Listen to Gone, Gone, Gone, by Phillip Phillips when reading this.
― ―
Bibi May memang benar.
Semakin berat kotak kardus sederhana itu diisinya, seolah-olah hatinya mulai dikosongkan setelah beberapa bulan ini diisi oleh berbagai macam beban. Tas kulit dengan inisial ayahnya itu, kalkulator tuanya yang bergemerincing dengan penny stasiun roosevelt, artikel dan foto keluarga terakhir. Kemudian berbagai lembar foto licin yang memantulkan senyum wanita yang telah tiada dan membuat mimpi-mimpinya pedih.
Ia perlu meletakkan perasaannya―dalam suatu kotak, di tempat dimana mereka layak berada, hingga ia cukup kuat untuk berhenti dari mimpi buruk dalam menara penuh gigi roda dan jam dan tawa yang menggila, ataupun sapuan senyum yang membuat pipinya sakit dan matanya menyipit karena air mata―mungkin karena tawa, atau mungkin karena penyesalan. Mungkin keduanya.
Karena ketika Peter membuka matanya kembali dari halusinasi itu, beberapa bulan sudah menghilang.
Ia perlu melakukan pekerjaannya lagi. Kotak itu akan membantunya untuk melihat-lihat kenangan dulu, tapi bukan sekarang. Tetap saja, kita akan selalu mengingat, kata Bibi May sambil mengelus potret dalam kotak itu tanpa kurang sedikitpun rasa sayang. Tapi itulah hidup, Peter. Kau dibanting dan kembali merangkak demi mereka yang telah tiada.
Peter mendengus, dan bertanya-tanya apa wajahnya seperti itu ketika ia terus mengenang, tak henti-henti.
Maka di atas mejanya―ia membiarkan satu potret saja berdiri―untuk mengenangkan jalannya. Untuk mengenangkan Gwen Stacy.
