A/N : Iya, iya… gue tau. Seharusnya gue ngelanjutin HPA, spin off HPA, Last Horcrux, sama Fairytale. I know. Tapi, entah kenapa, udah selama seminggu ini this plot bunny telah mengganggu hidup gue! ARRGGH!! Lebih annoying dibandingin tugas 4 (yang akhirnya kelar! Yay!) yang bikin gue gak tidur 2 hari… Sial. Yaudalah, ya. Nambah-nambahin story di dalem HP fandom versi Indonesia aja, deh. Hehe.

Disclaimer : Plot punya gue, gamesnya bukan punya gue tapi punya orang Indonesia (hidup Indonesia!). Karakter plus settingnya punya JK. Rowling.

Warning : Slash, everyone? Sama sedikit swearing. Dikit doang, kok. Haha. Lagian, semuanya juga pasti udah pernah ngumpat, kan? At least, kata 'bedebah' keluar dari mulut lo. Haha. Oiya, pairing slash siapa lagi kalo bukan SBRL. Hehe.

Let the game begin!!


Dumbledore memukul-mukulkan jari telunjuknya di atas meja kerja dengan kesal. Sudah berapa kali murid-murid yang berada di depannya saat ini hinggap di kantornya karena urusan yang sangat menyebalkan. Bukan hanya sebatas nilai buruk berupa T di seluruh mata pelajaran, bukan. Bukan pula masalah bulanan yang dihadapi Remus Lupin. Bukan. Menangani manusia serigala masih lebih menyenangkan dibandingkan ini, pikir Dumbledore disertai desahan napas panjang.

"Jadi, katakan sekali lagi padaku, Minerva, alasan mereka berada di kantorku saat ini."

Minerva McGonnagal, kepala asrama Gryffindor, menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya pelan. "Seperti biasanya, Albus. Pertengkaran biasa yang berbutut sebuah pertengkaran dahsyat dan duel. Hasilnya, 2 orang murid terluka dan terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit. Bukan luka serius, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan." tambah Profesor McGonnagal saat melihat raut wajah Profesor Dumbledore saat mendengar informasi tersebut.

Dumbledore menghela napas sekali lagi sebelum menatap murid-muridnya yang berdiri berjejer di depannya. Sang Kepala Sekolah Hogwarts itu masih bisa melihat semburat amarah dari masing-masing kubu yang bertikai.

"Sudah berapa kali kukatakan bahwa pertikaian kalian ini sangatlah klise dan membosankan untuk terus dibahas?" tanyanya, terdengar sedikit bosan.

Murid-murid yang berdiri di depan Dumbledore itu mulai mengeluarkan argumennya masing-masing. Mereka mencoba membela kelompok mereka, atau bahkan hanya membela diri mereka sendiri agar terhindar dari detensi. Perdebatan mereka cukup mengganggu sehingga membuat Fawkes terbangun dari tidurnya dan melemparkan pandangan mencela dan kesal ke arah murid-murid tidak tahu aturan itu.

Dumbledore mengangkat tangannya dan semuanya pun terdiam menatap Kepala Sekolah.

"Siapa yang memulainya?"

Awal yang salah. Begitu mereka mendengar pertanyaan dari Dumbledore, mereka langsung saling tuduh satu dengan yang lainnya. Bahkan, di dalam kelompok mereka sendiri terjadi tuduh menuduh yang tidak jelas.

"Horace, buatkan aku obat sakit kepala setelah mereka pergi dari kantorku." bisik Dumbledore kepada Horace Slughorn, kepala asrama Slytherin. "Terlalu lama berurusan dengan anak-anak ini bisa membuat kepalaku pecah..." Dumbledore kembali melihat anak didiknya yang masih sibuk saling tuduh. "Baiklah, baiklah. Lupakan pertanyaanku yang tadi. Aku tidak mau tahu siapa yang memulai pertengkaran bodoh ini."

