Di tengah hamparan salju putih bersih, dan dilaterbelakangi awan mendung.

Aku termangu menatap anak itu.

Dan dia juga termangu melihatku, dengan senyum kesepian yang sarat akan paksaan.

Ditengah hamparan salju putih bersih, dan latarbelakang hutan cemara.

Aku menatap tubuhnya yang terbalut pakaian compang camping dan usang.

Dan dia menatapku yang berpakaian rapi dan teratur.

Ditengah hamparan salju putih bersih, dilatar belakangi jembatan batu nan apik.

Aku menatap punggung tangannya... yang penuh luka.

Dan dia menatap ku terus tanpa merubah senyumnya.

Ditengan hamparan salju putih bersih, dilatar belakangi sungai yang membeku.

Aku menatap senyumnya yang kesepian, yang kaku bagai dipahat dengan batu.

Dan dia menatap wajahku yang kebingungan,

Dalam kesenyapan yang sarat akan aura kesepian, aku termangu sambil memeluk angjingku yang menggigil ketakuatan.

Rambutku yang coklat, dan rambutnya yang perak, berkibar tertiup angin.

Syal panjang yang dia pakai dan baju hangat yang kupakai, mulai basah terkena salju.

Mata nya yang ungu dan mataku yang hijau bertemu di udara kosong nan beku.

Lalu, bibirnya bergerak...

"Selamat siang... mari menjadi teman, da~"

Itulah kali pertama aku bertemu dengannya...

Seorang anak kecil yang sudah merasakan kejamnya dunia.

.

X-X-X_X-X-X


Hetalia: Axis Power © Himaruya Hidekazu

Frozen Flower At Snowfield © Naer Sisra

Warning: AU, agak OOC, non-yaoi just friends

.

X-X-X_X-X-X


Normal POV

.

.

Tinininit... tinininit... tinininit...

Suara weker berunyi agak keras, pemuda berambut coklat yang tengah tertidur, tiba-tiba membuka matanya, agak kaget. Dan beberapa saat kemudain wajahnya membiru.

"A-aku kesiangan!" ucapnya ngeri.

Dengan segera dia melompat turun dan mengacak-acak lemarinya, mencari sesuatu.

Dan akhirnya dia menarik satu set seragam sekolah. Dengan cepat dia mengganti bajunya, lalu cuci muka, dan gosok gigi dalam sekejap. Kemudian dia langsung keluar kamar dengan panik.

"Ahhhh! Kenapa hari ini aku kesiangan sih!" Batinnya mendumel.

Dia berlari menuju ruang tengah rumah yang teramat besar ini. Lalu ketika dia sampai di ruang tengah yang megah dengan tangga spiral kayu yang kokoh terletak di tengah-tengah ruangan. Seorang pemuda berambut perak yang memakai syal tebal, berdiri di atas karpet megah dengan senyum terlukis diwajahnya, namun ada aura hitam di belakang punggungnya.

"Selamat pagi Lithuania," ucapnya dengan nada kekanakan, "Sepertinya kamu kesiangan, da~ dan membuat aku ikut kesiangan juga da~~ kolkolkol..." Ucap pemuda berambut perak itu, dengan kekehan yang sarat akan aura pembunuhan, mata violetnya yang menusuk menatap mata hijau Lithuania yang mulai menggigil.

"Tu-tuan Ru-Russia, ma-maf, semalaman saya mengerjakan PR tuan..."

"Jadi kau menyalahkan temanmu ini karena minta tolong membuatkan pr-nya da~," suffix –da di akhir kalimat itu bukannya membuat suara kekanankannya manis malah menjadi horor.

"Bu-bukan begitu... tuan, ta-tapi kenapa 3 hari berturut-turut saya yang mengerjakan PR tuan, Estonia, dan Lithuania sepertinya tidak sedang sibuk..." Lithuania tidak tahu kalau kalimatnya kurang sopan.

"Heee... karena Lithuania adalah favoritku da~," Russia tersenyum sambil membenarkan syalnya yang agak miring.

Lithuania hanya bisa menempel pada tembok, meratapi nasib.

Hukum tak tertulis di rumah ini, favorit = budak kesayangan.

"Hah... ya sudah, lagipula..." Lithuania melirik ke tuannya yang masih tersenyum. "Sepertinya temannya hanya sedikit, apa boleh buat..." Lithuania memang orangnya tidak tega-an.

"Lihuania~," Russia beranjak menuju pintu keluar, bersiap menuju sekolah.

"Ya, tuan?" Lithuania beranjak menyusul Russia, naluri pelayannya refleks mengambil sweater bulu yang tergantung di dekat pintu keluar, lalu dipasangkannya ke Russia.

