Chapter 1

.

.

.

BAD GIRL GOOD GIRL

.

.

.

ATHENADAP

.

.

.

Masashi Kishimoto

.

.

.

Rating : M

.

.

.

Sasusaku AU

.

.

.

DONT LIKE DONT READ

.

.

.

( SAKURA POV )

Degung musik terdengar memenuhi seluruh ruangan ini. Kelap-kelip lampu yang menyilaukan mata tidak sedikitpun menyurutkan niat manusia untuk tidak menghabiskan waktunya disini. Bau alkohol tercium dengan sangat jelas di setiap penjuru tempat. Kepulan asap rokok pun pengganti oksigen di tempat ini. Menemani lautan manusia yang menari dengan bebas, sembari memegang botol alkohol mereka. Tidak peduli jika sesekali mereka terdorong atau bahkan berdesak-desakan dengan yang lainnya. Para manusia bodoh yang mencoba melarikan diri dari masalah mereka di tempat seperti ini.

Tapi, itu bukan urusanku.

Bahkan jika boleh jujur, akupun sama seperti mereka. Hanya seorang gadis yang mencoba melarikan diri dari segala rutinitas memuakkan di siang hari, dan di malam hari aku menjadi pemimpin para manusia bodoh ini untuk menari.

Yup, betul sekali. Aku adalah seorang Dj di club ini.

Aku membenarkan kembali ikatan rambutku yang agak miring dan mengambil wine ku kemudian meminumnya dengan santai sembari menatap lautan manusia itu sekilas. Sedikit informasi, tempat ini adalah tempat hiburan VIP , agar bisa masuk ke sini kau harus menjadi anggota dan mempunyai tanda pengenal khusus. Jadi tidak bisa sembarangan orang memasuki tempat ini.

Hari ini aku hanya memakai sport bra berwarna merah, jeans pendekku, dan sepatu Adidas swift run berwarna pink kesayanganku. Harusnya aku merasa kedinginan karena berpakaian seperti ini di musim dingin, tapi tidak. Aku malah merasa sangat panas. Mungkin inilah sebabnya kenapa perempuan yang berada di club ini lebih suka memakai pakaian yang kurang bahan, oh, bahkan ada juga perempuan yang tidak menggunakan baju sama sekali dan berjalan dengan bebas kesana-kemari. Tentu saja, tidak akan ada yang mencela. Karena semua orang yang ada di tempat ini adalah sama, berdosa.

Aku memainkan tanganku dengan lincah di atas peralatan Dj miliku. Ditemani dengan Headphone di telingaku, aku merasakan euforia menyenangkan di sekelilingku. Aku mengeluarkan semua suaraku kemudian berteriak kencang.

"APA KALIAN INGIN YANG LEBIH?"

Dan respon yang aku dapatkan adalah semua orang berteriak semangat, seolah-olah menyetujuiku. Padahal aku tahu, mereka bahkan mungkin tidak sadar saat ini. Tapi aku tetap melanjutkan.

"MARI KITA SEMUA MENARI UNTUK MELUPAKAN SEGALA KEPENATAN INI!"

Dengan semangat, aku menaikan volume dan mengubah tempo musik menjadi musik yang cepat. Semua orang terlihat menikmati permainan tanganku. Mereka menari dengan sangat liar, tertawa dengan lebar, dan melupakan sejenak kepenatan hidup mereka dengan meminum alkohol yang disediakan di bar ini.

Oh god, aku sangat mencintai hobi ku yang satu ini.

( END SAKURA POV )

.

.

.

( SASUKE POV )

Naruto brengsek, Kiba brengsek, oh tidak. Semua temanku brengsek.

Aku dipaksa oleh semua teman sepermainanku, terutama si pirang bodoh. Aku hanya korban dari para temanku yang memang sakit dan gila. Dan akhirnya mereka membuatku berakhir di sebuah tempat yang berisikan manusia-manusia bodoh. Tentu saja aku tidak termasuk salah satunya, sudah kubilang, aku ada disini karena terpaksa kan?

Aku melirik jam tanganku, masih pukul 1 pagi. Yang artinya masih ada sisa 3 jam lagi untuk mereka menjemputku sesuai kesepakatan sinting itu. Aku bisa saja langsung pergi, tapi mereka mengambil kunci mobil, dompet, dan ponselku. Dan menyisakan aku di tempat seperti ini hanya dengan kartu kreditku, yang menurut mereka mungkin akan aku pergunakan untuk memesan hotel jika sudah mendapatkan perempuan yang aku mau. Cih. Mereka melakukan ini padaku, hanya karena hal sepele. Di umurku yang sudah 27 tahun dan masih single, mereka merasakan miris denganku dan malah sok bijak mengatakan, sebagai teman yang baik mereka akan mencarikan ku perempuan untuk diriku.

Cih.

Mencarikan aku perempuan? Di tempat seperti ini?