"Snivellus!" seru seorang anak berkacamata dengan rambut berantakan. Ia menunjuk seorang anak laki-laki berambut hitam, tak jauh dari tempat ia berdiri. "Sudah saya katakan kalau itu semua salah Snivellus!"

"Jaga omonganmu, Potter!" balas seorang anak laki-laki berambut perak. "Siapa yang memulai pertengkaran dengan meng-'levicorpus' Severus, huh?!"

"Siapa yang memintamu untuk ikut campur saat itu, Malfoy!?" Kali ini giliran seorang anak laki-laki tampan berambut hitam yang bicara.

"Tidak ada yang minta pendapatmu, Black!" seru seorang anak laki-laki bertubuh besar sambil mendorong Sirius Black.

"Hei! Jaga tanganmu, Lestrange!" Sirius balas mendorong Rodolphus Lestrange cukup keras, sehingga membuat Slyhterin itu terhuyung-huyung.

Kedua kubu, Gryffindor dan Slytherin, sudah bersiap-siap untuk melakukan serangan kedua. Keduanya cukup kesal melihat perlakukan anggota asrama yang lain terhadap anggota asrama mereka. Perang pun hampir dimulai jika saja Remus Lupin tidak melerai mereka.

"Hentikan!" bentak Remus cukup keras, membuat semua kepala menoleh kepadanya, sedikit terkejut mendengar seorang Remus Lupin bisa mengeluarkan bentakan seperti itu. "Saat ini kita ada di kantor Profesor Dumbledore! Masa' kalian mau melanjutkan pertengkaran yang tadi di depan para profesor!?" ujarnya sambil menunjuk ketiga profesor yang berada di depan mereka.

"Mr. Lupin benar. Sangat tidak baik bagi kalian semua untuk berkelahi di depan para profesor, kan?" kata Dumbledore setelah murid-muridnya itu sedikit lebih tenang. "Nah. Sekarang, mengenai hukuman yang akan aku berikan kepada kalian. Dengan perkelahian kalian yang sudah rutin ini, kurasa 45 poin dari masing-masing asrama bukanlah hal besar. Ditambah 30 poin dari masing-masing asrama karena membuat 2 orang murid terluka dan terpaksa dirawat di Rumah Sakit." Para Gryffindor dan Slyhterin saling melemparkan pandangan membunuh saat mendengar kabar kawan mereka yang 'gugur' saat perkelahian.

"Dan juga pemotongan poin sebesar 10 angka untuk Gryffindor karena tindakanmu, Mr. Lupin."

"Apa?" seru Sirius terkejut. "Profesor, Remus tidak pernah melemparkan satu mantra pun ke salah satu diantara mereka! Tindakan apa yang dilakukan Remus sampai harus mengorbankan 10 angka?!"

Dumbledore menatap Remus yang menundukkan kepala. "Karena dia telah gagal sebagai seorang Prefek. Dia seharusnya bisa melerai pertengkaran ini, apa pun alasannya. Dan ini bukan berarti Slytherin terbebas dari pemotongan poin lainnya." tambah Dumbledore saat ia melihat senyum kemenangan dari Slyhterin yang segera berubah. "Kupotong 15 angka dari Slytherin atas kecerobohan Mr. Malfoy sebagai Ketua Murid yang tidak bisa mengontrol teman-temannya sendiri. Detensi untuk kalian semua. Dilarang menggunakan sihir selain di saat pelajaran selama satu bulan. Akan kuminta semua profesor untuk mengawasi kalian. Sekarang, kembali ke asrama masing-masing."

Para Gryffindor dan Slytherin menuruni tangga spiral dengan kepala terkulai lemas. Kehilangan 80-an poin dalam waktu singkat cukup menyedihkan. Belum lagi, 2 orang teman mereka sekarang berada di Rumah Sakit. Ditambah lagi, hukuman dilarang menggunakan sihir selain pelajaran selama satu bulan penuh. Mungkin bagi Gryffindor, hukuman ini masih bisa tertahankan, tapi bagi Slytherin bagaikan kiamat! Jangankan satu bulan, satu menit saja tanpa sihir rasanya seperti berada di dunia Muggle. Mengerikan...

