Hi everyone! this is a special valentine week fiction, I hope you like it.

I made this since early February, cause I've just write all my imaginations, and here it is.

This story was inspired by a tv show titled between Venus, Mars, and Boo, of course had been converted to fits the stories and added by some of my pure imaginations.

It's a multichapters, and I'm apologize if you guys ever found some typo and OOC-ness, I've tried my best to fits their characterization, don't flame me about these.


Disclaimer: HunterxHunter and its characters all belongs to Yoshihiro Togashi sensei

Genre: Romance (mostly), Angst, Hurt/Comfort, etc.

Warning: Kurapika is a girl here

Pairing(s): KuroNeon, might change in the later chapters


"Hn, sudah ya Kura-chan", kata Kuroro datar, ia berbalik dan berjalan pelan tanpa melihat kebelakang, sementara Kurapika sudah menundukkan kepalanya dan memeluk tubuhnya sendiri dengan erat, ia lalu berlari menjauh dan menangis sesegukan sepeninggal Kuroro, teman sepermainannya sejak ia masih di taman kanak-kanak dulu.


This Time Around


Part 1 of 3: Forgotten


"Yo, pagi Kurapika", sapa Leorio pada teman juniornya itu, Kurapika hanya menoleh sebentar lalu kembali berkonsentrasi pada buku yang sedang dibacanya,

"Hei, Kurapika, tunggu!", Leorio mengejar Kurapika dengan setengah berlari, gadis itu memang hanya berjalan, tapi kecepatan jalannya agak lebih cepat jika dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya,

"Kurapika!", Leorio berhasil memegang pundak sahabat—ralat—temannya itu,

"Apa?", tanya Kurapika ketus sambil menyingkirkan tangan Leorio dari pundaknya, membuat Leorio tersadar kalau ia sudah menatap gadis itu terlalu lama,

"Sabtu nanti, kau ada waktu?", tanya Leorio pada gadis itu, Kurapika hanya memutar bola matanya cuek,

"Tidak, aku ada janji dengan Machi", katanya datar,

"Kalau begitu Minggu?", Leorio bertanya lagi, sambil berharap dalam hati kalau Kurapika bisa luang untuk hari Minggu nanti,

"Tidak Minggu ini, aku sudah berjanji pada Shizuku untuk membantunya belajar", Kurapika memaparkan jadwal padatnya, Leorio mengeluh kesal,

"Heh, jadi kapan kau ada waktu?", ia akhirnya bertanya langsung, Kurapika lalu merogoh tas selempangnya dan mengambil sebuah buku catatan kecil disana,

"Hmmm…hampir tidak ada, mungkin bulan depan, memangnya kenapa?", Kurapika berujar santai, tak kalah santai dengan pakaian yang dikenakannya hari ini, ia mengenakan sweatshirt tangan panjang warna biru muda dan celana jeans, ditambah sneakers dan rambut yang tergulung sedikit berantakan serta wajah tanpa make-up, Leorio melengos kesal,

"Sepadat itu?", ia bertanya dengan nada terkejut,

"Ya, sepadat itu", sahut Kurapika singkat, ia kembali membuka bukunya dan membacanya sambil berjalan menuju kelasnya, meninggalkan Leorio yang terdiam selama beberapa saat.


Kurapika duduk dikelas musik Bu Senritsu sambil membolak-balik buku musiknya, tanpa sadar seseorang telah mengambil posisi disampingnya,

"Hei, kudengar kau sedang dekat dengan Kak Leorio?", tanya Machi pada gadis berambut pirang yang sedang membaca buku sejarah musik dunia itu,

"Hmm..kau dengar darimana?", sahut Kurapika tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya,

"Sebagian besar penghuni kampus ini", Machi berujar dengan suara perlahan, takut jika Bu Senritsu mendengar percakapan mereka,

"Hmmm…kau harus tahu kalau itu tidak benar", Kurapika berujar pelan tanpa menoleh dari buku yang sedang dibacanya,