Aku terkekeh meremehkan. Aku mempunyai high standar untuk segala hal, terutama untuk hal perempuan yang kelak akan aku jadikan pendamping atau sekedar untuk one night stand. Dan tidak. Aku tidak akan pernah memilih perempuan dari tempat seperti ini untuk diriku. Diriku terlalu mewah untuk perempuan rendahan dari tempat seperti ini. Artinya, usaha semua temanku agar aku mencari perempuan disini adalah gagal total.

Aku hanya duduk di di kursi bar. Sedikit jauh dari lantai dansa yang sangat berisik. Aku menatap cemooh saat aku melihat seorang perempuan bertelanjang dada lewat dengan santai di depanku, dan berjalan ke arah para lelaki berkeriput sedang berkumpul. Para lelaki tua itu pun di kelilingi oleh perempuan yang berpenampilan seksi dan berdada besar, ditemani oleh berbagai macam alkohol dan rokok. Oh, ditambah dengan penari bertelanjang dada yang sedang menari dengan bebas di hadapan para tua bangka itu. Mereka tertawa, aku bisa melihat tatapan lapar para tua bangka itu saat melihat dada besar milik penari tersebut bergoyang seiring dengan gerakan tariannya yang makin cepat.

Aku menghina dalam hati. Apakah mereka tidak mempunyai istri ataupun anak yang menunggu mereka dirumah? Mereka malah menghabiskan waktu ditempat ini, bukan bersama anak dan istrinya dirumah.

Mungkin karena aku besar di keluarga harmonis, aku menjadi sangat benci melihat hal seperti ini. Aku lahir di keluarga yang berkecukupan, bahkan lebih. Ayahku adalah pemilik perusahaan pesawat terbesar di Asia, ibuku dulu adalah seorang artis, dan kakakku adalah seorang dokter spesialis jantung yang sekarang sedang bekerja di rumah sakit terkenal di Jepang. Aku sendiri adalah seorang CEO dari salah satu anak perusahaan milik ayahku.

Wajahku lebih mirip ayahku, dengan sentuhan sedikit dari ibuku. Wajahku menurut orang-orang sangatlah tampan, dengan sentuhan alis tebal, hidung proposional, bibir merah alami dan mata onyx dari ayahku. Aku punya badan yang bagus dan berbentuk. Tidak lupa dengan kulit putihku yang aku dapatkan dari ibuku.

Hidupku sempurna bukan?

Sayangnya tidak.

Yang belum aku miliki sampai sekarang adalah seorang kekasih. Ibuku sudah memberikan segala macam kode agar aku cepat menikah, ia bahkan hampir setiap minggu selalu membawakan aku anak perempuan dari setiap kenalannya. Yang berakhir dengan aku selalu menolaknya. Aku tidak menampik, yang di bawakan ibuku pasti selalu cantik. Tapi, cantik saja tidak cukup untuk membuat aku jatuh hati.

Selama 27 tahun aku hidup, aku belum pernah berpacaran dengan siapapun. Bukan berarti aku tidak laku, hell no. Yang mau denganku sangat banyak, perempuan bahkan rela antri untuk menjadi kekasihku. Atau sekedar makan malam denganku. Tapi aku menolak semuanya. Aku normal, bukan gay. Aku hanya belum menemukan yang cocok untukku. Dulu mungkin aku terfokuskan pada studi ku, sehingga aku tidak ingin diganggu oleh perempuan yang akan merusak konsetrasiku dalam belajar. Tapi sekarang, aku sudah punya semuanya. Karir yang bagus, penghasilan tetap, dan pendidikan tinggi. Tentu saja, dengan semua yang aku punya, aku tidak mau untuk membuang waktuku untuk hubungan jangka pendek. Panggil aku nerd, tapi aku hanya ingin hubungan yang serius.

Dan aku curiga, sepertinya ibuku membuat rencana ini dengan teman-temanku di belakangku. Mungkin ia lelah karena setiap pilihannya selalu aku tolak dengan tegas, dan ia akhirnya membuat rencana ini dengan teman-temanku yang sakit. Aku menghela napas kesal.

Benar,aku baru menyadarinya. Lagipula tahu dari mana teman-temanku yang super sibuk itu, jika bukan dihubungi oleh ibuku? Oh kami-sama. Aku tidak mungkin marah kepada ibuku, tapi aku bisa melampiaskan marahku kepada teman-temanku.

"Berikan aku wine." Ujarku pada bartender di depanku dengan dingin.

"Tentu tuan, wine mu segera datang." Ujar bartender pucat ini padaku sembari tersenyum. Dia berbalik badan dan membuka rak yang penuh minuman, kemudian ia berbalik dan menuangkan wine itu di gelasku.

"Silahkan di nikmati tuan, ini adalah wine terbaik yang kami miliki."

