Fic pertama saya... mohon maaf kalau kurang begitu menarik...

Cerita dimulai setelah kejadian di path nya Yukine di Visual Novel Clannad, bagi yang belum main/ baca ceritanya. Saya saranin main/baca dulu VN nya supaya ga kebingungan.

Disclaimer : I don't own Clannad.

Just ENJOY! ^_^


Thread of Light

Chapter 1 : Orb of Light

Tomoya x Yukine

Romance

Hurt/Comfort

X

"Sunohara... apa yang sedang kau lakukan?." tanya ku pada pria berambut pirang yang terlihat sedang berbicara dengan anak kecil.

"Aku sedang mengajari anak ini pelajaran bagaimana untuk menjadi pria sejati." balasnya ditengah perbincangan dengan anak itu.

"Huh... apa kau serius? Hidupmu saja berantakan, tak ada hal yang patut dicontoh sedikitpun, terlebih oleh anak kecil." balasku dengan sedikit nada menyindir pada Sunohara.

Sunohara terlihat sama sekali tidak menghiraukan perkataanku. Dari perbincangan sesekali terdengar balasan dari anak itu.

"Dengar ya bocah... Gadis yang memperlihatkan dirinya kuat sebenarnya dia merindukan seseorang." ujar Sunohara.

"Wah... Sungguh.?" Bocah itu terlihat serius mendengarkan setiap ucapan Sunohara.

"Terlebih lagi mereka lemah terhadap pria yang memanjakan mereka. Ya... lain kata mereka lemah terhadap orang sepertiku... hahaha." Mengatakannya Sunohara tersenyum lebar.

"Namun pada Akhirnya dia selalu diperlakukan enteng oleh para gadis." Ucapku menambahkan.

"Aku tak peduli meski diperlakukan enteng?! Aku hanya ingin punya pacar!" dia mengatakan hal yang seharusnya tidak diucapakan, dengan anak kecil dibelakangnnya.

"Oh..." Bocah itu terlihat mengangguk.

"Kau juga jangan setuju dengannya!" balas Sunohara merespon anggukan bocah itu.

"Hey Yu... ngomong-ngomong apa tidak apa apa jika kau membolos seperti itu?" tanyaku pada Yu yang masih dengan antusian mendengarkan Sunohara.

"Ga... Hari ini perayaan berdirinya sekolah, jadi ga masalah." Mendengar pertanyaanku, Yu menjawabnya dengan nada Santai.

"Hihi..." Miyazawa yang berada di sampingku terlihat tersenyum melihat tingkah Sunohara dan Yu. "Mereka terlihat seperti saudara." lanjutnya.

"Ya meskipun begitu sangat ga baik jika kebodohan Sunohara menular pada Yu." mendengarkan ucapanku Miyazawa hanya tertawa.

"SIAPA YANG KAU BILANG BODOH OKAZAKI!?" Sunohara terlihat naik darah.

"Siapa ya..." aku mengalihkan pandangan dari Sunohara.

"SIAPA LAGI KALAU BUKAN AKU.. YA KAN!?" balasnya masih dengan nada kesal.

"Nah... itu tau."

"Cih..." setelah mendengar jawabanku dia kembali duduk meskipun dengan nada kesal.

"Sudah.. sudah... Sunohara-san. Aku punya mantra yang bagus untukmu." Miyazawa mengeluarkan buku kesukaannya. Kemudian dia membuka halaman demi halaman.

"Eh sungguh? Apakah itu mantra untuk mendapatkan pacar?" tanyanya antusias.

"Um... mungkin bukan seperti itu. Namun mantra ini akan mengetes tingkat kecocokan seseorang dengan pasangannya." jawab Miyazawa dengan senyumnya seperti biasa.

"Boleh juga tuh Yukine-chan. Bagaimana caranya?"

"Letakkan kedua tanganmu di pundak pasanganmu."

"Okazaki... tolong bantu." Sunohara berbalik kearahku.

"Ah... melakukannya denganmu agak sedikit menakutkan." meskipun begitu aku tak bisa menolak dan hanya bisa mengikuti kemauan Sunohara.

"Kemudian tutup mata pasanganmu." lanjut Miyazawa.

"Oh... Okazaki! kau dengarkan?" ujar Sunohara mengingatkan.

"Ah..." aku hanya menghela nafas protes.

"Kemudian pejamkan matamu juga."

"Lalu..?"

"..." Miyazawa terdiam untuk sejenak. "Kemudian cium pasangan kalian disaat mata tertutup, dengan begitu kalian akan menjadi pasangan yang bahagia." lanjutnya.

Seketika mendengar hal itu, tanganku dengan spontan memukul wajah Sunohara.

"Guahhhh..." Sunohara terpental ke lantai.

"Itu bahaya sekali." Aku berdiri dan menjauh dari Sunohara.

"a...aah... aduh sakit sekali..." dia mengusap hidungnya yang terlihat memerah. "Okazaki kenapa kau memukulku?"

"Akan ku tujukan bahwa kita cocok..." kemudian aku menendang wajahnya. Dia terpental lagi.

"Hiks...hiks... Yukine-chan, aku kan ga punya pacar. Memberi mantra seperti itu padaku hanya akan menambah penderitaanku." Sunohara terlihat sangat depresi.

"Huh... kau ini..." aku menghela nafas.

"Hihi..." Miyazawa hanya tersenyum.

Mengunjungi ruang Referensi sudah menjadi kegiatan rutin bagi Aku dan Sunohara. Entah mengapa, tapi tempat ini terasa sangat tenang dan nyaman. Mungkin karena adanya seseorang. Ya... dia adalah Yukine Miyazawa, siswi kelas 11, Hikarizaka Private High School.

