Kulitnya yang putih terlihat kotor karena tanah dan rumput yang menempel dibaju training-nya.
"Ryeo-ryeowook-ah!"
Kudengar namja itu memanggil namaku dan berlari mendekatiku. Wajahnya kelihatan excited bertemu denganku. Kurasa… ada yang aneh dengannya.
Aku kembali menyeret koperku dan meninggalkannya. Tunggu, jangan bilang aku sombong. Aku tahu dia memanggilku dan sepertinya mengenalku, tapi aku sama sekali tidak mengenal bahkan mengingatnya. Mungkin saja dia orang jahat. Siapa yang tahu kan?
Kurasakan auranya berada didekatku. Bukan apa-apa, aku bisa mendengar langkah kakinya. Dia berjalan dengan menyeret sepatu converse butut. Tidak sebanding dengan converse yang sedang kupakai saat ini.
"Ryeowook-ah," Dia berjalan mundur didepanku, dan terus tersenyum. "Ryeo-ryeowook-ah. Benarkah kau Ryeowook?"
Aku masih tetap berjalan dan menatapnya, senyumnya semakin merekah. "Apakah… aku mengenalmu?"
"Ryeowook-ah, tidak mengenalku?"
Sekali lagi keanehannya, dia tetap tersenyum.
"Mian, tapi aku tidak mengenalmu. Kau mengenalku dimana?"
Seketika senyumnya digantikan dengan tatapan tidak enak dan merasa bersalah. "Ngh? Ah, aniyeyo. Ryeowook-ah, mi-mianhae. Aku lupa, aku lupa. Aku tidak akan menemuimu lagi. Ngh… mianhae," Dia menunduk, tapi dia tersenyum lagi. "Ba-bangapseubnida."
Dia berlari kecil meninggalkanku. Tidak jauh, sepatu dikaki kanannya terlepas. Tapi dia hanya menoleh dan menatap sepatu itu sebentar lalu berlari lagi.
Babonikka?
Aku kembali melanjutkan perjalananku kerumah. Aku masih memperhatikan sepatu butut itu. Seorang pemulung menarik gerobak mendekati sepatu itu dan menaruh sepatu itu dikeranjang kecil yang berisi sepatu-sepatu butut. Kenapa pemulung itu mengambil sepatu namja tadi?
Ketika aku dan pemulung itu semakin dekat dan berpapasan, tanpa sadar aku memanggil pemulung itu.
"Chogiyo," Kulihat pemulung itu menoleh padaku. "A-aku ingin sepatu itu. Sepatu itu milikku."
Aku tidak pintar berbohong, kalau berbohong pasti akan ketahuan dari mataku. Jadi aku tidak melakukan kontak mata dengan pemulung itu. Pemulung yang tak kalah kelihatan kumal dan kumuh dari namja tadi.
Karena tidak ada balasan darinya, aku menatapnya lagi. "Kembalikan, itu milikku," Dia masih memandangku dengan tatapan yang aku tidak mengerti. "Jeongmaliyeyo."
Pemulung itu terkekeh dan mengambil satu buah sepatu converse putih yang sekarang sudah berubah menjadi cokelat. Dia menyodorkan sepatu itu padaku. "Yeogi," Dengan sengaja pemulung itu menyodorkannya semakin dekat kearah wajahku, sampai-sampai bau sepatu itu menyengat kehidungku. "Yeogi."
"Uhh… ne."
Dengan berat hati aku memegang tali sepatu itu. Pemulung itu kembali tersenyum aneh padaku. Kenapa ditempatku tinggal dulu sekarang orang-orangnya aneh-aneh?
Kuikat kedua tali sepatu yang menjuntai kekoperku. Setelah itu aku kembali melanjutkan perjalananku. Perjalanan yang seharusnya tidak lama, jadi terasa lama bagiku. Hah sudahlah, aku ingin buru-buru pulang dan mandi air hangat. Maklum, sudah masuk musim gugur. Kupandangi rumah besar diantara rumah lainnya.
Rumah yang selalu kurindukan.
"Appa! Umma!" Aku meneriaki pintu gerbang yang lebih tinggi dariku.
Belum ada jawaban dari dalam rumah.
"Appa! Umma!"
Kudengar suara gerasak-gerusuk dari arah dalam rumah. Aku yakin kedua orang itu sudah dengar suaraku yang melengking. Semoga saja mereka tidak tuli karena mendengar teriakanku yang kelewat merdu tadi.
"Wookie!"
Kudengar suara appa dan umma yang berbarengan dari balik gerbang. Kulihat gerbang rumahku terbuka dan kulihat juga dua pasang nampyeon-anae yang tidak pernah terlihat tua. Keduanya memandangku tidak percaya.
"A-aigooo! Anakku!"
Umma membuka kedua tangannya dan siap merengkuhku, aku langsung menghambur kepelukkannya. Kurasakan juga kehangatan lengan kekar appa yang melingkar mendekap aku dan umma. Setelah adegan pelukan, appa membantuku memasukan koper kedalam rumah.
Dan… dimulailah acara kangen-kangenanku dan kedua orang tuaku yang tidak pernah tua.
xxXxx
Aku menghela nafasku. Kulipat tanganku yang didadaku. Udara semakin dingin ketika dimalam hari. Semuanya yang ada di Korea sudah lama kurindukan. Sepuluh tahun tidak pulang memang membuatku rindu setengah mati. Apalagi dengan kedua orang tuaku.
Appaku, Kim Hankyung. Seorang namja tampan nan tinggi dan kekar keturunan China. Sekarang umurnya sudah menginjak 45an, tapi dia tidak berubah sedikitpun. Masih banyak yeojya yang tertarik padanya. Sifat penyayangnya, sifat sabarnya, itu yang menjadi daya tarik tersendiri. Dia seorang dokter.
Ummaku, Kim Heechul. Seorang yeojya cantik dan mempunyai tubuh yang dielu-elukan namja manapun. Umur umma sudah menginjak 45an juga. Maklum saja, ummaku lebih tua setahun dari appaku. Ummaku sangat tegas, tapi juga sifat tidak tegaannya membuat dia terlihat lembut. Dia sangat anggun. Dia seorang dokter juga, tapi dokter hewan.