Aku mengabaikan ucapan bartender itu. Aku mengambil gelas milik wine tersebut kemudian menyesapinya secara perlahan sembari menunggu agar waktu fajar datang lebih cepat. Aku memperhatikan kerumunan manusia yang sedang menari dengan liar, laki-laki dan perempuan bersatu. Tidak ada raut terganggu jika tubuh mereka kena dengan badan orang lain. Semuanya menari dengan tanpa memperdulikan keadaan sekitar. Semua perempuan yang aku lihat disini pun biasa, tidak ada yang menarik perhatianku. Mereka menggunakan mini dress yang bahkan seringkali tersingkap, sehingga memperlihatkan celana dalam mereka atau bra mereka. Bukan bergairah, aku malah merasa jijik dengan mereka. Padahal yang bisa masuk kesini hanya orang-orang kaya, tapi prilaku mereka seperti binatang lepas dari pemiliknya.

Aku mengedarkan pandanganku, sampai akhirnya aku melihat seorang perempuan yang berada lebih tinggi dari kerumunan manusia bodoh itu. Perempuan itu berada di panggung. Kulihat ia sangat cantik, dengan rambut pink yang ia ikat ponytail , sport bra merah menyala ( sangat kontras dengan kulit putih milik dia) yang terlihat disela-sela kelap-kelip lampu, dan headphone yang mengapit kepalanya.

Ia menggerakan badan dan tangannya dengan lincah di antara peralatan musik di depannya, kutebak dia adalah Dj. Dan kalau aku tidak salah, aku perkirakan dia harusnya seumuran denganku. Sangat disayangkan, bahwa perempuan secantik dia harus bekerja di di tempat seperti ini. Aku sedikit tertarik dengan dia. Tapi, bagaimana caranya agar aku bisa berbicara dengannya?

Aku tidak berbohong. Perempuan itu sangat cantik. Sekaligus sangat seksi, dan aku sedikit merasakan gairah saat melihat dia.

Tunggu dulu.

Apa yang baru saja aku pikirkan?

Aku menggelengkan kepalaku kemudian membalikkan badanku ke arah bartender itu. Setelah meneguk habis wine milikku, aku kembali berteriak pada bartender tersebut.

"Hey! Berikan aku wine lagi!" Merasa terpanggil, bartender itu pun menghampiriku.

"Tentu tuan, silahkan tunggu sebentar."

Aku menguap sembari menutup mulutku, aku kembali melihat jam tanganku. Sial, baru jam 2 pagi. Masih ada 2 jam lagi. Aku bisa mati kebosanan jika seperti ini terus.

"Ini tuan." Sahut bartender itu sembari memberi gelas yang sudah ia isi ulang. Aku mengambil gelas tersebut, kemudian berbalik dan kembali menatap perempuan itu.

Ia masih sibuk dengan dunia nya, memainkan jemarinya di peralatan yang tak aku mengerti apa fungsinya. Tapi jemarinya itu sanggup membuat orang-orang disini bisa menari dengan bebas, menggerakkan badannya kesana kemari dengan liar. Dan aku sedikit dibuatnya kagum.

Aku sedikit mengernyitkan dahiku ketika melihat dia melepaskan headphone nya dan memanggil seseorang. Well, ternyata lelaki. Ia berambut pirang terang seperti Naruto, tetapi bedanya yang satu ini rambut pirangnya sangat panjang. Mereka berbicara sebentar kemudian perempuan itu mendekatkan bibirnya ke arah telinga lelaki itu, mereka membisikkan sesuatu dan lelaki itupun mengangguk-anggukan kepalanya. Perempuan itu tersenyum manis kemudian meninggalkan panggung itu. Lelaki itu menggantikan perempuan tadi, yang sekarang entah kemana.

Aku kembali melirik jam tanganku, shit, jam setengah tiga pagi. Aku mulai merasa mengantuk, tapi masih bisa ku tahan. Aku kembali menegak wine itu sampai sisa setengah, kemudian aku menelungkupkan kepalaku sembari memejamkan mataku sebentar. Rasanya pusing sekali, bisa di hitung jari berapa kali aku ke tempat seperti ini. Daripada menghabiskan waktuku disini, aku pasti lebih memilih berada di rumah, di kasurku yang nyenyak sembari bermain xBox kesayanganku.

( END SASUKE POV )

.

.

.

( NORMAL POV )

Gadis berhelai pink itupun turun dari panggung menuju kamar mandi, jaraknya lumayan jauh dari panggung ke arah kamar mandi. Kamar mandi lantai bawah yang paling dekat terletak sebelah meja bar, tanpa pikir panjang ia pun melangkahkan kakinya dengan santai. Ia sadar bahwa ia menjadi pusat perhatian, disaat yang lain memakai mini dress, atau bahkan naked, ia hanya memakai sport bra dan celana pendek. Yang mengekspos kulit putih dan kaki jenjangnya. Dadanya mungkin tidak besar, tapi cukup menggoda karena bentuknya proposional. Saat melewati meja bar, ia melihat temannya, Sai, sedang meracik minuman. Gadis berambut pink ini pun tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya ke arah pria tersebut. Dan hanya dibalas kekehan ringan dari temannya.