"Meskipun Slytherin kekurangan 5 poin lebih banyak dari Gryffindor," ucap Lucius Malfoy saat mereka semua sudah berada di depan patung gargoyle. Sang Ketua Murid melontarkan pandangan menghina ke arah para Gryffindor. "pertarungan yang tadi jelas dimenangkan oleh kami, Slytherin." katanya disertai sorak kemenangan dari teman-temannya dan cibiran dari Gryffindor.

"Yang benar saja! Jelas sekali kalau pertarungan barusan dimenangkan oleh Gryffindor!" bantah James yang kemudian disambut dengan sorak kemenangan dari Gryffindor.

"Slytherin."

"Gryffindor."

"Slytherin."

"Gryffindor."

"Slytherin."

"Gryffi..."

"Bisakah kalian hentikan perdebatan bodoh ini?" potong Remus. "Karena perdebatan tolol ini bisa membawa kita ke perkelahian lainnya. Dan jika itu terjadi, hukumannya akan lebih berat dari sebelumnya."

"Ooh... Apakah Lupin takut akan hukuman?" Terdengar nada mencemooh milik Malfoy. "Kukira semua Gryffindor adalah pemberani."

"Tidak, aku..."

Perkataan Remus terhenti karena detik berikutnya, Lucius mendorongnya hingga punggung Remus bertabrakan dengan tembok batu dibelakangnya. Tangan kanannya mencengkeram kerah baju milik Remus dan mendorongnya semakin rapat ke tembok, membuat sang Gryffindor kekurangan ruang gerak.

"Lepaskan Remus!" seru Sirius dengan geram. Ia mencabut tongkat sihirnya dan mengarahkannya tepat ke kepala Lucius. "Atau aku akan ledakan kepalamu!"

"Apa kau lupa kalau kita dilarang untuk menggunakan sihir diluar pelajaran?" gumam Lucius. Dia menatap Sirius dengan memiringkan kepala sedikit. "Dan lagi, kalau kalian tidak setuju dengan pemenang dari perkelahian yang barusan, bagaimana kalau kita ulangi saja? Bagaimana menurutmu, Remus?" Dengan kasar, dipaksanya Remus untuk menatapnya.

Tindakan yang Lucius lakukan pada Remus telah membuat teman-teman Gryffindor Remus geram. Masing-masing mencabut tongkat sihir mereka dan mengarahkannya ke arah Lucius Malfoy. Tentu saja, para Slytherin tidak terima melihat sang Ketua Murid kebanggaan Slytherin dalam keadaan bahaya seperti itu, segera mencabut tongkat sihir mereka dan mengarahkannya kepada Gryffindor.

"Lepaskan Remus sekarang juga, atau aku akan benar-benar menghancurkanmu berkeping-keping!" geram Sirius diantara gertakan giginya. Mata abu-abunya memancarkan kilat yang mengerikan.

"Sirius..." gumam Remus dengan nada memperingatkan.

"Jangan coba-coba memperingatkanku mengenai hukuman, Moony!" bentak Sirius. "Aku berusaha untuk menyelamatkanmu dan yang ada di otakmu hanya hukuman?! Prongs, bantu aku!!" seru Sirius kalap sambil menoleh ke arah James Potter, satu-satunya Gryffindor yang tidak mencabut tongkat sihir miliknya untuk menyelamatkan Remus dari genggaman Lucius.

"Hhmmm..."

"James!" panggil Peter Pettigrew khawatir. "Kalau Moony tidak ditolong sekarang, nanti bisa-bisa..."

"AHA!!"