Dan aku sendiri, Kim Ryeowook. Mahasiswi biasa yang menuntut ilmu di Eropa sana. Umurku masih 20 tahun. Wajahku tidak terlalu cantik seperti umma, aku juga mungil dibandingkan yeojya lain, tidak seperti umma yang tinggi. Aku selalu kalah dari umma, tapi kata umma. Semua orang punya kelebihan masing-masing. Dan sejak umma berkata seperti itu, dia mulai menjadi panutanku.
Rumah ini, rumah yang kutinggali sejak kecil sampai aku menginjak umur 10 tahun. Aku pindah ke Eropa bersama sepupu dan keluarganya. Aku tidak pernah pulang ke Korea, karena hanya akan membuang-buang uang untuk biaya pesawat. Tapi karena terlalu rindu, jadi aku pulang sekarang. Dan balkon kamarku, sebagai tempat yang paling aku rindu!
Tapi, aku merasa ada yang tidak enak. Seperti… ada orang yang sedang memperhatikanku. Aku mulai menolehkan kepalaku kemana-mana. Mencari sesuatu yang mencurigakan. Dan mataku tertuju pada lampu jalan yang menjulang. Dibawah lampu, terlihat seorang namja yang memandang kagum kearahku.
Namja tadi siang.
xxXxx
"Wookie-ah, sudah bangun?"
Aku menoleh keasal suara, ummaku sedang memotong sayuran. Karena terlalu malas untuk membantu, aku hanya menjawab umma dengan gumaman dan memakai sepatuku.
"Appa sudah berangkat?" Tanyaku.
"Tentu, lihat saja sekarang sudah jam berapa," Jawab umma acuh. "Appa dan umma sangat senang kau pulang, Wookie-ah."
Aku tersenyum kecil, tentu saja mereka senang kalau aku pulang. Masa anak semata wayang tidak pulang selama sepuluh tahun tapi mereka biasa saja. Aku berani bertaruh, tidak mungkin.
"Oh, ya Wookie-ah," Aku menoleh pada umma. "Kenapa kau bisa mempunyai sepatunya Yesung?"
"Sepatu?" Tanyaku bingung.
Umma mengangguk. "Hm, sepatunya Yesung."
Aku mengingat-ingat. "Sepatu?"
Aku melirik kekananku dan kulihat sepatu butut dilantai. Sepatu kotor itu teronggok sendirian, kasihan.
"Yesung?"
"Hm, Kim Yesung. Teman masa kecilmu yang bodoh itu loh. Kau tidak ingat?" Umma berdiri dan mencuci sayuran yang telah dipotongnya.
Aku semakin bingung. "Teman masa kecilku… tidak ada yang bodoh, umma."
Aku kembali memakai sepatuku yang tadi masih belum selesai. Memangnya teman masa kecilku ada yang bodoh? Kurasa tidak ada.
Umma mendekatiku. "Kau mau pergi?"
Aku mengangguk. "Ne, mau beli kopi."
"Loh? Kalau kopi umma juga bisa buatkan untukmu."
Aku berdiri ketika aku selesai memakai sepatuku. Aku berbalik menatap ummaku dan memeluknya. Aku tersenyum kecil.
"Aku tidak akan lama."
xxXxx
"Banyak sekali café disini."
Aku berjalan santai mencari café tepat untuk membeli kopi. Kebiasaan lama Eropa mulai menggerogotiku. Kalau tidak minum kopi saat pagi, rasanya ada yang aneh. Ah… kebiasaan Eropa yang melekat memang susah untuk dihindari.
Kulihat satu café yang bernama agak unik, seperti nama lagu masa anak-anak dulu.
Jageunbyeol. (Bintang Kecil)
Aku memasuki café itu. Tidak terlalu banyak cahaya disini, hanya ada beberapa ruangan kecil dan sekat-sekat yang memisahkan ruangan-ruangan itu. Agak aneh dan remang-remang memang. Tapi aku sudah terlanjur memesan kopi.
Seorang yeojya berbaju seksi mendatangiku dengan sebuah baki dikedua tangannya. Dia mendekati mejaku dan menaruh sebuah cangkir kopi, sebuah tempat gula dan satu tempat krim cair. Dia meletakkannya dengan sebuah hentakan, aku jadi agak takut. Wajah yeojya itu sungguh manis, walaupun dia tidak melihatkan senyumannya. Aku yakin dia manis.
Aku memegang cangkir kopiku dan melihat permukaan kopi itu. Agak aneh, diatas kopi itu terlihat bulatan-bulatan seperti minyak atau lemak. Dengan malas aku kembali menaruh cangkir itu kealasnya.
"Jaring ini untuk menangkap ikan besar ya? Hm?"
Samar kudengar suara namja yang dibuat-buat sok seksi. Kulihat yeojya tadi sedang bersama seorang namja yang sama sekali tidak tampan sedang menggoda yeojya yang tadi menaruh cangkir kopi pesananku. Yeojya itu memandang malas pada namja yang menggodanya.
"Aku ingin tertangkap dijaring ini malam nanti." Sekali lagi kudengar namja mesum itu terkekeh kecil.
Aku mulai tidak nyaman berada dicafe ini. Sekali lagi aku menoleh kearah pasangan mesum itu,tapi sayangnya ketika aku memperhatikan pasangan mesum itu, keduanya melihatku. Namja itu tersenyum mesum. Yaks.
"Mengapa yeojya secantik itu ada dikota kecil seperti ini, eh?"
Gawat, namja itu berjalan mendekatiku!
Aku meminum kopiku sedikit setelah memilah mana yang tidak ada kotorannya. Namja mesum itu tetap mendekatiku. Aku membuang mukaku kearah tembok dan merutuki nasibku. Hah! Kenapa aku tadi masuk ke café ini?
Kudengar suara seseorang yang menghempaskan dirinya kesofa yang berada tepat didepanku. Reflek aku menoleh dan ternyata bukan namja mesum itu yang duduk. Melainkan namja tampan, bertubuh atletis, rambutnya cokelat agak keriting, wajahnya sedikit kekanak-kanakan. Tapi sayang, dia sedang menyesap satu batang rokok.
