Hai! Perkenalkan, saya Rifky, atau lebih terkenal di dunia sihir dengan nama "Big R", atau "R", ini fanfic pertama saya yang saya publish disini, jadi... harap dimaklumi jika saya belum sepenuhnya mengerti 'cara main' di tempat ini. *PLAK!*
Disclaimer: Harry Potter © J.K. Rowling
Setting: Lanjutan dari Epilog dalam Deathly Hallows, tapi dengan imajinasi saya sendiri. :p
Warning: Ada beberapa karakter hasil buatan saya sendiri dalam fanfic ini yang tidak ada atau tidak dijelaskan di bukunya (OC), dan mohon maaf jika ada kata-kata yang membingungkan, perlu imajinasi yang kuat untuk membaca fanfic saya ini, hehehe... *digeleng*
Selamat membaca! ^^
Dan Belum Berakhir...
oleh: R.A.F
Chapter 1
'Ingatan Masa Lalu'
Daun-daun ditanah yang sudah gugur dari pohon berterbangan tanpa arah, terkena tiupan angin yang berhembus cukup kencang, awan mendung pun mulai bermunculan di langit, dibalik kaca jendela sebuah rumah sederhana yang sebagian materialnya terbuat dari kayu dengan cat warna coklat muda dan bunga-bunga menghias teras dan halamannya, seorang pria berkacamata sedang berdiri menatap air hujan yang mulai menetes, dan kemudian seorang wanita berambut merah pun datang mengahampirinya sambil membawa secangkir teh hangat.
"Sayang, kenapa kau melamun? Apakah ada masalah? Ini aku buatkan teh untukmu". Wanita itu menyerahkan secangkir teh yang dibawanya
"Terima kasih.. Tidak ada apa-apa, Honey.. Aku hanya teringat masa lalu", Kata Harry.
"Masa lalu?", Ginny bertanya dengan wajah heran
Harry terdiam sejenak dan meminum teh yang dibuatkan istrinya itu lalu melanjutkan pembicaraannya
"Rasanya aku tidak percaya bahwa hidupku akan menjadi bahagia, jika udara sedang dingin seperti ini, aku teringat dulu saat Dementor datang menyergapku untuk mengambil semua kebahagiaan yang aku punya"
Ginny tersenyum dan mengusap pundak Harry, "Kenyataan sudah berkata lain, kau memang ditakdirkan untuk bahagia, lagipula untuk apa kau terus saja mengingat-ngingat kejadian dimasa lalu, apa kau tidak mencoba untuk melupakannya?"
Harry menghela napas panjang, "Tidak mudah untuk melupakan semua itu, aku sudah banyak terlibat didalamnya, aku selalu mencoba untuk menghapus ingatan itu, tapi selalu saja ada yang membuatku kembali mengingatnya.", Harry menatap Ginny dan menggenggam tangannya, "Aku takut jika semua itu kembali terulang, aku tidak mau orang-orang yang aku sayangi dan aku cintai menjadi korban"
"Aku tahu itu sangat berat untukmu, sama seperti saat aku kehilangan kakakku, Fred, aku juga sudah berusaha melupakan peristiwa itu, tapi aku kembali teringat jika aku melihat wajah George, kau tahu, mereka kembar, jadi sangat sulit untuk melupakan salah satu dari mereka berdua..", Air mata pun menetes dari mata Ginny
Harry memeluk Ginny, "Maafkan aku, Sayang... aku telah membuatmu sedih karena mengingat semua itu.."
Ginny mengusap air matanya, "Tidak apa, Harry. Aku selalu berharap agar semua itu tidak akan terjadi kembali"
Harry tersenyum lalu mencium kening istrinya itu.
Hujan semakin deras, petir pun mulai menyambar dikejauhan, membuat suara-suara menggelegar yang menyeramkan.
"Sebaiknya kita menemani Lily, dia pasti takut jika ada suara keras yang menyeramkan seperti ini...", Harry meyipitkan matanya saat melihat ada kilatan putih dari langit yang menyilaukan.
Tak lama kemudian Lily pun berlari dari dalam kamarnya, menghampiti mereka dan langsung memeluk ibunya, "Mom, Dad, aku takut..."
Harry tersenyum melihat anak perempuannya, "Tenanglah sayang... Ayah dan Ibu selalu ada disini..".
