Family?

Disclaimer Masashi Kisimoto

GJ/Abal/Typo/GsesuaiEYD/dll

DLDR


Bandara Konoha tampak ramai. Langkah kakinya berjalan santai menuju pintu keluar. Di telinga kiri dan kanannya terpasang earphone yang sedang memperdengarkan lagu-lagu kesukaannya. Gadis bersurai soft blue itu hanya membawa sebuah tas ransel dalam perjalanannya. Tubuhnya dibalut jaket bulu yang melindunginya dari cuaca dingin Konoha, meski sudah mulai menghangat karena musim semi akan tiba beberapa hari lagi. Kaki jenjangnya dibalut jeans dan sneakers putih-biru kesukaannya. Rambut panjangnya diikat dan dilipas keatas asal dan sebuah kacamata hitam besar menutupi irish sapphirenya. Hingga getaran pada jam tangannya membuat ia meliriknya. A Call. Menghela nafas perlahan, dia pun menekan tombol hijau pada bagian bawah sebelah kiri jam tangannya. Suara di earphone pun berganti menjadi suara si penelepon.

"Ya?" Suara datarnya menjawab telepon itu.

"…"

"Hmm… Lakukan seperti rencana. Aku yakin mereka tidak akan curiga, meski begitu kalian harus berhati-hati. Aku tidak ingin liburanku kacau kali ini." Ujarnya dengan bahasa Spanyol fasih (berhubung saya g bisa, jadi ya dibikin gini ^_^ #peace V)

"…."

"Yeah, jika itu terjadi. Lakukan plan B dan plan E. Plan C hanya akan memberitahukan mereka posisiku."

"…."

"Ya, aku tahu-" Belum selesai ucapannya, tubuhnya terdorong ke samping. Inginnya dia marah, namun marah-marah hanya akan membuatnya kehilangan banyak tenaga, terbuang percuma.

"Sorry" Ucapnya yang merasa ini juga kesalahannya karena kurang memperhatikan jalan. Gadis bersurai soft blue itu membantu penabraknya untuk memunguti barang-barangnya yang berupa berkas-entah-apa.

"Here, sorry for this" Ujarnya tanpa melihat. Fokusnya kembali pada suara khawatir yang keluar dari earphonenya. Mengabaikan sepasang mata yang menatapnya tajam tanpa berkedip.

"I'm fine. Oh, please… Steve. Berhentilah bertingkah seperti wanita tua yang cerewet karena anak perempuannya keluar tengah malam" Lanjutnya dengan bahasa spanyol fasih sebelum tertawa kecil mendengar tanggapan orang diseberang.


.x.o.x.

Café sederhana namun bernuansa eropa itu nampak cantik dimatanya. Arsitektur bangunannya membuatnya menatap puas. Menu-menu yang disajikan pun nampak menggugah seleranya. Dia pun berjalan menuju kasir yang duduk di meja melingkar seperti di bar, dia pun bertanya apa menu spesial hari ini. Ia melakukannya karena yakin, pemesanan menu langsung bayar bias ia lakukan di depan kasir. Meski pelayanan biasa juga berlaku.

"Menu special hari ini ada beberapa. Anda bisa melihatnya disini" Ujar kasir itu sopan. Gadis itu menaikkan alisnya sambil mengangguk. Not bad. Ah, menu dari beberapa negara yang tepat sesuai musimnya. Ada beberapa yang berbentuk paket, makanan dan minunan yang sesuai.

"Apa setiap hari menu spesialnya ini?" Tanyanya.

"Tidak, Nona. Setiap hari kami melakukan rolling, atau bahkan kreasi baru." Kasir itu menjawab sopan dengan senyuman, yang ia kagum, adalah asli. Hmm... peyalanan bagus.

"Baiklah, aku pesan satu. Tolong pilihkan satu untukku. Dan tolong dibungkus. Aku ingin membawanya untuk jalan-jalan melihat kota ini. Well, aku baru sampai disini kalau kau ingin tahu" Ujar gadis itu sambil mengedikkan bahu cuek.