Hilang sudah image tampan dan kekanak-kanakannya.
"Agasshi, kita tidak sedang buka lowongan sekarang." Ucap namja itu sambil mematikan rokoknya ke asbak yang ada dimeja.
Aku menggeleng. "Aniyeyo, aku kesini hanya ingin minum kopi."
Aku mengangkat cangkir dan memilah bagian yang tidak ada kotoran lagi. Setelah dua tegukan, aku menaruh kembali cangkir kopi itu. Matanya sekarang memandangku tajam. Entah apa yang dipikirkannya. Dia kembali menaruh sebatang rokok dibibirnya. Belum sempat dia menyulut api ke rokok itu, dia masih setia memandangku.
"Apa… kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanyanya dengan suara pelan, atau lebih tepat disebut berbisik.
"Aniya."
Dia berdeham guna membersihkan tenggorokannya. "Ya sudah kalau begitu," Dia memainkan pemantik api miliknya. "Sepertinya kau tidak tahu apa yang kami lakukan disini. Disini orang-orang ingin mabuk dan ingin wanita. Tetapi tidak punya uang, jadi datang kemari."
Aku langsung bergidik ngeri mendengar kalimatnya. Pantas saja kenapa café ini cukup gelap dan aneh.
"Jika kau mengerti maksudku, cepat keluar dari sini," Dia mulai menyulut rokoknya. "Masih banyak kedai kopi didaerah ini."
Aku mengangguk kecil dan melilitkan syalku keleher. Tapi sayang, namja mesum tadi tiba-tiba duduk disofa tepat disampingku. Membuatku tidak bisa kemana-mana. Disebelah kananku hanya ada tembok, dan dikiriku... Aish!
"How are you?" Tanyanya dengan Bahasa Inggris, logatnya sempurna. Ternyata dia memang orang asing. "Aku belum pernah melihat dia sebelumnya. Wajah yang fantastic," Dia tersenyum mesum. "Entah dengan tubuhnya. Setidaknya, 34 B kah?"
Aku langsung menutupi bagian depan tubuhku dengan cardigan ungu tua yang kupakai. Dia tertawa mesum lagi, membuatku jengah.
"Bolehkah aku melihat tanganmu?" Tanyanya.
"Andwae!"
"Park-sshi, dia bukan pegawaiku." Ucap namja yang masih duduk didepanku, dia menatap tajam namja bermuka asing ini.
Namja asing itu berdecak. "Tsk! Jangan main-main denganku. Kau seharusnya mengenalkanku pada pegawaimu yang baru, Lee-sshi."
"Kubilang dia itu bukan pegawaiku!" Nada namja itu mulai naik.
"Yei, jangan berteriak begitu. Lebih baik sekarang berikan aku kopi juga."
Namja mesum itu mencondongkan badannya kearahku, aku hanya bisa buang muka.
"Kuperingatkan kau! Kau berada dizona bunuhku!" Teriak namja itu lantang sambil menggebrak meja.
Aku dan namja mesum itu sontak kaget. Namja mesum itu beringsut pergi dan kembali ke ruangan sempit tempat dimana dia berada bersama yeojya berbaju seksi itu. Sambil menggumam tidak jelas dan merengut kesal. Aku langsung berdiri hendak meninggalkan tempat itu.
"Jangan datang kesini lagi!" Teriak namja didepanku.
Namja mesum itu terkekeh. "Coba saja."
xxXxx
Aku kembali kerumah setelah berbelanja makanan kecil. Setelah lima meter sebelum rumahku yang berada dibelokan jalan, kulihat seseorang sedang berdiri mengintip ke rumahku. Dia berjinjit agar bisa melihat kelantai dua rumahku, tepatnya kamarku.
Namja itu memakai jaket hitam dan celana training berwarna biru tua. Sepatunya yang butut kelihatan kotor, bahkan orang bisa tahu kalau sepatu itu sangat bau. Rambutnya hitam keriting. Aku sudah tahu siapa dia, namja kemarin.
Melihatnya mengintip, aku jadi ingat masa lalu. Saat aku masih duduk dikelas empat SD. Namja manis yang selalu mengintip ketika aku sedang bermain piano diruang musik. Semuanya tampak sama, bajunya, rambutnya, wajahnya. Bedanya, sekarang namja ini lebih tinggi dari namja yang kutahu saat SD.
Aku tersenyum kecil mengingat masa kecilku. Lamunanku buyar seketika ketika mengingat sebuah grand piano hitam yang dulu. Aku tersenyum miris dan mendekati namja yang berdiri dibawah tiang lampu jalan itu. Dari dekat, kulihat dia tersenyum senang sambil terus menatap rumahku.
"Kim Yesung?"
Dia masih tersenyum dan menoleh padaku, dia kaget setengah mati ketika melihatku. Langsung saja dia mengumpat dibalik tiang lampu, tapi tetap saja aku bisa melihatnya. Haha… dasar bodoh.
"Benar kan kau Kim Yesung?" Kulihat dia mengangguk kecil. "Hei, ini aku. Kim Ryeowook. Kita dulu satu kelas, ingat kan? Hah… aku tidak tahu kau masih tinggal disini."
Yesung tersenyum. "Yesungie tidak pernah pergi kemana-mana."
Aku ikut tersenyum mendengar logatnya yang agak aneh. Dia berbicara seperti anak kecil yang memang butuh kasih sayang. Anak kecil yang masih berumur 5 tahun mungkin. Dia masih berdiam diri dibelakang tiang sampai akhirnya dia menggeliat gelisah.
"Oh! Oh… mianhae. A-aku akan pergi. Aku tidak lupa, a-aku minta maaf. Kau tidak melihatku."
Aku mengerutkan keningku. "Buat apa meminta maaf? Apa kau benar-benar tidak mengenalku? Aku Kim Ryeowook."
"A-aniya. Kau tidak melihatku sekarang." Dia berusaha menutupi wajahnya.
"Ya, wae geurae?"
"Aku akan membuatmu tidak melihatku. A-aku akan segera pergi."
