Disclaimer : Vocaloid milik Yamaha dan perusahaan lainnya. Kami hanya memiliki cerita dan meminjam karakter untuk berimajinasi semata, tanpa keuntungan komersial.

Warning : Gore, adegan kekerasan dan semacamnya terutama untuk chapter-chapter berikutnya. Typo, tidak lulus EYD, bahasa campuran. Tidak mengandung Boy's love, hanya friendship dan brotherly love yang bisa saja dianggap hints, tergantung maksud dan tujuan reader /eh.

.

.

Sisi lain dari kesempurnaan by Kayone Fiio

.

.

Angin malam berhembus, menyelinap melalui celah jendela mobil yang tak tertutup rapat. Dua orang pemuda di dalamnya tengah sibuk dengan kegiatan yang sama, yaitu termenung di dalam mobil yang tengah terparkir. Belum terlalu larut memang, tapi terjebak di tempat yang sama sekali tak mereka kenal bukanlah hal yang mudah. Ditambah masalah lain yaitu kehabisan bahan bakar yang rasanya sudah lebih dari cukup untuk membuat keduanya putus asa.

Salah satu dari mereka memulai pergerakan. Pemuda berambut pirang pucat itu menggeliatkan tubuhnya, membuka pintu mobil lalu melompat keluar, menyita perhatian pemuda lain di sebelahnya.

"Aku lapar." Ujar si pirang sambil melangkah kecil di sekitar mobil mereka.

Kyo, pemuda berambut coklat terang yang masih berada dalam mobil pun ikut turun, menutup pintu lalu meregangkan tubuhnya. "Baiklah, Yuu. Kita cari tempat makan. Kalau tidak salah aku melihat semacam kedai tak jauh dari sini saat kita berkeliling tadi."

"Harusnya kita ke sana sejak tadi. Sudah terlalu lama kita menunggu di sini dan- apa kau yakin temanmu itu benar-benar mengundang kita? Alamatnya saja tidak jelas. Sekarang dia malah sulit dihubungi." Pemuda bernama Yuu itu mulai menggerutu.

Kyo menggigit ibu jarinya. "Entahlah."

Melihat ekspresi bingung temannya, Yuu menghela nafas berat. "Baiklah ayo kita pergi ke kedai."

Kyo mengangguk, lalu keduanya pun pergi setelah mengunci dan memastikan kendaraan mereka aman.

Suasana semakin gelap, apa lagi tempat yang mereka singgahi itu masih sangat alami. Jalanan dikelilingi perkebunan atau mungkin hutan, mereka tak begitu paham mengingat sejak kecil keduanya tinggal di perkotaan. Jika saja Kyo tidak memiliki janji untuk berkunjung ke rumah teman SMA nya, mungkin sekarang mereka tengah menonton atau melakukan aktivitas lain yang biasa mereka lakukan saat libur kuliah.

Semuanya berawal dari kejadian seminggu lalu, di mana Kyo bertemu dengan teman sekolahnya itu di sebuah cafe tak jauh dari kampusnnya. Sungguh tak terduga karena sejak lulus SMA dua tahun silam, gadis bernama Kokone itu tidak pernah terdengar kabarnya.

"Aku akan segera menikah." Ujar Kokone malu-malu. Tercetak rona merah di sekitar wajahnya.

Kyo sedikit tersentak, namun akhirnya tersenyum. "Syukurlah. Aku senang jika kau sudah mendapat pasangan yang pas."

"Tentu saja. Maaf telah bersikap memalukan dulu. Maklum saja lah, dulu kita masih labil." Kokone terkekeh.

Kyo tertawa. "Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf atas semuanya. Itu masa lalu, dan sekarang aku senang bisa menjalin hubungan baik denganmu."

Gadis di depannya kembali tersenyum, lalu sesekali mengelus rambut coklat panjangnya yang dipercantik dengan warna pink di ujung. Mungkin itu satu-satunya hal yang berbeda dari penampilan Kokone dulu. Selebihnya, Kyo bisa memastikan bahwa gadis itu masih sama seperti saat mereka masih berpacaran.

"Berkunjunglah ke rumahku." Ujar Kokone akhirnya.

Kyo mengangkat kedua alisnya. "Tidak apa-apa?"

"Tentu saja tidak. Ibuku pasti senang bertemu denganmu lagi."

Kyo tampak berfikir. "Hmm, baiklah. Tapi mungkin minggu depan. Aku tidak ada kuliah, jadi akan menyempatkan ke sana."

Gadis di depannya tersenyum. "Terimakasih."

"Apa rumahmu dekat sini?"

"Tidak. Sebenarnya agak jauh dari sini. Tapi-" Kokone menjeda kalimatnya seraya merogoh tas dan mengeluarkan secarik kertas. "Kau bisa melihat alamatnya di sini."

Kyo mengernyitkan dahi. Dia tampak sedikit heran melihat alamat berbentuk tulisan tangan itu. Di sana tertulis beberapa petunjuk arah dan nama daerah, tapi tidak begitu terperinci.

"Tenang saja. Kita masih bisa berhubungan lewat telpon jika kau kesulitan mencari rumahku. Maklum lah rumahku sedikit di pedalaman." Kokone terkikik akan leluconnya sendiri, mengundang kikikan serupa dari pemuda di depannya.

"Baiklah kalau begitu." Kyo melirik jam di tangannya yang menunjukkan pukul 17.24. "Sepertinya aku akan pulang sekarang. Apa kau mau aku antar?"

Kokone mengangguk. "Antarkan aku ke stasiun kereta saja."

.

"Uh, kenapa jauh sekali." Keluh Yuu membuyarkan lamunan Kyo.