"Yah, kurasa aku sudah bisa menebaknya", sahut Machi, kali ini gadis itu berbalik dan memusatkan perhatiannya pada kelas itu,

"Baiklah, siapa yang mau mencoba?", kata Senritsu tenang, ia tersenyum pada murid-muridnya, Machi agak terkejut mendengarnya lantaran ia daritadi hanya mengobrol dengan Kurapika dan sama sekali tidak memperhatikan pelajaran,

"Hei, dia bicara tentang apa?", ujar gadis berambut biru tua itu pada teman disampingnya, Shalnark,

"Eh, tadi beliau membicarakan tentang vokal", sahut Shalnark pelan, ia belum ingin menjadi yang pertama maju dikelas ini,

"Oh, thanks", jawab Machi sambil mengalihkan matanya pada Kurapika, kali ini gadis itu menutup bukunya dan menghela nafas pelan,

"Sudah bangun dari 'dunia'mu?", katanya sambil kembali melihat kedepan kelas, tampaknya nasib baik sedang tidak berada didekat Ponzu, gadis yang baru saja didorong oleh teman-temannya untuk menjadi sukarelawan di kelas musik ini, alias giliran pertama menyanyi,

"Hn", Kurapika hanya menyahut singkat sambil ikut memperhatikan bagaimana Ponzu bernyanyi, Machi hanya geleng-geleng saja melihat sahabatnya itu, kemudian ikut memperhatikan Ponzu.

Tak terasa waktu berlalu dan bel sudah berbunyi, menandakan jam pelajaran telah usai, Kurapika dan Machi lalu mengambil tas mereka dan bergegas keluar dari kelas itu, tapi langkah mereka tertahan oleh Bu Senritsu,

"Lain kali, dengarkan pelajaran dengan baik, ya", katanya lembut pada kedua murid perempuannya itu, keduanya hanya terkesiap,

"Baik bu", ujar keduanya kompak, sambil berjalan menuju pintu. Ketika mereka sudahberjalan agak jauh dari pintu kelas, tawa kedua gadis itupun meledak,

"Hahaha, ternyata dia tahu", kata Machi geli, Kurapika masih tertawa,

"Ya, kukira dia tidak", sahutnya, merekapun lantas berjalan menuju ke kantin, karena kelas berikutnya masih sejam lagi.


Pandangan Kurapika tiba-tiba teralih dari burger ditangannya kearah seorang pemuda berambut hitam di jarak pandangnya, melihat reaksi Kurapika yang terlihat tidak biasa, Machi pun ikut melemparkan pandangannya kearah yang dituju Kurapika, dan ia sedikit terhenyak mendapati sahabatnya itu sedang memperhatikan sosok seorang senior bernama Kuroro Lucilfer,

"Hn, jadi kau mengagumi Kuroro juga?", kata Machi yang sukses membuat Kurapika tersadar ia telah memandangi Kuroro terlalu lama,

"Tidak", sahutnya singkat, tapi gadis berambut biru tua itu dapat melihat rona tipis yang menghiasi wajah sahabatnya itu meski hanya sekilas,

"Ayolah, jangan berbohong", desaknya pada gadis itu, yang lebih terdengar seperti interogasi dari polisi pada seorang saksi yang tidak mau berbicara,

"Sudah kubilang ti—tunggu, dia—namanya Kuroro?", Kurapika bertanya penasaran, raut wajahnya menyiratkan hal itu, Machi pun menghela nafas,

"Kau itu, kukira kau sudah lama tahu, iya, dia adalah Kuroro Lucilfer, senior kita", kata Machi lagi, kali ini ia sukses lagi membuat Kurapika membulatkan matanya tak percaya,

"Yang benar?", katanya sedikit terbata karena kaget,

"Serius, masa kau tidak tahu?", sahut Machi setengah emosi, ia benar-benar tidak habis pikir bagaimana sahabatnya ini terlalu tenggelam dalam buku-bukunya dan sama sekali tidak menaruh perhatian pada dunia sekitarnya—ya—kecuali dirinya dan mata kuliah yang ia ambil,