Namja itu berlari meninggalkanku. Larinya seperti anak kecil menuju arah lain. Tidak jauh, sepatu sebelah kirinya terlepas dari kakinya. Tapi dia tetap berlari.
"Yah!"
Aku menghela nafasku dan berjalan beberapa langkah mendekati sepatu butut itu. Aku berjongkok dan memandangi sepatu itu.
"Kenapa dia meminta maaf ya?" Gumamku. "Sekarang… aku punya sepasang."
Ryeowook POV End
xxXxx
Namja bermata bulan sabit itu tersenyum senang sambil berlari kencang. Tidak peduli panasnya aspal disiang hari seperti ini, wajahnya selalu memperlihatkan senyuman terbaiknya. Wajah tampan itu tidak pernah lelah, tidak pernah mengeluh sekali pun.
Si bodoh… sangat senang yeojya itu kembali.
Dia terus berlari dan melewati seorang kakek yang melihatnya sambil tersenyum. Yesung berhenti dan berlari menuju kakek yang tadi dia lewati.
"Annyeong haraboji." Yesung membungkuk hormat dan kembali berlari.
Begitu senang ketika yeojya itu mengingatnya. Walaupun dia masih tidak bisa menemui yeojya itu, tapi dia sudah begitu senang karena dia bisa melihat yeojya itu kapanpun. Masih teringat dalam ingatannya.
Seorang yeojya manis bertubuh mungil itu sekarang sedang menghayati permainannya. Lagu-lagu klasik yang diajari oleh kakak sepupunya sekarang sudah dia hafal diluar kepala. Rambut panjang nan hitamnya dibiarkan terurai indah. Setelah lagu selesai ,matanya menangkap ada seseorang yang memperhatikannya dari luar. Tapi bayangan itu hilang.
Tanpa takut yeojya itu langsung berjalan menuju pintu ruang musik dan menoleh kekiri dan kekanan. Tidak ada siapapun disana.
.
Murid-murid sedang melaksanakan kegiatan olah raga, yaitu bermain sepak bola bagi namjanya. Sedangkan yeojya hanya bisa menunggu giliran untuk main.
"Donghae! Shoot!"
"Goal!" Yang lainnya bersorak senang.
Sang keeper menatap heran kegedung sekolahnya. Ada asap keluar dari lantai tiga dibagian barat gedung sekolah mereka. Keningnya berkerut-kerut.
"Donghae! Ada asap dilantai tiga!"
Namja manis bernama Donghae itu langsung menoleh kearah yang ditunjuk temannya. "Kajja!"
.
Dilantai tiga, semua murid sudah berkurumun ditempat kebakaran. Untung bukan seluruh ruang musik yang terbakar, tapi hanya sebuah grand piano berwarna hitam naas yang terbakar. Yeojya mungil itu sekarang menatap nanar piano yang sudah tak terbentuk itu. Dia yang pertama menemukan piano itu terbakar ketika ingin memainkannya.
"Aigo, appanya Ryeowook yang membelikan piano ini!" Marah Jung songsaengnim.
"Ne, appanya Ryeowook membelikan piano itu untuk sekolah kita yang malang. Sekarang semuanya sudah terbakar habis." Tambah Park songsaengnim.
Ryeowook sudah meneteskan air matanya sejak tadi. Anak lain yang segan terhadap Ryeowook juga ikut simpati. Ryeowook salah satu donator terbanyak untuk sekolahnya. Jadi, anak lain juga tidak bisa melakukan apapun.
"Park songsaengnim! Yesung selalu disini setiap hari." Ucap namja seumuran Ryeowook.
"Keurocho! Yesung tadi disini selama istirahat."
Yeojya dewasa itu menatap muridnya tak percaya. "Mwo?"
Yang lain menatap keluar ruang musik, didepan pintu, Yesung berdiri bingung karena diperhatikan seluruh murid dan guru yang ada disitu.
"Oh, itu Yesung si bodoh!"
Yesung menatap lurus kearah Ryeowook, yang juga sedang menatapnya. Pandangannya berbeda. Jika Yesung menatap Ryeowook dengan senyumannya, Ryeowook membalasnya dengan tatapan benci.
.
"Orang tua murid mengeluh pada kami, Park Jungsoo-sshi," Yeojya dewasa yang tadi berada diruang ea r sekarang sudah berada diruang guru bersama Park Jungsoo dan Kim Yesung. "Yesung yang menyebabkan kebakaran disekolah."
"A-apa Park songsaengnim yakin kalau Yesung yang melakukannya?" Tanya yeojya cantik itu dengan wajah khawatir.
"Eh?"
Yeojya yang biasa dipanggil Leeteuk itu tersenyum kecil. "Bagaimana Park songsaengnim bisa begitu yakin kalau anakku yang melakukan itu. Apa karena… anakku berbeda dengan murid lainnya? Meskipun dia berbeda dengan anak lainnya, tapi anak seumur dia tidak mungkin melakukannya."
Park songsaengnim tampak bingung menjawab Leeteuk. "Ne, keureunde–"
"Apa Park songsaengnim akan melakukan hal yang sama jika dengan murid lainnya?"
"Orang tua murid sangat menentangnya."
Leeteuk berhenti menjawab kalimat Park songsaengnim. Dia memilih untuk berpikir lebih rasional. Benar jika memang orang tua murid lainnya menentang Yesung. Yesung memang berbeda dengan murid lain. Tapi dia tetap sama baginya. Bahkan Yesung lebih memiliki seluruh hatinya.
Leeteuk menggenggam tangan Yesung erat. Yesung menatap nanar ummanya yang sangat disayanginya. Leeteuk tersenyum bak malaikat kepada Yesung.
"Yesungie, umma percaya padamu," Leeteuk masih tersenyum. "Umma tahu kau tidak pernah berbohong."
Yesung menyudahi pikiran tentang kenangan itu. Terlalu sakit jika harus mengingatnya lagi. wajahnya menyiratkan kepedihan dan luka yang amat dalam. Semua orang tidak pernah tahu, dibalik senyuman tulusnya, tersimpan perasaan mendalam. Dan dia hanya bisa mencurahkan segala isi hatinya pada bukit pendek yang selalu ia datangi kapanpun dia mau. Bukit ini selalu menjadi sandarannya.