"Apa kau ingin Ibu buatkan coklat panas?", tanya Ginny, dan Lily pun mengangguk.
Sementara itu, jauh dari kediaman Harry di Godric's Hollow yang mana dulunya adalah tempat tinggal orang tuanya sendiri, James & Lily Potter, seseorang mengenakan jubah hitam gelap tiba-tiba muncul dan berjalan melewati rawa-rawa yang basah, masuk ke sebuah rumah yang ada di tengah rawa-rawa, dan ia pun duduk di sofa sebuah ruang keluarga.
"Masih ada 1 Horcrux yang tersisa, Vol... Kau-Tahu-Siapa masih bisa bangkit," kata Draco, melepaskan jubahnya dan duduk di salah satu sofa yang ada di dapur rumah keluarga Weasley, the Burrow. "Ayahku pernah memberitahuku bahwa dia sebenarnya memiliki 8 Horcrux", lanjutnya.
"Apa? Jadi, Voldemort belum benar-benar musnah?", Ron terkaget-kaget mendengar apa yang dikatakan Draco.
"Tapi... bagaimana mungkin? Kenapa Dumbledore memberitahu Harry bahwa Horcrux Voldemort hanya ada 7?", tanya Hermione
Draco menggelengkan kepala, "Aku tidak tahu, tapi yang jelas, Horcrux ke-8 ini sangat rahasia, dan hanya Kau-Tahu-Siapa yang mengetahuinya".
"Sungguh sangat mengerikan", kata Molly Weasley yang sudah tua dan tampak lemah duduk disebelah Hermione.
Arthur Weasley memeluk Molly, "Aku tidak ingin semua itu terjadi lagi seperti 19 tahun yang lalu, perang besar yang mengambil banyak nyawa".
Ron berdiri bangkit dari sofa, "Aku harus menghubungi Harry, dia harus tahu tentang ini".
"Setuju", kata Hermione dan Draco bersamaan.
Ron menggunakan telepon Muggle model lama yang ada di the Burrow, jarinya beberapa kali terjepit saat menekan nomor, "Oh benda ini sangat menyebalkan, patronus lebih baik dari pada ini..".
"Oh sudahlah, Ron! Hampir setiap hari kau mengeluh dengan alat-alat muggle, cobalah untuk lebih pintar...", Hermione mencoba bersabar melihat kelakuan suaminya itu.
Akhirnya Ron pun berhasil menekan nomor tujuannya, menghubungi Harry dan menyuruhnya untuk datang ke the Burrow. Tidak lama kemudian Harry muncul dengan bunyi agak keras di rawa-rawa dan langsung menuju the Burrow.
"Hai semua, dan... oh, ternyata ada Malfoy", Harry tertawa dan berjabatan tangan dengan Draco.
Hermione menggelengkan kepala, "Oh sudahlah, ini bukan saatnya untuk bersenang-senang".
"Memangnya ada apa? Apakah ada sesuatu yang penting?", tanya Harry, duduk disebelah Ron.
Hermione menghela nafas panjang, "Penting, ini benar-benar penting, ini bisa membuat kejadian sembilan belas tahun yang lalu kembali terulang..."
"Maksudmu? Kau pasti bercanda," Harry hanya tertawa sebentar dan dia melanjutkan, "Maksudmu, Voldemort bisa hidup kembali? Begitu? Oh itu sangat tidak mungkin."
Ron menggelengkan kepalanya, "Ayolah Harry! Bisa-bisanya kau tertawa disaat seperti ini, diam lah dulu sebentar," Ron menatap Draco, "Draco, silakan kau jelaskan semuanya..."
"Baiklah.. Harry, yang kau bicarakan itu memang benar, dia bisa hidup kembali, memang mungkin ini semua sangat mustahil bagimu, tapi... Itu memang kenyataannya, Kau-Tahu-Siapa ternyata memiliki Horcrux ke 8"
"Apa?" Harry bangkit dari tempat duduknya, "Tapi... Mengapa Dumbledore tidak memberitahuku tentang itu?", wajah Harry tampak kebingungan.
"Sebelum ayahku meninggal, dia memberitahuku tentang Horcrux ke 8, dan katanya itu sangat rahasia, hanya Kau-Tahu-Siapa yang mengetahuinya" jelas Draco.
Harry tampak akan berbicara, tapi tangan Hermione bertanya lebih dulu, "Apakah kau tahu benda atau makhluk apa lagi yang menjadi Horcrux Voldemort?"