Pintu kamar mandi terbuka, dan ia mencuci tangannya sebentar sekalian berkaca. Ia mendengar desahan-desahan yang sepertinya berasal dari salah satu bilik kamar mandi ini. Gadis itu, -Sakura- memperhatikan dengan seksama darimana asalnya suara desahan ini. Dan bingo, berasal dari kamar mandi perempuan ini! Ada bilik kamar mandi yang tertutup, dan ia yakin bahwa desahan itu berasal dari bilik itu. Tak mau menganggu, ia masuk ke salah satu bilik yang kosong kemudian setelah selesai ia keluar dan kembali berkaca. Sakura mengambil lipstik dari saku celana nya dan memakainya.

Drrrrrtttt.

Drrrrrtttt.

Ponsel miliknya bergetar, tanpa melihat id caller nya, langsung ia jawab.

"Hallo."

"..."

"Hm, aku masih diluar. Ada apa?"

"..."

"Jam berapa dijadwalkan?"

"..."

"Baiklah, tolong siapkan ruangannya besok. Aku ingin di temani oleh Hinata, tolong hubungi dia agar bisa menemani aku."

"..."

"Sama-sama."

Dan gadis berhelai pink itu pun menutup telponnya malas. Ia pikir, ia bisa mendapatkan waktu senang-senangnya sebentar. Ternyata besok ia ada jadwal jam 10 pagi. Menghela napas sebentar, ia kemudian memasukan kembali lipstik dan ponselnya ke sakunya kemudian keluar dari kamar mandi tersebut. Mengabaikan suara desahan dari dua sejoli yang sedang memadu kasih dibalik kamar mandi.

.

.

.

"Hey Saki, kemarilah."

Sakura menoleh dan kemudian tersenyum ketika dipanggil oleh Sai. Ia mengambil tempat duduk di samping seorang pria yang sedang tertidur beralaskan kedua tangannya.

"Hai Sai, bisa berikan aku minuman yang enak? Non-alkohol please, karena besok aku ada jadwal." Ujar Sakura sembari mengisaratkan gerakan tangan meminum.

"Tentu gadis cantik, silahkan tunggu minumanmu sebentar."

Sakura tersenyum manis. "Terima kasih Sai." Tak lama Sai pergi, meninggalkan Sakura dengan seorang pria yang sedang tertidur. Sakura menoleh dan memerhatikan lelaki yang disampingnya. Rambutnya berwarna navy, dan bermodelkan pantat ayam. Gadis itu pun hanya tertawa kecil, lucu sekali masih ada seseorang yang mempunyai model rambut pantat ayam seperti ini.

"Apa yang kau tertawakan Saki?"

Sai menyodorkan minuman racikannya kepada Sakura, dan diterima oleh Sakura yang masih terkekeh pelan.

"Tidak Sai, aku hanya tertawa lucu melihat gaya rambut pria ini. Lucu bukan? Seperti pantat ayam."

Lelaki berwajah pucat itu pun hanya tersenyum sembari membersihkan gelas-gelas. "Tapi menurutku ia sangat tampan Saki, kupikir jika kau melihat wajahnya kau akan jatuh cinta."

Sakura menaikkan sebelah alisnya dan tersenyum miring, ia meneguk minuman yang diberikan Sai dengan santai. Kemudian ia memainkan jarinya di pegangan gelas seraya tersenyum sendu.

"Aku tidak segampang itu untuk jatuh cinta, apalagi hanya karena wajah Sai."

Sai mengangguk-anggukan kepalanya mendengar ucapan gadis di depannya. "Aku minta maaf."

Gadis itu mengibaskan sebelah tangannya pelan "Its okay."

Tanpa mereka sadari, lelaki di samping Sakura bangun dan menggerakkan tangannya hingga secara tidak sengaja menyenggol gelas yang berisi wine disampingnya kemudian jatuh mengenai kakinya.

"Shit!." Maki pria di samping Sakura sembari mendesis.

Sai dan Sakura yang sedang berbincang pun kaget dan secara reflek mengalihkan pandangannya ke arah pria disampingnya. Sakura otomatis berdiri dan melihat ke arah kaki pria tersebut, dan benar, ada pecahan kaca yang menancap di kaki pria tersebut.

Pria itu-Sasuke- menahan sakit akibat kecerobohannya. Ia langsung melihat jam dan ternyata setengah empat pagi. Ia menghela napas pelan, akhirnya penderitannya akan berakhir dalam setengah jam kedepan. Saat ia menggerakkan kakinya, ia baru sadar bahwa kakinya tertancap pecahan gelas kaca.

