Fumy's Storieh
Hayou minna-chan. Ini kali kedua saya nulis fic vocaloid setelah yang My Story & Companions gak laku -_-" sudahlah biarkan
Special buat kak Bella alias Milky Holmes untuk merayakan hari kelahirannya yee *nari* otanjoubi omedetou Bella-senpai. walau publishnya kecepetan sehari XD semoga setelah ini kamu jadi suka dark romance ya kak.
ah ya, seperti yang tertera di summary, ini adalah dark romance atau romace gelap atau romance yang kejam(?). mungkin cerita ini gak se-so sweet cerita romance lainnya tapi ini juga salah satu genre yang saya suka. ini pertama kalinya saya bikin dark romance, jadi semoga kalian suka juga yah :')
Disclaimer: Vocaloid/ Utauloid/ Fansloid ©Yamaha Corporation, Crypton Furure Media Inc., Internet Co., Ltd, AH Softwarw Co., Ltd, 1st Place Co., Ltd, Zero-G Limited, Power FX, Exit Tunes, Sony Music Distribution, etc.
((I don't own this character))
Story by Fumyrain
Rating: T
Genre: Dark Romance
WARNING!
Typo(s), mainstream idea.
Rinto berjalan diantara gelapnya malam. Jalan sempit yang terdapat dinding di kiri dan kanan makin membuat suasana gang itu menyeramkan. Dia menarik ujung tudung jaketnya, wajah tampannya semakin tersembunyi di bawah perlindungnan kain tipis itu.
Hm… apa yang kau pikirkan?
Seorang pria, berjalan sendirian tengah malam, dengan pisau yang tersembunyi dibalik jaketnya. Sekali lagi Rinto menghela napas. Kenapa ini harus terjadi?
Rinto berhenti di depan gedung besar yang tidak ketahui apa namanya. Rinto mengambil handphone, ia mengotak-atik hpnya dan mendongakkan kepala, melihat nama gedung tempat dia bertemu dengan orang yang menyewanya.
Ya, dia adalah seorang pembunuh bayaran.
Dibanding dengan anak SMA lainnya yang memilih bekerja sambilan sebagai pelayan restoran dan sebagainya, Rinto lebih memilih menjadi pembunuh bayaran dengan gaji lumayan besar untuk membelikan hadiah gadis-gadis yang mengaguminya.
Rinto mendengus. Menertawakan kalimat terakhir dari paragraf diatas. Satu pemikiran bodoh yang terlintas begitu saja tanpa maksud apa-apa.
Kini dia sudah berada di depan pintu yang orang itu maksud. Tanpa ragu Rinto membuka pintu tersebut. Ruang kerja mewah dengan seorang pria berjas dan dua bodyguard berbadan kekar dikiri dan kanannya bukanlah pemandangan yang asing bagi Rinto.
Dia sudah biasa. Para mafia yang menyewanya untuk menghapus saingan mereka dan menawarkan bayaran yang besar. Terlalu besar hingga sering kali Rinto merasa dia tidak pantas mendapatkannya.
"Orion?" kata Pria berjas tersebut. Rinto tidak menyahut.
Pria itu tertawa bengis. Wajah Rinto masih datar dibawah tudung. Setelah berhenti tertawa, pria itu berbicara. "Jadi… kau sudah menyelesaikan tugasmu, Orion?"
Rinto meraih tas gemblok dari balik punggungnya yang sedari tadi dia kenakan. Dia membuka resleting tas tersebut dan melempar dua buah plastik hitam ke lantai.
Pria itu menyuruh bodyguardnya memeriksa isi plastik yang dilempar Rinto. Seketika bau amis menjalar memenuhi ruangan. Satu plastik kecil bersisi suatu benda seperti buah naga. Sementara plastik lainnya yang lebih besar berisis suatu benda seperti bola.
Jantung dan kepala.
Pria itu tertawa keras. Rinto muak mendengar tawa yang seperti itu. Pria itu menghampiri kepala korban Rinto dilantai dan memeluknya. Benar-benar terlihat seperti anak kecil yang baru saja dibelikan bola.
"Ahahaha… ahahaha –AHAHAHA!" pria itu tertawa seperti orang gila. "Ihihihi…."
Sungguh, bisakah dia pulang sekarang?
Pria itu perlahan berhenti tertawa dan menatap Rinto. Pria itu memberi kode pada bodyguardnya lalu melemparkan amplop tebal kepada Rinto. "Segitu cukup kan?"
Rinto masih tidak menyahut. Pria itu melanjutkan perkataanya. "Aku pikir segitu sudah cukup. Masih kurang?"
Lagi-lagi Rinto tidak menjawab. Pria itu menghela napas dan memberi kode pada bodyguardnya lagi. Sebelum pria itu melempar amplop kembali, Rinto mengambil amplop dilantai dan berlari meninggalkan ruangan tersebut.
Di luar gedung, Rinto melepas tudungnya dan membuka amplopnya. Tersenyum puas melihat hasilnya lalu memasukkan uang itu kedalam tas dan berlari pulang.
Rumah Rinto terlihat gelap dari luar. Rumah minimalis bercat abu-abu itu hanya memiliki satu lampu dilantai bawah. Sedangkan lampu lantai kedua dibiarkan mati. Rinto mengambil kunci duplikat di tasnya dan membuka pintu rumahnya.
Seperti biasa. Rumah ini tak ada kehidupan.
"Rinto, kamu sudah pulang?" ujar sebuah suara. Rinto menghentikan langkahnya.
"Aku pulang, Ibu." Perlahan Rinto membalik badan. Menatap sosok anggun yang ternyata adalah ibunya.
Wanita itu menghela napas. "Kamu selalu saja pulang malam. Kamu gak tau kalau Ibu khawatir?"
