-ghost, monster and a thin line between them-
.
durarara! is the property of Ryōgo Narita, no copyright infringements are intended.
AT (highschool timeline, kinda)
.
.
.
Ada hal-hal tertentu dari diri Izaya yang, bagi Shizuo, tidak dimiliki kebanyakan orang.
Adalah matanya: yang akrab dengan warna-warna kelam, dingin dan kejam, dan selalu memerangkapnya dalam satu kerlingan tanpa ada sedikitpun bersit-bersit rasa takut yang terproyeksikan.
Adalah kulitnya: yang sepucat seharusnya kematian, walau kemudian, kompleksinya yang nyaris transparan justru memberi petunjuk keberadaan pembuluh di bawahnya, mengabarkan tentang aliran darah yang membuatnya tetap hangat dan hidup; ia memang hidup –hidup; setidaknya sampai nanti ketika cengkeraman Shizuo berhasil mendarat di atas sana.
Adalah rambutnya: yang berkibar oleh sentuhan angin ketika ia bermanuver di jalan-jalan, atau ketika ia tegak di atap sekolah untuk melarikan diri dari pelajaran dan kelas-kelas menjemukan, atau di detik ini, ketika Shizuo gagal menahan diri untuk tidak menempatkan helai-helai hitamnya di antara sela-sela jemari.
Adalah bibirnya: yang menekuk, miring, meremehkan, kecuali jika Shizuo menutupnya dengan bibirnya sendiri; kecuali sekarang, dengan segala ketidaksabaran akan decakan dan kecupan dan penjelajahan –Shizuo bisa saja menyandingkan fiturnya yang manis dan merah dengan susu stroberi yang disodorkan Kasuka suatu pagi.
Adalah kata-katanya: yang asing dengan kejujuran; yang beracun jika Shizuo menelannya, dan berbisa jika ia tergigit oleh ketajamannya. Toh, kata-kata itu kehilangan gaungnya kini. Sebab ia hanya bisa mengeja benci; sebab ia tak bisa mengucapkan apa-apa di bawah kendali obsesi ( –obsesi, obsesi, obsesi—siapa yang sesungguhnya terobsesi, huh?)
Adalah hatinya—
(—ah, tapi pikir Shizuo, apakah Izaya punya?)
yang mungkin berada terlalu dalam, penuh rahasia dan tak terjangkau, bahkan setelah semua langkah-langkah yang ia tempuh demi menuntaskan pengejaran tanpa akhir itu.
.
[matanya, dan kulitnya, dan rambutnya, dan bibirnya, dan kata-katanya, dan hatinya—segala aspek yang mengkomposisi Izaya menjelma sebentuk alunan opus di telinga Shizuo, kadang hilang hanya untuk kembali, kadang sunyi hanya untuk terdengar lagi, kemudian bertahan, menetap, tak mau pergi. Seperti hantu yang tidak tahu malu.
"—tidak bisakah kau enyah saja, Izaya-kun?" dari dalam pikiran-sialan-ku.]