Sasuke mengambil kartu kreditnya kemudian menyerahkannya ke bartender tersebut. "Masukan ke tagihanku, sekalian masukan harga gelas yang baru saja aku jatuhkan." Ujar Sasuke dingin.

Sai mengambil kartu kredit milik Sasuke, dan kemudian mengurus tagihan Sasuke.

"Apa kau tidak merasa sakit tuan? Di kakimu sedang tertancap pecahan kaca, fyi." Kata Sakura pelan sembari menopang wajahnya dengan tangannya.

Sasuke yang baru sadar ada seseorang di sampingnya pun menoleh dengan cepat.

Holy Crap.

Sasuke sedikit membatu sebentar, kemudian ia mengernyapkan kedua matanya sembari berdehem dan mengontrol wajahnya.

"Terima kasih atas perhatiannya, dan ya. Ini sakit, tapi di sekitar sini tidak ada rumah sakit. Jadi kupikir aku harus bisa menahan sakitnya sampai pagi." Jawab Sasuke kaku, oh c'mon. Siapa yang tidak akan merasa kaku jika kau baru saja di sapa oleh seseorang yang sedikit menarik perhatianmu?

Sai kembali dengan membawa kartu kredit milik Sasuke. "Ini tuan kartu kreditmu." Ujar Sai sembari mengembalikan menyodorkan kartu kredit milik Sasuke. Sasuke menerimanya kemudian ia memasukannya dalam saku jas nya.

Sakura menoleh ke arah Sai. "Sai, apakah kita masih mempunyai persediaan P3K?"

Sai menganggukkan kepalanya. "Tentu, ada di ruanganku." Sai memiringkan kepalanya. "Untuk apa?"

Tanpa memperdulikan jawaban Sai, Sakura menoleh ke arah Sasuke. "Beruntung sekali dirimu tuan, disini kami mempunyai peralatan P3K yang masih tersedia. Tunggu sebentar." Sakura sudah bersiap-siap berdiri, kemudian ia tersadar akan sesuatu. "Oh iya, Sai, tolong papah pria itu ke ruanganku. Biar aku yang mengobati lukanya."

Sasuke menatap gadis itu aneh, tapi gadis itu tak peduli. Sakura kemudian beranjak pergi ke ruangan Sai meninggalkan Sai dengan Sasuke. Sai berjalan mendekati Sasuke.

"Kau dengar kan? Ayo, ku antar kau ke ruangan gadis itu." Tangan Sai terjulur untuk membantu Sasuke, tapi Sasuke menepis kasar tangan Sai.

"Aku tak butuh, sebentar lagi aku akan di jemput. Biarkan aku sendiri." Ucap Sasuke dengan tegas menolak bantuan dari lelaki dihadapannya. Sasuke mengernyitkan dahinya, bukannya marah, lelaki di depannya ini malah tertawa.

Kali ini Sai dengan cepat memapah paksa Sasuke, sambil berjalan ia kembali berbicara. "Tenang saja, Sakura adalah yang terhebat dalam hal ini. Kau beruntung, biasanya dia jarang kesini karena ia selalu sibuk." Ujar Sai sumringah. Sasuke hanya diam mendengar ocehan dari pria yang memapahnya.

Saat sudah sampai di ruangan Sakura, yang bahkan terlihat biasa saja. Hanya ada sofa panjang yang bisa muat 3 orang, meja kecil, single sofa dan lemari usang di pojok. Ia melihat ada tas kecil dan mantel bulu berwarna pink tersampir di single sofa itu.

Sai mendudukan Sasuke di sofa panjang, Sasuke sedikit meringis ketika ia tidak sengaja menyenggolkan kakinya yang terkena pecahan kaca ke meja. Dan tak lama, Sakura pun datang dengan perlengakapan P3K ditangannya.

Ia duduk di samping Sasuke dan Sai berdiri di sampingnya. Sakura meletakkan peralatan P3K tersebut di meja dan mulai membukanya. Ia mengambil sarung tangan dan memakainya. Sasuke melihat dari ujung matanya sekilas.

"Kau yakin bisa? Aku tak mau, alih-alih membuatku sembuh, kau malah membuat infeksiku semakin parah."

Bukannya menjawab, gadis di depannya malah tertawa lebar, dan Sasuke dibuat kagum dengan senyum lepas milik gadis itu tanpa ia sadari. Sasuke memperhatikan betapa cekatan gadis itu memegang benda di peralatan P3K itu, ia juga menyadari bahwa peralatan P3K yang gadis ini bawa ternyata lebih banyak dan lebih bermacam-macam dari P3K yang biasanya. Tapi ia tak memperdulikannya.

"kenapa kau tidak menjawabku? Aku serius. Aku akan menuntutmu jika sampai infeksiku semakin parah." Ancamku sembari menatap gadis itu.

Akhirnya gadis itupun mendongakkan kepalanya, sehingga aku bisa menatap langsung ke arah matanya.