Draco menjawab dengan suara agak berat, "Sayangnya aku ataupun ayahku tidak tahu benda apa yang jadi Horcrux ke 8 itu...", Draco diam sesaat lalu melanjutkan pembicaraannya, "Tidak tahu perkiraanku ini benar atau salah, tapi aku yakin bahwa Horcrux ke-8 ini adalah benda mati."
"Kenapa kau mengira seperti itu? Bisa saja Horcrux ini juga makhluk hidup, sama seperti saat Nagini dan Harry menjadi Horcrux Voldemort," kata Ron .
"Tapi aku menjadi Horcrux yang dibuat secara tidak sengaja," tegas Harry,
"Entahlah, aku kan hanya mengira-ngira.", jelas Draco
Semua orang yang ada dirumah itu diam, Molly dan Arthur yang sudah tua terlihat cemas, Hermione dan Ron diam dan sesekali saling bertatapan, Harry mondar-mandir tak tenang dan sesekali mengusap bekas luka didahinya yang tidak pernah sakit lagi, dan Draco hanya menundukkan kepala.
"Mom", Hugo memanggil ibunya dari kamarnya yang ada di lantai atas.
Hermione sedikit terlonjak kaget, "Sepertinya aku harus ke atas menemani Hugo.", Hermione beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke tangga meninggalkan semuanya yang ada diruang keluarga.
Setelah beberapa jam berada di the Burrow, Harry kembali ke rumahnya, Harry memilih untuk merahasiakan semuanya dari Ginny, ia tidak mau Ginny menjadi resah dan tidak tenang. Sepanjang malam ia tidak tidur dan hanya diam, duduk di sofa ruang keluarga.
"Honey, kau kenapa? Apa ada masalah di the Burrow tadi?", Ginny duduk disamping Harry.
Harry berusaha agar wajahnya terlihat seperti biasa, "Tidak ada apa-apa, Sayang"
Ginny tersenyum, "Kau bohong, aku tahu, aku tahu dari matamu,"
"Oh sudahlah, aku hanya punya sedikit masalah di kantor, aku perlu waktu untuk sendirian.", Harry pergi ke kamarnya, berbaring dikasur dan pura-pura tertidur.
Ginny mengikuti Harry ke kamar, "Aku harap kau tidak menyesal karena tidak memberitahuku tentang semua yang kau pikirkan"
Harry menghela nafas saat mendengar Ginny bicara seperti itu.
Matahari terbit, pagi itu tampak basah, rumput-rumput di sekitar The Burrow berkilauan seperti permata, terkena air hujan yang turun pada malam hari.
"Ronald Billius Weasley! apakah kau tidak mau membantuku?", kata Hermione dengan nada keras
Ron yang sedang bersantai membaca koran muggle di ruang keluarga sampai memutar bola matanya saat mendengar Hermione, "Ada apa, Hemione Jane Granger Weasley?"
Hermione tiba-tiba muncul di belakang Ron, mengarahkan tongkatnya ke arah koran itu dari belakang tanpa diketahui Ron, koran yang ditangan Ron akhirnya berubah menjadi sebuah cermin.
Ron melihat Hermione ada dibelakangnya, "Heheheee...", Ron hanya tertawa dengan wajah yang agak ketakutan.
Molly yang sedang membereskan rumah dan Arthur yang sedang duduk di kursi goyangnya hanya tertawa melihat tingkah laku anak dan menantunya.
"Ayah! Ibu! Sudahlah... Kenapa setiap hari terus saja berteriak!". Hugo yang terbangun dari tidurnya langsung keluar dari kamar dan turun dari tangga.
"Itu mungkin sudah kebiasaan Ayah dan Ibumu, Hugo", kata Ginny saat dia baru sampai di pintu the Burrow, dan Lily ada disebelahnya, memeluk boneka beruangnya.
"Oh hai Ginny, aku tidak tahu kau akan datang hari ini," Hermione tersenyum.
Wajah Ron tampak senang, "Kebetulan ada kau Ginny, bisakah kau membantu Hermione memasak di dapur?"
Hermione mencubit bagian perut Ron, "Ternyata tidak hanya padaku, pada adikmu sendiri kau seenaknya menyuruh-nyuruh"
Ginny tertawa, "Ya ampun... Sudahlah, didepan kalian ada anak-anak, apa kalian tidak malu?"