"Ya, aku memang tidak tahu soal itu", Kurapika menyahut dengan suara yang masih terdengar seperti orang yang belum sembuh dari syoknya,

"Tapi..apa disini bersama seorang gadis bernama Neon?", imbuh Kurapika yang gantian membuat Machi terkejut—nyaris tersendak lebih tepatnya,

"Darimana kau tahu?", ia bertanya sambil batuk-batuk lantaran memang tersendak, Kurapika langsung menutup mulutnya dengan tangannya, tahu bahwa ia tanpa sengaja telah menyebutkan sesuatu yang tak seharusnya,

"Ah, tidak", katanya beberapa saat kemudian, tapi Machi menatapnya penuh curiga dan membuat Kurapika merasa tersudut,

"Arrgh, baiklah, jangan menatapku begitu", Kurapika berujar setengah kesal, kebodohannya sendirilah yang membuatnya berada disituasi semacam ini, terpojok dan jadi seperti pelaku kejahatan yang tidak mau mengaku meski bukti-bukti yang ada telah cukup untuk memenjarakannya,

"Cepatlah, setengah jam lagi kita masuk kelas Kurapika!", bentak Machi dengan suara ditahan, ia tentu belum ingin membuat heboh keadaan dengan meneriakkan hal semacam ini di kantin,

"Baiklah, begini..", Kurapika memulai kisahnya.


"Kurapika, ini adalah Kuroro, putra teman papa, ayo sapa", kata ayah Kurapika ketika itu, Kurapika hanya memeluk boneka kelinci putihnya erat, wajahnya terlihat tidak senang,

"Ha-halo", Kurapika berujar agak ragu, ia mengulurkan sebelah tangannya sementara yang sebelah lagi masih memeluk boneka kelinci kesayangannya,

"Halo, namaku Kuroro, senang bertemu denganmu, Kurapika", sahut sosok anak berambut hitam itu, ia tersenyum pada Kurapika yang menatapnya dengan tatapan ragu,

"Nah, Lucilfer-san kami titip Kurapika ya, tolong jaga dia baik-baik", kata ibu Kurapika ketika itu, ya, kedua orangtua Kurapika waktu itu harus pergi keluar negeri untuk urusan bisnis, tapi karena sebentar lagi akan ada perlombaan antar tk yang akan diikuti oleh Kurapika, mereka jadi tidak bisa membawanya turut serta, sehingga mereka pun akhirnya menitipkan Kurapika dirumah Lucilfer yang notabenenya teman mereka berdua sejak kuliah dahulu, keluarga Lucilfer terntu sangat senang dengan kehadiran Kurapika, karena mereka sudah lama ingin mempunyai anak perempuan, tapi berhubung keduanya cukup sibuk, maka mereka tidak bisa mendapatkannya,

"Kurapika, jangan nakal ya, mama dan papa akan menjemputmu begitu kami selesai nanti, ya sayang?", kata ibunya pada gadis berambut pirang itu, ia mengecup dahi putri semata wayangnya dengan penuh kasih, airmata menggenang dipelupuknya mengingat ia akan berpisah untuk sementara waktu dengan malaikat kecilnya itu, maka iapun memeluk gadis kecil itu erat, seakan mereka tak akan bertemu lagi setelahnya,

"Mama?", suara Kurapika membuatnya tersadar kalau ia sudah memeluk gadis itu terlalu lama, wanita itupun segera melepaskan pelukannya dan menghapus airmatanya dengan punggung tangannya,

"Sampai nanti ya, Kurapika", kata sang mama sambil melambaikan tangannya, Kurapika membalas lambaian tangan itu dengan agak berat hati, lalu nyonya Lucilfer pun membimbingnya masuk ke dalam rumah tersebut.


Beberapa minggu telah berlalu sejak saat itu, Kuroro dan Kurapika tampak sangat dekat bagaikan kakak dan adik sungguhan, mereka berdua suka bermain bersama dan bercanda berdua, dan hal ini cukup membuat hati kedua orangtua Kuroro senang, mengingat Kuroro selama ini sering terlihat kesepian, dan sejak kedatangan Kurapika, dia terlihat lebih bahagia, dan senang.