"Aa... Anda turis rupanya. Welcome to Konoha City, Miss..." Kasir itu tersenyum senang mendapati pelanggan mancanegaranya terlihat begitu ramah.

"Thank you. Aku akan duduk disana sambil menunggu pesananku. Hmm... aku baru pertama kemari setelah sekian lama. Bagaimana kalau kita berteman?" Tanya gadis itu yang dibalas anggukan antusias gadis kasir bersurai coklat itu.

"Hmm... baiklah. Satu paket Japanese's last winter food, dibungkus" Gadis kasir itu memberitahukan koki lewat lubang pesanan dibelakangnya, yang langsung disahut si koki.

"Hmm... sudah lama aku tidak makan masakan Jepang. Nice choice" Ujar gadis soft blue itu riang.

"Ha'i... saya pikir juga begitu. Karena itu saya pilihkan makanan Jepang" Gadis kasir itu tersenyum.

"Hmm... Ah, bagaimana dengan tawaranku tadi? Aku Natsu. Ryuuga Natsuki" Gadis soft blue itu mengulurkan tangannya.

"Tentu. Aku Matsuri. Atarashi Matsuri. Kau bisa memanggilku Matsu, biasanya teman-temanku memanggil begitu" Matsuri membalas uluran tangan Natsuki.

"Hmm... Dan teman-temanku banyak yang memanggil N. Kau bisa memanggilku begitu, karena kurasa" Natsuki mengedikkan bahunya. "Nama Natsu cukup banyak disini" Jawabannya membuat Matsuri terkikik dan mengangguk membenarkan.

"Baiklah, N"

"Hmm... Ah, berhubung belum ada yang membayar tak apa kan, aku duduk disini? Aku ingin menanyakan sesuatu padamu" Natsuki duduk di kursi disampngnya.

"Tak apa... Orang disini lebih suka membayar lewat pelayan kami dari pada kemari. Karena itu aku cukup luang ketika menjadi kasir" Jawab Matsuri santai.

"Benarkah? Berarti sistem kerja disini rolling, hm?"

"Ya. Hari ini aku shif kasir. Lalu 3 hari penyaji dan 2 hari membantu dibelakang" Natsuki mengangguk mengerti. Cukup bagus.

"Lalu, apa yang ingin kau tanyakan? Sebentar lagi pesananmu jadi. Kau pasti akan menyukainya" Matsuri berujar semangat. Natsuki tersenyum lembut.

"Aku hanya ingin menanyakan alamat ini." Natsuki meletakkan sebuah note yang tampak sudah usang yang berisikan sebuah alamat.

"Apa alamat ini jauh dari sini?" Tanya Natsuki.

"Ah, tidak juga. Tapi tentu lebih cepat jika kau menaiki taksi" Ujarnya seraya tersenyum.

"Hmm... Untungnya aku lebih suka menghemat uangku. Dan yah, aku ingin berjalan-jalan melihat kota ini"

"Hah~ Andai aku kosong, pasti akan ku temani" Ujar Matsuri sambil mendesah, merasa sedih tak bisa menemani teman barunya.

"Hei, tak masalah. Aku hanya ingin segera mengunjungi nenek dan kakekku. Mungkin, lain kali kita bisa mengelilingi kota ini? Dan aku akan senang sekali jika kau mau menemaniku" Natsuki berujar menenangkan.

"Hmm... Baiklah. Bagaimana jika hari minggu. Minggu ini aku kosong hari minggu, dan aku belum memiliki rencana mau kemana"

"Benarkah?" Matsuri mengangguk.

"Tapi, apa kau tak khawatir? Kita kan baru kenal?" Matsuri menggelengkan kepalanya mantap.

"Hmm... Aku bisa melihat dari matamu, jika kau adalah orang baik" Jawabnya mantap. Natsuki terpana mendengarnya sebelum tersenyum lembut.

"Terima kasih. Senang mendengarnya."

"Satu paket Japanese's last winter food" Suara dibelakang Matsuri membuat mereka menatap kebelakang Matsuri.