"Daripada kau berbicara tidak jelas, lebih baik kita berkenalan bukan? Namaku Sakura. Dan laki-laki yang memapahmu itu adalah Sai. Siapa namamu tuan?" Tanya Sakura sembari tersenyum. Ia kemudian memalingkan wajahnya sembari menatap kaki Sasuke yang terkena pecahan kaca.

Sasuke terdiam sebentar. "Namaku Sasuke." Kepada orang baru, ia tidak mau memperkenalkan diri memakai nama belakang. Tidak ada alasan spesifik, ia hanya ingin orang lain menghormati dia karena diri sendiri. Bukan karena nama marganya.

Sakura mengangguk-anggukan kepalanya paham. "Tahan sebentar okey." Tangan Sakura perlahan mengambil kaki kanan yang terkena pecahan beling itu kemudian mengangkatnya perlahan. Ia mendengar Sasuke mendesis perih, dan itu wajar. Pecahan gelas yang tadi Sasuke senggol menusuk kakinya lumayan dalam, walaupun sudah dilapisi sepatu.

"Aku harus kembali ke depan, apa kau tidak apa-apa aku tinggalkan Saki?" Ujar Sai khawatir.

Sakura menganggukkan kepalanya. "Tentu, dan mungkin setelah ini aku akan langsung pulang. Aku ada jadwal jam 10 pagi. Jadi biarkan Deidara yang ambil alih untuk sekarang dan besok. Oke?"

Sai mengacunginya dua jempol kemudian berjalan keluar dari ruangan Sakura.

Perhatian Sakura sepenuhnya ke Sasuke sekarang. Sakura menghela napas. "Tahan oke? Ini akan Sakit."

Pria berambut raven itu mendengus meremehkan. "Silahkan."

Dan dengan perlahan, Sakura mencabut beling yang berukuran lumayan besar dari kaki Sasuke. Sakura memperhatikan Sasuke sebentar, lelaki itu terlihat menggigit bibirnya dan memejamkan matanya. Dan akhirnya beling itupun terlepas dari kaki Sasuke.

"Ini belum berakhir." Seringai Sakura. Yang tak luput dari perhatian Sasuke.

"Go ahead. Ini belum ada apa-apanya." Sombong Sasuke. Rasa di kakinya adalah berdenyut-denyut. Tapi tidak mungkin ia bilang seperti itu kepada Sakura. Bisa-bisa ia di anggap laki-laki cenggeng.

Gadis berambut bubble gum ini pun hanya terkekeh pelan. Ia mulai melepaskan sepatu Sasuke dan dilanjut ke kaos kakinya. Sasuke sempat meringis sebentar, tapi kemudian mimik mukanya berubah datar kembali. Ia memperhatikan gerakan Sakura yang terlihat sangat ahli, dilihat bagaimana ia membuka kotak P3K tersebut.

Sakura menghela napas dan menatap Sasuke lumayan lama. "Setelah ku perhatikan, lukamu lumayan dalam. Dan sepertinya memerlukan sampai 3-5 jahitan. Jika kau biarkan sampai pagi, aku takut akan membuat infeksinya semakin parah. Apa kau keberatan jika aku yang menjahit lukamu?"

Sasuke mengernyitkan dahinya. "Kenapa kau bisa sangat yakin? Apa kau dokter?" Tanya Sasuke binggung. Yang ditanya hanya menaikkan kedua bahunya.

"Apa kau percaya padaku?" Tanya Sakura.

Sasuke kembali bertanya. "Aku serius. Apakah kau dokter?"

Sakura mengangkat kedua tangannya. "Baiklah, sepertinya kau tidak percaya padaku. Akan ku panggilkan ambulans saja kalau seperti itu." Dan saat ia hendak mengambil ponselnya, ada yang mencengkram lengan kanannya. Dan otomatis membuat pandangan Sakura beralih ke arah sang empu pemilik lengan yang sedang mencengkram lengannya. "Apa?"

Menghela napas pelan, kemudian Sasuke melepaskan cengkramannya pada lengan Sakura.

"Baiklah, aku percaya padamu. Aku hanya berharap semoga kau tidak akan membuat kakiku semakin parah dan harus berakhir dengan amputasi." Final Sasuke sembari menatap ke arah lain.

Sakura tersenyum ceria kemudian dengan cepat ia mempersiapkan segala peralatan yang akan ia butuhkan. "Aku akan memberikanmu anestesi lokal, yang akan membuatmu mati rasa di sekitar kaki selama beberapa saat."

"Sesukamu."

Sasuke masih melihat ke arah lain, ia sedikit kaget ketika merasakan jarum tajam baru saja menembus kulit kakinya di bagian yang tadi terkena pecahan. Sakura terus melakukan itu empat kali di setiap sisi lukanya. Tak lama kemudian ia merasakan mati rasa yang Sakura sebutkan tadi. Ia dan Sakura terdiam, tidak ada yang memulai percakapan sama sekali. Sampai akhirnya Sasuke memulai obrolan duluan.