Semua kepala dan tatapan mata langsung tertuju ke arah James 'Prongs' Potter, anak laki-laki yang baru saja berseru 'aha' di saat yang tidak tepat. Bahkan, sikapnya juga ditujukan di saat yang sangat tidak tepat. Apakah wajar bagi seseorang saat berada di tengah-tengah ketegangan untuk tertawa lebar? Dan tawanya itu ditujukan kepada semua orang. Gryffindor maupun Slytherin.

"Aku tahu solusinya." kata James, masih dengan senyum tolol terpampang lebar di wajahnya. "Solusi untuk mengakhiri perang antara Slytherin dan Gryffindor untuk selama-lamanya."

Semuanya menatap James dengan tatapan aneh, seolah-olah mau mengatakan 'Serius?' melalui tatapan mereka semua.

James melihat sekelilingnya. "Kenapa semuanya jadi diam seperti ini? Kubilang, aku punya ide untuk menghentikan pertikaian kita untuk selamanya. Kalian tidak mau dengar ide brilian nan cemerlang dan paling dahsyat serta istimewa dari otak sang maestro paling ahli dalam hal strategi perang dan keisengan, serta Chaser paling handal dan paling jago sepanjang sejarah..."

"Kalau kau mau memberitahu kami, sebaiknya kau hentikan bualanmu itu atau temanmu ini akan terluka." ujar Lucius kesal. Dia menekan Remus semakin keras ke tembok, membuat anak laki-laki berambut emas itu mengerang kesakitan.

"Oke, oke. Aku akan beritahu asalkan kau lepaskan Remus lebih dulu."

Lucius melirik Remus yang merintih kesakitan. Dia meangangkat bahunya dan melepaskan Remus dari cengkramannya, membuat Gryffindor itu jatuh lemas. Sirius segera menghampiri Remus dan membantunya berdiri.

"Nah. Aku tahu bagaimana caranya kita menyelesaikan pertikaian antara Gryffindor dan Slytherin." kata James, masih disertai senyum lebar. "Sebuah game mengenai taktik dan strategi. Asrama dengan strategi terbaik akan menjadi pemenangnya dan diakui oleh semua murid di Hogwarts sebagai asrama terbaik. Nama game itu adalah... Benteng!"

Gryffindor dan Slytherin saling pandang dengan tatapan bingung.

James menghela napas. "Oke. Sepertinya, kalian tidak tahu tentang permainan ini. Baiklah, akan kuumumkan tata cara permainan dan perarturannya saat makan malam nanti."

"Kenapa tidak sekarang?" Severus Snape angkat bicara. Semenjak mereka meninggalkan kantor Kepala Sekolah, ia terus mengunci mulutnya untuk menghindari masalah.

"Karena aku mau semua sekolah terlibat dalam permainan ini, Snivellus. Bukan hanya Gryffindor dan Slytherin."

Maka, malam itu setelah makan malam yang diadakan di Aula Besar Hogwarts, James Potter mengumumkan permainan yang ia sebut 'benteng' itu kepada seluruh penduduk Hogwarts. Begitu suapan terakhir puding coklat yang ia makan sebagai hidangan penutup, James Potter berdiri dari bangkunya dan berdeham.

"Begini, sudah lama sekali Gryffindor dan Slytherin melakukan gencatan senjata, baik itu kelas 1 atau pun kelas 7. Sekarang, kami memutuskan sudah waktunya untuk menghentikan gencatan senjata ini dan menyelesaikannya untuk selamanya." Terdengar sorak sorai dari seluruh meja asrama, bahkan beberapa guru pun ikut serta. "Maka dari itu, kami memutuskan untuk melakukan sebuah permainan. Permainan itu adalah 'benteng'.

"Dua kubu yang bermain dalam permainan ini –Gryffindor dan Slytherin- akan menjadikan Ruang Rekreasi masing-masing sebagai benteng pertahanan mereka yang akan direbut oleh musuh. Pemenangnya ditentukan saat salah satu asrama berhasil menduduki Ruang Rekreasi asrama lainnya. Tentu saja, mereka harus mencari tahu kata sandi untuk memasuki Ruang Rekreasi tersebut.