"Kuroro~", Kurapika menghampiri Kuroro sambil terisak-isak suatu hari,

"Ada apa Kura-chan?", tanya Kuroro cemas, ia mendekati Kurapika perlahan dan memeluknya, tangis Kurapika seketika pecah,

"Uukh.. kata mereka aku cengeng, lalu mereka mengambil Usachii", papar gadis itu sambil tersedu-sedu, gaun mainnya terlihat agak kotor dan rambutnya berantakan, Kuroro menatap Kurapika dengan tatapan sayang dan geram, ia memegang pipi Kurapika yang basah oleh airmatanya sendiri,

"Siapa mereka itu, Kura-chan?", Kuroro berkata lagi, ditatapnya lekat-lekat kedua bola mata biru Kurapika hingga yang tampak disana hanya bayangannya sendiri,

"Uukh, mereka…", Kurapika berujar dalam isakkannya,

"Mereka…", Kurapika berujar lagi, tapi ia masih tampak ragu,

"Mereka kakak kelas,namanya Phi..phi..phi..ii..Usachiii!", Kurapika teringat pada boneka kelinci kesayangannya dan kembali menangis, Kuroro mengecup dahi Kurapika lembut, dan tampaknya usahanya berhasil, Kurapika terlihat lebih tenang,

"Kura-chan, aku pasti akan membawa Usachii kembali, tapi, sekarang aku ingin kau mengatakan padaku dengan jelas, siapa yang mengambil Usachii?", tanya Kuroro dengan tenang pada Kurapika, gadis itu menatap balik pada Kuroro dengan mata birunya yang bulat dan besar, tangisannya berhenti dan ia tampak lebih tenang saat ini, dihirupnya udara yang ada disekitarnya ia pun akhirnya mengucapkan nama orang yang mengganggunya,

"Iya, Usachii diambil sama Kak Phinks…", Kurapika berujar masih sedikit terisak-isak,

"Kura-chan tunggu dirumah ya, aku akan mengambil Usachii dari Phinks dan kubawa padamu, oke?", Kuroro berujar sambil memeluk Kurapika sekali lagi, gadis itu membalas pelukannya erat,

"Hati-hati ya, Kakak", katanya. Kuroro pun meninggalkan Kurapika dihalaman belakang rumahnya, ia berjalan menuju taman bermain, tempat yang biasa didatangi Phinks dan teman-temannya,

"Hei!", serunya pada sekelompok anak sd itu, ya, meskipun ia sendiri juga masih sd,

"Kembalikan boneka itu!", Kuroro berujar lantang, sebuah seringai tipis terukir diwajah Phinks,

"Lihat, ada kakak baik hati yang mau mengambilkan boneka untuk adiknya yang cengeng", ejek Phinks pada Kuroro, wajah tenangnya berubah kesal mendengar kalimat itu terlontar bocah yang merupakan teman sekelasnya itu,

"Kau boleh mengatakan apapun soal aku, tapi kalau kau berani mengatakan hal buruk tentang Kura-chan-", Kuroro memasukkan tangannya ke saku mantelnya dan berlari kearah kawanan anak laki-laki itu, diambilnya sebuah buku kecil agak tebal berwarna merah, dan dihantamnya bahu Phinks dengan buku hard cover itu,

"Aku tidak akan diam saja", lanjutnya sambil mengambil boneka kelinci itu dari anak yang terjatuh akibat pukulannya itu,

"Menyebalkan", gerutu Phinks pada sosok Kuroro yang terlihat membelakanginya, dan semakin menjauh.