"Ah, pesananku sudah datang" Matsuri mengangguk dan mengambilkan pesanan itu.

"Satu paket Japanese's last winter food, 5 ryo"

"Dan kau bisa mengikuti jalan disana, kemudian berbelok ke kiri sampai ujungnya, kemudian ke kanan. Kau akan menemukan perumahan disana dan mencocokkan nomor rumahnya" Matsuri menjelaskannya ketika Natsuki sedang mengambil uang untuk membayar makanannya.

"Okay, thanks infonya. Dan ini tips untukmu" Natsuki memberikan 10 ryo yang berusaha ditolak Matsuri ketika mendengarnya.

"Tak ada penolakan. Kita teman, right? Dan aku sangat suka pada pelayananmu. Jadi, ini tips atas pelayananmu. Ah, dan jangan lupa hari minggu." Matsuri mengangguk lemah, merasa tak enak.

"Dimana kita akan bertemu?"

"Di taman dekat perumahan yang kau tuju saja. Cukup dekat dari apartemenku."

"Ah, kau tinggal di dekat rumah nenekku?" Matsuri mengangguk.

"Baiklah, sampai jumpa hari minggu" Pamit Natsuki.

"Sampai jumpa hari minggu"


.x.o.x.

Sebuah rumah sederhana dengan pekarangan yang cukup luas diantara bangunan perumahan yang mewah. Rumah itu tampak paling mungil, namun kesederhanaannya justru memberikan kehangatan tersendiri baginya. Inilah dia. Rumah tempat sang bunda tumbuh besar dalam lingkupan kasih sayang. Meski hanya sebagai anak angkat.

Rumah bercat coklat itu menggambarkan kesederhanaan penghuninya. Dan banyaknya tanaman di pekarangan yang memperlihatkan keasrian itu menunjukkan seberapa cintanya sang penghuni pada bercocok tanam. Ah, ia ingat apa kata sang bunda. Bahwa kakek dan neneknya sangat suka bercocok tanam. Mereka bahkan punya lahan yang cukup luas di desa. Yang akan mereka kunjungi kala musim semi dan musim gugur tiba. Saat masa panen ladang apel, anggur dan beberapa macam buah berry.

Melangkah pelan sambil menikmati pemandangan pekarangan rumah bertuliskan 'Ryuuga' itu, Natsuki mengabsen berbagai jenis bunga dan buah yang tumbuh disana. Hingga dia berhenti di depan pintu rumah itu. Jantungnya berdetak kencang, gugup apakah mereka akan menerimanya atau tidak. Diturunkannya kacamata yang menutup permata sapphirenya, serta ikatan asal rambutnya, membuat helaian soft blue yang halus itu jatuh dan tergerai dengan indah. Menyimpan kacamata dan sang kuncir rambut, gadis itu kemudian memakai sebuah jepit rambut berbentuk bulan sabit dan bintang berwarna keperakan, yang merupakan milik ibunya, hadiah ulang tahun ke 15 dari sang nenek.

Menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Natsuki mengetuk pintu itu tiga kali dan menunggu. Sambil menunggu, detak jantungnya bergaung hingga telinganya. Langkah kaki terdengar mendekat dari dalam, membuatnya tak perlu lagi mengetuk. Pintu terbuka, menampakkan seorang wanita tua berwajah lembut nan ramah, yang kemudian menatapnya tak percaya.

"Shi... Shi...Shi-ren?" Tanyanya dengan mata terbelalak dan kedua tangan yang menutup mulutnya.

"Konbawa, Baa-san. Aku Natsuki" Natsuki tersenyum melihat neneknya berurai air mata. Bukannya durhaka seneng lihat nenek sendiri nangis, tapi karena dia melihat ada raut ketidak percayaan juga bahagia dari irish hazel dihadapannya.

"Putri Ryuuga Shiren" Dan nenek renta itu pun langsung berhambur memeluk gadis yang mengaku cucunya itu. Gadis yang merupakan copian anak angkat tersayangnya, kecuali matanya yang mirip sang ayah.


.o.x.o.