"Maka, untuk mencari tahu kata sandi asrama musuh, kita diperbolehkan untuk menangkap dan menahan murid asrama musuh dan mengorek informasi darinya. Sementara itu, teman-temannya akan mencari cara untuk membebaskannya.

"Pemain dalam game ini adalah seluruh murid penghuni asrama Gryffindor dan Slytherin, mulai dari kelas 1 sampai dengan kelas 7 harus turut serta dalam permainan ini karena ini menyangkut harga diri asrama masing-masing.

"Untuk peraturan yang digunakan dalam permainan ini sederhana. Para pemain dilarang menggunakan sihir sama sekali. Dan untuk mengawasi jalannya peraturan ini, aku meminta tolong kepada para profesor dan juga murid-murid asrama Hufflepuff dan Ravenclaw untuk mengawasi. Kalianlah yang akan menjadi juri bagi permainan ini dan akan memberikan hukuman yang pantas bagi pemain yang melanggar peraturan. Oya. Pemain bebas melakukan apapun untuk memenangi permainan ini, asalkan tanpa bantuan sihir.

"Nah. Sekarang," James membalikkan tubuhnya menghadap meja para staff. Ia menatap Dumbledore yang hanya tersenyum mendengar penjelasan James mengenai game ini. "aku minta izin dari Profesor Dumbledore untuk melaksanakan permainan ini. Jika Kepala Sekolah tidak mengizinkannya, maka aku akan membatalkan permainannya."

Aula Besar langsung ricuh. Beberapa murid memaksa Dumbledore untuk memberikan izin, sementara sebagian lainnya membujuk Dumbledore untuk berpikir rasional dan menolak rencana gila ini. Beberapa murid Gryffindor dan Slytherin ada yang menolak untuk ikut serta dalam permainan tersebut, namun suaranya tertelan oleh suara mayoritas yang bersorak setuju.

Dumbledore berganti menatap meja Slytherin dan bertanya, "Apakah pihak Slytherin setuju dengan permainan ini?"

"Setuju." sahut Lucius. Ia berdiri dari bangkunya dan mencibir ke arah James. "Kami terima tantangan dari Gryffindor."

"Kalau begitu, tidak ada yang bisa kukatakan lagi. Kedua pihak sudah saling menyetujui." Dumbledore mengerling McGonnagal yang memberikan pandangan memperingatkan padanya. Kepalanya menggeleng pelan, tanda ia tidak setuju dengan permainan anak-anak ini. Dumbledore tersenyum.

"Aku memberi izin bagi kalian. Dan aku akan sangat senang menjadi juri dalam permainan ini." Aula Besar kembali gegap gempita setelah mendengar persetujuan dari Dumbledore. "Mr. Potter," Dumbledore menatap James yang masih berdiri di depannya, senyuman lebar tidak bisa disembunyikan oleh anak laki-laki berkacamata itu. "kapan kalian akan melaksanakannya?"

"Besok, Profesor." jawab James. "Permainan akan dilaksanakan 2 hari, yaitu sejak Sabtu pagi hingga menjelang gelap di hari Minggu."


A/N : Yep. 'Tak benteng'. Haha. Jadi kangen SD, nih... terakhir gue main tak benteng tu pas kelas 6 SD. Battle gitu, antar kelas. Sumpah, seru banget!! Sampe heboh satu sekolah, lho! Asik banget!! Ini, nih, hasil liburan. Gue lagi bosen banget gara-gara liburan. Jadinya, bikin beginian, deh. Hehe. Komentar, dong. Kirimin via review, ya, jangan cuma dipikirin di otak doang. Hehe.

Oiya! Ada voting juga, lho! Kira-kira, kalian mau yang menang main 'tak benteng' itu Gryffindor atau Slytherin? Votingnya di masukin ke review juga, ya!

coolkid, pamit! (sangat HPA. Haha. Kapan tamatnya, ya??)