"Hey."

"Apa?" Sahut Sakura.

"Kau perempuan yang menjadi Dj itu bukan?" Tanya Sasuke.

Sakura mengangguk. "Kenapa?"

Sasuke terdiam sebentar. "Kenapa kau menjadi Dj? Maksudku, ada banyak pekerjaan yang mungkin lebih baik daripada disini. Kenapa kau memilih menjadi Dj? Apa karena kau tidak punya pilihan lagi?"

Gerakan tangan Sakura terhenti mendengar perkataan dari Sasuke. Dengan perlahan ia mendongakkan kepalanya dan menatap iris onyx milik Sasuke dengan dalam.

"Apa ada yang salah dengan menjadi Dj? Apa kau baru pertama kali melihat perempuan sepertiku?" Jawab sekaligus bertanya balik.

"Iya. Aku baru pertama kali melihat perempuan sepertimu. Kau tahukan kalau disini terlalu banyak perempuan rendahan, atau bahasa kasarnya pelacur. Mereka menjual diri mereka kepada setiap pria disini, baik yang tua maupun muda. Aku sungguh kasihan padamu, maksudku, kau sangat cantik dan baik. Apa kau tidak mau keluar dari tempat ini?" Sasuke berkomentar.

Sasuke sedikit merasakan bahwa jarum jahit itu menembus kulitnya, sakit tapi masih bisa ia tahan. Sakura masih terdiam. Tapi kemudian Sasuke mendengar Sakura berucap.

"Setiap perbuatan pasti ada alasan bukan? Kau tidak bisa men-judge seseorang hanya karena kau melihatnya dari penampilan luar Sasuke-san. Aku paham betul bahwa penampilan luar adalah kesan pertaa yang akan kita ingat pertama tentang orang itu, tapi bukankah orang selalu berkata 'Don't judge a book by a cover' ? Kenapa kau berpikiran bahwa semua perempuan disini begitu? Apa karena kami memakai baju yang seksi? Apa karena kami memiliki pekerjaan disini? Apa menurutmu semua orang disini hina?" Sakura melanjutkan. "Apa kau juga berkata seperti itu karena mengasihaniku? Apa kau juga berpikiran bahwa aku disini untuk menjual tubuhku? Jika memang seperti itu pola pikiranmu, aku pikir kau salah besar tentangku dan semua hal disini." Balas Sakura tajam.

Sasuke kembali terdiam. Ia tak menyangka Sakura akan berpikiran seperti itu padanya. Perempuan itu seperti bisa membaca pikiran Sasuke dengan tepat.

"Aku hanya tidak habis pikir, dengan kecantikanmu, kau bahkan bisa menjadi model atau artis Sakura. Aku akui bahwa kau sangat cantik. Tidak perlu kau bekerja di tempat seperti ini." Sasuke menatap sekitar ruangan milik Sakura. "Aku bisa membantumu kalau kau ingin."

Sakura mendengus sembari tertawa remeh. "Kau berkata seolah-olah kau adalah yang paling suci Sasuke-san. Jika memang seperti itu pola pikirmu, kenapa kau bisa ada ditempat yang sama sepertiku? Bukankah kau bilang bahwa disini sangat hina?"

"Aku kesini bukan karena kemauanku, aku disini karena dipaksa oleh temanku yang brengsek." Jawab Sasuke tenang.

Jahitan kaki Sasuke telah selesai, Sakura merapihkan kotak P3K dan kemudian melepaskan sarung tangannya dan melemparkannya ke tong sampah dekat lemari. Ia mengambil tisu yang ada di meja dan mengelap keringat di pelipisnya. Ia kemudian menatap Sasuke datar. "Jahitanmu sudah selesai, total 4 jahitan. Aku sudah membalutnya dengan perban agar tidak terkena debu. Kau bisa konsultasikan dengan dokter pribadimu untuk selanjutnya. Dan kau bisa menyuruhnya untuk cek ulang hasil dari jahitan dari tangan seorang Dj rendahan sepertiku." Ujar Sakura sinis.

"Dan, tidak usah khawatir. Jika sampai infeksimu semakin parah, aku sanggup membayar uang perawatan dan juga uang operasimu." Setelah berkata seperti itu, Sakura bangkit dan berjalan menuju lemari di pojok ruangan. Ia membuka lemari dan mengambil sepasang sendal slipper berwarna biru muda dan memberikannya pada Sasuke.

"Kuharap lukamu sembuh, walau hanya di tangani oleh seorang Dj rendahan sepertiku."

Saat Sakura berbalik dan hendak mengambil tas dan mantelnya. Dia berhenti sejenak dan berkata dengan tegas.