Kedua pasangan renta bermarga Ryuuga itu menatap Natsuki dalam diam. Keduanya masih tak percaya jika gadis dihadapannya adalah cucu mereka, putri Ryuuga Shiren. Meski sosok dihadapannya sangat mirip dengan sang putri yang tak pernah ada kabarnya setelah menikah dengan seorang pemuda bernama Minamoto, yang mereka tahu sangat mencintainya. Namun, mereka juga tahu jika akhirnya keduanya berpisah karena orang tua si pemuda tak setuju. Perpisahan keduanya bukan karena mereka dipisahkan oleh orang tua si pemuda, namun karena si pemuda meninggal, yang entah karena apa. Dan sejak saat itu, kedua Ryuu senior itu tak mendengar kabar apa pun dari sang putri, meski mereka telah mencarinya kemana-mana. Dan sekarang, 14 tahun berlalu. Dan mereka dipertemukan dengan cucu mereka, yang benar-benar copian sang putri di masa remaja.

"Maaf... Apa aku mengejutkan kalian?" Tanya Natsuki menyadarkan mereka dari masa lalu yang terbayang.

"Ehm... Ya, kami cukup terkejut." Sang kakek, Ryuuga Akihito menatap istrinya, Ryuuga Chiyo sambil tersenyum.

"Tapi melihatmu tumbuh besar sepertinya, membuat kami sangat bahagia. Jadi, bisakah kau ceritakan apa yang terjadi? Dan dimana ibumu?" Tanya Akihito yang membuat Natsuki mematung. Kedua Ryuuga senior itu saling pandang bingung. Ada apa dengan cucu mereka ini.

"Kaa-san..." Natsuki memegang cangkir ditangannya, menekuri pinggirannya dengan ibu jarinya yang lentik.

"Sudah meninggal dunia..." Kedua Ryuuga Senior membelalakkan matanya terkejut.

"13 tahun yang lalu akibat kecelakaan. 2 hari setelah kematian Tou-san" Gadis itu menatap keduanya dengan sendu. Air mata telah keluar dari kedua matanya. Mengingat masa lalu, membuatnya sakit. Chiyo segera menghampiri cucunya yang tampak begitu rapuh. Mendekapnya dengan hangat, mengatakan bahwa semua baik-baik saja. Gadis itu terisak semakin keras. Kenapa hidup kedua orang tuanya begitu tragis?

"Hanya karena ibu anak angkat dari keluarga sederhana, membuat mereka berfikir ibu tidak pantas untuk putra mereka." Natsuki hanya menatap tajam gelas ditangannya, sementara Chiyo mencium pelipisnya sayang. Menyalurkan kehangatan dan bisikan bahwa semua telah berlalu, dan segalanya akan baik-baik saja.

"Tanpa mereka tahu. Bahwa Ka-san, jauh lebih dari kata layak untuk Tou-san." Cangkir di genggamannya pecah karena amarahnya. Membuat kedua Ryuuga senior terkejut.

"Baik dari segi status sosial, maupun latar belakang keluargany. Ka-san, lebih dari layak untuk Tou-san yang seorang Namikaze" Mereka bisa melihat amarah dan rasa benci dari mata gadis itu.

"Dan mereka tidak berhak mencelakai Ka-san hanya karena Tou-san meninggal." Lagi, Ryuuga senior itu hanya bisa terdiam dengan apa yang mereka dengar. Pelukan Chiyo telah lepas, karena dia begitu khawatir dengan luka ditangan kanan cucunya. Perempuan tua itu segera beranjak mencari kotak P3K, meninggalkan sang cucu dan sang suami.

"Kecelakaan yang sengaja mereka rencanakan itu, menjadi bumerang bagi mereka. Karena mereka kehilangan Tou-san, bukannya melenyapkan Ka-san dan aku yang masih berusia 4 tahun" Akihito kesulitan menelan ludahnya.

"Dan karena itu, mereka menganggap itu semua kesalahan Ka-san." Chiyo telah kembali dan segera membersihkan luka di tangan kanan Natsuki. Gadis itu bercerita dengan amarah yang tampak nyata dari kedua matanya, mengabaikan luka di tangan kanannya. Baginya, luka hatinya lebih sakit dari pada luka ditangannya.