Benarkah?
Wanita itu berjalan menghampiri Rinto. Namun dengan santainya Rinto berjalan mundur. Lagi-lagi wanita itu menghela napas. "Baiklah kalau malam ini kamu nggak mau Ibu peluk. Tidur yang nyenyak ya, Sayang? Besok jangan sampai kesiangan." Rinto masih diam. Dia justru memalingkan wajahnya. Lambat laun wanita itu berjalan melewati Rinto dan memasuki kamarnya.
Mendengar suara pintu tertutup, Rinto berlari menaiki tangga dan menuju kekamarnya.
Rinto duduk di atas tempat tidur. Dia mengeluarkan semua peralatan sesudah kerja sambilan lalu mencucinya dikamar mandi kecil yang terdapat dikamarnya. Rinto mengambil sarung tangan hitamnya dari dalam tas dan melemparnya ke keranjang cucian. Aku akan mencucinya besok, pikir Rinto, sebelum membuang sarung tangan itu dikemudian hari.
Rinto melepas jaket dan berbaring di kasurnya. Dia meraih tasnya dan mengambil uang yang baru didapatkannya. Lagi-lagi dia tersenyum puas lalu tertidur dengan posisi memeluk uang tersebut.
Mata Rinto spontan terbuka. Sudah menjadi kebiasaan bahwa Rinto selalu terbangun dalam keadaan terkejut. Seperti habis mendapat mimpi buruk.
Rinto bangkit dan bersiap menuju sekolah. Ketika turun hendak sarapan, yang terdapat diatas meja makan adalah bento yang pastinya layanan pesan-antar. Dengan muak Rinto membuang bento itu ketempat sampah. Orang tuanya sudah berangkat sejak pagi. Selalu seperti itu.
Rinto berjalan menuju sekolahnya. Senyum manis seperti biasa ada di wajahnya.
Beberapa meter sebelum gerbang, tiba-tiba seseorang menepuk bahu Rinto. "Yo! Pagi Rinto." Dia Hatsune Mikuo. Teman sekelas Rinto sekaligus teman dalam anggota OSIS di devisi Kesehatan Jasmani.
"Pagi Mikuo," sapa balik Rinto.
"Senyummu manis banget sih. Terpesona ya, sama diriku yang ganteng?" kata Mikuo narsis.
"Ngarang," jawab Rinto dengan santainya. "Ah ya, kau sudah menyelesaikan pr IPS? Kelar kamu dimakan sama Hiro-sen."
"Oh ya!" seru Mikuo. Nada bicara Mikuo malah menjadi horror. "Aku kekelas duluan." Dia menepuk pundak Rinto dua kali lalu berlari ke kelas.
Rinto tertawa pelan, OSIS apaan kaya gitu.
Satu langkah Rinto menginjakkan kaki di koridor lantai satu, seseorang meneriakkan nama Rinto. "Rinto-senpai!"
Rinto menengok. Mendapati dua orang perempuan saling kejar-kejaran dengan satu orang meneriakkan nama Rinto dan satu orang lainnya berusaha menghentikan temannya.
"Rinto-senpai!" panggil gadis itu lagi. Rinto membalik badannya, menunggu gadis itu sampai dihadapannya dan berhenti. "Lenka, temenku, suka sama kakak!"
Rinto memiringkan kepala, dia cewek apa cowok? Tiba-tiba saja satu gadis lainnya sampai didepan Rinto dan menepuk temannya.
"Kaiko, sudahlah," bisik gadis itu tidak nyaman. Menyadari bahwa banyak murid berlalu lalang sambil berbisik memandang Kaiko dan Lenka.
Lenka mendongak menatap Rinto. Lenka tertawa pelan. "Ehe, maaf ya Rinto-senpai. Kami malah mengganggu pagi-pagi." Lenka tersenyum sambil berbisik dan menarik-narik tangan Kaiko. Kaiko tidak bergeming.
Kaiko mengembungkan pipi sebal. "Ih! Rinto-senpai, sudah kubilang temanku suka sama kakak. Respon dong!"
"Tck, Kaiko!"
Rinto mengepalkan tangan depan bibirnya dan tertawa. "Ahahaha. Aku sudah tau."
Lenka dan Kaiko kebingungan. "Hah? Maksudnya? Sudah tau apa?" tanya Kaiko berturut-turut.
"Aku sudah tau. Kalau temanmu suka padaku." Lagi-lagi Rinto tersenyum.
"Hah?!" seru Lenka dan Kaiko bersamaan.
"Hahaha, sudah ya. Duluan." Rinto berlalu pergi. Meninggalkan Kaiko dan Lenka yang masih mematung cengo didepan koridor.
"Apa-apaan itu?!" pekik Kaiko sebal. Lenka hanya bisa terdiam. Sambil menundukkan kepala dan bergumam, begitu… ya?
TBC
Fumy's Storieh
jan marah dulu plizz -_-"
haha, ini masih awal cerita jadi mungkin masih aneh banget ya. cukup sekian untuk bab ini. udah berapa permen saya gadoin sambil ngetik fic ini (iyalah emang mau makan pake nasi?). tapi kalau sudah pertengahan bakal aku tunjukkin keunggulan dari genre ini *smirk* semoga.
untuk kak Bella. aduh, gimana? jelek ya? maaf ya kak. hadiahku gak sebagus yang kau pikirkan T_T maaf banget ultah malah ngasih fic dark romance XD udah gitu multi-chap lagi bukannya oneshot.
ah, untuk character, saya banyak pakai dari Utauloid (kayaknya). juga, karna saya gak tau banyak char vocaloid/utauloid/fansloid jadi saya pake setau saya aja. kebanyakan juga nama yang dipakai dalam roleplay Athena Academy.
Mou, sampai jumpa chapter depan.