"Tapi kini umma ada disurga dan menjadi bintang dilangit."
Dia masih mencurahkan isi hatinya pada bukit yang tidak terlalu tinggi ini. Sampai-sampai dia tidak tahu ada seorang namja tegap yang mendekatinya. Namja itu ikut duduk disamping Yesung. Tapi karena Yesung masih belum sadar juga, namja itu merebahkan tubuhnya ditanah berbalut rumput kekuningan.
"Menatap bintang-bintang?"
Yesung menoleh kearah namja itu, dia terkekeh. "Ne!"
Namja itu ikut tersenyum dan melirik kearah kaki Yesung. "Kau menghilangkan sepatumu lagi, eh?"
Yesung melirik kakinya dan menoleh ke namja itu lagi. Lagi-lagi, dia hanya terkekeh dan kembali menatap bintang. Menatap bintang membuatnya lebih tenang. Sedangkan namja itu, mengingat masa lalunya.
"Omo! Donghae-ah! Kau berani merokok?!" Bisik namja seumurannya tidak percaya.
Namja berwajah manis itu tersenyum bangga. "Ini sih nggak ada apa-apanya"
Donghae menoleh kearah jendela yang menurutnya agak aneh. Seperti ada siluet seseorang disana. Ketiga namja yang seumurannya ikutan melirik kearah jendela.
"Hei, itukan Yesung si bodoh!"
Ketiga temannya meninggalkan Donghae yang masih merokok untuk mendekati Yesung. Yesung mundur selangkah, takut.
"Aish! Kupikir kau guru tadi!" Seorang namja gemuk memukulnya dan berlalu.
Sekarang hanya tinggal Donghae dan Yesung yang berada diruang musik. Yesung menatap Donghae khawatir dan takut. Pasalnya, setelah teman-temannya pergi, Donghae mulai batuk-batuk. Tapi tentu saja Yesung tidak berani mendekati Donghae. Donghae itu anak nakal disekolahnya. Dia juga sering mengerjai Yesung.
"Aish, kenapa nih rokok!"
Dengan asal, Donghae membuang rokok yang belum habis setengah itu. Tidak dia sangka, rokok itu masuk ke bawah grand piano. Dan siang itu juga, Yesung dikeluarkan dari sekolah. Donghae tidak bisa apa-apa lagi. Dia hanya bisa memandang Yesung yang sedang bergandengan tangan dengan ummanya keluar dari area sekolah.
.
Donghae melipat tengannya dibelakang, membuat penahan kepalanya dan memilih tiduran memandang langit. Sedangkan Yesung yang berada disampingnya sedang menggumam dan menyanyikan lagu Bintang Kecil.
'Bintang kecil dilangit
Dimana kau berada'
"Yesung-ah," Donghae membuka matanya dan melihatkan mata berwarna cokelat muda itu. "Apa kau tidak bosan menyanyikan lagu itu? Bertahun-tahun kau tetap menyanyikan lagu itu."
Yesung masih setia menyanyikan lagu itu sampai habis dan akhirnya dia menoleh ke Donghae yang memandangnya bosan.
"Oh, Donghae-ah. Kau tidak pergi ke Bintang Kecil hari ini?" Tanya Yesung.
Donghae terkekeh. "Kau sudah bisa mengaturku, eh?"
Yesung hanya terkekeh aneh.
"Ayo kita… diam sejenak. Sebentar lebih lama."
Tapi yesung tidak peduli, dia tetap bernyanyi. Dan membuat Donghae semakin tersenyum lebar.
xxXxx
Rumah kecil bergaya Korea tempo dulu itu masih sepi. Penghuninya masih setia dialam mimpinya. Satu namja tampan yang mengemut jempolnya sendiri itu menggeliat diatas futon-nya. Setelah menggeliat, dia menatap keatas langit-langit kamarnya yang tidak terlalu tinggi. Matanya yang sipit semakin sipit ketika dia menatap kelangit-langit kamarnya.
"Bangun, buatkan dulu sarapan untuk Kibummie." Gumam Yesung pelan.
Yesung membereskan futon bekas tidurnya dan segera mencuci muka. Dengan berhati-hati Yesung berjalan menuju dapur dan membuat sarapan untuk Kibum, yeodongsaeng satu-satunya, kesayangannya.
" Tenanglah, jangan sampai membangunkannya. Hati-hati dengan nampannya! Jangan ribut. Jadi… Kibum tidak akan terbangun." Gumam Yesung lagi sambil membuat roti bakar isi telur.
Karena… Yesung hanya bisa membuat roti bakar. Dan dia sangat bergantung pada roti bakar. Setelah Yesung selesai membuat roti bakar, dia menaruh satu porsi roti bakar itu dipiring kecil dan ditaruh dimeja kecil yang bisa dibawa kemana-mana.
"Karena ini besar, aku harus sembunyikan roti bakarnya agar tetap hangat."
Terus-terusan Yesung menutupi roti bakar itu. Yang pertama, dia menutupi roti bakar dengan piring yang lebih besar. Kedua, dia menutupi piring itu dengan tutup panci. Ketiga, dia menutupi tutup panci itu dengan panci kecil untuk membuat mie instan. Keempat, dia menutupi lagi dengan panci yang lebih besar lagi yang sudah agak penyok. Yang terakhir, dia menggunakan tudung saji.
Dia mengangkat meja kecil itu kedepan pintu kamar Kibum yang letaknya bersebrangan dari kamar Yesung. Dengan sangat hati-hati Yesung menaruh meja itu supaya tidak ada suara berisik yang membuat Kibum terbangun. Kibum tidak suka diganggu oppanya sendiri.
Setelah menaruh meja kecil itu, Yesung melihat kedalam kamar Kibum. Pintu kamar Kibum menggunakan kertas yang agak transparan. Jadi Yesung bisa melihat menerawang kedalam. Yesung tersenyum kecil ketika dia mengetahui kalau Kibum masih tidur. Jelas, sekarang masih jam lima pagi.
"Oppa pergi ya."