Lily menghampiri Hugo, "Daripada melihat yang lebih parah dari ini, lebih baik kita bermain diluar, tapi... kau belum mandi ya?" Lily menutup hidungnya.
Hugo hanya tersenyum, "Ya sudah, kau tunggu saja, aku mau mandi dulu sebentar..."
"Baiklah, Ayo kita ke dapur, Hermione", Ginny berjalan ke arah dapur.
Wajah Hermione tampak memandang kesal kepada Ron, tapi Ron hanya mengerlingkan matanya sedikit genit sambil tersenyum.
Begitu sampai di dapur the Burrow, Ginny langsung mengeluarkan tongkatnya dan mengeluarkan beberapa sayuran dari dalam keranjang yang ada di lemari dapur yang letaknya tinggi, wajahnya tampak terlihat murung, Hermione yang mengikutinya dari belakang pun mengambil sayuran yang diambil Ginny dan mencucinya.
"Ginny, ada apa? Apa kau ada masalah dengan Harry?", tanya Hermione.
"Harry menyembunyikan sesuatu dariku, Hermione," jawab Ginny sambil memotong sayuran yang sudah dicuci bersih, "Sebenarnya ada apa saat dia dipanggil untuk kesini semalam?"
Sejenak Hermione terdiam, ia bingung harus menjawab apa, "Hmm... mungkin Harry tidak ingin membuatmu khawatir.."
"Tapi ada apa? Tolong beritahu aku, Hermione...", kata Ginny.
Hermione menatap Ginny, "Semalam, Draco datang kesini, dan... dia memberitahu bahwa...", wajah Hermione tampak sangat kebingungan, "Yang diberitahu Draco itu adalah... Voldemort masih bisa bangkit, ada Horcrux ke-8 yang belum dimusnahkan, Harry tidak mengetahui itu semua karena Dumbledore pun juga tidak tahu itu, dan Horcrux itu sangat rahasia,", Hermione melihat wajah Ginny yang seperti orang ketakutan. "Aku harap kau tenang Ginny, pasti kita bisa menghadapinya, apapun yang terjadi, percayalah."
Setelah mendengar semua itu, Ginny hanya terdiam, ia merasa sangat bersalah kepada Harry, karena ia tahu pasti Harry juga sangat-sangat tidak ingin semua itu terjadi lagi.
Setelah memasak beberapa menu makanan di dapur, Ginny dan Hermione duduk di kursi yang diletakan dihalaman the Burrow, masing-masing membawa 1 cangkir teh. Dikejauhan Ron berjalan menjauh dari the Burrow dengan menggunakan jubah berwarna coklat tua rapi dan membawa tas jinjing, bekerja di Kementrian Sihir tidak membuat sifat Ron berubah sepenuhnya, dan tidak begitu jauh dari sana, Arthur Weasley yang sudah tampak tua namun masih terlihat sehat sedang mengarahkan tongkatnya ke langit.
"Apa yang sedang Dad lakukan?", Ginny menyipitkan matanya saat melihat ayahnya dikejauhan.
"Mantra pelindung, tampaknya akan berlaku lagi disini, mulai saat ini", kata Hermione, wajah cemasnya sangat terlihat, ia pun meminum teh yang dibawanya, .
Siang itu, banyak orang-orang yang menggunakan jubah rapi berlalu-lalang di Kementrian Sihir, jauh lebih megah dibandingkan 19 tahun yang lalu, dinding hitamnya kini berhiaskan perak yang berkilauan, sebuah patung besar Hippogriff yang terbuat dari emas berdiri tegak di tengah-tengah Atrium Kementrian dan patung itu berada didalam sebuah gelembung air besar yang berputar secara ajaib, menjadikan patung itu seperti dilindungi oleh sebuah kaca yang sangat bening.
Harry tampak sedang melamun menatap patung besar itu, ia memikirkan Ginny yang dari tadi pagi tidak bicara kepadanya.
"Halo Harry", seseorang yang menggunakan jubah hijau tua dan membawa buku-buku tebal ditangannya menghampiri Harry di dekat patung Hippogriff.