Kuroro pun kembali ke rumah dengan Usachii ditangannya, ia tersenyum pada dirinya sendiri, 'Kura-chan pasti akan tersenyum lagi', katanya dalam hati, tanpa sengaja ia bertabrakan dengan seseorang karena ia sibuk dengan khayalannya soal wajah bahagia gadis kecil yang sudah dianggapnya adik sendiri itu,

"Akh, maaf", kata anak perempuan berambut merah muda itu, ia jatuh terduduk dan barang-barangnya berserakan di jalan, melihat hal ini, Kuroro pun segera membantu gadis itu,

"Maaf, aku tidak lihat", katanya polos, gadis itu hanya tersenyum,

"Eh, tidak apa-apa, oh ya, namaku Neon", katanya sambil merapikan aksesorisnya yang berserakan,

"Neon? Kamu baru pindah ya? Oh ya, namaku Kuroro", katanya singkat,

"Bagaimana kau bisa tahu?", tanya Neon dengan nada penasaran,

"Hmm.. soalnya di sekitar sini semuanya sudah saling kenal", sahut Kuroro sambil tersenyum.


"Kurapika, aku pulang", sebuah suara terdengar dari lantai bawah, Kurapika yang sedang merapikan dirinya pun langsung turun,

"Kak Kuroro!", serunya sambil merapikan ikatan rambutnya, iapun berlari menuruni tangga rumah itu,

"Usaa!-chi..", katanya begitu sampai, matanya mengerjap beberapa kali melihat gadis disamping kakak kesayangannya,

"Kakak..siapa ini?", tanya Kurapika sambil menyembunyikan keterkejutannya,

"Oh, ini Neon, Neon, ini Kura-chan, adik yang kuceritakan padamu tadi", Kuroro mengenalkan Neon pada Kurapika, dengan gerakan malu-malu gadis itu mengulurkan tangannya pada Neon,

"A-aku Kurapika", ujarnya, ia agak gugup seperti saat ia berkenalan dengan Kuroro beberapa minggu sebelumnya,

"Aku Neon", balas Neon sambil tersenyum.


"Hanya sampai situ?", kata Machi ketika Kurapika selesai dengan kisahnya,

"Belum, tapi-", ia melirik kearah jam tangannya,

"Bel sebentar lagi akan berbunyi, kurasa sampai situ dulu", Kurapika bangkit dari kursinya, diikuti Machi tak lama kemudian.

Kelas olahraga Pak Uvogin, kelas paling mengerikan di kampus, Kelas olahraga Pak Uvogin, kelas paling mengerikan di kampus, tapi termasuk salah satu mata kuliah wajib, sehingga seluruh mahasiswa dikampus itu terpaksa mengambilnya, tidak terkecuali Machi dan Kurapika, kedua gadis jurusan hukum dan kriminologi itu juga memutuskan untuk mengambil kelas tersebut di awal tahun mereka, yang tidak lain adalah saat ini.

Sambil menunggu teman-teman mereka selesai, Kurapika dan Machi melakukan perenggangan, di ruang ganti, dengan alasan kalau mungkin saja dosen gila itu tidak memberi mereka kesempatan untuk pemanasan, tapi ini juga kemudian diikuti oleh teman-teman kedua gadis 18 tahun itu.

Para mahasiswi itu lalu berjalan serempak menuju lapangan indoor, ya, kali ini mereka berolahraga di lapangan indoor, tapi tetap saja, kalau itu kelas olahraga Pak Uvogin, maka tidak mungkin ada yang tidak lelah, semua mahasiswa dan mahasiswinya pasti minimal mengalami pernafasan tersengal-sengal dan baju basah oleh keringat sampai harus mandi, serta rasa pegal luar biasa diseluruh bagian tubuh mereka.

"Arrgh, aku tidak mau menyetir, kau saja", kata Machi pada Kurapika, gadis itu mulai meluruskan kakinya,

"Hn, baiklah", jawab gadis berambut pirang itu sambil mengurut-urut kakinya yang terasa pegal sekali, nyaris tidak bisa digerakkan, tapi ia tersenyum geli melihat temannya itu, Kurapika menghela nafas lega, ia masih tidak menyangka kalau ternyata, Kuroro, orang yang paling tidak ingin ditemuinya saat ini, malah ada di kampus ini, dan masih bersama Neon,

kali ini aku akan balas dendam, pikirnya sambil tersenyum pada dirinya sendiri.