Tanpa menunggu jawaban, Yesung langsung meninggalkan rumah kecil itu.
xxXxx
Crass.
Suara telur yang sedang menghantam tempat penggorengan membuat Yesung menambah semangatnya. Sekarang Yesung sudah berada ditoko kecil untuk membuat roti bakar. Yesung akan datang jam lima pagi dan pulang dari toko kecil itu jam empat sore, tepat ketika Kibum pulang sekolah. Yesung juga berjualan didepan sekolah Kibum.
Dengan cekatan, namja itu menaruh telur yang sudah didadar diatas roti yang sudah dibakar. Dia tinggal menambahkan daun selada dan saus tomat dan saus sambal. Tidak lupa menambahkan sedikit gula pasir dan garam. Setelah itu, dia akan menutupnya lagi dengan roti yang sudah dibakar. Memang hanya itu yang dia bisa lakukan. Dia juga berjualan susu kemasan.
"Gamsahamnida!" Ucap dua yeojya yang memakai seragam sekolah.
"Obat oles untuk yang sakit, roti untuk perutnya, seribu won untuk kalengnya." Ucap Yesung sambil tersenyum.
Disisi lain, seorang yeojya cantik berwajah datar sedang berjalan santai menuju sekolahnya. Dijalan, dia disapa oleh teman sekelasnya.
"Kibum-ah!"
Kibum melirik malas pada orang yang memanggilnya, namja yang selalu mengganggunya. Dimanapun kapanpun namja itu mau. Kibum selalu menghindari dan mengabaikannya, tapi namja itu tetap mendekati Kibum. Kibum memang cantik dan pintar.
"Apa kau sudah sarapan?" Tanya namja itu lagi. "Bagaimana kalau kita beli roti si bodoh yuk?"
Kibum menatap namja itu tajam, tapi tidak berkata apapun.
"Kau mau kan?" Tanya namja itu lagi.
"Aku… benci sekali dengan roti." Jawab Kibum datar.
Kibum melengos meninggalkan namja tinggi itu. Namja atletis itu tetap mengikuti langkah Kibum sambil terus memanggil nama yeojya cantik itu. Yesung yang melihat Kibum langsung memperhatikan yeodongsaengnya yang paling ia sayangi. Sampai-sampai ia menaiki meja yang ada dikiosnya supaya Kibum terus terlihat.
Tanpa disadarinya, seorang yeojya mungil mendekati kiosnya. Yeojya itu ikutan menatap yeojya cantik yang berjalan dengan angkuhnya melewati kios milik Yesung. Kiosnya tidak seberapa besar, hanya dua kali dua setengah meter.
"Yah, Kim Yesung."
Reflek, Yesung langsung turun dari meja dan bersembunyi dibalik kompor yang memungkinkan Ryeowook tidak bisa melihatnya. Ryeowook hanya tersenyum geli melihat tingkah Yesung yang benar-benar absurd. Yesung berdiri untuk mencari tempat sembunyi dari Ryeowook. Tapi, tentu saja dimanapun Yesung sembunyi, pasti ketahuan.
"Kenapa kau lari dariku kemarin? Kau meninggalkan aku," Ryeowook masih tersenyum geli melihat Yesung yang mondar-mandir ditempat sempit itu. "Apa kau lupa siapa aku?"
Yesung mengangkat spatulanya dan menutupinya ketika Yesung menatap Ryeowook. "A-aniya. A-aku hanya…"
"Kau akan terbiasa bertemu denganku sekarang. Aku telah kembali."
Yesung mendengarkan perkataan Ryeowook, tapi dia tetap mencari tempat untuk sembunyi. Akhirnya, Yesung bersembunyi dibalik pintu yang terbuka. Ryeowook masih tersenyum melihat tingkah polos Yesung.
"Hm… buatkan aku roti bakar juga ya." Pinta Ryeowook.
Yesung mengintip. "Roti bakar?"
Ryeowook mengangguk. Yesung langsung membuat roti bakar untuk Ryeowook. Dia menggoreng telur dan mulai ritualnya. Setelah semua siap, dia hanya tinggal memberi sedikit gula. Tapi saking gugupnya, dia menumpahkan semua isi tempat gula ke roti bakar yang dibuatnya.
Yesung meniup gula yang berserakan, tapi itu malah membuat gulanya terbang kemana-mana. Alih-alih jijik, Ryeowook malah menyudahinya.
"Sudah, jangan ditiup begitu." Ujar Ryeowook.
Yesung menutup tumpahan gula itu dengan roti bakar untuk yang kedua kali. Diangkatnya roti bakar itu dari penggorengan dan diberi kertas untuk pegangan. Ryeowook menerima roti itu ragu. Takut, butiran yang tadi jatuh itu garam. Dia tidak tahu kalau itu gula.
Ryeowook menggigit ujung roti bakar yang dibuat Yesung. Yesung hanya harap-harap cemas mendengar apa pendapat Ryeowook tentang roti bakar yang dibuatnya. Ryeowook mulai mengunyah seperti diiklan-iklan. Disudut bibirnya terlihat mayonnaise yang tersisa.
"Masshita!"
Yesung tersenyum senang dan terkekeh. Ryeowook melanjutkan acara makannya sambil berdiri didepan kios milik Yesung.
"Berapa harganya?" Tanya Ryeowook sambil meneruskan kunyahannya.
"Obat oles untuk yang sakit, roti untuk perutnya, seribu won untuk kalengnya."
Ryeowook mengangguk mengerti. Dia merunduk dan mengambil sesuatu dari paper-bag yang dia bawa. Dia mengeluarkan dua benda butut yang sudah menginap dirumahnya beberapa hari belakangan ini. Ryeowook memegang masing-masing satu ditangannya.
"Apa ini cukup? Satu sepatu kuhargai 500 won. Ini." Ryeowook mengulurkan tangannya untuk memberi Yesung sepatunya.
Yesung menerima sepatu itu dengan tatapan takjub. Ryeowook lagi-lagi hanya bisa tersenyum melihat tingkah Yesung.
"Annyeong!"