"Jadi maksudmu, kematian Shiren Minamoto disebabkan oleh mereka sendiri? Para Namikaze?" Tanya Akihito menyimpulkan.

"Ya" Tangan kiri Natsuki mengepal, menahan amarah, sedang tangan kanannya seakan mati rasa, sedang diobati oleh Chiyo.

"Dan beruntung, ketika percobaan pembunuhan terhadap Ka-san dan aku gagal. Meski Ka-san hanya mampu bertahan 7 bulan kemudian, dimana 5 bulan pertama dalam keadaan koma." Keduanya terdiam.

"Kecelakaan itu membuat ingatan Ka-san kembali dan bisa menghubungi keluarganya. Mereka sangat bahagian, namun Ka-san menyembunyikan kenyataan yang sebenarnya pada keluarganya. Ka-san tidak ingin ada pertumpahan darah lagi. Dan mereka pun memberikan perawatan terbaik pada Ka-san" Natsuki tak kuat lagi bercerita. Gadis itu mencengkeram dadanya dengan tangan kirinya. Membuat kedua Ryuuga senior itu menatap nanar padanya.

"Ka-san, bahkan memintaku untuk tidak membalas dendam pada mereka. Memintaku untuk tidak membenci mereka. Tapi aku tidak bisa"

"Lalu, apa yang kau lakukan disini?" Tanya Akihito. Dia tidak bermaksud berfikiran negatif pada cucunya, namun tatapan itu seakan memiliki maksud tersembunyi. Natsuki menatap hazel itu tanpa rasa takut, seakan ingin menyampaikan maksud kedatangannya.

"Aku ingin berjumpa dengan kalian" Kedua Ryuuga itu tertegun.

"Orang yang telah merawat dan mencintai Ka-san seperti putri kalian sendiri. Ka-san sangat menyayangi kalian. Karena itu, Ka-san ingin aku mengucapkan terima kasih, dan Ka-san sangat menyayangi kalian. Maaf, karena tidak bisa berjumpa kalian disaat terakhirnya. Maaf, tidak memberi kabar setelah kesadarannya. Setelah ingatannya kembali dan bertemu keluarganya" Pandangan Natsuki melembut.

"Ka-san, hanya tidak ingin kalian terlibat lebih jauh, karena akan membahayakan kalian. Ka-san ingin kalian hidup dengan aman dan tentram" Kedua Ryuuga senior itu terharu dalam hatinya. Putri angkat mereka tetap sama, baik hati dan selalu memikirkan orang lain.

"Dan Ka-san memintaku untuk merawat kalian. Meski sebentar, Ka-san ingin agar aku merawat kalian sebagai ganti beliau yang telah tiada." Natsuki terkekekh kecil, membuat Akihito dan Chiyo penasaran.

"Ka-san, ingin agar aku membuat makanan kesukaan kalian. Ka-san juga memintaku untuk menjaga pola makan Jii-san" Akihito tercekat. Putri angkatnya masih ingat kebiasaan buruknya.

"Dan membantu Baa-san untuk membuka Cafe" Giliran Chiyo yang tercekat.

"Kaa-san bilang. Baa-san sangat pandai memasak, namun tidak sempat mewujudkannya. Karena itu aku disini untuk membantu Baa-san. Aku akan membantu Baa-san membuka cafe dan merawat Jii-san. Seperti pesan Kaa-san" Kedua Ryuuga itu tersenyum haru dan bangga. Terharu karena perhatian putri mereka, dan bangga dengan semangat cucunya.

"Aku tahu Baa-san bisa melakukannya, mengingat Ba-san sekarang adalah Akasuna" Kedua Ryuuga itu terkejut mendengar cucunya itu tahu jika putri kandung mereka menikah dengan salah satu pengusaha Akasuna.