"Apa yang terjadi jika aku tidak ada, eh Lithuania?" Tanya Russia tiba-tiba.

Lithuania mendongak, menatap punggung tuannya dengan pandangan kaget campur bingung.

"Eh?" hanya kalimat itu saja yang keluar dari mulutnya. Namun di dalam pikirannya, sudah banyak ide-ide jika Russia tidak ada di dunia. Baik yang menyenangkan maupun yang tidak.

"Ah sudah, lupakan saja, sudah hampir masuk pelajaran pertama da~," Russia membuka pintu.

BWWOOOSSHHH...

Angin musim dingin menyeruak masuk ruangan, memaksa Lithuania mengambil sweater lain yang tergantung di dekat pintu. Dia sibuk memakai sweaternya tanpa menyadari kalau Russia berbalik menatapnya.

Lithuania, tanpa sengaja dia menoleh ke pintu, dan terpana, melihat Russia berdiri di depan pintu tanpa senyum, mata ungunya yang temaram menatap Lithuania dengan sayu, salju turun di belakang punggung Russia.

.

Dia di sana, di latarbelakangi hamparan salju tanpa batas.

Tersenyum..

Tersenyum...

Dengan sedih...

.

"Lithuania... Lithuania~," Russia mengguncang pundak Lithuania, "Ayo berangkat."

"E-eh... i-iya."

X-X-X_X-X-X


Musim dingin.

Tidak ada yang dapat dilihat selain salju, salju,dan salju. Di negara subtropis hampir ke daerah iklim dingin ini, musim dingin terasa lebih panjang.

Dan di sana di sebuah taman di belakang rumah Russia, di sebuah pelataran Russia duduk bersantai di sana, dengan syal melekat di lehernya.

Lithuania, datang dengan membawakan senampan teh dengan telaten.

"Ini teh nya tuan," Lithuania meletakkan secangkir teh di samping Russia, menunduk sebentar lalu bersiap kembali ke dalam rumah.

"Lihuania~"

"Ya tuan?" Lihuania berbalik sambil memeluk nampan kosong.

"Apa kau pernah pergi ke daerah yang lebih selatan?" Russia mengangkat cangkir tehnya dan menyeruput sedikit teh-nya.

"Pernah, tuan beberapa kali, memangnya kenapa?"

"Aku sering mendengar, kalau di daerah selatan, hawanya hangat, betul begitu da~?"

"Betul, memang agak lebih hangat dibandingkan di sini, E-eh bukan maksud saya daerah tuan Russia tidak enak ditinggali, hanya saja..." Lihuania bingung sendiri dengan kalimatnya, dia sering salah tingkah jika bicara dengan Russia, takut salah ngomong.

"Hehehe... tidak apa-apa, memang benar disini dingin sekali," Russia perlahan memegang dadanya, wajahnya saat itu sulit digambarkan. Campuran antara sedih dan... iri?

Lithuania hanya bingung menatap ekspresi tuannya yang lain dari biasanya.

Salju mulai turun lagi, menambah volume salju yang mengendap di tanah. Kristal-kristal es, perlahan masuk ek cangkir teh Russia, melebur menjadi uap air sebelum mencapai permukaan cairan teh hangat.

"Jadi..."

Lithuania mengangkat kepalanya, dia harus selalu mendengar perkataan tuannya dengan cermat.

"Kau pernah melihat taman bunga da~?" Ucapnya, kini dia menatap Lithuania.

"E-eto... pernah..."

"Taman bunga matahari pernah?" Tanya Russia, diwajahnya kini terlukis senyuman yang lain. Kali ini senyumannya indah.

"Pe-pernah tu-tuan..." Lithuania mulai gagap karena dia tidak memakai baju hangat dan dia berdiri ditengah hujan salju.

"Pasti senang ya, hidup di tempat seperti itu, hangat..." Russia kembali menatap hamparan salju. Lalu mulai termenung lagi, cangkir tehnya kini mulai dingin sejalan dengan air teh nya. Lithuania merasa tidak ada lagi yang dapat dia lakukan, lalu dia mohon diri sebelumnya dengan membungkukkan badan ke Russia.

"Lithuania~," Russia kembali memanggil Lithuania

"Ya tuan?"

"Pernah merasa ingin melarikan diri da~?"

"KE-kenapa tiba-tiba tanya itu, ada yang mengganggu pikiran tuan?"

"Tidak ada, hanya ingin bertanya padamu..."

Lithuania bignung harus menjawab apa, akhirnya sepertinya lebih baik jika menyenangkan hati tuannya. Akhirnya dia berbohong.