Ryeowook membalikan badannya dan berjalan meninggalkan kios itu untuk kembali kerumah. Satu tangannya diangkat keatas dan melambai. Melambai untuk Yesung yang berada tak jauh dibelakangnya. Sedangkan satu tangannya sibuk memegang roti bakar yang sedang dimakan.
xxXxx
"Berapa banyak yang dia makan."
Heechul, yeojya yang sudah cukup berumur itu sedang berada dikamar anak semata wayangnya yang belum dibereskan. Baru saja ia selesai membereskan ranjang Ryeowook. Ryeowook tadi izin untuk mengembalikan sepasang sepatu milik Yesung.
Dikamar empat kali tiga itu tersusun rapi barang-barang milik Ryeowook. Bahkan sepatu ketika umurnya masih tiga tahun juga masih terpajang diatas buffet disamping foto-foto kenangan milik yeojya mungil berparas cantik itu. Entah darimana dia mendapat ukuran tubuh mungil. Kedua orang tuanya berbadan tinggi.
Yeojya anggun nan galak itu menatap lembut pigura foto yang terlihat usang. Foto itu foto yang diambil sepuluh tahun lalu. Didepan gereja ketika malam natal. Semuanya menatap kearah kamera, kecuali satu namja kecil yang tersenyum menatapi seorang gadis berbaju merah selutut.
Cklek.
Ryeowook memasuki kamar dan tersenyum ke ummanya yang sudah duduk diranjang sambil memegangi pigura itu. Ryeowook melepas syal yang masih melilit dilehernya kegantungan. Dia mendekati ummanya dan ikutan melihat pigura itu.
"Rotinya enak?"
Ryeowook mengangguk riang. "Enak kok. Umma, ini saat kita sedang apa?"
"Natal sepuluh tahun lalu. Disaat kita terus saja memotret, tapi ternyata tidak ada film dalam kamera itu. Lalu yang kita dapat foto grup ini. Difoto oleh guru diacara minggu sekolah."
Ryeowook mencoba mengingat kejadian sepuluh tahun lalu. Memorinya memang susah mengingat hal-hal yang terlalu ramai atau sesuatu yang membuatnya terlalu senang atau terlalu terluka.
"… Berikutnya adalah Kim Ryeowook yang akan memainkan piano untuk kita semua. Beri tepuk tangan yang meriah!"
Semua orang bertepuk tangan untuk yeojya itu. Yeojya mungil itu dengan ragu berdiri dan berjalan kedepan altar. Ryeowook yang saat itu memakai baju merah selutut yang tampak semakin imut dilihatnya. Rambut panjangnya dibiarkan terurai, sedangkan poninya juga dibentuk kesamping.
Yeojya itu akhirnya sampai didepan piano dan duduk. Tangannya bergerak maju keatas tuts-tuts. Tapi hatinya tidak yakin untuk memainkan piano itu. Ryeowook hanya terdiam, terpaku.
"Ini Yesung."
Suara Heechul membuat Ryeowook menghentikan kenangannya untuk sementara. Matanya memperhatikan satu namja yang ditunjuk ummanya difoto itu.
"Seharusnya dia melihat ke kamera." Gumam Ryeowook.
Heechul menatap Ryeowook bingung. "Bukannya kau tahu kalau dia tidak bodoh dari lahinya, kan?"
Ryeowook menggeleng. "Mollaseoyo."
"Semua itu karena keracunan asap. Appanya Yesung, Youngwoon atau biasa dipanggil Kangin meninggal, dan hanya Yesung yang selamat."
Namja berbadan besar itu terbatuk-batuk. Asap dari pembakaran zat kimia berbahaya membuatnya sedikit pusing. Namja rakun itu langsung memasuki kamarnya untuk tidur bersama anaknya. Keduanya tidur dengan peluh yang bercucuran diseluruh tubuh mereka.
Kangin terbangun karena terbatuk dan sesak nafas. Dia menoleh kearah namja kecil yang juga bermandikan keringat. Kangin mendorong Yesung dengan sisa tenaganya kearah pintu dorong yang tidak jauh dari tempatnya tidur. Dia membuka pintu itu dan kembali mendorong Yesung keluar kamar kecil itu. Matanya yang sudah hampir tertutup untuk selamanya sekarang menatap sayup kearah Yesung.
"Sa-sarang… hae."
"Setelah beberapa hari, akhirnya Yesung sadar. Tapi otaknya rusak secara permanen karena hal itu. "
"Yesungie!" Teriak Leeteuk.
xxXxx
Ryeowook menikmati hembusan angin dingin yang menerpa wajahnya. Baru saja ia sampai dibukit tempat dimana Yesung biasa menghabiskan waktunya. Masih terngiang suara Heechul yang menceritakan kisah Yesung yang membuatnya harus memakai tisu.
"Mereka bilang, karena itu… senyumnya meredup."
Sampai kapanpun, Ryeowook akan mengutuk siapapun yang membuat Yesung tidak bisa tersenyum lagi.
xxXxx
Yesung menyanyikan lagu Bintang Kecil sambil berdiri dibawa tiang lampu jalan yang tepat berada didepan rumah besar itu. Yesung tetap tersenyum walau sudah berdiri selama lima belas menit. Masih setia memandangi balkon yang mengarah kekamar tidur Ryeowook.
Ryeowook baru saja kembali dari bukit dan melihat Yesung berada didepan rumahnya.
"Yesung?" Bisiknya pelan. "Yesung-ah!"
Yesung menoleh pelan dan sedikit kaget melihat yeojya yang disukanya tidak ada dirumah yang sedang ia perhatikan daritadi.
"Sedang apa?"
Yesung tampak sedikit was-was. "A-aku hanya sedang…" Dia berdiri dibelakang tiang. "Maafkan aku, a-aku akan segera pergi." Yesung berlari meninggalkan Ryeowook.
"Yah! Kim Yesung! Berhenti!"
Reflek Yesung menghentikan langkahnya, tapi dia tidak berani menoleh kearah yeojya itu.
"Kenapa kau selalu berlari dariku?" Tanya Ryeowook sebal.
Yesung akhirnya membalikan badan dan mencoba untuk berani menatap Ryeowook. Ryeowook menunggu jawaban Yesung dengan tidak sabar.
"Marhaeba."