"Tapi aku tahu, Baa-san tidak akan meminta padanya. Dan aku disini untuk mewujudkannya. Bukan karena Baa-san yang meminta, namun karena Ka-san ingin agar Baa-san bisa menyalurkan hobi Baa-san" Natsuki memeluk Chiyo sayang.

"Jangan menolaknya, Baa-san. Ini adalah salah satu permintaan terakhir Kaa-san. Dan Jii-san" Natsuki melepas pelukannya, melihat anggukan Chiyo yang tidak menolak, meski ia tahu perempuan dihadapannya tidak enak hati.

"Jangan melarang Baa-san. Karena mulai sekarang, aku akan menjaga pola makan Jii-san. " Dan Akihito hanya bisa berkeringat dingin mendengarnya.

"Aa... Aku-"

"Tidak ada alkohol setiap hari. Jii-san hanya boleh meminum seminggu sekali, atau jika udara terlalu dingin. Tak boleh makan daging domba, terlalu rawan untuk tekanan darah. Dan tidak boleh merokok, aku akan menggantinya dengan permen atau biskuit. Aku jamin Jii-san akan menyukainya" Natsuki dan Chiyo tertawa.

"Ah, kenapa anak nakal itu berpesan begitu? Huh!" Akihito pura-pura marah pada mendiang putrinya, namun Chiyo dan Natsuki tahu, laki-laki itu tengah menahan haru.

Dan mereka pun bercerita mengenai sang putri yang telah tiada. Natsuki meminta mereka menceritakan masa lalu ibunya, masa kecil, masa remaja, dan dewasanya, sebelum menikah dengan ayahnya. Mereka bercerita hingga melewati jam makan siang. Natsuki mengeluarkan makanan yang dibelinya, yang kebetulan disukai oleh kedua Ryuuga senior itu. Mereka menikmatinya sambil kembali bercerita. Mereka baru berhenti ketika waktu menunjukkan pukul 3 sore, dan Chiyo meminta Natsuki untuk beristirahat begitu tahu gadis itu baru sampai dari perjalanan panjangnya dari luar negeri tadi pagi.

Chiyo menyuruh Natsuki untuk menempati kamar mendiang ibunya. Kamar berukuran cukup besar itu sangat rapi. Seolah tak pernah ditinggalkan oleh sang pemilik. Di dalamnya terdapat foto-foto sang ibu dari kecil hingga dewasa. Foto keluarga, bersama sahabat ES, JHS, SHS, bahkan sahabat seuniversitas. Bahkan foto sang bunda bersama ayahnya yang nampak tersenyum bahagia di bawah hujan sakura di musim semi.

"Foto ini diambil 2 tahun sebelum mereka menikah. Ibumu, sangat bahagia bisa mengenal ayahmu. Dan ayahmu adalah pemuda sederhana yang sangat mencintai ibumu. Mereka memutuskan untuk menikah, dengan ayahmu yang meninggalkan keluarganya. Seperti yang kau tahu. Meski ibumu melarangnya, tapi ayahmu tetap ingin bersama ibumu" Chiyo menatap foto itu haru.

"Minamoto sangat mencintai keluarganya, dan ibumu tahu itu. Namun, Minamoto adalah orang berhati bebas. Bahkan, pemuda itu menyukai musik yang mempertemukannya dengan ibumu. Keduanya mencintai musik hingga membuat sendiri sebuah lagu-"

"Always Together under Cherry's Rain" Potong Natsuki.

"Ya" Chiyo tersenyum.

"Ibumu sangat menyukai musik, bahkan sejak kami menemukannya. Karena itu kami menyekolahkannya di sekolah musik. Bakatnya dalam musik membuatnya selalu mendapatkan beasiswa. Namun Shiren menolak beasiswa ke Juiliard, ketika dia lulus SHS"

"Kenapa?"

"Karena ayah dan ibumu sudah berjanji untuk bertemu di Universitas Tokyo setahun sebelumnya" Natsuki mengernyit heran.

"Minamoto adalah senior ibumu, karena itu mereka jarang bertemu. Meski begitu, mereka tetap berkomunikasi." Natsuki mengangguk mengerti.