"Tidak pernah tuan."

"Oh, begitu da~, sayang sekali padahal aku sering berpikir untuk melarikan diri dari sini..."

"Eh?"

Lithuania memandang punggung tuannya. Lalu sepenggal kalimat dari tahun-tahun yang telah silam bergerak di kepalanya.

.

"Mari menjadi teman da~"

Dia tersenyum terus

Terus

Hingga dia berbalik dan berlari menerbos hutan pinus.

"Da-dah~ suatu hari kita pasti akan berteman~"

.

X-X-X_X-X-X


"Bagaimana tentang rencana kita menyerang perusahan yang Poland pegang da?"

"Oh rencana itu akan segera di sampaikan di forum diskusi perusahaan kita, tuan Russia."

"Oh, begitu, bagus. Lebih cepat kita menyingkirkan Poland akan lebih bagus untuk perusahaan kita."

Suara-suara diskusi mulai memelan, dan orang yang berdiri di depan pintu tempat orang berdiskusi tadi hanya bisa berdiri mematung sambil membawa nampan berisi teh hangat.

"Russia mau menyerang Poland?" batinnya ngeri. Apa saja asal jangan yang satu ini.

Nampan di tangan Lithuania bergetar, "Poland dalam bahaya..."

"Oi, Lithuania," dua pemuda datang menghampirinya yang satu berkacamata dan seorang lagi bertubuh pendek. Mereka Estonia dan Latvia.

"Sedang apa kau disana?" Ucap Estonia sambil membenarkan letak kaca matanya.

"Bukannya Tuan Russia sedang ada rapat?" Lithuania berkata sambil melirik takut ke pintu ruang rapat. Dia sangat takut dengan Russia soalnya.

"Oh, rapat tentang perusahaan ya? Pasti sibuk ya, padahal dia masih sekolah, tapi sudah mengurusi masalah perusahaan begini..." ucap Estonia yang terpotong melihat Lithuania bergetar dengan nampan yang kini penuh dengan tumpahan kopi.

Pintu terbuka, kemudian orang-orang yang menghadiri rapat keluar satu per satu, Estonia menarik tangang Lithuania yang masih diam mematung.

"Hei, minggir dari situ Lithuania..." bisik Estonia.

Semua orang telah pergi, kecuali sang pemimpin rapat, Russia.

"Oh kalian Trio Baltic, ada apa?" Russia tersenyum pada mereka bertiga.

Lithuania tiba-tiba menyerahkan nampan kepada Estonia lalu menghampiri Russia.

"Tu-tuan apa maksudnya anda ingin menyerang Poland?" Lithuania berjalan menuju tempat duduk Russia meninggalkan kedua temannya yang kaget dan ketakutan.

"Hee... bukan menyerang, tapi menjatuhkan da~."

"Bu-bukankah kita sudah sepakat kalau saya menjadi pelayan tuan, maka tuan akan melepaskan dan tidak akan mengganggu Poland lagi?" Lithuania tidak tahu darimana datangnya keberanian untuk bicara dengan nada kasar pada tuannya.

"Hm... aku tidak ingat bilang begitu, aku hanya bilang aku akan mengambilmu tidak ada perjanjian khusus da~," Russia berkata sambil menopangkan dagunya ke tangan kiri dengan senyum yang seperti biasa.

"A-anda tidak bisa begitu! Poland sudah kalah pada anda sekali, saya mohon jangan serang dia lagi..." Lithuania memohon dengan sangat pada Russia.

Russia kini menatap Lithuania lekat-lekat, senyumnya memudar.

"Kenapa kau begitu peduli padanya?" tanya Russia, nadanya kini hampir tidak kekanak-kanakan.

"Karena dia adalah teman saya yang berharga!" ucap Lithuania tegas.

Russia menatap mata hijau Lithuania, ada keseriusan di pandangan matanya. Lalu Russia memejamkan matanya.

"Hee... teman ya?"

Lithuania kembali merasa aneh, kalimat-kalimat lampau menggerayangi otaknya.

.

Dia di sana, di seberang sungai beku dengan hembusan angin dingin.

Kedua tangannya saling menggenggam memperlihatkan bekas luka yang pedih.

"Kalau aku sudah kuat, mari berteman da!~"

.

X-X-X_X-X-X

продолжение следует -Būti ir Toliau -To Be Continue


Adohh...

Maaf ya dipotong ditengah2 saya nggak jadi bikin one shoot, jadinya bikin two shoot,

besok pasti saya upload...

aduh aduh...

maapkanb ketidak nyamanan ini ya TT^TT

Ada yang sudi ngeripyu?