"Oh halo Neville, sedang apa kau disini? Bukankah kau harusnya ada di Hogwarts?", tanya Harry
Neville Longbottom yang sekarang sudah menjadi guru Herbology di Hogwarts, menikah dengan Hannah Abbott dan memiliki 2 orang anak, tampak terlihat sulit membawa buku-buku tebal itu karena hampir terjatuh, "Aku kesini untuk memperbaiki buku-buku penting ini, ada beberapa teks yang hilang karena... kau tahu, ulah anak-anak Hogwarts yang tidak suka buku. Dan karena itu sekarang ada beberapa orang tua yang memberi bekal sebuah benda muggle yang diberi nama notebook untuk anaknya, hebat... aku sendiri tidak mengerti dengan alat itu, " Neville tersenyum polos, "Sekarang aku akan kembali ke Hogwarts".
Harry tertawa, "Aku harap bukan anakku yang melakukan itu semua."
"Sepertinya memang begitu," Neville tertawa, buku yang dibawanya pun terjatuh semua. "Oh ya ampun...", Neville membereskan buku-buku yang ada dilantai.
"Biar aku bantu," Harry mengambil beberapa buku yang dibawa Neville dan berjalan mengantar Neville ke perapian.
"Bagaimana kabar anakku, Albus dan James?", tanya Harry.
Neville menggelengkan kepalanya dan sedikit tertawa, "Sepertinya mereka biasa-biasa saja, mereka selalu ribut jika bertemu ditempat yang sama," katanya.
"Aku harap mereka tidak meledakan toilet Moaning Myrtle," Harry cekikikan.
Neville masuk ke dalam perapian, buku yang dipegang Harry kembali diberikan ke tangan Neville. "Hati-hati Neville, aku berharap kau tidak menjatuhkannya lagi di Hogsmeade."
"Thanks, Harry", beberapa detik setelah itu Neville berputar didalam perapian dan menghilang.
Siang itu Harry merasakan sesuatu yang berbeda, entah mengapa perasaannya tidak enak, seperti akan ada sesuatu yang terjadi.
Setelah mengantarkan Neville, Harry kembali ke ruang kantornya, namun saat hendak berjalan, dia melihat ada sebuah buku didekat kakinya.
"Oh ya ampun, buku Neville tertinggal", Harry melihat judul buku itu, "'Tempat-Tempat Terindah Yang Ada di Dunia', hmmm... sepertinya menyenangkan membaca buku ini sampai aku bisa mengembalikannya ke Neville", Harry memasukan buku itu ke dalam tas yang dibawanya.
Tiba di sebuah ruangan, dindingnya berwarna biru gelap, berisi beberapa hiasan, terdapat sebuah sofa lengkap dengan mejanya, sebuah meja kayu berdiri di tengah ruangan, diatasnya terdapat sebuah tumpukan buku, dokumen, sebuah pena bulu lengkap dengan botol tinta, dan ada sebuah komputer dengan monitor LCD, lengkap dengan keyboard dan mouse disampingnya, perbedaannya, bila di dunia sihir, alat muggle seperti perangkat komputer sudah dimodifikasi sedemikian rupa, sehingga tidak perlu ada kabel berbelit-belit yang perlu disambung sana-sini agar komputer itu berfungsi. Meja itu didampingi sebuah kursi empuk yang digunakan Harry untuk bekerja, Harry akhirnya sampai didalam ruang kerjanya.
"Harry!", Ron menepuk pundak Harry yang sedang melamun, memegang sebuah buku dan menatap rak yang dipenuhi berbagai jenis buku.
Harry terlonjak kaget dan menjatuhkan sebuah buku yang dibacanya, bersampul hitam tua dan sudah agak robek, berjudul Horcrux.
"Hei..", Ron mengambil buku itu, "Kau sedang membaca buku tentang Horcrux, jangan bilang kalau kau akan membuat Horcrux juga, Harry".
Harry memutar matanya, "Oh yang benar saja kau ini, mana mungkin aku membuat Horcrux, kau ini gila ya?", canda Harry, ia pun menaruh kembali buku itu di tempatnya.
Ron duduk di kursi meja kerja Harry dan menyalakan komputer. "Aku suka benda muggle yang satu ini,"
"Kenapa?", tanya Harry.
"Karena ini tidak begitu merepotkan", jawab Ron, "dan juga dengan ini kita bisa melihat semuanya." Lanjutnya.