"Lalu, bagaimana mereka bisa bertemu?" Pertanyaan Natsuki membuat Chiyo tersenyum.

"Mereka bertemu ketika ibumu sedang memainkan piano. Ibumu sedang berusaha membuat sebuah lagu, dan ayahmu mendengarnya. Dia merasakan kehangatan dari lagu yang dimainkan ibumu, meski belum sempurna" Chiyo membelai wajah Natsuki, mengingat wajah putrinya itu.

"Dan Minamoto yang mengetahui mengenai musik membantunya. Namun hingga Minamoto lulus, mereka belum menyelesaikannya"

"Kenapa?"

"Karena mereka belum merasa puas dengan apa yang mereka buat. Setiap lagu yang jadi, mereka simpan. Namun bukan lagu itu yang mereka inginkan. Keduanya, entah bagaimana sepakat untuk membuat lagu yang membuat keduanya merasakan kehangatan"

"Kemudian ayahmu masuk Universitas Tokyo jurusan seni arsitektur, menyalahi aturan keluarganya yang menginginkannya masuk jurusan ekonomi dan bisnis" Natsuki tersenyum mendengarnya. Jadi itu sebabnya. Batinnya.

"Namun ayahmu yang jenius juga memiliki bakat bisnis, karena itu keluarganya membiarkannya memasuki jurusan itu. Lagi pula, ayahmu beralasan jika mereka bisa membuka cabang perusahaan arsitektur, sehingga tidak perlu mengontrak perusahaan lain jika ingin membangun kantor baru" Chiyo mengangkat pigura foto itu. Menampakkan seorang gadis bersurai soft blue sepunggung yang tersenyum ceria dalam rangkulan seorang pemuda berambut pirang. Kedua mata beriris berbeda itu, amnethys dan sapphire, menampakkan kebahagiaan yang sangat.

"Setahun kemudian mereka bertemu, dan mulai melanjutkan proyek mereka untuk membuat lagu. Yang baru selesai 3 tahun kemudian, tepat satu bulan sebelum ayahmu lulus dan tepat di hari jadi mereka, lagu itu selesai. Foto ini menjadi inspirasi mereka." Chiyo meletakkan pigura itu kembali.

"Sekarang beristirahatlah. Aku akam membangunkanmu nanti" Chiyo mengusap kepala Natsuki sayang.

"Ha'i" Dan Chiyo pun pergi meninggalkan Natsuki sendiri di dalam kamar sang Ibu. Natsuki mendudukkan dirinya di tepi ranjang sang Bunda, meraih pigura yang berisikan foto ayah dan ibunya di bawah hujan bunga sakura. Ibu jari tangan kanannya mengusap foto itu sayang.

"Kaa-san... Aku akan berusaha melakukan pesan-pesanmu. Tapi, aku ingin melihat apa mereka layak mendapatkannya atau tidak" Natsuki mengucapkannya dengan menahan perih dihatinya.

"Aku berjanji tak akan membalas dendam. Tapi, bukan berarti aku tak akan memberi mereka perhitungan" Natsuki menatap langit dari jendela kamar ibunya.

"Aku, ingin mereka layak atau tidak mendapatkan belas kasihmu. Karena jika tidak, aku akan mencabut semua yang telah aku berikan. Aku berjanji tak akan mengambil apapun yang menjadi milik mereka. Tapi aku akan tetap mengambil apa yang menjadi milikku, jika mereka tidak layak mendapatkannya" Sapphire gadis itu menatap wajah sang Ayah.

"Tou-san... Aku tahu kau sangat menyayangi mereka. Tapi, aku ingin mereka tahu bahwa Kaa-san..." Jemarinya mengusap foto ibunya.

"Lebih dari layak untuk seorang Namikaze sepertimu" Mencium foto keduanya, gadis itu pun berbisik.

"Karena Kaa-san adalah seorang..."


TBC

Gomene malah publish cerita lain ditengah kegalauan TA :D
Maklum, kembali ababil dengan kebingungan saya, hehehe
Dan maaf belum bisa update chapter but cerita2 saya. Hontouni gomenasai #bungkung2