Masih teringat dibenakku ketika pertama kali aku mengunjungi tempat ini, saat mencari Sunohara yang menghilang saat hendak dipanggil oleh wali kelas. Menyimpang dari tujuan, aku malah pergi ke Gedung lama dengan niat untuk mencari tempat untuk bolos pelajaran. 'Ruang Referensi' yang dahulunya adalah perpustakaan, dan sekarang menjadi tempat dimana buku yang jarang dibaca berada. Bisa dibilang perpustakaan kedua. Sebuah tempat yang mungkin aman untuk bersembunyi dari guru yang sedang keliling. Menemukan tempat yang dicari, dengan segera aku pun bersantai disana setidaknya sampai bel istirahat berbunyi.

Bel istirahat pun akhirnya berbunyi, mendengar bunyi pintu yang terbuka, seketika aku mengalihkan pandangan ke arah pintu dan mendapatkan sesosok gadis dengan lencana berwarna merah. Dia adalah murid kelas 11. Tanpa adanya rasa canggung, Miyazawa tersenyum dan menyambutku dengan hangat meskipun baru pertama kali bertemu. Dan perlahan demi perlahan, secara rutin aku mengunjungi tempat ini.

"Miyazawa sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan... beberapa waktu yang lalu aku menemukan sesuatu yang aneh, aku melihat sebuah sesosok cahaya diatas tempat kita berada waktu itu...apakah kau tau apa itu?" tanyaku memulai pembicaraan. Kelihatannya Miyazawa berfikir untuk meberapa saat.

"Ummm.. mungkin itu adalah Orb of Light."

"Oh iya.. waktu itu entah kenapa, tiba-tiba saja kau menggapai sesuatu di udara, memangnya apa yang terjadi?" tanya Sunohara yang terlihat sudah pulih.

"Ya, saat itu, tiba-tiba sesosok cahaya muncul. Dan kemudian lenyap di telapak tanganku."

"Di kota ini terdapat sebuah legenda, bola cahaya itu akan muncul ketika sebuah hal baik terjadi dan ketika seseorang mengalami kebahagiaan. Bola cahaya itu adalah sebuah simbol kebahagiaan. Jika kau mendapatkan satu maka kau dapat mewujudkan sebuah harapan. Namun legenda adalah legenda, orang-orang tidak mempercayainya lagi. Mungkin begitu pula dengan aku."

"Maksudmu kau tidak mempercayai aku?" tanyaku dengan sedikit nada kecewa.

"Mungkin karena itu Okazaki-san aku percaya. Juga zaman sekarang sudah sangat jarang orang yang dapat melihatnya karena mungkin perasaan orang berubah terhadap kota ini."

"Lalu kenapa orang yang tidak mempunyai perasaan khusus pada kota ini seperti ku bisa melihatnya?" mungkin kenyataannya aku membenci kota ini.

"Kurasa Okazaki-san spesial."

"Huh? Apa maksudnya" tanya ku kebingungan.

"Maaf, tapi aku juga tidak begitu mengerti. Namun Okazaki-san adalah Okazaki-san." kurasa apa yang dikatakan Miyazawa semakin membuat ku bingung. "...Seseorang yang sangat penting dalam hidupku." tambahnya. Seketika wajahnya memerah.

Lalu aku teringat kejadian beberapa waktu yang lalu. Di pemakaman... saat dimana aku menciumnya. Mengambil risiko, yang memungkinkan aku ... celaka, atau lebih buruknya... mati. Ya... bisa saja teman-teman berandalannya tiba-tiba murka dan menghajarku habis habisan. Namun apa mau dikata, sebuah perasaan misterius tiba-tiba hadir dihatiku. Dia adalah gadis yang lembut dan perhatian. Merawat teman-teman berandalannya yang terluka, tanpa melihat siapa orang itu. Juga senyumnya yang manis membuat duniaku teralih.

Tapi untung saja waktu itu, meskipun sempat dihajar oleh salah satu temannya. Lukaku tidak begitu parah. Ya hanya sedikit memar, tidak sampai harus dibawa ke rumah sakit. Huh syukurlah..

Kembali ke dunia nyata, terlihat wajah Miyazawa masih memerah, situasi pun berubah. Entah menyesal atau kenapa mengatakan hal itu, Miyazawa hanya tertunduk. Tak nyaman dengan situasi ini aku mencoba untuk memulihkan suasana.

"Ano... Miyazawa, sesudah pulang sekolah apa kau punya waktu?" sadar dengan apa yang aku katakan, wajahku pun sekarang ikut memerah. 'sial apa yang aku katakan, sekarang situasi semakin ga karuan.'

"Eeeh... Oka...okazaki...sa..n?"

"Hari ini adalah hari sabtu jadi pelajaran tidak begitu padat. Aku akan menunggumu digerbang sekolah sepulang sekolah nanti." lanjutku. Mungkin karena sudah terlanjur. Miyazawa hanya mengangguk, disertai 'i..iya' balasnya dengan pelan.

Bel pertanda waktu istirahat pun berakhir dan kami pun kembali ke kelas masing masing dan Yu memutuskan untuk pulang.

To Be Continued


Haduh... masih belajar nih... gimana kesan kalian membaca fic ini? Saya sedikit curhat nih hehe... saya suka sama mata ngantuknya yukine. Terkesan imut gitu... haha... jika ada yang belum mengerti plotnya bisa bertanya pada saya secara langsung. Ditunggu reviewnya ya... hehe.. ^_^

Next Chapter : Rely