"Hei, Kurapika, aku ada pertemuan angkatan, kau pulang duluan saja ya, nanti malam aku mampir ke rumahmu dulu ya", kata Machi pada Kurapika sore itu, jadwal mereka hari ini cukup padat dan setelah mata kuliah olahraga itu, mereka tak ada kelas yang sama,

"Oh ya, baiklah", sahut Kurapika datar, "Sampai bertemu di rumah", katanya lagi, senyum licik terukir diwajahnya.


"Hei, mobilnya Kuroro-sama yang mana sih?", tanya gadis pirang itu, dalam penyamaran tentunya, ia memakai wig berwarna coklat gelap dan lensa kontak berwarna hitam, lalu ikutan bergabung dalam Kuroro Fans Club—sebuah perkumpulan mereka-mereka yang hanya bisa melihat Kuroro dari jauh sementara pria tampan berambut hitam itu sudah berpacaran dengan Neon,

"Hmm..kamu siapa?", tanya salah seorang anggota perkumpulan itu, seingat Kurapika ia bernama Pakunoda,

"Emm..aku Maria, mahasiswa tingkat satu, jurusan seni", Kurapika memperkenalkan dirinya dengan lihai, gadis ini sangat pandai berakting, dan ia harus berterima kasih pada Kuroro untuk keahliannya yang satu ini, ya, semua perubahan yang terjadi pada malaikat kecil yang polos dan naïf bernama Kura-chan itu adalah salah Kuroro, begitulah yang selama ini terdoktrin di kepala gadis yang berhati dingin itu.

"Oh begitu", sahut Pakunoda singkat, ia tersenyum ramah pada gadis berambut coklat yang terlihat sangat sederhana itu,

"Selamat bergabung dalam klub", katanya lagi, Kurapika menatap Paku dengan mata berbinar-binar,

lihat pembalasanku, Lucilfer, Kurapika tersenyum bangga dalam hati.

Pakunoda lalu menunjukkan padanya dimana mobil milik Kuroro Lucilfer diparkir, dan Kurapika menunjukkan tatapan (sok)kagumnya melihat mobil itu, dan saat para wanita itu kembali ke kelasnya, ia segera melancarkan aksinya,

bekerjalah dengan baik, sayangku, batinnya sambil menatap bangga pada sebuah tusuk gigi ditangannya, gadis itu lalu membuka tutup ban mobil Kuroro dan menusukkan tusuk gigi itu disana, hingga terdengar suara angin keluar dari celah dalam ban itu, Kurapika tertawa pelan namun geli sekali, iapun kembali menutup ban itu setelah beberapa lama, dan tentu, ban mobil milik Kuroro itu, sudah bocor.


"Hei, Kurapika", terdengar suara Machi dari arah pintu masuk,

"Selamat datang", sahut Kurapika dari ruang tv, ia sedang menonton televisi sambil memakan bento set miliknya,

"Bagaimana pertemuannya?", Kurapika bertanya sambil sesekali menyumpit nasi dan lauknya,

"Tidak penting, oh ya, kau tidak masak?", ia bertanya sambil menyampirkan mantelnya di gantungan dekat pintu masuk, lalu berjalan menuju ruang tengah townhouse milik Kurapika itu,

"Hn, iya, hari ini aku sedang tidak berniat untuk masak", sahut Kurapika santai,

"Makananmu sudah ada di microwave, panaskan saja", katanya lagi, Machi mengangkat bahu dan menghela nafas, lalu ia berjalan ke dapur dan memanaskan makanannya, sebelum akhirnya ia bergabung ke samping Kurapika,

"Nonton apa?", tanya gadis berambut biru tua itu, Kurapika menoleh sebentar kearah Machi, lalu berujar,

"Monster Inc", Machi pun ikutan menonton film anak-anak tersebut,

"Hei, kau tahu tidak?", Machi membuka topik pembicaraan,

"Apa?", tanya Kurapika santai, meski dalam hati ia berharap akan mendengar hal yang diharapkannya,