"Ryeowook-ah, kau tidak ingin melihatku. Ryeowook-ah bilang agar aku pergi jauh. Kau bilang untuk pergi dan menghilang dari hadapanmu."
Ryeowook menatap Yesung tidak percaya. "Benarkah aku pernah mengatakan hal sejahat itu?"
Yesung tidak menatap Ryeowook untuk yang kesekian kalinya. Membuat Ryeowook sedikit merasa sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Entah apa namanya.
"Kalau begitu jangan," Pinta Ryeowook. "Aku tidak tahu apa yang telah kukatakan padamu., aku juga tidak tahu mengapa. Jadi, jangan pernah lari lagi karenaku, arrachi?"
"Jeongmal?" Tanya Yesung senang.
"Kau menyukainya?"
Yesung mengetuk ujung sepatunya keaspal pelan dan berkali-kali. "Jinjjaji? Jadi sekarang aku tidak perlu untuk pergi menjauh? Sekarang, aku boleh tinggal? Jinjjaji?!"
"Apa kau begitu senangnya?"
Dia mengangguk riang. "Ne, aku senang. Sungguh senang!"
"Baguslah kalau begitu."
Ryeowook menatap Yesung senang. Begitu juga Yesung. Sampai-sampai dia mampu untuk terus tersenyum semalaman. Ryeowook menurunkan pandangannya kearah sepatu yang dipakai Yesung. Sepatu yang tadi pagi diberikan Ryeowook.
"Yah, Yesung-ah. Sepatumu kenapa?"
Yesung ikutan melihat objek yang sedang diperhatikan Ryeowook. Matanya membulat berseri melihat sepatu yang diberikan Ryeowook tadi pagi.
"Sepatuku tidak apa-apa." Jawab Yesung, masih dengan senyumannya.
Ibu jari kaki Yesung sudah keluar dari ujung sepatu. Yesung juga memakai sepatunya dengan sembarangan. Dia tidak mengikat dan melipat bagian belakang sepatu itu.
"Tidak apa bagaimana, kau pasti sakit memakai sepatu seperti itu."
Yesung menggeleng. "Tidak, tidak sakit. Ini kan pemberian Ryeowook."
Ryeowook menghela nafasnya, memang agak sulit untuk berkomunikasi dengan Yesung.
"Berikan aku sepatunya."
Ryeowook merunduk untuk melepaskan kedua sepatu yang dipakai Yesung, tapi Yesung menolak untuk memberikan sepatu butut itu pada Ryeowook. Setelah keduanya lepas dan sudah berada ditangan Ryeowook, Yesung mengerucutkan bibirnya lucu.
"Tunggu sebentar ya."
Yesung menatapi punggung Ryeowook yang menghilang dari pandangannya. Yeojya itu masuk kerumahnya . Dan tidak lama, yeojya itu keluar dengan satu sepatu dimasing-masing tangannya. Sepatu berwarna abu-abu itu tampak masih baru.
"Cobalah." Perintah Ryeowook.
Yesung memasukan kedua kakinya dengan kasar, dia juga menginjak bagian belakang sepatu itu. Sepertinya itu sudah menjadi kebiasaannya.
"Yesung-ah, jangan menginjak bagian belakang sepatunya seperti itu. Pakai yang benar, kalau tidak benar, kakimu akan sakit. Arrachi?"
Yesung mengangguk kecil seperti anak kecil. Dia memasukan kakinya dengan benar. Ryeowook ikut tersenyum senang.
"Nah begitu," Ryeowook menyentuh punggung kaki Yesung bergantian dari kaki kanan ke kaki kiri. "Ini kaki kanan, ini kaki kiri."
Yesung mengangkat kaki kanannya. "Kaki kanan," Dia juga mengangkat kaki kirinya. "Kaki kiri?"
"Keurae!"
Berkali-kali Yesung mengulang-ngulang apa yang baru saja ia pelajari bersama Ryeowook. Sampai akhirnya dia terlalu menghayati pelajaran kaki kanan dan kaki kiri. Dia berjalan meninggalkan Ryeowook yang masih tersenyum menatap dirinya yang sudah agak jauh.
"Sampai lupa bilang annyeong." Gumam Ryeowook.
Yesung mempelankan langkahnya ketika sudah melewati tiga rumah. Otaknya memutar sebuah kenangan yang hampir mirip sebuah video yang masih tersimpan rapi.
"Kau kah itu? Kau yang membuat pianoku terbakar? Marhaeba! Apa benar kau yang melakukannya?!"
Semua murid lain menatapnya dengan tatapan merendahkan. Dan tatapan itu, tatapan yang sangat tidak disukai Yesung. Yesung yang tadinya melihat sekitar langsung kembali memusatkan pandangannya pada yeojya manis yang sedang menatapnya marah campur sedih. Yeojya mungil itu menangis.
"Memang kau kan? Kau yang membuat pianoku terbakar?! Kenapa kau bakar pianoku, dasar bodoh idiot! Pergi! Aku tidak mau melihatmu lagi! Enyahlah!"
Yesung menggeleng-gelengkan kepalanya kencang, berupaya ingin menghilangkan kenangan buruk dari sepuluh tahun lalu. Terlalu sakit untuk mengingatnya, tapi terlalu sulit untuk tidak kembali mengulang kisah yang tidak pernah ia bisa ceritakan pada siapapun.
xxXxx
Chapter 1
-To Be Continue-
Repost!
Entah kenapa pihak FFn me-remove FF ini dengan alasan 'mempengaruhi' dan 'menggunakan pemeran asli'. Lalu kenapa? Perasaan ini FF ngga ngaruh apa-apa deh. Clouds yang baca tetep cinta Yesung walau disini dibikin bodoh, jebal.. ngga penting banget.
Yasudah gausah marah-marah deh mendingan review ulang aja hahaha. Yang mau ngefollow dan yang ngelike silakan diklik ulang. Maaf untuk ketidaknyamanannya di FF saya yang sebenarnya saya paling suka. Ini FF sengaja disimpen buat hiatus nanti sebenernya hahaha.
Capcus gausah curhat! Review, click the Follow and Favorite Story! Gamsahamnida!