Harry melihat ke arah monitor komputernya yang sedang dipakai Ron, "Kita beruntung masih bisa hidup sampai sekarang, karena benda-benda Muggle sekarang jauh lebih canggih daripada dulu, dan banyak penyihir yang menggunakannya"
"Benar", kata Ron, "Eeeh... Harry, aku harap jika komputermu ini rusak jangan memintaku untuk menggantinya ya," pintanya.
Harry bingung dengan perkataan Ron, "Apa? Maksudmu? Kau pernah merusak komputer sebelumnya?", tanya Harry.
"Hmm.. Lupakan", jawab Ron dengan nada agak gugup. "Oiya Harry, Bagaimana dengan anakmu? Dia masuk Gryffindor?", tanya Ron, sebenarnya dia hanya ingin mengalihkan pembicaraan.
Harry duduk di sofa dan merebahkan tubuhnya, "Ya, dia masuk Gryffindor, kenapa?".
"Ah... berarti dia berhak mendapatkan warisan keluarga Weasley.", kata Ron.
Harry menggelengkan kepala mendengar celotehan Ron, "Ada-ada saja kau ini", Harry mengeluarkan buku milik Neville yang tadi jatuh.
"Buku apa itu, Harry?".
"Kau baca saja sendiri, tangkap ini", Harry melemparkan buku itu ke arah Ron.
Namun buku itu tepat mengenai hidung Ron sampai membuatnya kesakitan,"Ouch!"
Harry tertawa geli, "Kau ini, dulu kau seorang Keeper, tapi sekarang menangkap buku saja kau tidak bisa, Ron"
"Diam kau, Harry" Ron sinis, sambil memegang batang hidungnya dia membaca judul buku itu, "'Tempat-Tempat Terindah Yang Ada di Dunia'", Ron berdiam diri sejenak, "Kenapa kau tidak mengembalikannya ke Neville? Ini sepertinya buku yang sama sekali tidak terlalu penting bagimu, tangkap!" Ron kembali melempar buku itu ke Harry dan Harry langsung menangkapnya dengan sigap. "Bloody hell! Tadinya aku berharap kacamatamu akan pecah terkena lemparanku!"
"Tapi kenyataannya tidak begitu", Harry tertawa sedikit mengejek.
Kemegahan Hogwarts kini telah kembali seperti dulu, setelah dilakukan renovasi besar-besaran selama 2 tahun setelah perang terjadi, kini tidak ada lagi peraturan-peraturan yang mencekik bagi pelajar, tidak ada lagi perbedaan status darah disetiap asrama, walaupun ada beberapa pelajar dari asrama Slytherin yang masih suka merasa darah-murni-nya itu berharga.
Lilin-lilin berterbangan dilangit-langit Aula Besar, menghilangkan udara dingin yang dibuat oleh hujan yang turun diluar, murid-murid Gryffindor, Hufflepuff, Ravenclaw, dan Slytherin duduk di deretan mejanya masing-masing, yang dipenuhi dengan hidangan makan siang, beberapa pelajar terlihat mengobrol satu sama lain, ada juga yang makan makanan yang ada didepannya dengan sangat lahap, entah karena kelaparan atau rakus, dan ada yang sibuk memainkan notebook mereka, karena teknologi yang semakin berkembang, kini alat teknologi muggle pun bisa dibawa kedalam lingkungan Hogwarts.
Sementara itu, di meja staff Hogwarts, Minerva McGonagall, yang menjadi Kepala Sekolah sejak Kepala Sekolah sebelumnya, Severus Snape, ditemukan meninggal dengan keadaan yang sangat tragis di Shrieking Shack, tampak sudah terlihat tua dan lemah, tapi senyum selalu menghiasi wajahnya. Disebelahnya ada Neville, Trelawney yang masih mengajar Ramalan, wajahnya masih tampak misterius dan kadang terlihat aneh, dan staff-staff pengajar lama lainnya dan ada juga beberapa yang baru. Hagrid yang tampak semakin besar duduk dipojok, posisi sebagai pemegang kunci Hogwarts tampaknya sudah sangat melekat pada dirinya.
Diantara pelajar-pelajar Hogwarts, ada seorang anak yang duduk diantara para pelajar asrama Gryffindor, melamun, makanan yang ada didepannya tidak ia makan, hanya diaduk-aduk.
"Albus, kenapa makanan itu tidak kau makan? Apa kau sakit?", tanya seorang murid perempuan berambut merah yang duduk disebelahnya.