Ditatapnya wajah Yuu sejenak, lalu tertawa. "Kau selalu marah-marah begitu saat lapar. Padahal belum lama ini kan kita makan roti isi. Aku bahkan memberikan setengah jatahku padamu."

Yuu merajuk. Dilipatnya kedua tangan di dada sambil sedikit memajukan bibirnya yang mengerut. "Aku harusnya tidak ikut."

Kyo merangkul pemuda bertubuh mungil itu. "Sudahlah, Yuu. Kau sendiri kan yang memaksa ikut karena butuh liburan? Kalaupun kita tidak berhasil menemukan rumah temanku, kita bisa pulang dan berenang besok."

Yuu menatapnya. "Benar juga. Sudah lama aku tidak berenang."

.

Setelah cukup lama berjalan kaki, Yuu memekik riang saat kedai yang mereka maksud mulai terlihat. Gemerlap lampu di tengah kegelapan memang sangat mencolok, di tambah pantulan lampu-lampu kendaraan yang terparkir rapi tak jauh dari sana.

Jika di tempat mereka parkir tadi sepi, di sini sangat ramai. Mungkin ini pusat kota? Pusat daerah? Atau apapun namanya, yang pasti banyak sekali orang berdatangan. Tak jauh dari kedai juga terdapat perumahan cukup elit dan beberapa rumah warga.

Kondisi kedai yang ramai membuat mereka mendapat tempat duduk paling belakang. Setelah duduk dan memesan, Kyo meraih ponselnya yang ternyata sudah beberapa kali bergetar. Tampak 2 panggilan tak terjawab dan satu pesan yang segera ia buka. Nama Kokone tercetak jelas di pojok kiri atas dengan isi pesan singkat. 'Temui aku di depan kedai ramen.'

"Dua ramen regular dan dua teh panas."

Ucapan pelayan yang mengantarkan pesanan mereka sedikit mengagetkan Kyo. Pemuda itu menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu menatap Yuu yang hendak menyantap makanannya.

"Yuu, aku keluar sebentar. Kokone menunggu di depan." Ujar Kyo seraya mencondongkan tubuhnya.

Yuu menatapnya heran. "Kenapa tidak kau suruh masuk saja?"

"Ya aku akan mengajaknya kemari. Kau makan duluan saja ya?" Bujuk Kyo.

"Baiklah. Tapi jangan lama-lama, aku tidak enak sendirian di sini." Ujar Yuu yang segera mengalihkan perhatian pada makanannya yang menguarkan aroma sedap. Dia bahkan tidak memperhatikan Kyo saat pemuda itu mulai berdesakan dengan pengunjung lain di sana.

.

.

.

.

Secangkir teh yang mendampingi semangkuk ramen itu sudah tak berasap. Keduanya sama sekali belum tersentuh oleh si pemesan yang entah mengapa pergi begitu lama. Sambil mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya, Yuu mengedarkan tatapan ke sekitarnya yang kini mulai sepi. Sudah semakin larut, dan kedai pun sebentar lagi tutup.

Segala macam umpatan dia telan bulat-bulat mengingat Kyo belum juga kembali, padahal dia berkata hanya akan pergi sebentar. Mungkinkah temannya itu pergi bersama gadis bernama Kokone dan meninggalkannya? Apakah sejak awal Kyo memang tidak ingin dia ikut, tapi hanya memanfaatkannya karena memiliki kendaraan? Apakah Kyo sejahat itu? Semua prasangka buruk yang disebabkan oleh kekesalannya terus berdatangan, hingga sebuah tepukan terasa di pundaknya.

"Hey, maaf membuatmu lama menunggu."

Yuu menatap tajam sosok di belakangnya. "Bagus. Kalau begitu mana temanmu itu?" Tanya Yuu namun tak direspons. "Dengar Kyo! Aku menunggumu lama sekali dan kau malah pergi berdua dengannya? Kau fikir apa?" Gerutunya kesal.

Kyo terkekeh. "Aku sudah minta maaf. Ayo kita pergi!"

Merasa diabaikan, Yuu pun bangkit dan berjalan lebih dulu. Kali ini dia benar-benar marah pada temannya itu.

Hening. Suasana benar-benar hening bahkan setelah mereka cukup jauh dari kedai. Yuu semakin mengeratkan pelukan pada tubuhnya sendiri, menyadari suhu udara yang melonjak turun. Sementara pemuda di belakangnya sama sekali tak terdengar. Yuu yang merasa tidak enak segera menoleh, memastikan bahwa semuanya baik-baik saja.

Di sana terlihat Kyo yang tengah tersenyum ke arahnya; cukup jauh di belakang. Sebelum sempat kembali menoleh ke depan, tiba-tiba Yuu merasakan sebuah hantaman keras di kepalanya. Pandangannya mulai kabur, didominasi oleh warna hitam yang semakin lama semakin pekat.

.

.

TBC

.

.

Author'e note :

Well, ini story pertama FiioKiyoNightFever yang tidak melibatkan Kaito maupun Gakupo. Entahlah, baik Fiio maupun Kiyo rasanya tidak tega membiarkan pacar-pacar kami yang lain nganggur. Untuk itu, sebisa mungkin kami akan melibatkan karakter lainnya dalam story-story selanjutnya, walaupun tetep aja yang paling utama itu GakuKai /mulai.

Untuk story ini, Fiio sengaja melibatkan Yuu dan Kyo Zola project karena rasanya cocok aja untuk plot ini. Mungkin kalian juga akan menemukan story di mana keduanya dijodohkan di sini sebagai pasangan incest. /ampuni kekhilafan Fiio dan Kiyo. Ada juga Kokone, Dex dan Yohioloid yang turut meramaikan story gaje ini ^^

Segitu aja deh, karena di chapter ini belun banyak kejadian aneh. See ya!