"Tadi setelah kau pulang, ada kehebohan dikampus", Machi melanjutkan ceritanya,

"Kehebohan? Tumben sekali", jawab Kurapika tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi,

"Iya, katanya ada yang membocorkan mobil senior Lucilfer", lanjut Machi, tanpa menoleh, ya meski itu membuatnya tidak melihat senyum puas yang terukir diwajah temannya itu,

"Oh ya?", kata Kurapika pura-pura terkejut, tapi dengan tenangnya ia masih asyik menyantap makan malam ala jepangnya itu,

"Iya, dan pelakunya masih misterius", ujar Machi dengan nada melaporkan, Kurapika hanya mengangguk pelan tanpa banyak merespon,

"Hmm..", Kurapika merespon singkat,

"Oh ya, lanjutkan ceritamu dong, Kurapika", pinta Machi sambil mengganti topik, Kurapika merasa sedikit lega karena ia dapat menghindari kecurigaan Machi soal pelaku kehebohan kampus,

"Hn, oke", sahut Kurapika dengan ingatan tentang Kuroro kembali mewarnai memorinya.


Pada hari-hari awal sejak kedatangan Neon, Kurapika mulai merasa sedikit tersisih mengingat Neon juga sudah di sd, tinggal dia sendiri yang masih tk, dan kadang itu mengganggunya.

"Kurapika, kenapa pulang sendiri?", tanya mamanya suatu hari, ya, ketika itu mama dan papa Kurapika sudah pulang dari perjalanan bisnis mereka selama berbulan-bulan,

"Habis Kuroro-niichan tidak menjemputku", kata Kurapika sendu, ia melangkah gontai menuju kamarnya, lalu membaringkan diri diatas ranjang besarnya yang terbilang sangat besar,

"Kuroro-niichan~", katanya sambil mulai menangis sesegukan, airmata terlihat mengaliri pipinya yang pucat dan sedikit tembam, gadis itu lalu membenamkan kepalanya sendiri ke bantalnya, dan ia menangis dalam kesunyian sampai beberapa lama,

"Kura-chan, kenapa menangis?", sapa suara yang sangat dikenalnya, gadis itu mengangkat kepalanya dan menghapus airmata dipipinya dengan punggung tangannya,

"Ku-Kuroro, sejak kapan kau disana?", tanya Kurapika lagi, sambil terisak-isak karena menangis terlalu lama,

"Belum lama-", katanya sambil mengangkat bahu,

"Kura-chan, aku tadi pulang bersama Neon, jadi lupa kalau harus menjemputmu, maaf ya", lanjutnya dengan nada penuh rasa bersalah,

"Ukh, Kuroro-niichan, lain kali jangan lupa lagi ya", gadis itu berkata dengan lidah yang terasa agak kelu, entah kenapa ia merasa sakit ketika mengatakan itu, ya, waktu itu Kurapika masih terlalu kecil untuk memahami itu semua, tapi kalau dipikirkan lagi, semua itu jelas-jelas karena ia merasa cemburu, karena sekarang ia menjadi prioritas nomor dua, sementara Neon di nomor satu, dan hubungan kakak-adik itu juga semakin merenggang,

"Iya, lain kali aku pasti tidak akan lupa", Kuroro berujar sambil tersenyum manis pada Kurapika, gadis itu seketika langsung merasa bahagia, dan ia tidak tahu kenapanya pada saat itu.


Kemudian tibalah hari bersejarah itu, Kurapika mengingatnya dengan sangat jelas, hari itu mendung, ia berusia 13 tahun ketika itu, dimana, untuk kesekian kalinya, Kuroro melupakan janjinya untuk mengunjungi taman anjing bersama-sama, kesabaran Kurapika rasanya sudah habis, ia langsung saja mendatangi rumah Kuroro, dengan segenap protes dan luapan kekesalan memenuhi hatinya.