"Tidak, aku hanya rindu dengan ayah dan ibu", jawabnnya.
Seorang murid laki-laki rapi, rambut berwarna hitam, dan membawa sebuah buku ditangannya berjalan masuk dari pintu Great Hall, dan duduk disebelah Albus, "Hi, Rose! Hi, Albus!", sapa Frank Longbottom Jr, anak dari Neville Longbottom dan Hannah Abbott.
"Hi, Franky! Sepertinya kau terlambat bangun lagi?", kata Rose, yang mewarisi sifat teliti dari ibunya, Hermione.
Frank tersenyum, "Kau bercanda, Rose.. Aku tidak terlambat, aku tadi dari perpustakaan, membantu membereskan buku, dan aku diberi sebuah buku oleh Madam Pince", Frank menunjukan buku yang dibawanya.
"Buku tentang Herbology ya?", tanya Rose.
Frank menggelengkan kepalanya pelan, "Bukan, ini buku cerita anak-anak, judulnya 'The Tales of Beedle the Bard', kata ayahku, ibumu juga pernah mendapatkan buku ini, benarkah itu?"
"Ya, ibuku pernah mendapatkannya dari Albus Dumbledore, kepala sekolah sebelum Minerva McGonagall dan Severus Snape", jelas Rose.
"Ah Franky, kau sama saja dengan ayahmu, seorang kutu buku," kata Albus, mereka bertiga tertawa. Tiba-tiba ada James yang berjalan dibelakang Albus, "Hei kau! Sudah terbukti kan? Aku masuk ke Gryffindor, bukan Slytherin..", Albus menjulurkan lidah ke kakaknya itu.
"Itu hanya keberuntunganmu saja, jadi itu hal biasa" James tidak mempedulikan apa yang dibicarakan Albus.
Sepertinya jika Great Hall itu kosong dan hanya ada Albus dan James, berbagai mantra akan diluncurkan oleh mereka dan mungkin akan menghancurkan dinding-dinding megahnya.
Dimeja lain, Scorpius, putra Draco Malfoy dan Astoria Malfoy, yang menjadi murid di asrama Slytherin, tampak sedang berbincang-bincang dengan teman-temannya, tidak hanya teman diasramanya, tapi juga diasrama lain, sepertinya sifat arogan keluarga Malfoy tidak berlaku lagi sekarang.
Malam tiba, gelap dan sunyi, tidak begitu jauh dari Hogwarts, hujan turun deras dan disertai dengan kilatan-kilatan dan suara petir, air mengalir di sebuah sungai besar diantara pepohonan tinggi yang lebat, beberapa dari pohon itu telah tumbang dan rapuh, mungkin karena sudah tua.
Sebuah asap hitam menggumpal berterbangan diatas sungai, dan asap itu mendarat dijalan setapak di hutan yang tampak licin terkena hujan, seseorang menggunakan jubah hitam panjang dan menggunakan topeng perak, berjalan dengan agak tergesa-gesa, mengeluarkan tongkatnya dari dalam jubah dan menembus sebuah mantra pelindung yang dipasang disana, dia mengarahkan tongkatnya ke sebuah makam yang bertembok hitam.
"Kegelapan belum berakhir, kegelapan akan segera kembali bangkit", ucap orang itu dari dalam topeng peraknya.
Dalam beberapa detik, tembok makam itu pun meledak, tembok nisannya meluncur ke langit, dan serpihannya berhamburan ke segala arah, sebuah peti besar berwarna putih muncul dari dalamnya, terbang dan tiba-tiba peti itu hilang entah kemana.
Setelah menghilangkan peti itu, orang yang menggunakan jubah itu pun hilang dengan suara yang keras. Tembok nisan yang tadi terkena ledakan itu pun jatuh kembali ke tanah, tidak hancur, dan tembok itu bertuliskan... 'Dia yang membuat kegelapan menjadi menyeramkan, Tom Marvolo Riddle'.
TO BE CONTINUED...
Kepanjangan ga sih?
Agak gantung ya bersambungnya?
Tapi ga apa, biar pada penasaran sama chapter selanjutnya.
Terima kasih buat yang udah bersedia baca cerita pembuka ini sampai tuntas, kalau bisa sih jangan cuma baca, tapi kasih review juga, supaya tulisan saya jadi lebih berwarna kedepannya, ya ya ya? *kedip-kedip manja, nyengir kuda*