"Aku sungguh tidak menyukai pria sepertimu Sasuke-san, kau melihat seseorang dengan tatapan rendah tanpa tahu cerita sesungguhnya. Kau menghina perempuan seperti kau tidak lahir dari rahim seorang perempuan. Kau menilai seseorang buruk hanya karena mereka bukan dari kalangan atas sepertimu dan mengambil kesimpulan sendiri hanya karena kau melihatnya dari penampilan. Aku melihatmu dari penampilan, dan ku pikir kau adalah orang baik. Tapi ternyata, aku salah. Dan kupastikan apa yang kau pikirkan tentang aku pun adalah salah. Ku akui kau sangat tampan, tapi dengan sifatmu seperti itu, wajah tampanmu hanya menjadi sampah yang membuat orang lain mual melihatnya."

Sasuke dibuat tercenggang dengan perkataan Sakura. Dan kemudian dengan cepat Sakura membalikkan badannya dan menunduk agar bisa menatap langsung mata Sasuke. Sasuke sedikit kaget dengan sikap Sakura, ia hanya bisa terdiam saat ditatap seperti itu oleh perempuan didepannya.

"Kau bahkan tidak mengenalku dengan baik Sasuke-san. Kau hanya melihat penampilanku. Dan aku ingin tertawa melihat pandanganmu yang lucu, yang menatapku sebagai seorang gadis menyedihkan. Kau mungkin berpikir aku adalah gadis yang buruk, dan aku sama sekali tidak akan menyalahkan penilaianmu tentang itu. Tapi sekali lagi, ku harap kau tidak menilai seseorang dengan buruk hanya karena tampilan luar. Penampilan bisa menipu bukan?" Setelah berbicara panjang lebar, Sakura tersenyum lebar mendekatkan bibirnya ke arah telinga Sasuke. Ia membisikkan dengan nada pelan di telinga Sasuke. "Selamat tinggal."

Dan kemudian Sakura menaikkan badannya kemudian keluar dari ruangan itu. Meninggalkan Sasuke yang terduduk di sofa sendirian. Ia tak percaya, ada seorang perempuan yang berani membantah bahkan menceramahinya selain ibunya sendiri. Menghela napas kesal, ia menggerutu sembaru menarik rambut ravennya.

'Sial, perempuan itu mengacaukan nalarku!' Pikir Sasuke pusing.

Disaat sedang menundukkan kepalanya, ia mendengar suara Sai memanggilnya. Ia mendongakkan kepalanya, dan melihat si pirang brengsek dan juga si nanas berjalan sudah ada di depanku. Sasuke mendengus sekaligus membuang muka.

"Aku pikir kau disini bersenang-senang, tapi ternyata tidak eh?" Ujar Naruto sinis.

"Tutup mulutmu brengsek! Antarkan aku sekarang kerumah. Aku ingin pulang." Semprot Sasuke keras.

Naruto dan Shikamaru hanya menghela napas pelan, kemudian mereka memapah Sasuke. Naruto menyalami Sai dan memberikannya cengiran lebarnya.

"Terima kasih Sai sudah menjaga temanku, kuharap dia tidak merepotkanmu tadi." Ujar Naruto tidak enak. Yang dibalas Sai dengan senyum palsu andalannya.

"Tenang saja, bukan aku yang mengurusnya, tapi temanku."

Naruto mengangguk-anggukkan kepalanya paham, tanpa penasaran siapa teman yang Sai maksud. "Sampaikan terima kasihku pada temanmu itu."

Dan kemudian Naruto dan Shikamaru memapah Sasuke ke mobil milik Shikamaru. Sasuke mengernyitkan dahinya, saat menyadari bahwa ini bukan mobilnya.

"Dimana mobilku? Dompetku? Dan ponselku?" Tanya Sasuke bertubi-tubi.

Shikamaru menyetir mobil, sedangkan Naruto dan Sasuke berada di kursi belakang. Naruto mengambil tas yang ada di bangku samping Shikamaru dan mengeluarkan dompet dan ponsel milik Sasuke.

"Mobilmu sudah aku simpan dengan aman di garasi rumahmu." Balas Naruto.

Sasuke memejamkan matanya dan memijit pelipisnya yang terasa sangat pusing. Gabungan antara mengantuk dan pusing karena ucapan perempuan di bar itu tadi. Benar-benar membuat kepalanya menjadi double pusing. Ia tidak pernah di kritik secara langsung seumur hidup, dan baru pertama kali ia mendapatkan 'petuah' dari seorang perempuan di club malam sukses membuat ia menjadi triple pusing.

Sepertinya ia menemukan perempuan yang menarik. Dan ia akan pastikan bahwa akan ada pertemuan kedua untuknya dan perempuan berambut pink bernama Sakura tersebut. Dengan koneksinya, ia akan mendapatkan informasi tentang perempuan itu dengan mudah. Dan untuk sekarang, yang ia perlukan hanyalah tidur yang nyenyak. Karena besok ia harus kembali bekerja.

.

.

.


Acu masih pemula, tolong kritik dan saran yang membangun ya. Thank you! 3