Gadis itu masih dengan penampilan lamanya, terusan berwarna putih dengan sedikit aksen renda, dan cardigan tebal bahan rajut berwarna biru langit, sepatu boot putih dan rambutnya pirangnya yang tergelung dan berantakan akibat perjalanan penuh rasa geram setelah ia menunggu selama hampir empat jam di taman anjing itu, syal yang menutupi lehernya pun sudah agak terlihat berantakan, Kurapika sudah benar-benar kesal hari ini, dan kini saat ia berada didepan pagar rumah milik keluarga Lucilfer, ia menghirup nafas dalam-dalam, bermaksud menenangkan diri, dan untung saja usahanya berhasil, ia hendak membuka pintu pagar itu ketika seseorang dari dalam membukanya terlebih dulu,

"Kurapika, ada apa?", tanya nyonya Lucilfer ramah, menyadari kalau wanita ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang terjadi antara ia dan Kuroro, Kurapika pun berusaha untuk tetap terlihat tenang,

"Oba-chan, Kuroro ada?", tanya Kurapika tanpa melupakan senyumannya, wanita paruh baya itu terlihat senang, ia tersenyum pada gadis itu,

"Ada di kamarnya", katanya tenang, tanpa menyadari efek kata-katanya itu pada gadis ini, tapi Kurapika tetap mempertahankan senyumannya,

"Oh", katanya singkat, dan tadinya ia bermaksud menanyakan apakah ia boleh masuk atau tidak, tapi Kuroro sudah disana, dibalik pintu masuk rumahnya, dan terlihat sangat santai,

'dengan santainya melupakan janjinya padaku', batin gadis itu pahit,

"Kura-chan", sapa pria itu, ia sama sekali tidak terlihat merasa bersalah,

"Bisa kita bicara, berdua?", Kuroro melemparkan senyumnya pada gadis itu, kemarahan Kurapika tiba-tiba saja luntur hanya karena ia melihat senyuman yang ditujukan padanya itu,

"Ah, kalau begitu aku permisi dulu", suara nyonya Lucilfer itu menyadarkan keduanya, Kuroro pun mempersilahkan sang mama masuk, dan ia justru keluar, kearah gerbang dimana Kurapika berdiri saat ini,

"Dengar, Kura-chan", Kuroro memulai pembicaraannya, Kurapika hanya terdiam, meskipun dalam hati ia mencari-cari arah pembicaran ini,

"Aku..aku akan meminta Neon menjadi pacarku", kata Kuroro tegas, yang sukses membuat gadis itu mematung, entah karena syok atau karena sakit hati,

"La—lalu?", Kurapika bertanya penasaran walau hatinya tidak mampu mengingkari kemungkinan terburuk yang bisa ia pikirkan mengingat Kuroro yang dikenalnya, tidak, dia sudah lama tidak mengenal Kuroro dengan baik, dan itu semakin membuatnya tercekat,

"Soal kita…Hn, sudah ya, Kura-chan", kata Kuroro lagi, kali ini Kurapika benar-benar merasa nafasnya sudah habis, dan airmata mulai membasahi pipinya, "Kuroro pembohong!", seru Kurapika sambil berlari, dan menangis, menangis sejadi-jadinya, karena hari itu, dia telah kehilangan sesuatu yang sangat berarti bagi dirinya, seseorang yang diam-diam dicintainya dalam sunyi, dan kini, yang tersisa hanya airmata dan rasa sakit yang teramat sangat.


"Tunggu, jangan-jangan, Kurapika…kau..", kata Machi agak syok,

"Apa?", tanya Kurapika santai,

"Kau yang membocorkan ban mobil senior Lucilfer?", Machi melihat langsung ke bola mata aquamarine milik Kurapika, gadis pirang itu hanya mengangguk,

"Iya, itu adalah awal dari pembalasan dendamku, Machi", kata Kurapika dengan nada serius.


End words,

Please review this fic, I'm so grateful to see every opinions you say, even the most cynical one, cause it's gonna help me doing this better.

Love,

Kaoru